Pencarian

Selasa, 04 Mei 2021

Membentuk Jamaah, Berhukum Dengan Alquran

 

Alquran memerintahkan orang-orang beriman agar mentaati Allah, mentaati Rasulullah dan para ulil amri di antara mereka. Hal itu menjadi prinsip tata kelola bermasyarakat dalam islam. Dengan tata kelola demikian, maka urusan Allah yang harus tergelar dibumi dapat berjalan dengan baik, dimana setiap orang dapat melahirkan hal-hal yang terbaik yang terkandung dalam diri masing-masing.

Yang dimaksud sebagai Ulil Amri dalam ayat tersebut menunjuk pada orang-orang yang telah mengenal urusan dari Allah yang harus mereka tunaikan dalam kehidupan mereka di bumi. Mereka adalah orang-orang yang telah tumbuh di atas amr Allah yang diturunkan kepada Rasulullah SAW, dengan mengenali dan melaksanakan amr mereka sebagai bagian dari amr Rasulullah SAW. Para Ulil Amri bukanlah orang yang tumbuh di atas amr atau kepentingan mereka sendiri tanpa mengenal kedudukan mereka dalam perjuangan Rasulullah SAW.



﴾۹۵﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنكُمْ فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ذٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul, dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah dan Rasul, jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih baik dan lebih baik penjelasannya. (QS An-Nisaa’ : 59)

Seruan dalam ayat ini merupakan suatu kesatuan. Dengan prinsip ketaatan kepada Allah, ketaatan kepada Rasulullah SAW dan para Ulil Amri di antara orang-orang beriman, jamaah mukminin dapat tumbuh sebagai satu umat yang bersaudara, menjadi sebuah jamaah yang berjuang di atas kebenaran Alquran dan Sunnah Rasulullah SAW tanpa kesesatan. Mereka menjadi jamaah yang dimisalkan sebagai pohon yang mengeluarkan tunas, dan tunas itu tumbuh menguat, besar dan lurus di atas batangnya, yang menyenangkan hati penanamnya. Mereka itu adalah al-jamaah. Sebagian mukminin tumbuh sebagai tunas di atas pokok pohonnya, mengerjakan amr rasulullah SAW, sebagian mukminin tumbuh sebagai tunas dari suatu cabang pohon, akan tetapi tetap menyatu dalam satu pohon Rasulullah SAW.

Setiap orang beriman harus berusaha mentaati orang-orang yang menunjukkan penyatuan langkah kepada Alquran dan perjuangan Rasullah SAW, karena sangat mungkin mereka itu adalah para Ulil Amri. Di jaman modern, tidak semua Ulil Amri terlihat sebagai orang-orang yang memiliki kekuasaan, dan sebaliknya tidak semua orang yang memegang kekuasaan merupakan Ulil Amr dalam kategori yang disebut ayat di atas. Wajib bagi mukminin untuk mengikuti orang yang menunjukkan kesatuan langkahnya dengan Alquran dan perjuangan Rasulullah SAW. Hal ini perlu disikapi dengan hati-hati, karena kadang seseorang menyeru manusia kepada diri mereka sendiri berdasar hawa nafsu mereka tanpa berusaha menyatu menuju Alquran dan Sunnah Rasulullah SAW.

Akan tetapi kadangkala seorang mukmin terpaksa berselisih dengan Ulil Amr. Sebagian Ulil Amr barangkali adalah orang-orang yang baru tumbuh dalam hatinya pengenalan terhadap urusan dari Allah bagi mereka, dan mereka berusaha sungguh-sungguh untuk menyatukan pengenalan mereka terhadap Alquran dan Sunnah Rasulullah SAW. Seseorang yang demikian termasuk dalam kategori Ulil Amri selama berusaha untuk menyatukan diri kepada Alquran dan Sunnah Rasulullah SAW, tidak terlena memperturutkan rasa besar diri karena pengenalan mereka kepada amr diri mereka. Kadangkala seseorang berbalik menuju kekafiran ketika mereka mengenal penciptaan diri mereka.

Dalam peristiwa demikian, setiap mukmin diperintahkan untuk mengembalikan perselisihan mereka kepada Allah dan Sunnah Rasulullah SAW. Tidak ada Ulil Amri yang benar akan menolak ajakan untuk kembali kepada Alquran dan Sunnah Rasulullah SAW, karena itu justru akan membantu para Ulil Amri itu untuk membuka Alquran dan Sunnah Rasulullah SAW dalam urusan mereka. Di pihak sebaliknya, setiap mukmin harus benar-benar bersikap kembali kepada kepada Alquran dan Sunnah Rasulullah SAW tanpa ada keinginan membantah ajakan Ulil Amri untuk menyatu dengan Alquran dan Sunnah Rasulullah SAW. Sikap demikian merupakan syarat agar seseorang termasuk dalam golongan orang yang benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Bila tidak bersikap demikian, maka keimanannya kepada Allah dan hari kemudian diragukan.

Perlu diperhatikan bahwa seorang Ulil Amri pada dasarnya mempunyai akal yang telah tumbuh lebih sempurna daripada kebanyakan mukminin. Selama penjelasan Ulil Amri tidak menyelisihi nash dalam Alquran dan Sunnah Rasulullah SAW, seorang mukmin harus berusaha memahami penjelasan itu dengan hati yang bersih tidak berusaha menyelisihi atau menyanggah. Bila tidak dapat memahami penjelasannya, maka dirinya harus berpegang kepada nash Alquran dan Sunnah Rasulullah SAW, tidak berpegang dengan argumentasi lain. Dengan demikian maka akan diperoleh akibat yang lebih baik, dan diperoleh penjelasan dan takwil yang lebih ihsan. Hal ini sangat penting diperhatikan agar terbentuk persaudaraan dalam jamaah.

Berselisih pemahaman dengan Ulil Amri masih diperbolehkan di kalangan umat beriman selama hati seseorang tetap terbuka untuk memahami nash Alquran dan Sunnah Rasulullah SAW, tidak bersikeras dengan pemahaman sendiri.

 

Menghindari Thaghut

Sebagian orang merasa sebagai orang beriman kepada Alquran dan kitab-kitab Allah yang diturunkan sebelumnya, akan tetapi dalam prakteknya mereka menginginkan berhukum kepada thaghut. Mereka bukanlah orang yang termasuk dalam kategori benar-benar beriman, akan tetapi hanya merasa sebagai orang beriman. Orang-orang yang benar-benar beriman adalah orang-orang yang kembali kepada Allah dan Sunnah Rasulullah SAW, tidak mengikuti perkataan mereka sendiri atau mencari-cari pemaknaan dengan cara yang salah.

Sebagian orang yang merasa beriman menginginkan untuk berhakim terhadap hal-hal lain dan terhadap pemahaman-pemahaman mereka sendiri yang salah, melenceng dari apa yang tercantum dalam nash kitabullah dan Sunnah Rasulullah SAW. Setiap orang harus berusaha untuk mengkalibrasi setiap pemahamannya terhadap suatu kebenaran agar selalu bersesuaian dengan tuntunan Alquran dan Sunnah Rasulullah SAW. Pemahaman yang salah terhadap suatu kebenaran bisa menjadi sebuah thaghut.



﴾۰۶﴿أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ يَزْعُمُونَ أَنَّهُمْ آمَنُوا بِمَا أُنزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنزِلَ مِن قَبْلِكَ يُرِيدُونَ أَن يَتَحَاكَمُوا إِلَى الطَّاغُوتِ وَقَدْ أُمِرُوا أَن يَكْفُرُوا بِهِ وَيُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَن يُضِلَّهُمْ ضَلَالًا بَعِيدًا
Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang merasa dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu, sedangkan mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah mengingkari thaghut itu? Dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya. (QS An-Nisaa : 60)

Allah telah memerintahkan kepada setiap orang untuk mengingkari thaghut. Setiap thaghut akan membawa orang-orang yang merasa mengikuti cahaya Allah menuju arah sebaliknya, yaitu kepada kegelapan. Pemahaman yang salah terhadap kebenaran akan menuntun seseorang menuju kegelapan dengan cara yang seringkali tidak disadari. Hal seperti ini dapat dihindari dengan mengikuti Sunnah Rasulullah dan para Ulil Amri. Bila seseorang bersikeras mengikuti pemahamannya sendiri tanpa berusaha memahami penjelasan dari Ulil Amri, maka dirinya sebenarnya mengikuti thaghut. Hal ini tidak sama dengan orang yang tidak mampu memahami penjelasan karena berpegang pada nash Alquran dan Sunnah Rasulullah SAW, karena boleh jadi ia tetap berpegang pada petunjuk Allah dan Sunnah Rasulullah SAW.

Berselisih pemahaman dengan Ulil Amri masih diperbolehkan di kalangan umat beriman selama hati seseorang tetap terbuka untuk memahami nash Alquran dan Sunnah Rasulullah SAW, tidak bersikeras dengan pemahaman sendiri.

Bila seseorang mengikuti suatu thaghut, maka syaitan akan berusaha menyesatkannya dengan kesesatan yang sejauh-jauhnya. Kepingan-kepingan kebenaran akan diperkenalkan syaitan kepada orang tersebut untuk menuntunnya menuju kegelapan dirinya sendiri. Pengetahuan kebenaran semacam ini justru membentuk jiwanya mengarah pada akhlak yang buruk, bertolak belakang dengan pembentukan akhlak mulia. Sangat mungkin syaitan tidak mendorongnya kepada suatu kesalahan yang jelas, tetapi menyesatkan dengan kepingan-kepingan kebenaran untuk membangkitkan kegelapan diri, sebagaimana Iblis dahulu menyesatkan Adam dan Hawa dengan pohon khuldi. Dengan kepingan kebenaran syaitan berusaha menyesatkan manusia dengan kesesatan yang sejauh-jauhnya. Upaya itu dilakukan syaitan dengan menggunakan thaghut.

 

Alquran Sebagai Keterangan Terinci

Bagi orang-orang yang memahami Alquran, mencari keputusan dengan dasar yang berlainan dengan Alquran adalah sesuatu yang aneh dan mengherankan. Alquran adalah keterangan yang sangat terperinci yang diturunkan Allah bagi umat manusia, tidak memerlukan keterangan dari selain kitabullah. Hanya Sunnah Rasulullah SAW yang layak menjadi penguat penjelasan bahwa pemahaman seseorang tentang Alquran tidak keliru, dan hal itu telah sangat mencukupi. Menggantungkan keputusan kepada selain ketentuan Allah merupakan hal yang mengherankan bagi mereka.



﴾۴۱۱﴿أَفَغَيْرَ اللَّهِ أَبْتَغِي حَكَمًا وَهُوَ الَّذِي أَنزَلَ إِلَيْكُمُ الْكِتَابَ مُفَصَّلًا وَالَّذِينَ آتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يَعْلَمُونَ أَنَّهُ مُنَزَّلٌ مِّن رَّبِّكَ بِالْحَقِّ فَلَا تَكُونَنَّ مِنَ الْمُمْتَرِينَ
Maka patutkah aku mencari hakim selain daripada Allah, padahal Dialah yang telah menurunkan kitab (Al Quran) kepadamu dengan terperinci? Orang-orang yang telah Kami datangkan kitab kepada mereka, mereka mengetahui bahwa Al Quran itu diturunkan dari Tuhanmu dengan kebenaran. Maka janganlah kamu sekali-kali termasuk orang yang ragu-ragu. (QS Al-An’aam :114)

Dalam pandangan ahli Alquran, kitabullah itu benar-benar diturunkan dari Rabbul ‘alamiin dengan kebenaran yang nyata, yang tidak bisa dipersamakan dengan pendapat atau keterangan dari makhluk atau orang selain Rasulullah SAW. Para ahli Alquran adalah orang-orang yang telah diberi alkitab sebagai ayat-ayat yang menjelaskan dalam dada mereka. Alkitab itu merupakan bagian dari Alquran yang diperuntukkan bagi seseorang, sedangkan Alquran itu merupakan alkitab bagi Rasulullah SAW. Dengan demikian, mereka mengetahui kedudukan mereka dalam perjuangan Rasulullah SAW.

Dengan alkitab yang diberikan ke dalam dada mereka, para ahli alquran mengetahui bahwa Alquran yang mereka kenal adalah keterangan yang diturunkan Allah, bukan dari zat yang lain dan tentu saja tidak boleh dipersamakan dengan keterangan yang lain. Dalam pandangan mereka, tidak ada sesuatupun yang dapat memberikan keterangan sebagaimana Alquran kecuali rabb mereka. Alquran dalam pandangan mereka berisi kebenaran yang sangat jelas.

Manakala Alquran itu telah jelas dalam pandangan seseorang dan bersesuaian dengan penjelasan Rasulullah SAW, maka hendaknya mereka tidak meragukan kebenaran yang sampai kepada mereka. Tidak perlu upaya-upaya lain selain berpegang teguh pada Alquran dan Sunnah Rasulullah SAW. Parameter benarnya seseorang dalam berpegang teguh pada Alquran dan Sunnah Rasulullah SAW adalah kemuliaan akhlak. Hal ini kadang-kadang agak sulit untuk diukur seseorang karena waham tentang kemuliaan akhlak yang kadang memiliki kesamaan dengan sikap-sikap munafik. Dalam tataran praktis, kemuliaan akhlak itu ditunjukkan dengan rasa kasih sayang seseorang terhadap semua makhluk. Bila seseorang bersifat penyayang terhadap yang lain dan perbuatan serta pemahamannya bersesuaian dengan Alquran dan Sunnah Rasulullah SAW maka ia berpegang pada tali Allah dengan benar. Bila tidak mempunyai sifat penyayang dan berdalil dengan teori-teori agama, maka belum tentu dia mengenal kebenaran agama. Bilamana terlihat bersifat penyayang tetapi menyelisihi Alquran dan Sunnah Rasulullah SAW, barangkali orang tersebut sedang melakukan kesalahan. Kemuliaan akhlak lah yang menjadi tolok ukur kebenaran seseorang dalam berpegang pada Alquran dan Sunnah Rasulullah SAW.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar