Pencarian

Rabu, 30 November 2022

Millah Ibrahim a.s dan Agama yang Terbaik

Rasulullah SAW bersama orang-orang yang mengikuti beliau menyeru umat manusia untuk kembali kepada Allah. Umat manusia dapat mengikuti langkah perjalanan beliau SAW untuk kembali kepada Allah dengan meningkatkan kemuliaan akhlak, yaitu dengan menghayati kemuliaan asma-asma-Nya yang baik dalam sikap mereka setiap waktu. Penghayatan ini tidak akan terjadi bila seseorang hidup secara bebas mengikuti hawa nafsu, hanya bisa dilakukan dengan baik oleh seseorang bila ia menempuh kehidupan sesuai dengan garis kehidupan yang telah dikehendaki Allah baginya.

Kehidupan yang dikehendaki Allah bagi setiap manusia merupakan agama (ad-dien). Setiap manusia dapat menempuh sangat banyak kemungkinan jalan kehidupan yang disediakan baginya. Walaupun banyak, tetapi ada batas amal yang dapat dilakukan seseorang. Di antara sekian banyak jalan, hanya satu jalan kehidupan yang yang dikehendaki Allah, jalan kehidupan yang dijadikan sebagai agama bagi dirinya. Jalan kehidupan itu akan dikenali oleh seseorang manakala ia mengenal tujuan penciptaan dirinya.

Di antara orang-orang yang mengenal tujuan penciptaan dirinya, ada orang-orang yang menunaikan agamanya (ad-diin) dengan cara yang terbaik. Mereka adalah orang-orang yang mengikuti millah Ibrahim a.s sebagai sarana yang paling utama untuk menunaikan agama mereka. Mereka berserah diri kepada Allah dengan berusaha sungguh-sungguh mengenal kehendak Allah melalui tazkiyatun-nafs (pensucian diri) dan melakukan amal-amal yang mereka kenali sebagai kehendak Allah dengan menggunakan millah Ibrahim a.s sebagai sarana untuk menunaikan agama mereka. Mereka itulah orang-orang yang terbaik dalam menunaikan agama mereka.

﴾۵۲۱﴿وَمَنْ أَحْسَنُ دِينًا مِّمَّنْ أَسْلَمَ وَجْهَهُ لِلَّهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ وَاتَّبَعَ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا وَاتَّخَذَ اللَّهُ إِبْرَاهِيمَ خَلِيلًا
Dan siapakah yang lebih baik agamanya dari pada orang yang berserah diri kepada Allah, sedang dia mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti millah Ibrahim yang hanif? Dan Allah telah mengambil Ibrahim sebagai khalil-Nya (QS An-Nisaa’ : 125)

Nabi Ibrahim a.s adalah manusia yang dijadikan Allah sebagai khalilullah. Khalilullah merupakan makhluk yang dicintai Allah karena keadaan dan upaya mereka dalam kehidupan di bumi. Nabi Ibrahim a.s menjadi makhluk yang dijadikan khalilullah karena cara hidup beliau a.s patut dijadikan panutan bagi seluruh makhluk untuk memperoleh kecintaan Allah. Pada derajat yang lebih tinggi, Allah berkehendak menunjukkan manifestasi rahmat-Nya berupa risalah diri Rasulullah SAW. Beliau SAW merupakan makhluk yang dijadikan Allah sebagai rahmat bagi semesta alam karena kesempurnaan akhlak beliau SAW. Kedua insan mulia tersebut merupakan uswatun hasanah bagi segenap makhluk, sedemikian tidak akan tersesat manusia bila mengikuti sepenuhnya kedua insan mulia tersebut.

Millah Ibrahim a.s yang paling sempurna adalah terbentuknya bayt untuk berdzikir dan meninggikan asma Allah. Bayt tersebut merupakan wujud kesatuan nafs wahidah bersama dengan bagian-bagian yang terserak dari dirinya dalam upaya berdzikir dan meninggikan asma Allah yang mereka kenal. Bagian terdekat yang terserak dari nafs wahidah adalah nafs isteri-isterinya, dan penyatuan nafs-nafs itu akan menyatukan bagian lain yang terserak berupa jalinan sosial mereka hingga harta benda yang dapat mendukung upaya mereka berdzikir dan meninggikan asma Allah.

Seorang laki-laki yang mengenal nafs wahidah tanpa disertai penyatuan nafs isteri dalam langkah yang sinergis tidak akan dapat meninggikan asma Allah bagi semesta mereka. Seorang laki-laki tidak akan dapat memberikan pertolongan bagi urusan Rasulullah SAW dengan baik sekalipun ia mengenal urusan itu, yaitu bila isterinya tidak mengikuti suaminya dalam menempati kedudukan diri mereka. Misalnya bila ia menempatkan suaminya atau diri mereka menjadi penolong bagi orang lain dalam hubungan washilah yang berbeda dengan yang dipahami akal suaminya, maka sulit untuk meninggikan asma Allah melalui keluarga. Kedua insan dalam pernikahan harus menyatukan akal mereka dalam memahami kedudukan diri mereka agar terbentuk bayt. Sangat penting bagi setiap orang untuk menempatkan diri mereka sesuai sesuai dengan tatanan Allah.

Shilaturrahmi Mengikuti Millah

Salah satu hal yang menjadikan seseorang mengetahui kedudukan diri sesuai tatanan Allah adalah hubungan shilaturrahmi. Dengan shilaturrahmi, seseorang memperoleh arah pencarian kedudukan dirinya dalam urusan Allah melalui para washilahnya, dan memperoleh cermin dari para sahabatnya. Shilaturrahmi merupakan turunan utama millah Ibrahim a.s dalam membentuk bayt.

Allah memperkenalkan diri-Nya kepada makhluk dalam derajat yang paling tinggi dalam wujud manifestasi Ar-rahman dan Ar-rahiim. Beliau a.s merupakan insan yang paling mengenal asma Ar-rahiim, karena itu beliau menjadi washilah tertinggi sebelum Rasulullah, tauladan bagi manusia untuk membentuk perilaku yang baik. Dengan kedudukan beliau, seseorang bisa memperoleh jalan untuk terhubung kepada Allah, maka mereka dapat meninggikan asma Allah dengan sebenarnya.

dari Abu Hurairah r.a , ia berkata, ‘Rasulullah SAW bersabda:
إَنَّ اللهَ خَلَقَ الْخَلْقَ حَتَّى إِذَا فَرَغَ مِنْهُمْ قَامَتِ الرَّحِمُ فَقَالَتْ:هَذَا مَقَامُ الْعَائِذُ بِكَ مِنَ الْقَطِيْعَةِ. قَالَ: َنعَمْ, أَمَا تَرْضَيْنَ أَنْ أَصِلَ مَنْ وَصَلَكَ وَأَقْطَعَ مَنْ َقطَعَكَ؟ قَالَتْ: بَلَى. قَالَ: فَذَلِكَ لَكَ.
Sesungguhnya Allah menciptakan makhluk, hingga apabila Dia selesai dari (menciptakan) mereka, Ar-rahim berdiri seraya berkata: inikah kedudukan orang yang berlindung kepada-Mu dari memutuskan.’ Dia berfirman: ‘Benar, apakah engkau ridha bahwa Aku menyambung orang yang menyambung engkau dan memutuskan orang yang memutuskan engkau? Ia menjawab, ‘ya.’ Allah berfirman, ‘Itulah untukmu.’( Muttafaqun ‘alaih, 10/349 dan 13/392, Muslim no. 2554)

Ar-rahim merupakan entitas yang dijadikan Allah sebagai sarana washilah agar makhluk mampu mengupayakan untuk terhubung, sedangkan Ar-rahman merupakan wajah-Nya yang hendak diperkenalkan Allah kepada makhluk. Keduanya saling bersambung dalam kedudukan yang berbeda. Manusia dapat mengupayakan washilah dirinya kepada Allah melalui Ar-rahim, dan upaya itu dapat dilakukan dengan mengikuti millah Ibrahim a.s. Seseorang yang menyambung washilah kepada Ar-rahim akan memperoleh washilah kepada Ar-rahman, diperkenalkan kepada tajalli Ar-rahman sehingga ia memperoleh pengetahuan tentang Allah dengan batas kemampuan dirinya.

Karena membangun hubungan dengan Ar-rahim, terbentuk hubungan tertentu antara seorang hamba dengan Allah, yaitu orang yang terhubung washilahnya dengan Ar-rahim akan terhubung kepada Allah, sedangkan orang yang memutuskan hubungan dengan Ar-rahim akan diputuskan hubungannya kepada Allah. Kebanyakan manusia berusaha mencari washilah kepada Allah tetapi tidak mengetahui apakah dirinya terhubung atau tidak. Hendaknya setiap orang berhati-hati agar dirinya tidak memutuskan hubungan dengan Ar-rahim, karena Allah akan memutuskan hubungan dengan-Nya. Tidak ada orang yang memutuskan hubungan dengan Ar-rahim dapat memperoleh washilah kepada Allah melalui jalan yang lain.

Membina hubungan dengan Ar-rahim harus dilakukan melalui hubungan di alam dunia. Manusia harus berusaha mengenali urusan jamannya dan mengetahui para pembawa urusan jaman sebagai washilahnya kepada Ar-rahim. Itu merupakan shilaturrahmi secara vertikal. kemudian ia menyambungkan urusan yang dikenalinya itu kepada orang lain sebagai shilaturrahmi secara horizontal. Tanpa mengetahui pembawa urusan, sulit bagi seseorang untuk mengenali urusan jamannya dengan tepat, dan sulit untuk mengenali kedudukan dirinya dalam urusan Allah. Mengenal pembawa urusan jaman hanya bersifat mengambang bila tidak mengenali urusan jaman dengan tepat. Bila seseorang durhaka dalam hubungan shilaturrahmi secara vertikal, ia telah keluar dari amr Allah, dan orang yang mengikutinya akan memperoleh shilaturrahmi yang terputus. Shilaturrahmi secara vertikal akan menentukan ketepatan seseorang dalam mengenali urusan jamannya, dan shilaturrahmi secara horizontal akan membentuk jalinan sosial yang harus dibina berdasarkan perintah Allah.

Hubungan yang diperintahkan Allah mempunyai pokok berupa pernikahan. Ikatan pernikahan adalah hubungan yang diperintahkan Allah dan menjadi pangkal tumbuhnya hubungan-hubungan lain yang diperintahkan Allah, dan merupakan tunas bagi terbentuknya bayt untuk berdzikir dan meninggikan asma Allah. Hubungan sosial shilaturrahmi yang dikehendaki Allah berpangkal pada pernikahan, yang mungkin saja tidak tumbuh bila pernikahan rusak. Setiap orang harus memperhatikan pernikahannya sebagai pangkal tumbuhnya hubungan sosial dirinya bersama isterinya, baik untuk mencapai keadaan pernikahan sebagai bayt ataupun memperhatikan dari gangguan yang akan merusak.

Yang dikatakan sebagai orang yang berhasil membina washilah adalah orang yang telah menyambungkan shilaturrahmi yang diputus-putus dari dirinya. Orang yang hanya membalas kebaikan orang lain tidak dikatakan sebagai orang yang terhubung washilahnya. Banyak orang yang ingin membangun washilah kepada Allah melalui hubungan dengan sesama, akan tetapi tidak bisa mengukur hasil dari upaya dirinya tersebut. Banyak orang yang berusaha membangun washilah tetapi tidak diketahui kedudukannya hingga ia benar-benar menyambungkan shilaturrahmi yang dipotong-potong dari dirinya. Sebagian orang mengetahui shilaturrahmi yang terpotong dan harus dibina sesuai perintah Allah, tetapi belum berhasil menyambungkan shilaturrahmi tersebut.

Dari Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash r.a , dari Rasulullah SAW beliau bersabda:
لَيْسَ الْوَاصِلُ بِالْمُكَافِئِ وَلكِنَّ الْوَاصِلَ الَّذِي إِذَا قُطِعَتْ رَحِمُهُ وَصَلَهَا
Orang yang menyambung (tali silaturrahim) bukanlah orang yang membalas, akan tetapi orang yang menyambung (tali silaturrahim) adalah yang apabila diputuskan hubungan (silaturrahim)nya, ia menyambungnya.” (HR. al-Bukhari 10/355, Abu Daud no. 1697, dan at-Tirmidzi no. 1909)

Orang yang paling utama menyambungkan shilaturrahmi adalah orang-orang yang mengetahui bentuk-bentuk hubungan yang harus dibinanya bersama orang lain berdasarkan perintah Allah. Seseorang yang mengenal penciptaan dirinya akan mengetahui bentuk-bentuk hubungan yang harus dibina berdasarkan perintah Allah, akan tetapi syaitan ataupun orang lain dapat memotong-motong hubungan yang harus dibina demikian. Ia akan terhubung kepada Ar-rahim manakala ia telah membina hubungan yang dipotong-potong tersebut. Bila ia tidak bersungguh-sungguh membina hubungan yang diperintahkan Allah tersebut, maka sedemikianlah keadaan washilahnya kepada Ar-rahim.

Membina Akhlak dan Shilaturrahmi

Setiap orang harus memperhatikan akhlak dalam dirinya agar mereka dapat menumbuhkan shilaturrahmi yang diperintahkan Allah. Terputusnya shilaturrahmi banyak terjadi karena akhlak buruk di antara masyarakat. Shilaturrahmi hanya akan terbentuk manakala setiap orang membangun akhlak mulia. Akhlak mulia merupakan dasar yang harus dibangun pada diri setiap manusia, sedangkan shilaturrahmi merupakan akhlak yang dibangun secara komunitas, satu orang membantu orang lainnya untuk menumbuhkan akhlak mulia. Sifat khianat dan sifat sombong akan menghambat tumbuhnya shilaturrahmi di antara umat. Itu adalah contoh akhlak sangat buruk yang akan merusak shilaturrahmi.

Akhlak buruk akan menjadi potensi penyebab shilaturrahmi di antara manusia terputus. Sahabat atau pasangan yang memperoleh sikap buruk demikian hendaknya tidak serta-merta mengambil sikap membalas dengan sikap buruk. Bilamana seseorang bersikap buruk dengan niat untuk mendzalimi maka hendaknya orang yang didzalimi berpaling dari yang bersikap buruk tersebut. Bila orang tersebut bersikap buruk karena keburukan dalam dirinya maka hendaknya mereka disambung shilaturrahminya agar ikut serta kembali membina akhlak mulia. Kadangkala seseorang bersikap buruk dan mengakibatkan orang lain terdzalimi sedangkan ia tidak berkeinginan mendzalimi, maka hendaknya orang lain tidak berpaling dari dirinya dan berusaha tetap menyambung shilaturrahmi. Orang yang akan terhubung kepada Ar-rahiim adalah orang yang berusaha menghubungkan shilaturrahmi dalam keadaan demikian.

dari ‘Uqbah bin ‘Amir r.a , aku berkata, ‘Ya Rasulullah, ceritakanlah kepadaku tentang amalan yang utama,’ maka beliau SAW bersabda:
صِلْ مَنْ قَطَعَكَ وَأَعْطِ مَنْ حَرَمَكَ وَأَعْرِضْ عَمَّنْ ظَلَمَكَ
Wahai ‘Uqbah, sambunglah orang yang memutuskan (hubungan dengan)mu, berilah kepada orang yang tidak memberi kepadamu, dan berpalinglah dari orang yang berbuat zalim kepadamu.”

Kadangkala syaitan memperoleh jalan untuk menarik seseorang untuk bersikap khianat atau sombong, baik secara paksa maupun dengan sifat yang ada secara intrinsik dalam diri seseorang. Kedua sifat itu barangkali merupakan bagian ujung akhlak buruk yang dapat terjadi pada diri seseorang. Tanpa ada keinginan berkhianat, seseorang dapat ditarik syaitan untuk bersikap khianat kepada orang dekatnya. Adakalanya orang yang ditarik syaitan itu tidak menyukai sikap dirinya tetapi tidak mampu untuk melawan dorongan itu, dan kadangkala seseorang menyukai sikap khianatnya karena melihat kesenangan yang banyak dari sikap khianatnya itu. Demikian pula seseorang kadangkala ditarik syaitan untuk bersikap sombong, tanpa menyadari munculnya sikap sombong dalam dirinya. Hal demikian bisa terjadi di antara manusia, dan hendaknya setiap orang selalu berusaha menyambungkan shilaturrahmi.

Puncak millah Ibrahim a.s adalah terbentuknya bayt untuk berdzikir dan meninggikan asma Allah. Dengan terbentuknya bayt inilah maka seseorang akan memperoleh tingkatan agama yang terbaik dalam menunaikan amanah Allah yang tersimpan dalam dirinya. Hal itu dapat terbentuk bila seseorang menumbuhkan shilaturrahmi, terutama melalui pernikahan mereka. Setiap keluarga hendaknya menumbuhkan aspek-aspek yang mendukung terbentuknya jalinan fungsi sosial melalui pernikahan mereka. Seorang isteri merupakan ladang yang menjadikan pohon diri suaminya tumbuh menghunjam ke bumi di antaranya berupa membentuk jalinan sosial bersama umat manusia. Suami akan memahami cahaya Allah untuk mengolah segenap potensi yang ada di bumi sesuai dengan kehendak Allah atas diri mereka, sedangkan isteri akan mendatangkan khazanah kebumian yang seharusnya mereka olah. Bilamana pernikahan buruk karena hubungan yang buruk, maka bayt itu akan sulit terbentuk.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar