Pencarian

Selasa, 11 April 2023

Bertaubat Mengikuti Kitabullah

Allah telah mengutus Rasulullah SAW ke alam dunia untuk menjadi tauladan bagi seluruh umat manusia dalam beribadah kepada Allah. Hendaknya seluruh umat manusia mengikuti jejak langkah beliau SAW dengan membentuk akhlak al-karimah dalam melaksanakan ibadah kepada Allah. Akhlak al-karimah akan diperoleh seseorang apabila ia membentuk akhlak al-quran dalam dirinya. Ia dapat mensikapi seluruh peristiwa yang terjadi di alam kauniyah sejalan dengan kitabullah Alquran. Akhlak alquran yang paling sempurna adalah Rasulullah SAW.

Orang-orang yang mengikuti langkah Rasulullah SAW membentuk akhlak al-karimah akan menjadi golongan orang-orang islam. Keislaman itu akan memulai tumbuhnya agama bagi mereka. Bila mereka mengikuti Rasulullah SAW dengan sungguh-sungguh, akan timbul keimanan dalam hati mereka dan keihsanan dalam ibadah kepada Allah. Dengan terbentuknya keislaman, keimanan dan keihsanan tersebut, maka agama akan terbentuk dalam diri seseorang. Setiap orang yang berusaha mengikuti Rasulullah SAW termasuk dalam golongan orang islam. Keislaman seseorang akan menjadikan dirinya menempati kedudukan tertentu dalam pandangan Allah.

Allah tidak menjadikan orang-orang islam itu sama dengan para pendosa. Adanya keinginan dalam diri mereka untuk mengikuti Rasulullah SAW menjadikan mereka berbeda dalam pandangan Allah dibandingkan dengan orang orang yang tidak mempunyai keinginan, terutama dengan para pendosa. Orang yang berkeinginan mengikuti Rasulullah SAW akan berusaha membina akhlak al-karimah hingga dijauhkan dari keinginan berbuat dosa. Apabila mereka khilaf melakukan dosa, mereka akan mudah kembali kepada tujuan akhlak mulia karena ikrar syahadat mereka. Orang yang tidak mempunyai keinginan mengikuti Rasulullah SAW akan mudah tergoda untuk menempuh jalan kegelapan untuk memenuhi hasrat yang timbul dalam diri mereka terhadap kehidupan dunia dan hawa nafsu mereka.

﴾۵۳﴿أَفَنَجْعَلُ الْمُسْلِمِينَ كَالْمُجْرِمِينَ
﴾۶۳﴿مَا لَكُمْ كَيْفَ تَحْكُمُونَ
(35) Maka apakah Kami menjadikan orang-orang Islam itu sama dengan orang-orang yang berdosa? (36)apakah (dasarnya) bagi kalian (berbuat demikian), bagaimanakah kamu mengambil keputusan?(QS Al-Qalam : 36)

Allah menjadikan orang islam mempunyai derajat yang berbeda dari orang-orang yang mengikuti hasrat diri mereka sendiri tanpa suatu arah dan kendali hingga perbuatan mereka seringkali membuat kerugian bagi orang lain. Sayangnya tidak semua orang mengetahui hal ini termasuk barangkali sebagian dari kalangan orang-orang islam sendiri. Ayat di atas diturunkan dalam bentuk redaksi pertanyaan, “Maka apakah Kami menjadikan orang-orang Islam itu sama dengan orang-orang yang berdosa?”. Allah memfirmankan keheranan-Nya kepada orang-orang yang menganggap Allah menjadikan orang-orang islam sama dengan orang-orang yang berdosa.

Sebagian Bentuk Akhlak Buruk

Ayat-ayat di atas berbicara tentang akhlak buruk yang terbentuk pada sebagian manusia yang ditunjukkan dengan fenomena dimana mereka memperlakukan orang-orang islam layaknya perlakuan mereka terhadap para pendosa. Hal demikian itu mengungkapkan terbentuknya akhlak yang keliru pada golongan tersebut. Kitabullah Alquran tidak semata-mata menggolongkan dua jenis manusia dalam iman dan kufur, tetapi berfungsi menuntun umat manusia untuk kembali kepada Allah hingga selamat. Ia akan meluruskan orang-orang yang keliru dalam menempuh perjalanan. Ayat ini merupakan pelurusan akhlak yang keliru. Hendaknya setiap orang memperhatikan ayat ini, apakah dirinya termasuk orang yang memperlakukan orang islam layaknya perlakuan mereka terhadap pendosa. Bila demikian, ada akhlak buruk yang terbentuk dalam dirinya.

Secara prinsip, terbentuk kesalahan dalam diri orang yang berbuat demikian dalam cara musyahadah atau pengenalan mereka terhadap Allah. Cara pengenalan mereka terhadap Allah menjadikan mereka berbuat yang keliru. Akhlak seorang muslim mempunyai dasar berupa pengenalan terhadap Allah, dan kemudian ia berupaya mewujudkan pengenalan terhadap Allah dalam amal-amal termasuk kepada orang lain. Allah bertanya kepada mereka tentang kedua hal tersebut dalam satu pertanyaan, yaitu tentang pengenalan mereka terhadap Allah dan tentang perbuatan yang terlahir dari cara pengenalan mereka itu. Bila mereka berbuat demikian, maka hendaknya mereka berusaha mencari dengan sungguh-sungguh pedoman untuk dapat mengenal Allah dengan benar.

Untuk membina akhlak al-karimah, setiap orang harus membina sikap kasih sayang sebagai pondasi. Tetapi wujud yang keluar dari pondasi itu akan berbeda-beda bergantung pada objek yang dihadapi. Para pendosa adalah orang-orang yang hanya peduli terhadap keinginan mereka sendiri dan rela melakukan perbuatan buruk untuk kepentingan mereka, sedangkan orang islam adalah orang yang mempunyai iktikad membina akhlak mengikuti Rasulullah SAW. Di jaman modern, lebih sulit melihat batas yang membedakan antara. orang islam dengan pendosa. Banyak di antara manusia memberikan keterangan identitas dirinya sebagai islam tetapi tidak mempunyai kepedulian terhadap tuntunan Rasulullah SAW, dan mereka berkomitmen terhadap dosa bahkan dalam hal yang ditampilkan sebagai amal kebaikan.

Setiap orang islam yang sebenarnya mempunyai pandangan melampaui kepentingan mereka sendiri. Sebagian orang islam terbina pandangan mereka hingga pandangan mereka mencapai ‘arsy Allah, sebagian terbina pandangannya hingga ke surga, sebagian mampu memandang jalan kehidupan mereka hingga akhirat, hingga pandangan pendek sebagian orang islam yang membangun benteng-benteng penyelamat kehidupan dunia mereka tanpa ingin berbuat dosa. Di antara mereka ada yang menjaga pandangan dengan tepat dan akurat, dan sebagian lainnya membiarkan pandangannya ke segala arah. Sikap seseorang terhadap orang lain yang dimunculkan sebagai wujud akhlak mulia seharusnya tidak sama untuk setiap kasus.

Memperlakukan orang islam sama seperti para pendosa merupakan suatu gejala kesalahan dalam pembinaan akhlak. Bila seseorang memperlakukan orang islam seperti perlakuan terhadap pendosa, ada kesalahan dalam pengenalan mereka terhadap Allah sehingga terbentuk akhlak yang keliru. Setiap keinginan orang islam untuk kebaikan atau menjadi baik seharusnya disikapi dengan baik oleh orang yang mengikuti Rasulullah SAW, dipahami dan disuburkan, tidak disikapi sebagaimana hamburan hasrat duniawi para pendosa. Pengaruh hawa nafsu pada inisiatif kebaikan yang timbul dalam diri orang-orang islam seharusnya diperhatikan dan dipisahkan dari keinginan baiknya dengan seksama hingga mereka dapat melihat keinginan baik mereka yang murni. Pengaruh hawa nafsu itu hendaknya tidak dijadikan sebagai penghakiman keburukan atas diri mereka. Bila tidak dapat mensikapi dengan baik, hendaknya ia tidak mensikapi keinginan saudaranya dengan buruk sebagaimana sikapnya pada para pendosa.

Berusaha mensikapi orang islam dengan baik akan membina adab yang baik di antara masyarakat. Akan terbina keterampilan sosial di antara umat islam baik keterampilan dirinya sendiri ataupun sahabatnya dan pada akhirnya umat secara keseluruhan. Keterampilan sosial ini akan membangun adab masyarakat yang baik. Bila seseorang dapat merasakan kebaikan yang diungkapkan oleh sahabatnya, ia dapat mengikuti kebaikan itu untuk terbentuknya adab masyarakat yang baik. Bila seseorang tidak dapat merasakan kebaikan yang muncul dari sahabatnya, akan terbentuk masyarakat yang pekak terhadap kebaikan. Bila terbentuk budaya prasangka buruk, maka akan terbentuk adab masyarakat yang buruk dan tidak nyaman.

Orang-orang islam yang mempunyai pandangan lebih dekat kepada Allah dan akurat seharusnya disikapi dengan lebih baik daripada muslim yang lain, dan orang islam yang tidak mempunyai pandangan mendekat kepada Allah tidak boleh disikapi dengan buruk kecuali pada perbuatan-perbuatan dosa mereka agar tidak tumbuh subur. Seringkali suatu kebaikan muncul dari salah satu pihak dan diikuti oleh orang lainnya daripada setiap orang menemukan objek kebaikan mereka sendiri, sedangkan lebih banyak inisiatif manusia muncul dari hawa nafsu.

Perbedaan sikap demikian ini pada dasarnya mengikuti pensikapan sebagaimana perbedaan sikap terhadap islam dan pendosa, tetapi pada tingkatan yang lebih halus. Bila orang yang mempunyai pandangan lebih dekat kepada Allah disia-siakan, mereka akan tidak mengetahui kebaikan dalam dirinya sendiri, dan tidak akan mengetahui manakala langkah mereka melenceng dari kebenaran. Ketidakmampuan mensikapi orang yang dekat kepada Allah menunjukkan keadaan akhlak diri seseorang atau keadaan akhlak kaum tersebut, mungkin berakhlak rendah atau ada akhlak yang tidak benar. Akhlak yang benar pada suatu kaum akan menjadikan mereka mengerti makna kebenaran dan kedekatan kepada Allah, tidak hanya membuta dalam menilai kebenaran.

Berpegang Pada Kitabullah

Tidak benarnya akhlak menunjukkan pertumbuhan jiwa yang keliru. Pada ayat berikutnya Allah mempertanyakan kepada orang-orang demikian : “apakah (alasan) kalian (berbuat demikian)?” disambungkan dengan pertanyaan : “maka bagaimanakah kalian mengambil keputusan?”. Bila mereka terus menumbuhkan akhlak demikian, mereka akan menjadi orang-orang yang tersesat. Boleh jadi sebenarnya mereka telah tersesat, maka hendaknya mereka segera mencari pedoman untuk kembali ke jalan yang benar dalam membina akhlak.

Hal ini ditunjukkan dengan fenomena dimana hukum yang berlaku di antara mereka berantakan. Seseorang bisa bertindak tanpa suatu pedoman yang jelas dan dikatakan sebagai kebenaran, dan sebaliknya suatu kebenaran mungkin tidak mempunyai tempat berpijak di antara mereka. Allah mempertanyakan kepada mereka, atas dasar apa mereka memperlakukan orang islam layaknya perlakuan mereka terhadap pendosa, dan bagaimana cara mereka mengambil hukum.

﴾۶۳﴿مَا لَكُمْ كَيْفَ تَحْكُمُونَ
apakah (dasarnya) bagi kalian (berbuat demikian)?, bagaimanakah kamu mengambil keputusan?(QS Al-Qalam : 36)

Bagi umat islam, setiap orang dituntut untuk berhukum dengan kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW. Kedua tuntunan tersebut merupakan sumber hukum utama bagi umat islam. Dari kedua tuntunan tersebut dapat diturunkan berbagai hukum terkait dengan segenap bidang kehidupan umat islam. Tata kehidupan bernegara dan hukum lainnya hingga terkait dengan amaliah pribadi dapat diturunkan umat islam dari kedua sumber hukum tersebut. Alquran dan sunnah Rasulullah SAW dapat digunakan untuk pedoman menempuh perjalanan kembali kepada Allah hingga seorang muslim mencapai kemuliaan akhlak yang layak hadir di hadirat-Nya. Kedua tuntunan itu akan menunjukkan jalannya dan cara menempuhnya, serta mencegah kesesatan dalam menitinya. Dengan berpegang pada kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW, seseorang dapat menempuh perjalanan dengan aman.

Ada perintah dan larangan yang menuntun langkah manusia. Ada pula ketentuan halal dan haram yang merupakan pagar pembatas rentang langkah yang dapat ditempuh setiap orang. Ketentuan ini harus dipatuhi agar tidak keluar dari batas sehinngga setiap orang tetap dapat melihat jalan taubatnya dengan jelas. Manakala keluar dari batas itu, maka seseorang akan kehilangan bagian penglihatan terhadap jalan yang dapat ditempuh. Melanggar batas itu akan mengaburkan pandangan seseorang dari jalannya. Sebagian orang terbalik-balik pandangannya dengan menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal. Hal demikian dapat menimbulkan fitnah yang sangat besar bagi umat manusia karena membalikkan pandangan manusia terhadap kebenaran, dan hal ini menyebabkan terbentuknya akhlak buruk hingga boleh jadi mereka memperlakukan orang islam layaknya perlakuan terhadap pendosa.

Sebenarnya tidak ada orang yang dapat menempuh perjalanan kembali kepada Allah tanpa mengikuti kedua tuntunan tersebut. Pertanyaan Allah pada ayat di atas terkait dengan melencengnya seseorang dari tuntunan kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW sebagai sumber hukum primer bagi umat islam. Manakala mereka menempuh jalan mereka sendiri untuk kembali kepada Allah, maka akan terjadi kekacauan dalam pengenalan terhadap Allah dan dalam proses melahirkan amal-amal sehingga mereka menjadikan sikap mereka terhadap orang islam sama dengan terhadap para pendosa. Seseorang tidak bisa merasa aman menempuh jalan kepada Allah dengan bersandar pada dirinya sendiri, tetapi harus melaui apa yang Dia turunkan kepada hambanya.

Seseorang tidak dapat mengukur kebenaran langkah mereka sendiri tanpa berpegang pada kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW. Melencengnya perjalanan seseorang pada tingkat lanjut boleh jadi terjadi bahkan dalam bentuk terjebak pada keakraban yang diberikan Allah kepada dirinya, sedangkan sebenarnya Allah merencanakan sesuatu yang tidak dapat diketahui orang tersebut. Hal demikian ini samasekali tidak menunjukkan Allah berbuat merugikan hamba-Nya karena telah jelas ketentuannya, yaitu bila seseorang tidak berpegang pada kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW, maka ia akan celaka.

﴾۵۴﴿وَأُمْلِي لَهُمْ إِنَّ كَيْدِي مَتِينٌ
dan Aku memberi imla’ (dikte) kepada mereka. Sesungguhnya rencana-Ku amat teguh. (QS Al-Qalam : 45)

Kedekatan yang ditunjukkan Allah kepada seseorang tidak selalu menunjukkan kecintaan pada orang tersebut. Boleh jadi kedekatan itu mengandung tipu daya Allah karena seseorang tidak berpegang pada kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW. Bahkan Allah akan memberikan tuntunan-Nya kepada seseorang dalam bentuk dikte sedangkan tuntunan itu mengandung tipu daya. Setiap orang yang memperoleh tuntunan Allah secara langsung haruslah memeriksa tuntunan tersebut kepada kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW. Semua tuntunan yang diturunkan Allah kepada seorang hamba akan bernilai hidayah manakala tuntunan itu membuka pemahaman terhadap suatu kandungan kitabullah. Tanpa mengetahui kandungan kitabullah, tuntunan itu boleh jadi bahkan hanya suatu rencana Allah yang mengandung tipu daya.

Hujjah seseorang berdasarkan dikte Allah kepadanya tidak dapat digunakan untuk menyelisihi kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW. Bukan siapa pendikte itu yang menjadi masalah, tetapi telah jelas ketetapan Allah, bila seseorang bertentangan dengan kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW maka ia tersesat. Sekalipun seseorang memperoleh dikte Allah, ia tidak boleh diikuti manakala bertentangan dengan kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW karena akan menuntun mereka pada kesesatan tipu daya Allah. Kesalahan dalam kasus demikian sangat besar potensinya menyeret umat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar