Pencarian

Selasa, 26 April 2022

Khazanah Allah dan Ketakwaan

Allah menciptakan dunia dan akhirat untuk dijadikan sarana bagi manusia untuk bersaksi terhadap uluhiyah-Nya. Akhirat merupakan kehidupan yang sebenarnya bagi manusia, sedangkan dunia merupakan media yang diturunkan Allah untuk menjadi pelajaran bagi manusia agar mengetahui kehidupan yang sebenarnya. Segala sesuatu yang terwujud di alam dunia merupakan turunan dari khazanah di hadapan Allah yang diturunkan dalam kadar tertentu. Tidak ada sesuatu-pun yang terwujud di alam dunia tanpa suatu khazanah dari sisi-Nya, akan tetapi tidak semua khazanah di sisi Allah diturunkan pada segala sesuatu dalam kehidupan di bumi. Banyak khazanah yang masih hanya tersimpan di sisi Allah.

﴾۱۲﴿وَإِن مِّن شَيْءٍ إِلَّا عِندَنَا خَزَائِنُهُ وَمَا نُنَزِّلُهُ إِلَّا بِقَدَرٍ مَّعْلُومٍ
Dan tidak ada sesuatupun melainkan pada sisi Kami-lah khazanahnya; dan Kami tidak menurunkannya melainkan dengan ukuran yang tertentu. (QS Al-Hijr : 21)

Khazanah Allah itu merupakan kesenangan-kesenangan di sisi Allah yang akan diberikan kepada makhluk-Nya terutama manusia kelak di alam akhirat. Orang-orang yang tinggal di surga kelak akan memperoleh khazanah-khazanah Allah sesuai dengan kadar akal mereka. Manakala akal mereka kuat, mereka akan memperoleh lebih banyak khazanah yang dikaruniakan Allah. Akal itu merupakan bekal manusia yang harus ditumbuhkan dalam kehidupan di bumi.

Akal terkait dengan kecerdasan memahami kehendak Allah yang diberikan kepada manusia. Nikmat Allah mempunyai kedudukan lebih tinggi daripada kesenangan-kesenangan berupa khazanah di sisi-Nya. Nikmat Allah berada di tangan kanan-Nya, sedangkan khazanah-khazanah Allah yang dijadikan kesenangan bagi manusia berada di hadapan-Nya. Khazanah Allah akan mengantarkan seseorang yang mencari dan menemukannya menjadi lebih dekat kepada Allah, tetapi tidak semua orang yang menemukan khazanah Allah akan memperoleh nikmat-Nya.

Nikmat Allah berada di tangan-Nya dan tidak diberikan kecuali kepada hamba-Nya. Ada sedikit perbedaan diberikan kepada laki-laki dan perempuan yang menjadi hamba Allah, karena demikianlah kesetaraan yang diciptakan Allah. Allah berkehendak memberi nikmat-Nya kepada laki-laki yang menghamba kepada Allah dengan penuh keikhlasan, sedangkan para perempuan hamba Allah akan menjadi pembawa khazanah Allah bagi pernikahan mereka. Dalam kehidupan dunia, hal itu mungkin akan terasa tidak adil bagi hawa nafsu karena boleh jadi seorang perempuan bersuamikan laki-laki yang tidak shalih. Tetapi kehidupan dunia adalah tempat belajar bagi setiap manusia. Parameter kesuksesan perempuan adalah pemakmuran bumi. Perempuan yang berhasil membawakan khazanah Allah bagi suaminya di bumi akan memperoleh suami yang sesuai kelak di akhirat, sebagaimana Asiyah r.a binti Muzahim isteri Fir’aun.

Kemakmuran di bumi terutama merupakan manifestasi keshalihan perempuan. Manakala seorang laki-laki shalih tidak mempunyai isteri yang shalihah, ia tidak dapat mengolah agar khazanah Allah turun bagi umatnya. Rasulullah SAW sangat menekankan pembinaan para perempuan mukminat untuk mencapai keshalihan mereka agar terbentuk kemakmuran di muka bumi. Kesalahan dalam membina perempuan akan menghambat turunnya khazanah Allah dan mendatangkan bencana dari fitnah yang terjadi. Dalam sebuah hadits, diceritakan arti penting pembinaan para wanita.

Dari Hindun binti al-Harits al-Firasiyah bahwa Umu Salamah r.a, isteri Nabi SAW berkata, “Rasulullah SAW terjaga pada suatu malam dalam keadaan takut seraya bersabda:
سُبْحَانَ اللهِ، مَاذَا أَنْزَلَ اللهُ مِنَ الْخَزَائِنِ؟ وَمَاذَا أُنْزِلَ مِنَ الْفِتَنِ؟ مَنْ يُوقِظُ صَوَاحِبَ الْحُجُرَاتِ يُرِيدُ أَزْوَاجَهُ لِكَيْ يُصَلِّينَ؟، رُبَّ كَاسِيَةٍ فِي الدُّنْيَا عَارِيَةٍ فِي اْلآخِرَةِ.
Mahasuci Allah. Apa yang diturunkan Allah dari al-khazain (perbendaharaan)? Dan apa pula yang diturunkan dari fitnah-fitnah? Siapa yang mengajak shahabat-shahabat kamarnya, - yang beliau SAW maksud adalah para isteri,- agar melaksanakan shalat? berapa banyak wanita yang berpakaian terhormat (kiswah) di dunia ini akan telanjang bulat di akhirat kelak.’” [HR. Al-Bukhari].

Bagi yang memahami, hadits ini menunjukkan fungsi perempuan sebagai pembawa khazanah dari sisi Allah untuk memakmurkan bumi. Konteks dalam hadits di atas dapat dilihat pada pernyataan Rasulullah SAW, yaitu tentang para perempuan yang dididik untuk menjadi terhormat, akan tetapi hanya di kehidupan dunia saja sedangkan di akhirat akan telanjang. Kesalahan pendidikan perempuan tersebut akan menyebabkan kesalahan dalam turunnya khazanah Allah ke bumi dan juga menyebabkan bencana melalui fitnah yang terjadi.

Pembinaan yang benar harus dilakukan untuk menjadikan orang-orang bertakwa. Setiap laki-laki harus berusaha memahami ayat dan firman Allah untuk memperoleh nikmat Allah, dan kemudian beramal dengan amal yang shalih. Tujuannya tidak boleh teralihkan kepada selain Allah sekalipun berupa khazanah-khazanah yang ada di hadapan Allah ataupun para perempuan pembawa khazanah itu. Khazanah Allah itu akan dihadirkan kepadanya melalui isterinya. Khazanah Allah dan para perempuan yang membawanya belum tentu diperuntukkan baginya sekalipun ia dapat memahaminya dan perempuan itu shalihah baginya.

Para perempuan hendaknya dibina agar bertakwa membawakan khazanah Allah kepada suaminya. Mereka tidak boleh dibiarkan memperturutkan keinginan duniawi mereka sendiri, tetapi harus mengikuti langkah suaminya menuju Allah. Laki-laki adalah imam dan perempuan menjadi makmum dalam langkah menuju Allah. Seorang perempuan tidak diperbolehkan menempatkan suaminya pada suatu kedudukan tertentu karena mengikuti laki-laki lain. Imam dan kedudukan mereka di hadapan Allah akan dikenali oleh laki-laki, bukan ditentukan oleh perempuan atau orang lain. Perempuan harus berusaha memahami dan menghadirkan khazanah Allah yang sesuai dengan suaminya.

Kesalahan pembinaan bisa terjadi manakala seorang perempuan dengan bebas berbuat memperturutkan keinginan duniawi mereka atau menentukan imamnya sendiri mengabaikan syariat dan petunjuk Allah. Seorang perempuan mungkin diijinkan bekerja untuk dunia mereka manakala bersesuaian dan disetujui suaminya karena boleh jadi ia membawa khazanah yang tepat bagi suaminya dengan profesinya. Sebaliknya, walaupun misalnya diberi kemampuan menghadirkan khazanah Allah, seorang perempuan tidak boleh mempersembahkan khazanah Allah kepada laki-laki selain suaminya, karena imamnya yang benar adalah suaminya. Ia boleh mengolah khazanah itu sendiri dengan segenap keterbatasannya, atau dibawakannya hanya kepada suaminya. Bilamana ia membawa dirinya kepada laki-laki selain suaminya, ia melanggar syariat dan khazanah yang dibawanya akan tercampur dengan kebathilan.

Hal ini adalah sebagian yang ditakutkan oleh Rasulullah SAW, yaitu perempuan yang berpakaian kiswah di dunia tetapi mungkin akan telanjang di akhirat. Khazanah itu mungkin akan menjadi kiswahnya bersama laki-laki, tetapi hanya untuk di dunia saja, dan kebathilan akan melepaskan kiswah itu di akhirat. Tidak hanya peristiwa demikian yang akan menjadikan perempuan berpakaian di dunia tapi telanjang di akhirat. Banyak pembinaan yang keliru akan menjadikan perempuan demikian. Misalnya seorang perempuan yang menerima petunjuk jodoh kemudian memilih laki-laki lain yang tampak lebih terhormat juga akan menyebabkan kejadian demikian, dan akibat yang ditimbulkannya membuat Rasulullah SAW merasa takut.


Membina Kekuatan Taqwa

Setiap orang harus dibina untuk meraih ketakwaan. Hal ini membutuhkan dasar-dasar di dalam jiwanya, di antaranya adalah kebersihan jiwa. Tanpa ada pembersihan jiwa (tazkiyatun-nafs), tidak akan tumbuh ketakwaan dalam diri seseorang. Pengetahuan dan segala atribut keshalihan dalam perjalanan menuju Allah dapat menyebabkan seseorang tersesat bila tidak disertai dengan kebersihan jiwa.

Kebersihan jiwa akan membuat jiwa seseorang tumbuh hingga mencapai ketakwaan. Di antara tanda ketakwaan seseorang adalah tercerabutnya rasa dendam dalam dada (shadr) mereka.

﴾۷۴﴿وَنَزَعْنَا مَا فِي صُدُورِهِم مِّنْ غِلٍّ إِخْوَانًا عَلَىٰ سُرُرٍ مُّتَقَابِلِينَ
Dan Kami cerabut segala rasa dendam yang berada dalam dada-dada (shudur) mereka, sedang mereka merasa bersaudara duduk berhadap-hadapan di atas dipan-dipan. (QS Al-Hijr : 47)

Shadr (dada) dalam ayat di atas menunjukkan pada sesuatu pada diri seseorang yang menjadi sumber tingkah laku yang terwujud secara fisik. Bila hawa nafsu yang buruk tumbuh dalam dada, maka hawa itu akan menumbuhkan keinginan berbuat yang buruk. Bila hawa nafsu yang baik tumbuh, maka dada akan membentuk keinginan berbuat baik. Manakala akal tumbuh di dalam dada seseorang, maka akan tumbuh dalam dada tersebut keinginan untuk menghamba kepada Allah sesuai dengan akalnya. Kebanyakan manusia hidup berdasarkan hawa nafsu mereka, dan sebagian bahkan mempertuhankan hawa nafsu.

Walaupun telah tumbuh akal di dalam dada, hawa nafsu akan tetap memberikan warna terhadap yang apa-apa yang tumbuh di dalam dada orang yang berakal. Dalam hal ini, ketakwaan merupakan pembersihan dada seseorang yang berakal dari pengaruh hawa nafsu, sehingga hanya kehendak Allah yang terwujud dari dirinya. Di antara hal buruk yang dibersihkan dari dada orang bertakwa adalah rasa dendam terhadap orang lain.

Dendam (ghill) tidak selalu berupa keinginan membalas perbuatan yang dilakukan orang lain dengan perbuatan yang sama atau lebih buruk. Penyikapan yang buruk terhadap perbuatan orang lain termasuk merupakan dendam dalam bentuk yang halus. Seseorang yang berakal dituntut untuk berusaha berbuat yang terbaik berdasarkan ketakwaan. Seseorang harus berusaha sedangkan Allah-lah yang mencabut rasa dendam dari dadanya.

Usaha menghilangkan dendam tidak boleh menjadikan seseorang bersikap bodoh. Dalam kehidupan dunia, tidak sedikit orang yang mementingkan diri sendiri hingga suka berbuat buruk mengorbankan orang lain, dan ada orang-orang yang berbuat tanpa berdasar ilmu sedangkan mereka melakukan perbuatan membahayakan. Manakala ada orang lain berbuat buruk hanya dalam ukuran hawa nafsu, hendaknya seseorang menerima perbuatan tersebut dengan ridla. Akan tetapi, tidak sedikit perbuatan seseorang menyebabkan kerusakan pada orang lain ataupun umat secara umum. Seringkali perbuatan yang merugikan itu bercampur baur merongrong hawa nafsu sekaligus juga merugikan orang lain. Seseorang harus berusaha menemukan petunjuk Allah untuk melakukan perbuatan reaksi yang mesti dilakukannya.

Kadangkala perbuatan buruk terwujud tanpa disadari oleh pelakunya. Dalam kehidupan dunia ini, mungkin saja seseorang merasa berbuat baik sedangkan ia berbuat kerusakan. Misalnya ibarat seseorang merasa berbuat baik dengan memberikan air minum kepada para penumpang kapal tanpa menyadari bahwa air itu diusahakan dengan membocorkan kapal. Mungkin orang itu benar-benar tidak menyadari perbuatannya. Bagi para awak kapal yang mengetahui, perbuatan itu jelas membahayakan umat dan mereka harus berbuat sesuai dengan standar operasi bagi kapal itu. Awak kapal tidak boleh membiarkan perbuatan membocorkan kapal tanpa melakukan pencegahan, tidak boleh secara serampangan membuat langkah yang tidak sesuai dengan standar operasi kapal, dan tidak boleh menimbulkan keributan yang memperkeruh langkah perbaikan. Bilamana awak kapal membiarkan dendam tumbuh dalam dada, upaya perbaikan kapal akan sulit dilakukan dengan baik sesuai standar operasi kapal.

Atau boleh jadi dua orang berkeinginan untuk saling melakukan ishlah, akan tetapi syaitan masuk melalui pihak ketiga tanpa disadari kedua pihak. Syaitan menghembuskan sesuatu dan seseorang melakukan perbuatan sesuai keinginan syaitan itu, dan kemudian perbuatan itu memberikan kesan adanya perbuatan buruk dilakukan oleh pihak kedua. Setiap orang harus bersabar dengan semua yang diketahuinya tentang orang lain agar tidak timbul dendam dalam dadanya. Boleh jadi penglihatannya dikaburkan oleh syaitan untuk menimbulkan fitnah. Ia harus berusaha sebaik mungkin melakukan reaksinya tanpa berlandaskan dendam atau keinginan buruk. Hal ini tidak membatasinya untuk merespon berdasarkan apa yang sampai kepada dirinya, tetapi harus dipastikan bahwa tidak ada iktikad membalas keburukan yang diperbuat kepadanya, dan ia harus selalu membuka kemungkinan adanya salah paham dalam interaksi mereka.

Setiap manusia harus berusaha membangun ketakwaan dengan menghilangkan dendam hingga dendam yang halus dari dalam dadanya. Hal itu akan memperkuat akalnya dan memudahkan ketakwaan. Akan tetapi warna hawa nafsu itu tidak akan mampu dihilangkan seseorang dengan kekuatannya sendiri. Allah-lah yang mencabut rasa dendam dari hati orang-orang yang bertakwa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar