Pencarian

Kamis, 06 Juli 2023

Perintah Amar Ma’ruf Nahy Munkar

Allah memerintahkan kepada kaum mukminin agar ada umat yang menyeru manusia kepada kebaikan dan memerintahkan dengan al-ma’ruf dan mencegah dari kemunkaran. Al-ma’ruf adalah pengetahuan tentang kehendak Allah sedangkan kemunkaran merupakan lawan dari al-ma’ruf, yaitu kebodohan terhadap kehendak Allah. Pengetahuan yang paling utama yang diperkenalkan Allah kepada makhluk tentang diri-Nya adalah asma Ar-rahman dan Ar-rahiim. Kedua asma tersebut akan dapat dikenali seseorang bila berusaha membentuk dirinya dalam citra Ar-rahman Ar-rahim. Tanpa membentuk diri dalam kedua citra tersebut, seseorang tidak akan dapat mengenali kedua asma mulia Allah.

Mengenal Allah (ma’rifatullah) merupakan tujuan akhir penciptaan manusia. Setiap manusia hendaknya mengenali kehendak Allah dengan benar. Selain mengenal tajalliat Allah yang diperkenalkan dan perintah-perintah syariat, ma’rifat juga mengandung suatu pemahaman terhadap realitas hakiki yang terjadi pada semesta yang digelar. Pengetahuan terhadap realitas yang terkandung pada makrifat tidak bersifat sporadis layaknya hasil unduhan, tetapi bersifat terintegrasi terhadap hasrat dan keinginan, yaitu hasrat dan keinginan yang telah tertata untuk memberikan kebaikan bagi masyarakat. Walaupun demikian, tidak jarang pula seorang arif memperoleh pengetahuan tambahan yang baru dan tampak seperti unduhan, tetapi kemudian ia mengetahui kedudukan pengetahuan yang baru itu di antara pengetahuannya yang telah terintegrasi. Suatu pengetahuan yang tidak terintegrasi dalam ma’rifat dan penghambaan akan mengganggu ketenangan nafs mereka.

Tantangan beramar ma’ruf nahy munkar akan terlihat oleh orang-orang yang diperintahkan Allah beramar ma’ruf nahy munkar. Terdapat kaum yang menyerukan banyak hal yang tampak baik sedangkan mereka merusak umat manusia. Ada manusia yang menyeru persaudaraan sedangkan persaudaraan yang mereka serukan sebenarnya hanyalah tipuan yang akan menghancurkan manusia. Islam dipersaudarakan dengan Yahudi dan Nasrani tanpa mendudukkan dengan benar, sedangkan tujuan mereka hanyalah membuat orang Islam kehilangan pijakan untuk dapat mengenal Allah dengan benar. Di balik seruan itu, terdapat musuh umat manusia yang berniat menjadikan umat manusia bodoh dari realitas hakiki yang terjadi pada semesta mereka. Bila kaum mukminin tidak berusaha mengenal Allah dengan sungguh-sungguh, umat manusia akan kebingungan mengarungi kehidupan dunia.

Terdapat pula orang-orang munkar yang menginginkan kedudukan dan harta di antara manusia dengan menggunakan kemunkaran mereka. Mereka bersatu dengan orang munkar lainnya. Karena jalan yang dapat mereka tempuh adalah kemunkaran, maka umat manusia kemudian terbelit dengan kemunkaran-kemunkaran. Kebaikan-kebaikan yang telah terbina di antara masyarakat diruntuhkan dan dinafikan digantikan dengan kemunkaran-kemunkaran. Umat manusia tidak akan memperoleh kehidupan yang baik dan tenteram manakala kemunkaran membelit mereka. Dalam keadaan demikian, kebanyakan manusia tidak mengetahui letak kemunkaran yang membelit mereka, maka hendaknya orang beriman berusaha mengenal kehendak Allah dengan sungguh-sungguh agar dapat mencegah kemungkaran.

Demikian itulah keadaan kehidupan manusia di bumi. Allah memerintahkan kepada orang beriman hendaknya ada diantara mereka kaum yang menyeru pada kebaikan, memerintahkan dengan al-ma’ruf dan mencegah manusia dari kemunkaran. Orang-orang beriman merupakan umat terbaik di muka bumi manakala mereka melakukan amar ma’ruf dan mencegah kemunkaran karena mereka adalah orang yang bisa mengenal kehendak Allah dengan cara yang terbaik. Para ahli kitab dapat menjadi pelaku amar ma’ruf nahy munkar, akan tetapi mempunyai keterbatasan dalam menggali realitas hakiki yang terjadi di antara umat manusia, sedangkan orang-orang beriman seharusnya dapat mengenali realitas hakiki dari persoalan yang digelar pada semestanya.

Hendaknya ma’rifat yang tumbuh dalam hati seseorang dimanifestasikan hingga alam mulkiyah mereka, bukan hanya terwujud dalam konsep-konsep di alam malakut. Penataan alam mulkiyah demikian dapat dilakukan apabila seseorang telah menata nafs mereka. Penataan jasmani akan mengikuti penataan nafs, tetapi hendaknya tidak dilupakan bahwa penataan nafs dan jasmani merupakan satu kesatuan semesta bagi manusia.

Menghindari Perselisihan

Di antara tanda orang yang mengenali al-ma’ruf dan menghindari kemunkaran adalah menghindari percerai-beraian dan perselisihan di antara orang beriman. Mereka adalah orang yang selalu menghindari percerai-beraian dan perselisihan Ma’rifat kepada Allah akan menjadikan orang-orang beriman tersusun hatinya karena Allah menyusun mereka menuju persaudaraan. Manakala seseorang menempuh jalan perselisihan dan bercerai-berai, sebenarnya mereka tidak mengikuti jalan Allah tetapi mengikuti hawa nafsu sendiri.

﴾۵۰۱﴿وَلَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ تَفَرَّقُوا وَاخْتَلَفُوا مِن بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ الْبَيِّنَاتُ وَأُولٰئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ
Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat, (QS Ali Imran : 105)

Kadangkala mengikuti hawa nafsu dilakukan seseorang dengan cara menggunakan ayat-ayat Allah, tetapi melupakan prinsip membina kasih sayang dalam dirinya. Tidak hanya perorangan, syaitan membuat kelompok-kelompok manusia yang gemar menimbulkan perselisihan dengan menggunakan ayat Allah yaitu kaum khawarij. Bercerai berai dan perselisihan mengganggu pengenalan seseorang terhadap al-ma’ruf. Jalan Allah adalah jalan yang dibina di atas pembinaan kasih sayang dalam diri setiap manusia.

Pengetahuan realitas hakiki dari makrifat harus dimanfaatkan untuk membina kasih sayang di antara manusia, tidak digunakan untuk pembuktian kebenaran diri. Pembuktian kebenaran diri hanyalah hawa nafsu walaupun dikemas dalam bentuk kebenaran, dan hawa nafsu tidak akan menyentuh kebenaran. Kebenaran hanya akan disentuh oleh orang yang menginginkan kebaikan bagi umat manusia. Sumber-sumber kebenaran yang dapat diperoleh umat manusia yang menginginkannya terdapat dalam kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW.

Tidak sedikit orang beriman yang tidak memperhatikan tersusunnya hati di antara mereka. Mereka bersikap seperti orang yang bercerai-berai dan berselisih, bahkan bercerai berai dan berselisih (tidak sekadar menyerupai) dengan sesama orang beriman setelah datang kepada mereka keterangan yang jelas. Lebih rendah dari itu, kadangkala seseorang mencerai-beraikan manusia dan menjadikan berselisih hingga inti dalam diri manusia. Manusia dicerai-beraikan dengan isterinya dan dijadikan berselisih, hingga orang itu tercerai-berai dari segala yang terserak yang diciptakan Allah diperuntukkan bagi dirinya. Hal demikian merupakan jalan kehidupan munkar yang sangat disukai syaitan. Tidak ada makrifat dalam tindakan mencerai-beraikan manusia dan itu bertentangan dengan amar ma’ruf nahy munkar.

Membina sikap kasih sayang harus berlandaskan sikap hanif. Sikap hanif ditunjukkan sikap selalu berusaha mengikuti kebenaran dengan hati yang lurus. Sebagian orang berusaha mengikuti kebenaran tanpa menimbang nilai kebaikan dalam kebenaran yang diikutinya. Seringkali mereka mengikuti suatu seruan yang menekankan penegasan untuk mengikuti, sedangkan maksud penegasan itu adalah agar mereka tidak menggunakan akalnya. Sebagian orang mengikuti kebenaran hingga tingkatan tertentu kemudian melanggar had-had Allah sebagai pemilik kebenaran. Hal-hal demikian menunjukkan sikap tidak hanif. Orang yang bersikap hanif pada umat nabi Muhammad SAW akan mengikuti kitabullah dan berusaha memahami kehendak-Nya dengan sebaik-baiknya.

Batasan Kufur dan Iman

Ayat di atas adalah larangan untuk menyerupai orang yang bercerai-berai dan berselisih. Keadaan demikin tidak selalu menunjukkan adanya perselisihan dan percerai-beraian. Banyak hal yang dapat memunculkan fenomena penyerupaan dengan orang yang bercerai-berai dan berselisih, dan hal-hal demikian itulah yang dilarang ayat di atas. Keberadaan benih-benih percerai-beraian dan perselisihan akan memunculkan fenomena penyerupaan. Demikian pula akhlak yang mendorong pada percerai-beraian dan perselisihan akan memunculkan fenomena penyerupaan. Bercerai-berai dan berselisih larangannya berderajat lebih tinggi daripada larangan ayat di atas, apalagi menjadikan manusia tercerai-berai dan berselisih.

Orang yang bercerai-berai dan berselisih setelah datang kepada mereka penjelasan yang nyata akan memperoleh adzab yang besar. Wajah mereka kelak akan menghitam. Mereka itu adalah orang-orang beriman yang hampir-hampir dan telah terjatuh pada kekufuran setelah beriman.

﴾۶۰۱﴿يَوْمَ تَبْيَضُّ وُجُوهٌ وَتَسْوَدُّ وُجُوهٌ فَأَمَّا الَّذِينَ اسْوَدَّتْ وُجُوهُهُمْ أَكَفَرْتُم بَعْدَ إِيمَانِكُمْ فَذُوقُوا الْعَذَابَ بِمَا كُنتُمْ تَكْفُرُونَ
pada hari yang di waktu itu ada muka yang putih berseri, dan ada pula muka yang hitam muram. Adapun orang-orang yang hitam muram mukanya (kepada mereka dikatakan): "apakah kamu kafir sesudah kamu beriman? Karena itu rasakanlah azab disebabkan kekafiranmu itu". (QS Ali Imran : 106)

Orang yang bercerai-berai dan berselisih setelah datang penjelasan yang nyata termasuk dalam golongan orang yang kufur setelah keimanan. Mereka dahulu adalah orang-orang beriman dan tetap merasa beriman, tanpa merasakan kejatuhan mereka dalam sikap kufur. Dengan keadaan itu, Allah akan bertanya kepada mereka : "apakah kamu kafir sesudah kamu beriman?”. Hal itu akan menyadarkan mereka tentang sikap kufur yang telah terjadi yang dilakukannya, dan kemudian dinyatakan kepada mereka : Karena itu rasakanlah azab disebabkan kekafiranmu itu".

Batas kekufuran dalam urusan ini adalah menyerupai orang yang bercerai-berai dan berselisih setelah datang kepada mereka keterangan yang nyata. Manakala timbul kecenderungan dalam diri untuk menyerupai orang yang berbantah dan berselisih, hendaknya orang beriman bersikap waspada terhadap dirinya sendiri. Bila ia melangkah lebih jauh hingga melakukan berbantah tentang keterangan yang nyata, ia akan jatuh dalam golongan orang kufur setelah beriman. Keserupaan dengan orang yang bercerai-berai dan berselisih merupakan batas kekufuran itu. Lebih dari itu akan menjadikan seseorang termasuk golongan orang yang kufur setelah beriman. Orang yang bercerai-berai dan berselisih setelah datang keterangan yang nyata termasuk dalam kelompok orang yang kufur setelah beriman. Demikian pula orang yang mencerai-beraikan manusia dan memperselisihkan manusia, mereka akan menanggung adzab yang lebih besar dari orang yang bercerai-berai. Mereka akan menanggung sebagian beban orang yang mereka cerai-beraikan.

Setiap orang hendaknya berusaha menemukan kedudukan diri mereka di sisi Allah sebagai bagian dari umat Rasulullah SAW, dan menempatkan diri mereka bersama sahabat-sahabatnya dengan sebaik-baiknya. Kebersamaan dengan sahabat-sahabat itu hendaknya diupayakan untuk membentuk suatu jamaah mewujudkan urusan Allah untuk ruang dan jaman mereka. Hal ini tidak dapat dilakukan oleh orang yang gemar berselisih dan bercerai-berai atau yang lebih dari itu. Bila setiap orang mengetahui kedudukan diri mereka di antara al-jamaah, maka penyerupaan terhadap orang yang bercerai-berai dan berselisih akan jauh dari mereka. Bilamana belum mengenal kedudukan diri, seseorang tidak akan mengenal sahabatnya, maka hendaknya mereka berusaha menemukan dan mengikuti orang yang paling mengetahui kandungan Alquran terkait urusan Allah untuk ruang dan jaman mereka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar