Pencarian

Selasa, 18 Juli 2023

Membina Akal yang Lurus

Allah telah mengutus Rasulullah SAW ke alam dunia untuk menjadi tauladan bagi seluruh umat manusia dalam beribadah kepada Allah. Hendaknya seluruh umat manusia mengikuti jejak langkah beliau SAW dengan membentuk akhlak al-karimah dalam melaksanakan ibadah kepada Allah. Akhlak al-karimah akan diperoleh seseorang apabila ia membentuk akhlak al-quran dalam dirinya. Ia dapat mensikapi seluruh peristiwa yang terjadi di alam kauniyah sejalan dengan kitabullah Alquran. Akhlak alquran yang paling sempurna adalah Rasulullah SAW.

Terhadap seruan Rasulullah SAW, manusia terbagi dalam beberapa jenis, yaitu orang-orang beriman, orang-orang kafir dan orang-orang munafik. Orang-orang beriman adalah orang-orang yang berusaha mengikuti seruan Rasulullah SAW untuk menuju akhlak mulia, dan orang-orang kafir adalah orang-orang yang tidak mengetahui kebaikan pada seruan Rasulullah SAW dan mereka mengikuti keinginan mereka sendiri tanpa peduli pada kebaikan dan tidak jarang menampakkan permusuhan pada seruan Rasulullah SAW. Di antara keduanya, terdapat satu golongan manusia yang menampakkan keimanan kepada manusia tetapi mereka hanya mengikuti keinginan mereka sendiri. Mereka adalah orang-orang munafik. 

Orang Munafik dan Syaitan 

Di antara orang-orang munafik, ada orang-orang yang mengikuti syaitan. Mereka bersekutu dengan syaitan-syaitan yang memberikan keuntungan duniawi dan bimbingan kepada mereka, dan mereka bergaul dengan orang-orang beriman dengan tujuan untuk melontarkan olok-olok kepada orang-orang beriman. Manakala mereka berada di antara orang-orang beriman, mereka menampakkan keimanan mereka dengan menunjukkan prinsip-prinsip yang sama dengan orang-orang beriman. Akan tetapi mereka melontarkan pula olok-olok terhadap orang beriman untuk mempermalukan orang-orang beriman.

﴾۴۱﴿وَإِذَا لَقُوا الَّذِينَ آمَنُوا قَالُوا آمَنَّا وَإِذَا خَلَوْا إِلَىٰ شَيَاطِينِهِمْ قَالُوا إِنَّا مَعَكُمْ إِنَّمَا نَحْنُ مُسْتَهْزِؤُونَ
Dan bila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka mengatakan: "Kami beriman". Dan bila mereka kembali kepada syaitan-syaitan mereka, mereka mengatakan: "Sesungguhnya kami bersama dengan kamu, kami hanyalah berolok-olok". (QS Al-Baqarah : 14)

Olok-olok yang mereka lontarkan terhadap orang-orang beriman berasal dari syaitan-syaitan yang menjadi sekutu-sekutu mereka. Olok-olok mereka itu dibuat berdasarkan pengetahuan sejarah yang panjang oleh para syaitan, dan syaitan mempunyai kelicikan yang seringkali tidak terpikirkan oleh manusia. Dengan olok-olok itu mereka menunjukkan ketinggian pengetahuan mereka yang berasal dari syaitan, dan mereka berusaha merendahkan orang-orang beriman dalam pandangan umat manusia seluruhnya. Dengan upaya yang mereka lakukan, mereka berusaha mengambil kedudukan yang baik dalam pandangan syaitan-syaitan mereka. Mereka adalah orang munafik yang bersekutu dengan syaitan.

Mereka mengatakan kepada orang beriman bahwa mereka termasuk orang yang beriman. Banyak prinsip-prinsip kebenaran bagi orang-orang beriman yang digunakan, akan tetapi dimanfaatkan dengan cara keliru oleh munafikin jenis demikian. Mereka menggunakan prinsip kebenaran untuk mengambil keuntungan duniawi dari orang beriman dan menerapkan prinsip syaitaniah secara terselubung hingga merusak agama. Sebenarnya mereka menempuh jalan syaitan untuk memperoleh keuntungan duniawi dengan menggunakan dasar-dasar dari agama.

Munafikin yang demikian itu menumbuhkan keimanan yang menyimpang dari tuntunan kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW. Mereka membuat sistem yang menguntungkan bagi kehidupan duniawi mereka dan sekaligus merusak umat manusia dengan ajaran yang membingungkan. Seringkali melawan kemungkaran yang mereka perbuat tidak mudah karena ide-ide mereka berasal dari syaitan yang usianya jauh lebih tua daripada umat manusia. Pada masa kegelapan, dukungan secara duniawi terhadap upaya mereka seringkali telah terbentuk dengan kuat, bahkan boleh jadi hingga aparat negara tidak mempunyai kekuatan untuk mengendalikan langkah-langkah mereka. Orang munafik demikian barangkali tampak bagai kelompok kecil, tetapi syaitan di belakang mereka mengkonsolidasikan dukungan yang besar.

Olok-olok demikian tidak akan efektif dilakukan terhadap orang-orang yang kembali kepada Allah dengan berpegang pada kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW dan membentuk akhlak mulia. Allah akan membalik olok-olok mereka hingga mereka akan menjadi kaum yang diperolokkan. Semua keinginan dan harapan duniawi mereka akan menjadikan mereka melampaui batas hingga terlihat kebodohan mereka yang hanya mampu berangan-angan. Harta yang mereka miliki akan menunjukkan kebodohan mereka. Celah mereka di antara manusia adalah kebodohan, dan yang menghentikan mereka adalah pengenalan kepada Allah. Syaitan tidak akan dapat membantu mereka manakala Allah telah memperolokkan mereka. Cara menghadapi olok-olok syaitan melalui kaum munafiqin yang bersekutu dengan mereka adalah dengan kembali berpegang teguh pada kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW.

Akan tetapi banyak orang beriman tidak benar-benar berpegang teguh pada kitabullah Alquran dan sunnah Rasulullah SAW. Sebagaian manusia terlalai dari berpegang teguh pada kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW, dan sebagian tidak mempunyai pengetahuan terhadap keduanya. Bila demikian, maka orang munafikin akan mempunyai celah untuk menimbulkan kekacauan pada orang beriman. Orang-orang beriman hendaknya melakukan amar ma’ruf nahy munkar untuk menutup celah kekacauan yang mungkin dimasuki oleh syaitan. Pengetahuan tentang kehendak Allah merupakan pengetahuan yang akan menutup jalan tipu daya dan makar syaitan terhadap umat manusia. Tidak ada pengetahuan lain yang dapat melampaui kelicikan yang ada pada syaitan. Kemunkaran manusia merupakan jalan dan sarana syaitan untuk melancarkan makar, maka hendaknya kemunkaran dicegah dari kehidupan umat manusia.

Penyimpangan Akidah

Setiap orang beriman harus menumbuhkan keimanan berdasarkan kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW. Tidak ada keimanan yang tumbuh tanpa landasan kitabullah kecuali keimanan itu sebenarnya merupakan kebodohan. Orang-orang yang keimanan mereka tumbuh secara keliru memandang orang lain sebagai orang bodoh, tetapi sebenarnya mereka sendiri itulah yang bodoh. Barangkali mereka memiliki banyak ilmu tanpa menyadari bahwa ilmu mereka adalah ilmu yang melenceng dari kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW. Bila ilmu yang diperoleh keliru, ilmu itu termasuk bagian dari kebodohan dan ilmu itu menimbulkan kerusakan.

﴾۳۱﴿وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ آمِنُوا كَمَا آمَنَ النَّاسُ قَالُوا أَنُؤْمِنُ كَمَا آمَنَ السُّفَهَاءُ أَلَا إِنَّهُمْ هُمُ السُّفَهَاءُ وَلٰكِن لَّا يَعْلَمُونَ
Apabila dikatakan kepada mereka: "Berimanlah kamu sebagaimana orang-orang lain telah beriman". Mereka menjawab: "Akan berimankah kami sebagaimana orang-orang yang bodoh itu telah beriman?" Ingatlah, sesungguhnya merekalah orang-orang yang bodoh; tetapi mereka tidak tahu.( QS Al-Baqarah : 13)

Ayat tersebut berbicara tentang orang-orang dengan pemahaman menyimpang, bukan tentang orang yang mempunyai pengetahuan khusus dalam masalah agama. Orang yang menyimpang membina akidah yang menyimpang dari pemahaman orang-orang umum hingga tidak dapat dipahami oleh orang-orang beriman dengan akal yang benar. Boleh jadi mereka memperoleh pembenaran dari orang-orang kafir atau munafik, atau orang beriman yang memaksakan akalnya untuk paham, tetapi tidak dapat dipahami oleh orang beriman dengan akal yang lurus. Pemahaman menyimpang itu dapat diketahui dari tidak adanya landasan kitabullah atau dipaksakannya pemahaman atas suatu ayat kitabullah.

Orang yang menyimpang mempunyai kecenderungan melihat pemahaman mereka lebih unggul daripada orang-orang beriman yang akalnya lurus. Mereka memandang orang beriman yang lurus sebagai orang-orang yang bodoh. Bila dikatakan kepada mereka untuk beriman sebagaimana orang-orang beriman lainnya, mereka membantah : "Akan berimankah kami sebagaimana orang-orang yang bodoh itu telah beriman?". Penyimpangan itu mereka pandang sebagai sebuah kekhususan yang diberikan kepada mereka. Dari sudut pandang sebaliknya, sebenarnya kekhususan berupa penyimpangan mereka itu sebenarnya kebodohan mereka, akan tetapi mereka tidak merasakannya. Mereka berbuat kerusakan dengan kebodohan itu. Semua kekhususan yang menyimpang dari akal yang lurus orang beriman dan merusak merupakan kebodohan. Dalam beberapa kasus, kebodohan demikian itu seringkali bercampur dengan kebenaran karena tipu daya syaitan untuk menyesatkan manusia.

Orang yang khusus harus dapat dikenali kekhususannya oleh orang beriman yang akalnya mampu menjangkau kekhususan itu. Seringkali orang beriman pada umumnya pun dapat memahami kekhususan itu bila bersikap hanif dan mau menggunakan akalnya untuk memahami lebih banyak ayat kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW. Kekhususan seseorang dalam agama tidak akan pernah keluar dari tali Allah yang dipanjangkan dari tangan-Nya hingga mencapai alam dunia berupa kitabullah Alquran, sehingga setiap orang dapat menggunakan akalnya untuk merasakan dan memahami kekhususan itu. Manakala akal orang beriman harus dipaksakan untuk memahami suatu kekhususan tertentu, sebenarnya kekhususan itu belum ada manfaatnya bagi mereka, atau boleh jadi kekhususan itu sebenarnya sebuah penyimpangan. Manakala mengikuti, seseorang harus mempunyai suatu landasan pengetahuan, tidak boleh semata percaya pada yang diikuti. Orang beriman tidak boleh mengikuti sesuatu tanpa landasan pengetahuan, dan mereka kelak akan ditanya Allah di akhirat tentang perbuatan mereka mengikuti orang lain tanpa dasar pengetahuan pada berbagai aspek dalam dirinya. 

Akal yang Lurus

Setiap manusia hendaknya kembali kepada Allah mengikuti Rasulullah SAW. Kembali kepada Allah tidak berarti meninggalkan alam dunia, karena alam dunia merupakan bagian dari ayat-ayat Allah yang akan mengantarkan seseorang untuk memahami kehendak Allah. Manusia diciptakan dari alam dunia agar menjadi khalifah di dalamnya. Ayat kauniyah merupakan penjabaran dari ayat dalam kitabullah, dan ayat kitabullah merupakan induk dari ayat kauniyah. Setiap orang hendaknya membaca kehendak Allah berdasarkan ayat kitabullah dan ayat kauniyah dan menemukan kesatuan dari kedua ayat itu, karena cara demikian itu akan menjadikannya mengerti kehendak Allah dengan benar. Dengan jalan memahami ayat-ayat tersebut secara sinergis, seseorang akan dapat mendekat kepada Allah melalui jalan yang ditentukan Allah dengan amal-amal shalihnya.

Tanpa keinginan kembali kepada Allah, seseorang tidak akan dapat membina pemahaman tentang kehendak Allah dengan lurus. Sebagian manusia tidak peduli dengan arah kehidupan mereka dan tidak mempedulikan ayat Allah. Sebagian orang munafik menggunakan ayat Allah untuk mencari keuntungan duniawi. Ayat-ayat kitabullah yang mereka pahami dengan hawa nafsu menjadi landasan mereka membina pemahaman menyimpang dengan memaksakan akal yang sakit. Ada di antara mereka yang bersekutu dengan syaitan untuk upaya mereka. Kadang ada orang yang ingin kembali kepada Allah tetapi ditipu syaitan hingga mereka keluar dari tali Allah atau bertentangan dengannya karena tidak lurus dalam menggunakan akal, hingga terbentuk suatu pemahaman yang menyimpang. Pemahaman menyimpang akan menunjukkan gejala yang sama, yaitu mereka merasa sebagai orang-orang yang khusus atau istimewa dan memandang orang lain sebagai orang yang bodoh. Kekhususan menyimpang itu adalah kebodohan, dan mereka akan berbuat kerusakan dengan kebodohan itu.

Orang-orang yang ingin kembali kepada Allah hendaknya benar-benar memperhatikan ayat-ayat Allah, melihat kesatuan antara ayat-ayat kitabullah dengan ayat-ayat kauniyah yang sedang digelar Allah pada semesta mereka. Bila menemukan seseorang yang menapaki pemahaman berupa kesatuan ayat-ayat demikian, manusia dapat mengikuti langkahnya dan itu jauh lebih memudahkan bagi mereka untuk memahami ayat Allah untuk kembali kepada-Nya. Orang yang mempunyai pemahaman ayat secara integral merupakan orang dari golongan al-jamaah, ahlus sunnah wal jamaah yang berjihad bersama dalam amr Rasulullah SAW. Mengikuti mereka menjadi jalan yang dimudahkan untuk mencapai kedudukan al-jamaah, yaitu bila mereka mengikuti dengan menggunakan akalnya untuk memahami kehendak Allah. Bila tidak menggunakan akal, mereka akan tetap menjadi orang tidak berakal walaupun tampak mengikuti langkahnya.

Sebaliknya, mengabaikan atau mendustakan akan memutus mereka dari al-jamaah. Orang-orang yang berada dalam al-jamaah sebenarnya telah membentuk ikatan di antara mereka, di mana satu dengan yang lain menjalankan satu urusan yang sama walaupun barangkali terinci dalam bentuk yang berbeda, yaitu amr jami’ Rasulullah SAW yang ada dalam Alquran. Hanya urusan yang mempunyai dasar dari kitabullah Alquran saja yang merupakan amr jami’ Rasulullah SAW. Landasan ayat dalam kitabullah Alquran itu yang dapat menuntun orang lain untuk menemukan jalan mereka menyatukan diri dengan Al-jamaah, bukan perkataan ahlus-sunnah itu sendiri atau perbuatan mereka. Ahlus sunnah wal jamaah hanya menjelaskan urusan mereka, sedangkan sumber urusan bagi setiap orang ada dalam kitabullah.

Akal merupakan kendali yang menghubungkan seseorang dengan Allah. Kendali tersebut harus terbangun dari diri seseorang di alam dunia hingga mencapai hadirat Allah. Membina akal harus dilakukan seseorang melalui segala sesuatu yang diturunkan Allah hingga mencapai alam duniawi secara haq, dan dalam hal ini yang paling utama adalah kitabullah Alquran dan Rasulullah SAW. Akal harus menghubungkan manusia dari alam jasmani hingga mencapai hadirat Allah. Alam dunia banyak membawa al-haq akan tetapi pikiran dan perhatian manusia sering teralihkan menuju hal yang semu dari dunia. Memahami ayat kauniyah secara haq hanya dapat dilakukan dengan melihat kesatuannya dengan ayat kitabullah, dan kesatuan pemahaman tersebut yang akan membina akal. Akal tidak dapat dibina dengan mengabaikan hakikat yang telah diturunkan Allah, walaupun misalnya dengan bertanya kepada Allah secara langsung tanpa terlebih dahulu memperhatikan hakikat-hakikat yang telah diturunkan. Hal demikian dapat menjadikan pemahaman seseorang menyimpang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar