Pencarian

Selasa, 25 Mei 2021

Amal Shalih dan Tawakkal

 Allah menciptakan manusia di bumi dan menetapkan bagi masing-masing amal perbuatan yang harus dilaksanakan. Amal-amal itu telah dituliskan dalam kitab diri setiap manusia. Sebagian manusia menemukan dan mengenali amal-amal itu dalam kehidupannya di dunia kemudian mereka beramal dengan amal-amal yang ditetapkan baginya, sebagian tidak dapat melaksanakan dengan baik. Sebagian manusia berusaha mencari dengan sungguh-sungguh untuk menemukan amal yang ditentukan baginya. Sebagian manusia tidak mengetahui adanya ketetapan tersebut dan berusaha memberikan amal-amal baiknya, dan sebagian beramal untuk kehidupan dunia yang diinginkannya.



﴾۳۱﴿وَكُلَّ إِنسَانٍ أَلْزَمْنَاهُ طَائِرَهُ فِي عُنُقِهِ وَنُخْرِجُ لَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ كِتَابًا يَلْقَاهُ مَنشُورًا
(13)Dan tiap-tiap manusia itu telah Kami tetapkan amal perbuatannya (sebagaimana tetapnya kalung) pada lehernya. Dan Kami keluarkan baginya pada hari kiamat sebuah kitab yang dijumpainya terbuka. (Q Al-Israa’ : 13)

Amal-amal itu merupakan ketetapan Allah dalam kitab diri masing-masing manusia. Amal-amal seseorang yang bersesuaian dengan ketetapan dalam diri itulah yang merupakan amal shalih yang sesungguhnya baginya. Dengan beramal sesuai dengan kitab diri, maka akan terbuka pengetahuan kitabullah bagi dirinya. Pengetahuan kitabullah itulah pengetahuan hakikat yang akan dibawa hingga kelak menghadap kepada Allah, dan menjadi pemberat timbangan di hadirat Allah.

Sebagian orang bersungguh-sungguh berusaha berserah diri dengan mencari kehendak Allah yang harus dikerjakan dirinya dalam setiap saat. Dengan cara itu seseorang dapat mendekati atau bahkan menemukan amal shalih walaupun belum mengetahui catatan yang ditetapkan baginya. Bila Allah menghendaki, boleh jadi Allah akan membukakan baginya kitab dirinya sehingga ia merasa yakin dengan amal yang dikerjakannya, akan tetapi seringkali Allah tidak membukakan kitab dirinya agar ia selalu membangun sikap pencarian terhadap kehendak Allah. Allah akan membukakan kitab diri itu baginya kelak di hari kiamat.

Setiap orang harus bersabar dalam berserah diri tidak mudah melakukan klaim bahwa dirinya adalah pemilik kebenaran. Kesabaran dalam berserah diri itu merupakan pangkal dari keterbukaan kitab diri seseorang, suatu hal yang lebih penting daripada pengetahuan tentang kitab diri itu sendiri. Ketika seseorang mampu tegak dalam bersikap mencari kebenaran maka kitab diri itu mungkin terbuka. Bila seseorang tidak mampu tegak dalam mencari kebenaran, pengetahuan tentang isi kitab diri itu akan menjatuhkannya untuk mengaku pemilik kebenaran dan hal itu akan menutupinya dari kebenaran yang lebih baik. Ia mungkin tidak lagi mencari dan menemukan kebenaran dalam realitas yang ada di sekitarnya, merasa bahwa dirinya adalah pemilik kebenaran.

Barangkali hanya satu makhluk yang mampu menjadi sandaran kebenaran, sedangkan makhluk lain tidak akan mampu menanggung beban sebagai sandaran kebenaran. Beliau adalah Rasulullah SAW. Hal ini tidak menunjukkan tidak adanya kebenaran pada makhluk yang lain. Setiap orang dapat mengenali kebenaran dan menyampaikan kebenaran, dan mampu menahan beban kebenaran itu, dengan syarat bila ia memperoleh sandaran kepada Rasulullah SAW, atau memperoleh wasilah kepada rasulullah SAW. Tanpa wasilah dan sandaran kepada Rasulullah SAW, seseorang tidak akan memperoleh pijakan yang kuat, atau bahkan sebenarnya kebenaran yang dikenalnya hanya melayang tanpa pijakan.

Beramal Shalih di Dunia

Amal yang ditetapkan itu merupakan perbuatan yang harus dilaksanakan seseorang untuk mendekat kembali kepada Allah. Amal itu disebut dalam Alquran dengan terminologi طَائِرَ (thairun) yang berarti burung. Amal itu menjadi alat bagi seseorang untuk terbang di langit menuju Allah. Sebagaimana burung mempunyai dua sayap, setiap orang harus membangun dua sayap secara seimbang agar mengetahui amal-amal yang telah ditetapkan baginya untuk kembali kepada Allah. Kedua sayap itu harus dibangun dalam dua aspek dirinya secara sinergis, yaitu pengetahuan pada jiwanya dan pengetahuan pada raganya.

Seseorang akan mengetahui bahwa dirinya memiliki sayap manakala pengetahuannya tentang dunianya terbangun selaras dengan pengetahuannya tentang kitabullah. Ia akan tersadar bahwa dirinya akan dapat terbang dengan kedua pengetahuan itu, walaupun belum mengetahui bagaimana ia akan terbang, sebagaimana seekor anak elang menyadari bahwa dirinya akan dapat terbang. Ia mengetahui bahwa kedua pengetahuan itu dua hal yang sama yang dapat menjaganya seimbang ketika ia terbang.

Kedua sayap itu adalah pengetahuan duniawi dan pengetahuan kitabullah yang seimbang. Seseorang harus terbang di alam dunia dengan kedua sayap itu, karena seorang manusia diciptakan sebagai khalifatullah di bumi. Kadangkala seseorang terpaksa mengetahui bahwa dirinya tidak dapat terbang dengan sayap pengetahuannya saja. Itu terjadi bila ia tidak membangun rumah tangga yang baik. Untuk bisa beramal shalih di bumi, seorang laki-laki harus memanjangkan wujud dirinya dalam struktur sosial, berupa rumah tangga yang baik dengan perempuan shalihah. Seseorang akan dapat terbang dengan pengetahuannya dalam wujud amal shalih yang kongkret dengan membangun rumah tangga sebagai perpanjangan wujud jiwa-raganya.

Pernikahan merupakan perpanjangan wujud jiwa dan raga seorang manusia dalam struktur sosial. Interaksi seseorang dalam pernikahan akan menunjukkan dinamika jiwanya. Seorang suami yang memperhatikan istrinya menunjukkan jiwa laki-laki yang baik. Demikian pula seorang istri yang penuh cinta kasih bagi suaminya menunjukkan jiwa perempuan yang baik. Perbaikan akhlak menuju akhlakul karimah sangat ditentukan perilaku seseorang dalam rumah tangga. Sikap seseorang di dalam pernikahan dapat menjadi parameter kualitas jiwa sepasang manusia dalam perjalanannya kembali kepada Allah.

Kadangkala seseorang terlihat sangat baik bagi orang luar, akan tetapi tidak bisa mengerti apa khazanah dan kebaikan yang dibawa pasangannya. Hal itu tidak menunjukkan kebaikan akhlaknya. Kadangkala seseorang terlihat buruk bagi orang lain, akan tetapi dirinya mengerti hal yang diperlukan untuk kebaikan rumah tangga mereka. Hal itu menunjukkan keluhuran akhlaknya. Keluhuran akhlak ini tidak dapat dinilai oleh orang lain. Pernikahan akan menuntun langkah seseorang untuk menuju keluhuran akhlak, bila ia menginginkan. Seseorang dapat mengetahui akhlak dirinya menurut kualitas sikap hatinya kepada suami atau isterinya. Suami dapat menjadi pelurus bagi isteri, dan isteri dapat menjadi pelurus bagi suaminya walaupun kadangkala seorang suami keliru dalam menilai istrinya, dan demikian pula kadang seorang isteri keliru dalam menilai suaminya.

Terbentuknya dua sayap itu merupakan parameter tumbuhnya akhlak al karimah pada diri seseorang. Suami dan isteri harus menumbuhkan bersama-sama akhlak al karimah hingga tumbuh kedua sayap mereka untuk terbang menuju Allah. Apapun keadaan rumah tangga seseorang, setiap orang dapat mengasah seseorang untuk menumbuhkan akhlak al karimah. Seorang suami dapat tumbuh akhlak al karimahnya, yaitu akalnya untuk memahami dunianya selaras dengan kitabullah walaupun keadaan rumah tangga mereka sangat buruk. Demikian pula seorang isteri dapat tumbuh sebagai wanita dengan sifat ahli surga walaupun beristerikan fir’aun, akan tetapi ada aspek yang tidak muncul bilamana rumah tangga tidak dibangun sebagai rumah tangga yang baik.

Tawakkal Yang Benar

Dengan kedua sayap itulah seseorang dapat memperoleh rezeki at-thayyibat dengan sikap tawakkal yang sebenar-benarnya. Tawakkal yang sebenar-benarnya dapat dilihat pada sepasang manusia yang telah mengerti amal-amal yang ditentukan bagi mereka dan mereka mengerjakan amal-amal tersebut. Kadangkala pasangan suami isteri tidak dapat terbang berdasarkan amal yang ditetapkan bagi mereka sehingga harus mencari rezeki berdasarkan upaya duniawi yang lain.

dari Umar bin Khaththab r.a bahwa Rasulullah SAW bersabda:
لَوْ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَوَ كَّلُوْنَ عَلَى اللَّهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ، لَرُزِقْتُم كَمَا تُرْزَقُ الطَّيْرُ، تَغْدُو خِمَاصًا وَتَرُوْحُ بِطَانًا “
Sungguh, seandainya kalian bertawakkal kepada Allah sebenar-benar tawakkal, niscaya kalian akan diberi rizki sebagaimana rizki burung-burung. Mereka berangkat pagi-pagi dalam keadaan lapar, dan pulang sore hari dalam keadaan kenyang”.[HR Imam Ahmad, At-Tirmidzi, Al-Hakim, Ibnu Hibban, dan Al-Mubarak]

Pasangan yang dapat mengerjakan amal-amal yang ditentukan bagi mereka akan memperoleh rezeki dalam setiap upaya mereka mengerjakan amal-amal shalih mereka. Seandainya pagi hari mereka dalam keadaan lapar, mereka akan pulang dari amal mereka dalam keadaan kenyang. Mereka itulah orang-orang yang menunjukkan sikap tawakkal dengan sebenarnya.

Allah akan memberikan rezeki kepada setiap orang yang berusaha bersikap tawakkal. Proses turunnya rezeki bagi orang-orang yang mengerjakan amal-amal shalih dapat ditiru oleh setiap orang hingga seolah-olah mereka memperoleh rezeki karena mengerjakan amal yang ditetapkan bagi mereka. Hal yang perlu diperhatikan oleh orang yang meniru adalah sikap keberserahan diri untuk mencari kehendak Allah bagi dirinya setiap saat sebagai amal. Sikap tawakkal tidak dapat diperoleh tanpa sikap batin yang benar. Bila seseorang tidak berusaha untuk mengerti kehendak Allah bagi mereka, maka tidak akan terbangun sikap tawakkal yang benar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar