Pencarian

Kamis, 29 April 2021

Meniti Tali Allah

Alquran adalah firman Allah yang diturunkan kepada rasulullah SAW sebagai penjelasan segala sesuatu. Orang-orang beriman akan mendapatkan pengetahuan yang terbaik bilamana ada orang yang membacakan Alquran kepada mereka dengan benar. Sebaliknya orang-orang kafir tidak akan menganggap pembacaan Alquran sebagai sesuatu yang berharga. Mereka menganggap keajaiban-keajaiban sebagai syarat kebenaran yang harus ditunjukkan bagi mereka, sedangkan pembacaan ayat-ayat Alquran tidak mempunyai makna kebenaran yang memadai bila tidak disertai kemampuan menunjukkan keajaiban versi mereka.

Seseorang yang mengerti ayat Alquran akan dapat membacakan keadaan suatu kaum berdasarkan Alquran, sebagaimana Rasulullah SAW membacakannya atas kaum beriman. Hal itu seharusnya diperhatikan orang beriman, dan hal itu mencukupi bagi mereka. Dengan bacaan itu orang beriman mengetahui keadaan diri mereka dan dapat menempuh perjalanan menuju keadaan yang lebih baik.



﴾۱۵﴿أَوَلَمْ يَكْفِهِمْ أَنَّا أَنزَلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ يُتْلَىٰ عَلَيْهِمْ إِنَّ فِي ذٰلِكَ لَرَحْمَةً وَذِكْرَىٰ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ
Dan apakah tidak cukup bagi mereka bahwasanya Kami telah menurunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) sedang dia dibacakan atas mereka? Sesungguhnya dalam hal demikian itu terdapat rahmat yang besar dan pelajaran bagi orang-orang yang beriman. (QS Al-Ankabut : 51)

Dalam pembacaan Alquran yang benar terdapat rahmat Allah dan pelajaran bagi orang-orang beriman. Mengikuti pembacaan Alquran yang benar akan dapat mengantarkan seseorang menuju rahmat Allah, serta menjadikan orang-orang yang beriman mengerti akan peringatan-peringatan Allah yang akan menimpa mereka baik dalam kehidupan dunia maupun kehidupan di alam berikutnya. Di dalam Alquran terdapat seluruh pelajaran untuk hal itu.

Rahmat Allah akan dapat diperoleh oleh orang-orang beriman yang mengubah akhlak mereka dengan ayat-ayat Alquran hingga mencapai akhlak yang mulia. Tanpa mengubah akhlak, sulit bagi seseorang untuk menggapai rahmat Allah. Rahmat Allah diperuntukkan bagi orang-orang yang mempunyai akhlak mulia di mata Allah. Semua hal yang dibutuhkan seseorang untuk mengubah akhlaknya menuju akhlak mulia ada dalam Alquran.

Kehidupan di dunia merupakan kehidupan yang sulit, karena manusia hidup jauh dari sumber cahaya kebenaran. Manusia harus kembali kepada Allah sebagai sumber cahaya kebenaran agar mengerti tentang kebenaran. Kehidupan yang gelap itu membahayakan bagi manusia, karena dapat mengantarkan seseorang menuju kesesatan, dan bahkan dalam kehidupan dunia ini pun syaitan selalu mengintai untuk mencelakakan manusia baik kecelakaan dalam kehidupan dunia maupun kecelakaan dalam kehidupan berikutnya. Alquran menguraikan dengan terinci segala peringatan yang dapat menyelamatkan manusia, agar manusia tidak tersesat dalam kehidupan, tidak mengalami celaka dalam kehidupan dunia maupun kehidupan alam-alam selanjutnya.

 

Alquran Sebagai Petunjuk Keselamatan

Untuk memperoleh jalan kehidupan yang selamat, setiap orang hendaknya berusaha benar-benar mengikuti apa-apa yang diturunkan kepada mereka berupa kitabullah dan tidak mengikuti apa-apa yang selain itu dengan menjadikannya sebagai wali. Hal ini seringkali tidak mudah dilakukan karena kehidupan di bumi. Manusia seringkali lebih mempercayai apa yang ada ditangannya daripada ketentuan-ketentuan yang telah digariskan dalam kitabullah. Misalnya perhitungan bisnis acapkali lebih dipercaya menyelamatkan kehidupan hari berikutnya daripada menghitung infaq yang harus ditunaikan. Ini adalah contoh sulitnya mengikuti apa-apa yang diturunkan Allah kepada manusia.



﴾۳﴿اتَّبِعُوا مَا أُنزِلَ إِلَيْكُم مِّن رَّبِّكُمْ وَلَا تَتَّبِعُوا مِن دُونِهِ أَوْلِيَاءَ قَلِيلًا مَّا تَذَكَّرُونَ
Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan janganlah kamu mengikuti selain-Nya sebagai pemimpin. Amat sedikitlah kamu mengambil pelajaran (daripadanya). (QS Al-A’raaf : 3)

Setiap sendi kehidupan manusia sebenarnya berjalan untuk suatu tujuan yang dikehendaki Allah. Misalnya Allah menurunkan rezeki kepada seseorang mukmin sesuai dengan tanggungan nafkah yang harus ditunaikan. Seseorang mukmin yang mempunyai tanggungan hanya keluarga kecilnya maka rezeki yang diberikan akan sesuai dengan hal itu, sedangkan seorang pengusaha mukmin akan memperoleh juga sesuai dengan tanggungan nafkahnya. Seorang pengusaha mukmin tidak boleh melakukan maksimalisasi pendapatan dengan menekan nafkah para pegawainya, atau tidak memberikan gaji yang sesuai untuk sumbangsih yang diberikan pegawainya. Seluruhnya harus diberikan dengan kadar yang baik sesuai dengan perhitungan keuangan perusahaan, berdasarkan tujuan yang ada dalam kitabullah.

Bila seorang pengusaha mukmin berusaha hanya semata-mata berpegang pada perhitungan keuntungan bisnis tanpa sebuah tujuan berdasarkan tuntunan kitabullah, maka ia telah mengikuti wali selain Allah. Hal itu dapat mendatangkan kecelakaan pada dirinya. Bagi seorang mukmin, segala prospek bisnis yang datang harus dibaca sebagai potensi infaq dan nafkah yang harus ditunaikan, tidak dipandang sebagai tumpukan harta bagi dirinya. Berikutnya, dirinya harus berusaha menjalankan usahanya dengan penuh amanah dengan perhitungan yang baik. Dengan demikian, maka ia telah berusaha untuk mengikuti apa-apa yang diturunkan Allah, dan dengan hal itu ia akan membuka jalan keselamatan baginya. Amat sedikit orang-orang yang mengikuti peringatan demikian.

 

Mengikuti Rasulullah SAW

Dalam kehidupan seorang mukmin, tuntutan untuk berpegang pada kitabullah tidak bersifat statis. Setiap mukmin dituntut untuk mengikuti kebenaran yang semakin tinggi dan halus tidak berdiam pada satu kebenaran saja. Rasulullah SAW memerintahkan umat islam untuk mengikuti beliau SAW, dan melarang umat islam untuk mengikuti Musa a.s bilamana harus meninggalkan beliau SAW.

Apa yang dibawa Musa a.s adalah kebenaran, dan apa yang diseru oleh Rasulullah SAW adalah kebenaran, akan tetapi ada perbedaan tingkatan dalam hal apa-apa yang diseru para rasul. Seorang penyeru kebenaran harus mengikuti penyeru kebenaran yang lebih tinggi tingkatannya tanpa meninggalkan tugas menyeru yang harus dilakukan dirinya, sebagaimana Musa a.s akan mengikuti Rasulullah SAW bilamana beliau mendapati kenabian yang telah sempurna. Seorang penyeru kebenaran pastilah mengenali kebenaran yang lebih tinggi, kecuali ia sebenarnya tidak mengenali kebenaran yang diserukannya.



وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَوْ بَدَا لَكُمْ مُوسَى فَاتَّبَعْتُمُوهُ وَتَرَكْتُمُوْنِيْ لَضَلَلْتُمْ عَنْ سَوَاءِ السَّبِيلِ وَلَوْ كَانَ حَيًّا وَأَدْرَكَ نُبُوَّتِي لاَ تَّبَعَنِيْ
Demi (Allah) yang jiwa Muhammad di tangan-Nya. Seandainya Musa muncul kepada kamu, lalu kalian mengikutinya, dan kalian meninggalkan aku, sungguh kamu tersesat dari jalan yang lurus. Seandainya Musa hidup dan mendapati kenabianku, dia pasti mengikuti aku.[HR. Ad-Dârimi, no. 435]

Mengikuti kebenaran secara kaku dapat menyebabkan seseorang tersesat. Ketika sebuah kebenaran yang lebih tinggi telah sampai, atau seseorang telah sampai pada tingkatan yang lebih tinggi, maka seseorang harus berusaha mengikuti kebenaran yang lebih tinggi, tidak berhenti pada kebenaran di tingkatan bawahnya. Bila seseorang mengikuti Musa a.s dan meninggalkan Rasulullah SAW, sungguh orang tersebut akan tersesat dari jalan yang lurus.

Rasulullah SAW adalah penyeru pada kebenaran yang tertinggi. Beliau SAW bersama orang-orang yang mengikuti menyeru manusia kepada Allah. Hal ini tidak dapat dipersamakan dengan seruan kebenaran yang lain. Untuk kembali kepada Allah, Rasulullah SAW mencontohkan suatu bentuk isra’ dan mi’raj yang dimulai dari masjidil haram. Hal itu hanya dapat terjadi atas kehendak Allah. Akan tetapi ada syarat-syarat yang harus diusahakan manusia agar Allah menghadiahkan isra’ dan mi’raj kepada dirinya.

Apa yang dapat diusahakan manusia adalah mengubah akhlak dirinya hingga layak menjadi hamba di baitullah. Dengan menjadi hamba Allah yang melayani orang-orang yang thawaf, rukuk, dan sujud ke baitullah itulah seseorang dapat berharap Allah melimpahkan isra’ dan mi’raj. Untuk hal itu, baitullah harus terlebih dahulu terbentuk dalam hati seseorang, dan harus terbentuk bait dalam wujud sosial berupa rumah tangga yang baik. Tanpa rumah tangga yang baik, fungsi sosial dirinya tidak akan dapat ditunaikan sehingga tidak akan layak menjadi hamba yang melayani pencarian manusia yang thawaf, rukuk dan sujud ke baitullah.

Hal itu merupakan uswatun hasanah yang menjadi tauladan Ibrahim a.s dan orang yang mengikutinya, yaitu Ismail a.s dan Siti Hajar r.a. Terwujudnya bangunan baitullah di negeri makkah itu merupakan peran keluarga Ibrahim a.s, bukan hanya peran Ibrahim a.s sebagai manusia tunggal. Hal itu merupakan penanda bahwa baitullah itu bukan hanya manifestasi jasadiah baitullah yang ada dalam hati Ibrahim, tetapi juga sebagai manifestasi bait dalam wujud keluarga Ibrahim a.s. Umat manusia yang mengikuti Ibrahim a.s harus mewujudkan baitullah bagi dirinya dalam bentuk keluarga.

Untuk membangun baitullah, seseorang perlu berhijrah menuju tanah yang dijanjikan. Bayi Isma’il dan Hajar r.a harus berhijrah dari bumi Syam menuju tanah yang ditentukan yaitu lembah bakkah di semenanjung Arabia. Berhijrah menuju tanah yang dijanjikan adalah seruan nabi Musa a.s kepada umat manusia. Beliau menuntun bani Israel berhijrah dari negeri Mesir ke negeri Kanaan sebagai tanah yang dijanjikan. Apa yang diserukan Musa a.s tidaklah semata-mata untuk seruan itu sendiri, tetapi menjadi bagian dari seruan Rasulullah SAW untuk kembali kepada Allah. Masih ada beberapa tingkatan yang harus ditempuh manusia setelah mengikuti seruan Musa ke tanah yang dijanjikan, agar dapat mengikuti seruan Rasulullah SAW.

Di jaman sekarang, mengikuti Musa a.s berhijrah ke tanah yang dijanjikan dengan meninggalkan seruan Rasulullah SAW untuk kembali kepada Allah akan menyebabkan seseorang atau suatu kaum tersesat dari jalan yang lurus. Kesesatan demikian bersifat sama pada tingkatan-tingkatan seruan di bawahnya. Mengikuti langkah Musa a.s berhijrah menuju tanah yang dijanjikan dengan meninggalkan uswatun hasanah Ibrahim a.s dan keluarganya untuk mewujudkan bait akan menyebabkan manusia tersesat dari jalan yang lurus, karena uswatun hasanah Ibrahim a.s merupakan kunci yang lebih dekat untuk mengikuti seruan Rasulullah SAW.

Dalam kehidupan sehari-hari, mewujudkan kesejahteraan di muka bumi dengan meninggalkan seruan para uswatun hasanah hanyalah sebuah ilusi yang tidak akan tercapai. Seluruh upaya manusia untuk mewujudkan kemakmuran hanyalah sebuah fatamorgana bilamana meninggalkan apa-apa yang diturunkan Allah kepada para Uswatun Hasanah. Tanpa membentuk bait sebagaimana Ibrahim a.s membentuk keluarganya, Iblis dapat menggunting putus seluruh upaya manusia untuk mewujudkan kemakmuran di muka bumi bilamana syaitan itu menginginkan.

Tidak akan berguna upaya keras suatu kaum membangun kesejahteraan bilamana kaum perempuan dibiarkan untuk berkhianat kepada suaminya, para gadis dilepaskan untuk meninggalkan petunjuk, untuk mengejar laki-laki yang diinginkan hawa nafsu mereka, dan para laki-laki tidak diajarkan untuk menempuh perjalanan menuju Allah dengan langkah tegak. Bahkan bilamana suatu kaum telah dibina, semua laki-laki siap untuk berperang menghadapi musuh raksasa dengan jiwa raganya, satu pengkhianatan seorang istri dapat memusnahkan seluruh kaum itu hingga tidak bersisa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar