Pencarian

Kamis, 09 Desember 2021

Akal dan Indera Sebagai Alat Akal

Allah menciptakan akal dalam diri manusia. Dengan akal, setiap manusia dapat menempuh perjalanan kembali kepada Allah di dunia hingga bertemu Allah kelak di akhirat. Tanpa akal, seseorang akan tersesat atau tidak akan mengetahui arah dalam perjalanan tersebut. Alam dunia dan alam langit sangatlah luas dan sangat banyak tipuan yang dapat menyesatkan perjalanan manusia.

﴾۹۷۱﴿وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِّنَ الْجِنِّ وَالْإِنسِ لَهُمْ قُلُوبٌ لَّا يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لَّا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آذَانٌ لَّا يَسْمَعُونَ بِهَا أُولٰئِكَ كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ أُولٰئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ
Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka) Jahannam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat, dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar. Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai. (QS Al-A’raaf : 179)

Akal bukanlah kecerdasan jasadiah manusia, tetapi kemampuan manusia untuk memahami kehendak Allah. Kemampuan akal ditunjukkan dengan kesatuan pemahaman terhadap setiap bentuk ayat Allah baik berupa ayat qauliyah Al-quran, ayat kauniah semesta maupun ayat yang tersimpan dalam nafs mereka. Kadangkala seseorang dapat memahami alam kauniyah tanpa terhubung dengan bentuk ayat yang lain, kadang seseorang mempelajari ayat alquran tanpa keterhubungan dengan keadaan kauniyah semesta, kadang seseorang terlalu mengikuti kata hati sendiri tanpa mengetahui dasar dari Alquran dan kadang tidak selaras dengan kenyataan di sekitarnya. Hal itu merupakan bayangan parsial dari akal yang harus disempurnakan, dan penyempurnaan itu adalah dengan berusaha menemukan kesatuan pemahaman terhadap ketiga bentuk ayat Allah yang dimanifestasikan bagi mereka.

Alquran merupakan kitab induk yang menjelaskan segala hal terkait tujuan kehidupan manusia. Ayat Alquran itulah barometer kebenaran yang sebenarnya. Namun Alquran dapat dipahami secara keliru bila akal seseorang lemah. Setiap orang seharusnya memperoleh bagian pada suatu tempat dalam Alquran dan setiap orang harus berusaha menemukan bagian Alquran yang diperuntukkan bagi diri. Upaya seseorang menyatukan pengetahuan dan kehidupan terhadap ayat qauliyah Alquran merupakan upaya tafaqquh. Bila seseorang tidak berusaha memperoleh dan menyatukan kehidupan diri dengan firman Allah, ia termasuk orang yang tidak berusaha memahami (laa yafqahuun).

Tanpa upaya tafaqquh, seseorang akan tersesat dalam perjalanannya kepada Allah. Hati, penglihatan bathin dan pendengaran bathin harus digunakan untuk melakukan upaya tafaqquh. Semua hal di atas sebenarnya tidak berguna kecuali bila disertai upaya tafaqquh, karena kesesatan dengan hal tersebut lebih jauh daripada kesesatan jasmaniah saja. Dalam ungkapan jawa, disebutkan sebuah istilah “tesmak bathok, senajan mlorok ora ndelok” yang berarti “berkacamata tempurung kelapa, walaupun matanya melotot tidak dapat melihat”. Tanpa tafaqquh, tidak ada jaminan orang yang mempunyai penglihatan bathin dapat melihat realitas yang benar, karena boleh jadi yang dilihat hanyalah sebuah realitas virtual (virtual reality) pada tempurung kacamata mereka yang diprogram Allah untuk menyesatkan atau diprogram syaitan untuk menipu manusia. 

 

Ayat Allah, Akal dan Thaghut

Allah telah mengutus Rasulullah SAW untuk mengajarkan kepada manusia cara menyatukan pemahaman terhadap ayat-ayat Allah. Di antara umat rasulullah SAW, ada orang-orang yang mengikuti langkah beliau dengan benar. Mereka itu dapat menjadi contoh tentang cara membaca ayat-ayat Allah dengan benar mengikuti rasulullah SAW. Hendaknya ayat-ayat yang mereka bacakan itu diperhatikan dan dipahami. Banyak orang tidak mau memperhatikan ayat-ayat Allah ketika dibacakan sebagaimana rasulullah membaca. Boleh jadi Allah telah meletakkan tutupan atas hati dan sumbatan pada telinganya.

﴾۵۲﴿وَمِنْهُم مَّن يَسْتَمِعُ إِلَيْكَ وَجَعَلْنَا عَلَىٰ قُلُوبِهِمْ أَكِنَّةً أَن يَفْقَهُوهُ وَفِي آذَانِهِمْ وَقْرًا وَإِن يَرَوْا كُلَّ آيَةٍ لَّا يُؤْمِنُوا بِهَا حَتَّىٰ إِذَا جَاؤُوكَ يُجَادِلُونَكَ يَقُولُ الَّذِينَ كَفَرُوا إِنْ هٰذَا إِلَّا أَسَاطِيرُ الْأَوَّلِينَ
Dan di antara mereka ada orang yang mendengarkan (bacaan)mu, tetapi Kami telah meletakkan tutupan di atas hati mereka untuk memahaminya dan (Kami letakkan) sumbatan di telinganya. Dan jikapun mereka melihat segala tanda (kebenaran), mereka tetap tidak mau beriman kepadanya. Sehingga apabila mereka datang kepadamu untuk membantahmu, orang-orang kafir itu berkata: "Al-Quran ini tidak lain hanyalah dongengan orang-orang dahulu". (QS Al-An’aam : 25)

ayat tersebut bercerita tentang keadaan suatu kaum yang bersumpah atas nama Allah bahwa mereka bertuhan kepada Allah dan mereka tidak pernah sebelumnya termasuk dalam golongan musyrik, tetapi dalam pandangan Allah sebenarnya mereka tergolong dalam golongan musyrik. Ada hal-hal yang membuat mereka terjatuh dalam golongan orang-orang musyrik tanpa mereka mengetahui bahwa ada hal-hal yang telah menjadikan mereka musyrik.

Yang menjadikan mereka terjatuh dalam golongan musyrik adalah perkataan dusta yang mereka buat tentang Allah dan pendustaan mereka atas ayat-ayat Allah. Mereka bermaksud beribadah kepada Allah, tetapi hampir-hampir tergelincir menghamba pada suatu pemikiran mereka sendiri tanpa berusaha memahami firman Allah dengan benar. Sebagian dari golongan demikian terseret dalam pemahaman mereka sedemikian hingga menjadikan mereka sebagai orang yang musyrik tanpa mereka menyadarinya. Keadaan mereka sebenarnya tidak lagi berusaha beribadah dengan benar kepada Allah, tetapi mempertuhankan perkataan mereka sendiri tentang Allah. Mereka tidak lagi memperhatikan ayat-ayat Allah yang seharusnya menerangi kehidupan mereka dalam beribadah kepada Allah.

Apabila seseorang beribadah kepada Allah hanya dengan mengikuti perkataannya atau perkataan golongan mereka sendiri tanpa memperhatikan firman Allah, maka mereka dapat tergelincir menjadi golongan orang-orang musyrik. Seseorang tidak boleh memperturutkan perkataannya sendiri dalam menghamba kepada Allah, karena Allah telah menurunkan agama secara sempurna melalui Rasulullah SAW. Setiap orang harus berusaha mengerti jalan yang harus ditempuh melalui apa yang diturunkan kepada Rasulullah SAW. Setiap orang dapat tergelincir dalam hal yang demikian, bahkan sekalipun orang yang mempunyai hati, mata bathin dan telinga bathin sekalipun. Ayat 179 surat Al-a’raaf bukanlah bercerita tentang orang-orang yang kafir, tetapi tentang orang-orang yang mempunyai hati, mempunyai mata bathin dan mempunyai telinga bathin, tetapi mereka tidak memperhatikan ayat-ayat Allah sehingga mereka tidak memahami, tidak melihat dan tidak mendengar kebenaran dari Allah.

Ketika ayat Allah dibacakan, sebagian di antara mereka sebenarnya mempunyai ketertarikan yang besar terhadap bacaan ayat tersebut. Mereka berusaha mendengarkan bacaan itu dengan penuh perhatian (istima’), tetapi hati mereka tertutup dan telinga mereka tersumbat karena hanya mau mengikuti perkataan mereka sendiri. Allah-lah yang meletakkan tutupan pada hati mereka dan sumbatan pada telinga, yaitu manakala mereka menyukai sikap membuta mengikuti perkataan mereka sendiri. Manusia dapat menduga betapa sikap mereka terhadap ayat Allah menjengkelkan, sehingga Allah menutup hati mereka dan menyumbat telinga mereka. Dengan tutupan dan sumbatan demikian, mereka tidak dapat mengikuti dan tidak dapat mendengar kebenaran ayat-ayat Allah yang dibacakan. Sekalipun kaum demikian melihat kebenaran dalam setiap bacaan yang disampaikan kepada mereka, mereka tidak mau beriman kepada ayat-ayat tersebut.

Dengan ketertutupan hati dan sumbatan telinga, sebagian dari mereka akan datang kepada orang yang membacakan ayat Allah untuk membantah. Sungguh mengherankan keadaan mereka, mereka mungkin mengetahui setiap kebenaran pada ayat yang dibacakan, tetapi tidak mau beriman bahkan mereka datang untuk membantah kebenaran itu. Sebagian dari orang yang membantah adalah orang-orang yang kufur, dan mereka akan mengatakan bahwa Alquran itu hanyalah dongengan orang-orang terdahulu. Mereka adalah orang-orang musyrik dalam pandangan Allah, walaupun mereka tidak pernah beribadah kepada selain Allah. Mereka bersembah pada thaghut yang mengeluarkan mereka dari terangnya cahaya Allah menuju kegelapan.

﴾۷۵۲﴿اللَّهُ وَلِيُّ الَّذِينَ آمَنُوا يُخْرِجُهُم مِّنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ وَالَّذِينَ كَفَرُوا أَوْلِيَاؤُهُمُ الطَّاغُوتُ يُخْرِجُونَهُم مِّنَ النُّورِ إِلَى الظُّلُمَاتِ أُولٰئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
Allah adalah wali bagi orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan kepada cahaya. Dan orang-orang yang kafir, wali-walinya ialah thaghut, yang mengeluarkan mereka dari cahaya kepada kegelapan. Mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya (QS Al-Baqarah : 257)

Thaghut merupakan kesalahan pemahaman dalam mengikuti entitas pembawa cahaya Allah. Bukan pembawa cahaya itu yang salah, tetapi karena manusia tidak menggunakan akalnya. Nabi Isa a.s menjadi thaghut bagi sekian banyak pengikutnya karena pemahaman pengikutnya yang salah. Bukan nabi Isa a.s yang salah, tetapi kekurangan akal yang membuat thaghut itu muncul. Ayat Alquran dapat menjadi thaghut manakala seseorang tidak menggunakan akalnya untuk memahami kehendak Allah melalui ayat tersebut. Manakala seseorang menggunakan Alquran sebagai pelayan dirinya tidak sebagai imam, Alquran itu akan menyeretnya menuju neraka. Thaghut itu akan membawa manusia dari cahaya Allah menuju kegelapan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar