Pencarian

Minggu, 02 Juli 2023

Amar Ma’ruf Nahy Munkar

Allah menciptakan makhluk agar makhluk mengenal Sang Khalik. Untuk urusan demikian, manusia menjadi puncak segala ciptaan-nya. Manusia dicipta berupa materi di alam bumi agar bisa memperoleh pengetahuan tentang Allah hingga ke ujung ciptaan-Nya. Selain itu, manusia diciptakan dari nafs yang serupa dengan alam malaikat, karenanya manusia dapat memiliki kecerdasan sebagaimana para malaikat bahkan lebih cerdas lagi. Ketika penciptaan khalifatullah, para malaikat muqarrabun diperintahkan untuk bersujud kepada khalifatullah karena kesempurnaan penciptaan beliau a.s.

Pengetahuan tentang Allah yang dapat diperoleh makhluk sering disebut sebagai ma’rifat. Pengetahuan yang disebut sebagai ma’rifat biasanya disematkan kepada orang-orang yang telah mengenal rabb mereka, yaitu orang yang mengenal penciptaan nafs mereka. Tidak semua orang mengenal penciptaan diri mereka, akan tetapi mereka memperoleh pengetahuan-pengetahuan tentang rabb mereka walaupun dalam bentuk kepingan-kepingan yang belum menyatu. Pengetahuan tentang Allah berupa kepingan-kepingan tersebut seringkali disebut sebagai al-ma’ruf.

Amar Ma’ruf

Allah memerintahkan kepada kaum mukminin agar ada umat yang bertugas untuk menyeru manusia kepada kebaikan dan memerintahkan dengan al-ma’ruf dan mencegah dari kemunkaran. Kemunkaran merupakan lawan dari al-ma’ruf, yaitu kebodohan terhadap kehendak Allah. Bentuk kebodohan yang disebut kemunkaran itu tidak selalu berbentuk kemaksiatan dalam pandangan manusia, tetapi berupa kebodohan terhadap kehendak Allah. Orang-orang yang menyeru tersebut merupakan orang-orang yang beruntung.

﴾۴۰۱﴿وَلْتَكُن مِّنكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَأُولٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung. (QS Ali Imran : 104)

Pengetahuan yang paling utama yang diperkenalkan Allah kepada makhluk tentang diri-Nya adalah asma Ar-rahman dan Ar-rahiim. Kedua asma tersebut akan dapat dikenali seseorang bila berusaha membentuk dirinya dalam citra Ar-rahman Ar-rahim. Tanpa membentuk diri dalam kedua citra tersebut, seseorang tidak akan dapat mengenali kedua asma mulia Allah yang utama kecuali hanya kata-kata tanpa pemahaman.

Cara paling sempurna pengenalan seseorang terhadap kedua asma Allah tersebut terjadi melalui terbentuknya bayt yang diijinkan Allah untuk mendzikirkan dan meninggikan asma Allah. Bayt tersebut merupakan kesatuan antara seorang laki-laki yang mengenal penciptaan dirinya dengan isterinya dalam keinginan untuk meninggikan asma Allah dan mendzikirkannya. Kedua asma Ar-rahman dan Ar-rahim akan tumbuh dan terwakili secara proporsional pada suami dan isteri dalam ikatan pernikahan mereka, dan dengan kesatuan ini sepasang suami dan isteri dapat mengenal Allah dengan cara paling sempurna.

Bayt demikian dijadikan sebagai kiblat bagi umat manusia dalam menempuh perjalanan kepada Allah, dalam hal ini secara khusus adalah bayt nabi Ibrahim a.s dan keluarga beliau sebagai perintis dan tauladan utama. Pada dasarnya setiap orang mempunyai kesempatan yang sama membentuk bayt demikian, tetapi mereka kebanyakan tidak mencapainya. Kiblat tersebut merupakan representasi penyatuan manusia terhadap hal-hal yang terserak bagi dirinya dalam kehidupan dunia untuk mengenal Allah. Semakin baik penyatuan yang terbentuk, semakin sempurna asma Allah yang dapat dikenal oleh seorang hamba. Bila seseorang tidak mempedulikan terbentuknya penyatuan dirinya dengan hal yang terserak, sulit bagi seseorang untuk dapat mengenal asma Allah. Akan sangat sulit bagi seseorang untuk mengenal Allah tanpa media yang ditentukan Allah. Pengenalan seseorang kepada Allah akan terjadi manakala mereka menapaki kehidupan pada jalan yang ditentukan Allah, dan tidak akan memperolehnya bila mereka memilih mengikuti kehidupan dengan hawa nafsu sendiri.

Penyatuan diri seseorang terhadap hal-hal yang terserak bagi dirinya dalam kehidupan di bumi adalah modal bagi mereka untuk memperoleh ma’rifat kepada Allah. Setiap keping penyatuan diri seseorang terhadap hal yang terserak bagi dirinya secara haq mengandung pengetahuan Al-ma’ruf, keping pengetahuan tentang Allah. Bila seseorang terus berupaya untuk kembali kepada Allah, pengetahuan itu akan terus bertambah dan suatu saat Allah akan membukakan bagi dirinya pengetahuan tentang penciptaan dirinya. Dengan terbukanya pengetahuan tentang dirinya, mereka akan mengenal tajaliat Allah yang hendak diperkenalkan kepada dirinya.

Orang yang mengenal rabb mereka adalah orang-orang yang memperoleh ma’rifat. Mereka itulah orang-orang yang seharusnya menjadi kaum yang menyeru kepada kebaikan, memerintahkan umat manusia kepada al-ma’ruf dan mencegah dari kemunkaran. Mereka mempunyai makrifat kepada Allah hingga dapat menunjukkan kepada manusia jalan mereka kembali kepada Allah, dan mencegah mereka dari kebodohan berupa kemunkaran.

Penyatuan seseorang dengan yang terserak baginya hendaknya dapat terpancar hingga penyatuan terhadap umat mereka, tidak hanya menjadi berkah bagi diri mereka sendiri. Untuk tujuan itu, hendaknya mereka memperhatikan bayt yang harus terbentuk. Manakala suatu umat berpecah-belah, mereka sebenarnya berada pada tepi jurang neraka. Allah akan menyatukan mereka yang dikehendaki dengan memberikan nikmat-Nya bagi mereka. Dengan nikmat-Nya, Allah menarik mereka dari tepi jurang neraka menuju persaudaraan. Orang-orang yang ditarik dengan nikmat Allah menuju persaudaraan adalah orang-orang yang berpegang teguh kepada tali Allah, yaitu kitabullah Alquran, dan mereka tidak ingin berpecah belah. Tanpa berpegang pada Alquran bagi umat nabi Muhammad SAW, keinginan memperoleh nikmat Allah dapat dikatakan sebagai angan-angan. Kadangkala suatu kaum lebih mempercayai perkataan orang lain daripada kitabullah Alquran, sedangkan kedudukan keduanya sangatlah jauh.

Nahy Munkar

Kemunkaran adalah kebodohan terhadap kehendak Allah. Kadangkala seseorang berbuat munkar tanpa terlihat berbuat maksiat. Ketika suatu perbuatan dilakukan tanpa mempertimbangkan kehendak Allah yang benar maka ia sangat mungkin menjadi orang yang munkar. Orang-orang yang mencerai-beraikan umat manusia dari hal-hal yang terserak bagi mereka dalam kehidupan dunia mereka adalah orang-orang yang berbuat munkar. Mereka bertindak bodoh menghalangi manusia dari jalan untuk kembali kepada Allah. Seseorang yang mempunyai keinginan berpecah-belah dengan sahabat atau orang lain, orang yang mengobarkan perselisihan satu orang dengan orang lain atau mencegah ishlah di antara orang-orang yang ingin berishlah atau orang-orang yang menceraikan antara seorang suami dengan isterinya adalah contoh-contoh yang dapat dilihat dari orang-orang yang berbuat kemunkaran. Orang-orang yang mempunyai pengetahuan al-ma’ruf hendaknya mencegah umat manusia dari perbuatan kemunkaran.

Penyatuan seseorang dengan hal yang terserak dari dirinya akan menjadikan seseorang mudah membaca kitab dirinya, yaitu Alquran yang diperuntukkan bagi dirinya. Ia memperoleh semesta yang sesuai dengan kitab dirinya sehingga kitab itu mudah terbaca. Bila seseorang berbuat munkar dengan mencerai-beraikan seseorang dari yang terserak dari dirinya, maka seseorang akan kehilangan bagian besar dari pengetahuan kitab dirinya. Kemunkaran itu dapat terjadi terhadap dirinya sendiri ataupun terhadap orang lain. Bila ia berbuat terhadap orang lain, maka akan terjadi perselisihan karena kemunkaran yang dilakukannya.

Kunci awal penyatuan diri seseorang dengan yang terserak dari dirinya adalah pernikahan dengan pasangan yang tepat. Pernikahan yang terbaik adalah pernikahan pasangan yang diciptakan dari nafs wahidah yang sama. Pernikahan itu akan menjadi modal utama membentuk bayt yang diijinkan Allah untuk mendzikirkan dan meninggikan asma Allah di dalamnya. Pada setiap pernikahan, seseorang sebenarnya menambatkan garis kehidupan dirinya bersama dengan kehidupan pasangannya menikah. Bila menambatkan garis kehidupan dengan pasangan yang diciptakan dari nafs yang sama, ia telah menemukan bagian besar dari garis kehidupan yang tepat bagi agamanya. Mereka akan menyatukan banyak hal yang terserak dari diri mereka, dan mereka sangat mungkin akan memperoleh makrifat.

Setiap perbuatan yang mengakibatkan terpisahnya seseorang dari yang terserak bagi dirinya merupakan perbuatan munkar. Contoh kemunkaran dapat dilihat pada perbuatan memisahkan manusia dari cara berpikir yang benar atau akalnya, merusak akhlak perempuan terhadap suaminya, menumbuhkan kembali permusuhan di antara dua orang yang menginginkan ishlah, memecah belah suatu kaum atau bangsa dari persatuan mereka yang haq atau membangun negara tanpa melibatkan sumbangsih anak bangsa. Sangat banyak contoh kemunkaran yang dapat terjadi, dan kemunkaran tidak selalu terlihat dalam bentuk kemaksiatan. Kemunkaran terbesar yang dapat dilakukan seseorang adalah memisahkan pernikahan orang-orang yang berpasangan dari nafs mereka. Syaitan menggunakan cara ini untuk menimbulkan fitnah terbesar bagi umat manusia, dan mereka akan menggunakan manusia untuk melakukan fitnah itu.

Kemunkaran merupakan nilai intrinsik dari perbuatan itu sendiri, tidak dinilai dari niat mengerjakannya. Seseorang dapat merasa berniat baik mengerjakan sesuatu tetapi karena kebodohannya maka mereka berbuat kemunkaran. Ia akan mudah celaka dan menimbulkan celaka bagi orang lain. Manakala memberi nasehat, ia dapat merusak orang lain dengan nasehat yang dipandangnya kebaikan. Perintah dalam ayat di atas adalah hendaknya ada kelompok orang yang menegakkan amar ma’ruf nahy munkar dan mengajak kepada kebaikan. Tidak semua orang dapat menjadi orang-orang yang menegakkan amar ma’ruf nahy munkar karena tidak semua orang bisa mengetahui kemunkaran yang terjadi, terutama dalam hal kebodohan (kemunkaran) yang terjadi di atas niat baik. Akan tetapi hendaknya setiap orang berusaha mencegah segala kebodohan yang jelas terlihat di sekitar mereka.

Mencegah kemunkaran yang samar hanya dapat dilakukan dengan pengetahuan al-ma’ruf. Pengetahuan demikian selalu mempunyai dasar pada kitabullah Alquran yang dipahami sesuai dengan kehendak Allah. Pemahaman demikian bersifat menyatukan pemahaman membentuk jamaah. Satu pihak memahami kebenaran dari yang lain dan mengetahui peran dirinya. Tanpa hal demikian, kelompok-kelompok manusia dapat terjebak dalam perdebatan, sekalipun masing-masing berpendapat mereka melaksanakan kehendak Allah. Pemahaman yang benar terhadap kehendak Allah hanya terjadi di atas dasar kitabullah Alquran. Orang-orang yang berpecah-belah hendaknya berpegang teguh kepada tali Allah Alquran dan berharap nikmat-Nya. Tanpa berpegang pada tali Allah, seseorang akan tetap berada pada tepi jurang neraka bermusuh-musuhan. Seringkali mereka juga menyeret orang lain untuk bermusuhan. Dengan berpegang pada tali Allah dan berharap nikmat Allah, seseorang akan dapat bergerak menjauh dari tepi jurang neraka karena Allah menyusun hati mereka menjadi bersaudara.

Mendekatnya seseorang menuju Allah akan tampak pada alam dzahir mereka berupa persaudaraan dan rasa cinta kasih di antara manusia. Kedekatan kepada Allah tidak dapat diukur hanya dari gambaran kedekatan kepada Allah berdasar pada hawa nafsu atau hanya dalam bentuk-bentuk ibadah mahdlah saja. Bila tidak tumbuh rasa kasih sayang dalam diri seseorang terhadap orang lain, hal itu dapat menjadi gambaran bahwa seseorang tidak mendekat kepada Allah. Dirinya boleh jadi tidak bergerak dari tepi jurang neraka menuju Allah. Kaum khawarij menjadi contoh orang-orang yang ibadah mahdlah mereka membuat para sahabat berkecil hati, akan tetapi sebenarnya mereka sama sekali tidak mengikuti sunnah Rasulullah SAW kembali kepada Allah. Pengetahuan syariat mereka tidaklah menjadi jalan untuk memenuhi seruan Allah.

Sifat cinta kasih ini akan tumbuh dengan subur manakala setiap orang berusaha mengarahkan kehidupan untuk membentuk rumah tangga mereka sebagai bayt yang diijinkan Allah untuk meninggikan dan mendzikirkan asma Allah. Membentuk bayt demikian hendaknya dilakukan hingga alam jasmani manusia. Setiap orang hendaknya berusaha membina bayt mereka untuk dapat memberikan apa yang dibutuhkan orang lain dari dirinya dan mewujudkan kedamaian sesuai dengan kehendak Allah dalam wujud kata-kata yang thayyib yang akan memperkenalkan manusia kepada kehendak Allah. Dengan perkataan yang thayyib, manusia akan memahami keadaan diri mereka dan dapat hidup dengan kedamaian (salaam), dan dapat memberikan sumbangsih untuk memberi pemenuhan kebutuhan bagi orang lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar