Pencarian

Minggu, 25 Desember 2022

Mendzikirkan Asma Allah

Allah menjadi wali bagi orang-orang yang beriman, mengeluarkan mereka dari kegelapan menuju kepada cahaya. Ketika manusia terlahir ke dunia, mereka sebenarnya masuk di alam ciptaan yang paling gelap dari cahaya Allah. Manakala mereka beriman, Allah memperjalankan mereka dari kegelapan duniawi menuju alam yang lebih dipenuhi cahaya dengan cahaya Allah. Perjalanan itu akan diberikan kepada orang yang beriman. Beriman merupakan tahap keadaan lebih lanjut dari berserah diri (islam). Orang-orang islam harus berusaha memahami ajaran-ajaran kitabullah dan menempuh jalannya agar mereka termasuk orang-orang yang diberi cahaya iman. Orang-orang yang tidak beriman akan tetap tinggal di alam yang gelap tanpa mengetahui cahaya Allah, terhijab dalam semua fenomena duniawi tanpa mengetahui sumber dari semua fenomena tersebut.

Allah telah mengutus rasul-rasul untuk mengajarkan kepada manusia kandungan kitabullah yang merupakan firman Allah. Mereka mensucikan jiwa manusia agar dapat memahami ayat-ayat Allah dan hikmah-hikmah yang diturunkan Allah. Tanpa mensucikan diri, seseorang tidak akan dapat memahami ayat-ayat Allah dan hikmah dengan benar karena semua pemahaman itu akan terkotori dengan hawa nafsu dan syaitan. Tidak ada rasul yang diutus Allah mengajarkan ayat-ayat Allah tanpa mengajarkan jalan pensucian diri. Hendaknya setiap orang mencari jalan mencari ilmu melalui orang-orang yang mengajarkan jalan pensucian diri karena mereka menyadari pentingnya pensucian diri dan pentingnya mengikuti jalan para rasul yang diutus Allah. Tanpa menempuh jalan pensucian diri, seorang muslim tidak akan memperoleh derajat beriman karena iman hanya masuk ke dalam hati yang disucikan Allah.

Dzikir dan Syukur

Ada hal yang harus diupayakan seseorang ketika menempuh jalan pensucian diri agar memperoleh jalan menuju cahaya Allah. Pensucian diri merupakan jalan untuk memperoleh sesuatu, bukan jalan untuk dipandang menjadi orang suci. Hal yang harus diupayakan oleh setiap orang yang menempuh pensucian diri adalah agar ia dapat memahami dan memanifestasikan ajaran Allah, serta ia dapat menerima semua ketentuan yang diberikan Allah dengan rasa syukur tidak mensikapi dengan kufur.

﴾۲۵۱﴿فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوا لِي وَلَا تَكْفُرُونِ
Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku. (QS Al-Baqarah : 152)

Dzikir kepada Allah adalah upaya memahami kehendak Allah dan memanifestasikannya bagi semesta mereka. Dzikir demikian harus dijadikan tujuan bagi orang yang menempuh jalan pensucian diri, karena demikian itulah kehendak Allah menciptakan manusia, yaitu Allah menciptakan manusia untuk menjadi hamba-Nya. Hamba Allah yang sebenarnya adalah hamba yang memahami kehendak tuhannya dan memanifestasikan kehendak itu, bukan semata-mata dengan melakukan ritual syariat. Syariat harus dilakukan setiap hamba karena menjadi jalan utama untuk memahami, tetapi penghambaan diri hanya diperoleh bila seseorang memahami dan memanifestasikan kehendak Allah dengan benar.

Ketika seseorang mendzikirkan Allah maka Allah akan mengingat dirinya. Sebagai makhluk di alam yang rendah, seseorang akan sulit untuk dapat memahami sesuatu yang berada di alam yang tinggi. Tetapi hal itu bukan sesuatu yang tidak mungkin dilakukan. Allah akan mengingat seseorang yang berdzikir kepada-Nya agar hamba itu dapat memahami kehendak Allah dengan benar. Ia berada di atas segala sesuatu, mengajarkan kebenaran melampaui semua bias yang mungkin terjadi. Misalnya bila syaitan berupaya menyesatkan, Allah dapat mengajarkan hal yang benar kepada hamba-Nya menghapus semua kesesatan yang dibuat oleh makhluk, yaitu bila seseorang berusaha mendzikirkan Allah. Segala kesesatan dari alam yang tinggi hingga alam terendah dapat diterangi bila seseorang mendzikirkan Allah.

Hal lain yang harus diupayakan seseorang dalam menempuh jalan pensucian diri adalah bersyukur dan tidak bersikap kufur. Allah akan menempatkan orang-orang beriman dalam keadaan yang dikehendaki-Nya. Sebagian orang beriman tetap diberi banyak pilihan dalam kehidupan mereka, dan sebagian disempitkan pilihannya. Kadang Allah menghendaki menempatkan mereka dalam keadaan yang sempit sedemikian hingga mereka tidak memperoleh pilihan lain kecuali apa yang ditentukan bagi mereka. Sebenarnya keadaan itu merupakan keadaan terbaik yang disebut sebagai hari-hari Allah. Pada masa itu, seseorang dituntut untuk hanya menjalani ketentuan Allah, tidak menjalani bentuk kehidupan lain. Terdapat sangat banyak ayat-ayat yang terkandung dalam hari-hari Allah. Allah akan menjelaskan banyak ayat-ayatnya pada masa hari-hari Allah, dan dengan ayat-ayat itu seseorang akan dipindahkan dari kegelapan menuju cahaya Allah.

Syukur dan Kufur Nikmat

Hal demikian berlaku bagi orang-orang yang bersabar dan bersyukur. Tanpa bersabar dan bersyukur, seseorang tidak akan dapat membaca ayat-ayat Allah atau bahkan terjatuh pada sisi sebaliknya yaitu mereka kufur karena ketentuan Allah yang berlaku bagi dirinya. Bilamana seseorang kufur terhadap ketentuan Allah, maka sesungguhnya adzab Allah sangat pedih.

﴾۷﴿وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِن شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِن كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ
Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih". (QS Ibrahim : 7)

Bersyukur merupakan sikap bathin seseorang berupa rasa senang menerima dan menjalani ketentuan Allah yang akan membawa mereka pada cahaya Allah. Pada dasarnya setiap rasa senang menerima ketentuan Allah adalah rasa syukur, tetapi yang dimaksudkan dalam ayat ini adalah ketentuan Allah yang akan membawa seseorang pada cahaya Allah khususnya melalui hari-hari Allah. Bila seseorang akan melalui hari-hari itu, Allah akan memberitahukan kepada hamba-Nya "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu kufur (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih". Adzab Allah akan ditimpakan bagi orang yang kufur ketika dan setelah melalui hari demikian.

Hal itu sebenarnya berlaku pula pada tingkatan kekufuran nikmat sebelumnya, tidak hanya berlaku pada saat hari-hari Allah, dengan adzab yang berbeda sesuai dengan tingkatannya. Kadangkala seorang beriman memperoleh sesuatu yang akan mengantarkannya pada jalan Allah. Itu termasuk dalam nikmat Allah atau bayangan nikmat Allah dalam tingkatan yang cukup dekat dengan hari-hari Allah. Ini tidak boleh disikapi dengan sikap kufur, karena sikap kufur itu akan mendatangkan adzab Allah sesuai dengan tingkat kekufurannya. Demikian dalam segala hal yang diberikan Allah dalam kehidupan mereka hendaknya disikapi dengan sikap senang dalam menerima ketentuan itu tidak mengeluhkan. Tidak ada seseorang dapat bersyukur bila tidak dapat mensyukuri hal-hal yang kecil.

Seringkali seseorang memerlukan waktu berpikir untuk mensikapi suatu ketentuan Allah karena tidak mempunyai pengetahuan tentang ketentuan itu, maka dalam keadaan itu seseorang hendaknya tidak bersikap kufur atau tergelincir dalam sikap kufur. Hendaknya seseorang mengupayakan dengan sikap bathinnya hingga berhasil memperoleh pengetahuan bahwa ketentuan itu benar-benar pantas bagi dirinya, atau setidaknya ia memperoleh celah untuk mengetahui bahwa ketentuan itu benar. Kadangkala seseorang tidak mengetahui nilai ketentuan itu, maka itu menunjukkan adanya suatu rezeki Allah yang ditahan karena keadaan dirinya. Bila ia menjalaninya, rezeki itu akan mengalir secara bertahap sesuai keadaan dirinya, dan bila ia mengingkari ia telah membuang rezeki tersebut. Bila ia menghinakan ketentuan itu, hal itu menunjukkan adanya ketidaklurusan pada akalnya. Bukan ketentuan Allah itu yang tidak pantas, tetapi akalnya-lah yang tidak lurus dalam bersyukur terhadap nikmat Allah.

Bila seseorang menghinakan pemberian Allah yang akan mengantarkannya untuk memperoleh pemahaman terhadap ayat-ayat Allah dan mendzikirkan asma Allah, maka perbuatan itu termasuk dalam perbuatan kufur terhadap nikmat Allah. Boleh jadi seorang beriman tergelincir menjadi penghuni neraka selama-lamanya tanpa pernah keluar darinya karena sikap kufur demikian, yaitu bila ia tidak bertaubat dan mengusahakan kembalinya nikmat Allah itu. Ada neraka paling ringan di antara semua bentuk neraka diperuntukkan bagi umat Rasulullah SAW, akan tetapi tidak ada kenikmatan dalam neraka itu. Di antara penghuninya adalah orang yang kufur terhadap nikmat Allah. Ada banyak tingkatan bentuk kufur terhadap nikmat Allah, dan bentuk menghinakan nikmat Allah barangkali termasuk bentuk kufur nikmat yang sangat besar. Bila ia bertaubat, barangkali Allah akan mengubah adzab itu menjadi adzab di dunia hingga kembalinya pemberian Allah tersebut, atau menghapuskannya bila Allah berkehendak.

Dalam hal ini, seseorang harus menghilangkan kesombongan dalam dirinya sebagai pendahuluan agar ia dapat melihat bahwa pemberian Allah itu bukan sesuatu yang boleh dihinakan sama sekali, baru kemudian ia dapat mensyukurinya. Tanpa menghilangkan pandangan penghinaan pada pemberian Allah, seseorang akan terseret dalam kehidupan yang berat akibat adzab Allah karena kekufuran, dan harus disadari itu merupakan kesombongan yang merupakan sifat syaitan. Syaitan sangat menyukai kerusakan dalam diri manusia, sedangkan mereka menjaga bumi dari kerusakan kecuali ketika mereka dapat merusak manusia.

Kesombongan adalah mengabaikan kebenaran dan meremehkan manusia. Bila seseorang lebih mempercayai pendapatnya sendiri atau kelompoknya dibandingkan ayat kitabullah atau sunnah Rasulullah SAW, maka ia termasuk dalam orang yang sombong atau kelompok orang-orang yang sombong. Seringkali orang-orang yang demikian merasa menjadi kelompok pembawa kebenaran, sedangkan sebenarnya mereka hanya mengikuti syaitan. Seandainya Allah mengutus rasul-Nya, mereka akan menjadi orang-orang yang mendustakan rasul tersebut sebagaimana Abu Jahal mendustakan Rasulullah SAW. Sikap sombong terhadap kebenaran dan terhadap orang lain berjalan berpasangan dan bertimbal balik. Bila seseorang mengabaikan kebenaran, ia akan meremehkan orang lain yang membawanya, dan bila seseorang meremehkan orang lain maka ia akan mengabaikan kebenaran yang dibawanya. Seringkali kesombongan menimbulkan kesengsaraan kepada orang lain tanpa menyadarinya karena pengabaian kebenaran. Ada banyak bentuk kesombongan yang derajatnya di bawah mendustakan ayat kitabullah, tetapi seluruhnya tetaplah kesombongan yang merupakan tiruan pakaian syaitan.

Sikap sabar dan syukur merupakan pembuka bagi ayat-ayat Allah yang digelar pada masa hari-hari Allah. Ayat-ayat Allah akan mengantarkan seseorang berpindah dari kegelapan duniawi menuju cahaya Allah. Para rasul merupakan pemimpin manusia yang bertugas untuk membina orang-orang yang berkeinginan mensucikan diri untuk memahami ayat-ayat Allah hingga mereka memperoleh cahaya Allah. Banyak penerus para rasul yang melanjutkan amanah para rasul untuk mengajarkan kepada manusia pensucian diri dan membaca ayat-ayat Allah, sehingga manusia di setiap jaman selalu memperoleh jalan untuk mensucikan diri dan memahami ayat-ayat Allah.

Peran Rasul dan Penerusnya

Mendzikirkan asma Allah dan bersyukur merupakan tugas yang harus dilaksanakan oleh masing-masing orang beriman. Para rasul atau penerus rasul akan membantu agar setiap orang beriman yang mengikuti mereka untuk dapat berdzikir dan bersyukur, dan menjaga mereka agar tidak tergelincir dalam dzikir dan syukur karena hawa nafsu mereka ataupun karena tipuan syaitan. Kadangkala mereka bersikap keras kepada pengikutnya dalam masalah yang terlihat remeh dalam pandangan para pengikutnya. Sikap itu seringkali terlahir karena hal yang terlihat remeh itu kadang merupakan pangkal yang akan menumbuhkan medan berdzikirnya dan pangkal rasa syukur pengikutnya, dimana apabila pangkal itu terpotong maka pengikutnya itu akan menjadi kufur terhadap nikmat Allah, sedangkan pengikutnya tidak mengetahui masalah itu. Kadang para rasul atau penerusnya bersikap keras dalam hal yang menyimpang karena tipuan syaitan. Tergelincir dan melencengnya para pengikut akan menjadi persoalan sangat berat di hadapan Allah bagi para rasul atau penerus para rasul  yang harus mereka pertanggungjawabkan kelak.

Setiap rasul atau penerusnya akan membina para pengikut untuk mengikuti langkah uswatun hasanah kembali kepada Allah dalam batasan bidang masing-masing. Seorang rasul mungkin bertugas untuk membina umatnya dengan mensucikan diri mereka dan berhijrah hingga mencapai tanah suci pengenalan diri masing-masing sebagaimana nabi Musa a.s menghijrahkan bani Israel menuju tanah yang dijanjikan. Perjalanan hijrah itu merupakan bagian dari millah Ibrahim a.s sebagaimana nabi Ibrahim a.s menghijrahkan siti Hajar r.a dan Ismail ke tanah suci makkah, sedangkan sempurnanya millah Ibrahim a.s adalah tegaknya bayt untuk mendzikirkan dan meninggikan asma Allah yang dilambangkan dalam wujud tegaknya bayt al-haram. Dengan tegaknya bayt demikian, seseorang dapat berharap Allah memberikan mi’raj hingga kedudukan dirinya di hadirat Allah sebagaimana sunnah Rasulullah SAW.

Mendzikirkan dan meninggikan asma Allah selayaknya menjadi tujuan akhir yang dapat dicapai oleh setiap orang beriman dalam upaya mereka dalam kehidupan dunia. Hal itu dapat dilakukan hanya dengan rasa syukur, tidak dapat dicapai bila seseorang menyimpan sikap kufur terhadap nikmat Allah. Seseorang tidak dapat berupaya untuk melakukan apa yang lebih dari mendzikirkan dan meninggikan asma Allah. Seseorang tidak dapat mengupayakan mi’raj walaupun boleh saja ia menyimpan harapan itu dan memohon kepada Allah, bila ia mengetahui kedudukannya dalam tahapan millah Ibrahim a.s dan sunnah Rasulullah SAW. Bila ia tidak mengetahuinya, sebenarnya ia tidak mengetahui jalan untuk didekatkan kepada Allah, maka boleh jadi banyak makhluk yang mau mengangkatnya menuju kedudukan yang tinggi sedangkan itu bukan jalan untuk dekat kepada Allah. Dalam banyak hal, syaitan dapat memberi kepada manusia hal-hal yang mereka inginkan melalui jalan-jalan asbab langit, tetapi jalan langit itu berupa kesesatan. Misalnya dalam hal harta, syaitan dapat menunjukkan jalan kedermawanan yang telah diubah bentuknya kepada orang tertentu yang menginginkannya, sedangkan mereka tidak benar-benar ingin memperbaiki hatinya. Hal demikian berlaku dalam banyak hal sebanyak pengetahuan syaitan tentang jalan asbab di langit.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar