Pencarian

Kamis, 15 Desember 2022

Mengikuti Tauladan Uswatun Hasanah

Allah menjadikan Ibrahim a.s sebagai uswatun hasanah yang menjadi panutan bagi umat manusia untuk kembali kepada Allah. Dengan mengikuti millah Ibrahim a.s, seseorang akan menemukan jalan kembali kepada Allah dengan jarak yang paling singkat. Menempuh perjalanan kembali kepada Allah merupakan perjalanan yang sangat panjang bagi setiap manusia, banyak persimpangan dan percabangan-percabangan jalan yang bisa membuat setiap orang tersesat. Dengan memahami dan mengikuti millah Ibrahim a.s, maka seseorang akan dapat merasakan bobot jalan yang harus ditempuh pada setiap persimpangan dan percabangan, sehingga ia tidak tersesat dalam menempuh perjalanan mereka.

Di antara millah Ibrahim a.s adalah pelaksanaan manasik haji di tanah haram. Manasik haji merupakan millah yang dicontohkan nabi Ibrahim a.s yang memberikan tuntunan kepada setiap manusia untuk berhijrah menemukan tanah suci masing-masing berupa jati diri. Setiap manusia diciptakan untuk tujuan tertentu dengan amal-amal tertentu, setiap orang berjalin berkelindan dengan sahabatnya, dan bersama-sama merupakan bagian dari umat Rasulullah SAW. Manasik haji merupakan tauladan agar setiap orang berhijrah untuk menemukan jati diri mereka sebagai bagian dari umat Rasulullah SAW.

Tidak hanya tentang berhijrah, manasik haji juga mengandung banyak tauladan tentang etika dan akhlak yang harus dipenuhi seseorang ketika telah sampai pada jati diri mereka. Pengenalan jati diri seseorang kadangkala mendatangkan pula suatu bahaya berupa kekufuran. Nikmat Allah terbuka kepada seseorang manakala ia mengenal jati dirinya, dan hal itu disertai pula dengan kebathilan yang bisa menipu mereka. Bila tidak berhati-hati ketika mengalami pengenalan diri, seseorang dapat beriman terhadap kebathilan dan kembali kufur terhadap nikmat Allah. Maka setiap orang hendaknya memahami etika dan akhlak yang dicontohkan oleh nabi Ibrahim a.s berupa manasik haji.

Di antara bentuk kufur setelah manasik haji adalah mengharapkan dan mengupayakan fadhilah-fadhilah Allah hanya dalam bentuk kehidupan duniawi. Mereka terlupa akan tujuan lebih lanjut yang harus ditempuh setelah mereka mengetahui jati diri mereka, dan mereka menghadap kepada kebaikan-kebaikan duniawi melupakan kebaikan-kebaikan akhirat. Karena penghadapan mereka, mereka di akhirat tidak memperolah bagian akhirat yang mereka upayakan.

﴾۰۰۲﴿فَإِذَا قَضَيْتُم مَّنَاسِكَكُمْ فَاذْكُرُوا اللَّهَ كَذِكْرِكُمْ آبَاءَكُمْ أَوْ أَشَدَّ ذِكْرًا فَمِنَ النَّاسِ مَن يَقُولُ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا وَمَا لَهُ فِي الْآخِرَةِ مِنْ خَلَاقٍ
Apabila kamu telah menyelesaikan manasikmu, maka berdzikirlah dengan menyebut Allah, sebagaimana kamu menyebut-nyebut bapak-bapakmu, atau (bahkan) berdzikirlah lebih banyak dari itu. Maka di antara manusia ada orang yang berdoa: "Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia", dan tiadalah baginya bahagian di akhirat. (QS Al-Baqarah : 200)

Pengenalan jati diri akan menjadikan seseorang mempunyai bekal untuk mencari fadhilah Allah, baik untuk urusan duniawi maupun untuk urusan akhirat. Hal ini akan diketahui seseorang bila ia telah mengerti dan menuntaskan perjalanan mereka melakukan manasik haji. Tidak ada dosa bagi setiap orang untuk mengupayakan fadhilah-fadhilah Allah baik urusan duniawi ataupun ukhrawi, akan tetapi ada hal utama harus dipegang, yaitu hendaknya mereka mendzikirkan asma Allah dalam kehidupan mereka. Yang dimaksudkan dzikir adalah memahami dan mensyiarkan asma Allah yang harus dimanifestasikan bagi semesta mereka.

Setiap orang yang telah menuntaskan manasik mereka hendaknya berupaya memahami dan menghayati petunjuk Allah yang harus dimanifestasikan kepada semesta mereka. Hendaknya mereka berusaha memahami kehendak Allah dengan berpegang pada firman Allah dan sunnah Rasulullah SAW sebagaimana mereka sebelumnya berpegang pada panutan mereka dan bapak-bapak mereka, atau lebih kuat lagi dalam berpegang kepada firman Allah dan sunnah Rasulullah SAW melebihi pada panutan mereka. Sebelumnya barangkali mereka memahami asma Allah dari panutan mereka. Setelah manasik itu mereka akan dapat memahami sendiri firman Allah. Manakala bapak-bapak mereka benar, mereka akan melihat kebenarannya melalui firman Allah dan sunnah Rasulullah SAW, dan pengetahuan itu akan ditambah dengan kebenaran yang terbuka kepada dirinya sesuai dengan firman Allah dan sunnah Rasulullah SAW. Manakala mereka menemukan panutan mereka salah, maka mereka harus lebih kuat berpegang pada firman Allah dan sunnah Rasulullah SAW, bukan pendapatnya sendiri.

Pemahaman dan penghayatan yang benar terhadap petunjuk Allah itulah hal utama yang harus dimanifestasikan oleh orang-orang yang telah menuntaskan manasik mereka. Seseorang tidak boleh terlalaikan lebih mengupayakan kebaikan-kebaikan duniawi dengan melupakan dzikir mereka kepada Allah, hingga mereka tidak memperoleh bagian yang mereka upayakan di akhirat kelak. Dalam beberapa hal, keadaan ini ditandai dengan peristiwa seseorang mengikuti pendapatnya sendiri meninggalkan ajaran bapak-bapak atau panutan mereka, dan tidak pula berpegang pada firman Allah dan sunnah Rasulullah SAW. Seseorang tidak berdzikir dengan asma Allah dan tidak pula berdzikir dengan ajaran bapak-bapak dan panutan mereka, tetapi hanya mengikuti pendapatnya sendiri.

Penentang yang Keras

Ada beberapa tanda orang-orang yang terlalaikan oleh upaya memperoleh kebaikan di dunia dengan melupakan kebaikan di akhirat manakala mereka telah mencapai fase tanah suci mereka. Mereka melupakan hal pokok berupa dzikir kepada Allah dan lebih mengutamakan pemakmuran bumi, sehingga mereka terlupa bahwa mereka tidak mendapatkan bagian di akhirat. Secara umum, hal ini ditandai dengan terhentinya langkah mereka tidak berlanjut mengikuti millah Ibrahim a.s dan sunnah Rasulullah SAW.

Beberapa fenomena yang dilakukan orang demikian diterangkan dalam ayat-ayat berikutnya.

﴾۴۰۲﴿وَمِنَ النَّاسِ مَن يُعْجِبُكَ قَوْلُهُ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيُشْهِدُ اللَّهَ عَلَىٰ مَا فِي قَلْبِهِ وَهُوَ أَلَدُّ الْخِصَامِ
Dan di antara manusia ada orang yang ucapannya tentang kehidupan dunia menarik hatimu, dan dipersaksikannya kepada Allah isi hatinya, padahal ia adalah penentang yang paling keras. (QS Al-Baqarah : 204)

Mereka mempunyai perkataan yang menakjubkan tentang kehidupan dunia berupa hasanah-hasanah kehidupan dunia tanpa menyadari bahwa hasanah itu akan lenyap dalam kehidupan mereka di akhirat. Hasanah seharusnya merupakan bahan membentuk akhlak di dunia hingga akhirat, yaitu hasanah manakala seseorang mengikuti kedua uswatun hasanah untuk kembali dekat kepada Allah. Manakala hasanah itu muncul dari seseorang yang menghadapkan wajahnya kepada hasanah-hasanah duniawi, maka hasanah itu tidak akan menjadi akhlak yang baik di akhirat kelak. Mereka lebih mengandalkan diri sendiri untuk mengumpulkan hasanah-hasanah dan menjadikan diri sebagai tauladan, sedangkan Allah telah menjadikan Rasulullah SAW dan Ibrahim a.s sebagai uswatun hasanah.

Dengan hasanah duniawi itu, mereka menjadikan Allah sebagai saksi terhadap kebenaran yang ada dalam hati mereka, sedangkan mereka sebenarnya penentang yang paling berat bagi kebenaran yang dicontohkan oleh para uswatun hasanah. Mereka memegang suatu hasanah yang tampak benar dalam pandangan mereka hingga mereka dapat mempersaksikannya di hadapan Allah tanpa terbetik suatu rasa salah karena merasa benar, tetapi sebenarnya bila ditimbang dengan firman Allah dan sunnah Rasulullah SAW maka mereka merupakan penentang terberat yang menghalangi tauladan uswatun hasanah dari pandangan manusia untuk kembali kepada Allah. Pandangan manusia terhadap tauladan uswatun hasanah terhalang oleh hasanah yang mereka susun dengan cara mereka sendiri tidak mengikuti uswatun hasanah.

Merusak Ladang dan Penerus

Ketika mereka memperoleh kuasa, mereka berusaha di bumi dengan membuat kerusakan, menghancurkan ladang-ladang ( الْحَرْثَ ) dan generasi penerus ( النَّسْلَ). Hal-hal itu merupakan dampak yang dapat dilihat atau diperkirakan manusia dari apa-apa yang mereka upayakan dengan menghadapkan diri kepada hasanah-hasanah duniawi melupakan tauladan kedua uswatun hasanah dalam bertaubat kepada Allah. Mungkin umat manusia akan memandang baik orang-orang itu bila tidak menimbang dengan firman Allah dan sunnah Rasulullah SAW, akan tetapi dalam pandangan orang yang mengetahui, kerusakan itu akan tampak jelas.

﴾۵۰۲﴿وَإِذَا تَوَلَّىٰ سَعَىٰ فِي الْأَرْضِ لِيُفْسِدَ فِيهَا وَيُهْلِكَ الْحَرْثَ وَالنَّسْلَ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ الْفَسَادَ
Dan apabila ia mempunyai kuasa, ia berupaya di bumi untuk mengadakan kerusakan padanya, dan merusak ladang-ladang dan generasi penerus, dan Allah tidak menyukai kebinasaan. (QS Al-Baqarah : 205)

Ladang dan generasi penerus merupakan penanda kerusakan yang akan muncul. Yang dimaksud ladang pada ayat tersebut menunjuk pada peran wanita terhadap laki-laki, setingkat dengan kedudukan generasi penerus sebagai bagian dari laki-laki. Generasi penerus menunjukkan pada entitas yang akan memanjangkan jejak keberadaan seseorang sebagai pemikul amanah Allah. Merusak ladang-ladang dan generasi penerus menunjukkan pada upaya merusak semesta seorang laki-laki dalam menunaikan diri amanah Allah yang dipikulnya.

Seorang perempuan adalah ladang tempat tumbuh berkembang pohon thayyibah suaminya. Bila seseorang menjadikan perempuan berkhianat kepada suaminya, maka itu merupakan perusakan ladang yang paling nyata dan sangat besar kerusakan yang ditimbulkannya. Perusakan ladang tidak hanya dalam bentuk demikian. Setiap perempuan pada dasarnya merupakan ladang bagi laki-laki baik ia bersuami ataupun tidak bersuami. Tanpa bersuami, seorang perempuan dapat dirusak peran dirinya sebagai ladang dengan merusak konsep diri melalui hal-hal yang menyimpang dari tuntunan kedua uswatun hasanah. Barangkali mereka kemudian menjadi tidak subur bagi pasangannya karena ilmu yang membentuk akhlak mereka. Atau mungkin karena pengetahuan mereka, mereka akan mengejar hal-hal yang berasal dari hawa nafsu berupa rasa cinta ataupun harta sedangkan mereka menginginkan untuk kembali kepada Allah. Konsep diri mereka dalam bertaubat tidak selaras dengan apa yang seharusnya mereka lakukan menurut uswatun hasanah.

Jalan kembali kepada Allah adalah yang dicontohkan uswatun hasanah. Setiap orang harus membina diri untuk menyatu dengan kebenaran yang diturunkan Allah. Jalan mengenal kebenaran itu terdapat dalam tauladan uswatun hasanah yang dipanjangkan hingga mencapai setiap diri manusia berupa kesatuan nafs wahidah membentuk bayt untuk meninggikan dan mendzikirkan asma Allah. Itulah jalan yang dicontohkan uswatun hasanah. Dengan menempuh jalan itu, seseorang akan memahami kebenaran di alam yang tinggi dalam bentuk musyahadah yang sebenarnya bahwa nabi Muhammad SAW adalah Rasulullah SAW. Bila seseorang mengenal musyahadah itu, mereka akan mengenali kebenaran yang menjadi turunan dari risalah beliau SAW yang ada di jalannya. Barangkali tidak seluruh kebenaran dapat dikenalinya, tetapi ia akan mengenali kebenaran yang ditemukan. Bila manusia menempuh jalan menyatukan diri melalui hawa nafsu-hawa nafsu, mereka akan tersesat dari jalan Allah.

Kerusakan peran ladang pada diri wanita seringkali tidak terlihat nyata. Tanda kerusakan itu seringkali hanya ditunjukkan dari gejala bahwa para laki-laki yang shalih menjadi tampak tidak/kurang berguna. Yang tampak subur dari umat yang mengalami kerusakan ladang seringkali berwujud prestasi duniawi parsial tetapi tidak terhubung dengan urusan yang diturunkan Allah melalui Rasulullah SAW. Gejala demikian itu sebenarnya itu merupakan kerusakan yang besar karena masing-masing hamba Allah gagal membuahkan amanah Allah yang seharusnya ditunaikan, akan tetapi kerusakan yang sebenarnya tersembunyi dari pandangan manusia.

Selain merusak perempuan sebagai ladang, terjadi pula kerusakan pada generasi penerus. Generasi penerus ( النَّسْلَ) menunjukkan kumpulan orang-orang yang mempunyai hubungan turunan sebagai pemikul amanah Allah dengan amanah pada diri seseorang. Di hari kiamat, ketika sangkakala telah ditiup, orang-orang akan mencari jalan kepada Allah melalui hubungan-hubungan amanah Allah yang mereka emban di muka bumi hingga mereka menemukan hubungan mereka kepada Rasulullah SAW. Demikian pula seseorang akan mencari dan mengajak penerus urusan mereka di antara manusia untuk bersegera kembali kepada Allah. Ketersambungan urusan Allah di antara umat manusia itu dikatakan sebagai النَّسْلَ. Orang-orang yang melupakan hasanah di akhirat dan hanya mengharapkan hasanah duniawi akan menimbulkan kerusakan pada hubungan-hubungan amanah yang seharusnya diemban oleh umat manusia, terutama pada umat manusia pada jamannya.

Kerusakan pada perempuan sebagai ladang berkaitan erat dengan perusakan generasi penerus. Perusakan ladang menyebabkan jalinan shilaturrahmi yang seharusnya terbina di antara umat manusia terputus. Ketika seseorang telah menemukan hubungan ( النَّسْلَ) kepada Rasulullah SAW, ia tidak dapat membina hubungan yang seharusnya dibina seseuai dengan perintah Allah untuk dihubungkan, yang disebabkan karena kerusakan ladang dirinya. Layaknya sebuah pohon, setiap manusia adalah pohon thayyibah yang seharusnya hidup bersama pohon thayyibah lainnya dalam sebuah jalinan yang terjalin melalui ladang mereka. Bilamana ladang itu telah dirusak, maka jalinan itu tidak dapat terbentuk.

Dalam kasus lain, seseorang dapat merusak hubungan ( النَّسْلَ) tanpa terkait dengan kerusakan ladang. Ketika seseorang yang mempunyai hubungan dengan Rasulullah SAW telah berusaha membangun hubungan ( النَّسْلَ) dengan orang-orang lain sesuai dengan perintah Allah, tiba-tiba seseorang menyeret orang-orang yang dibina menuju sebuah upaya tersendiri tanpa sebuah hubungan ( النَّسْلَ) yang jelas kepada Rasulullah SAW. Maka orang yang menyeret kumpulan orang itu tanpa  النَّسْلَ sebenarnya telah merusak النَّسْلَ.  Mereka membina kehidupan berdasarkan hasanah duniawi saja tanpa terbangun hasanah di akhirat karena tidak mempunyai النَّسْلَ kepada uswatun hasanah. Di akhirat kelak, mereka akan mengalami kebingungan untuk menemukan hubungan yang seharusnya mencapai Rasulullah SAW. Bisa saja mereka akan menemukan patron mereka dahulu tidak mau mengakui hubungan yang dahulu dibinanya, baik secara parsial ataupun keseluruhan hubungan mereka.

Tingkat kerusakan generasi penerus karena kerusakan ladang sangat bervariasi. Kadangkala kerusakan hanya terjadi pada hubungan sosial, kadangkala terjadi hingga kerusakan generasi penerus berupa keluarga. Pada masa kehamilan misalnya, kerusakan itu dapat menyebabkan kerusakan fisik dan emosional pada bayi, atau bahkan hilangnya bayi dari kandungan bila syaitan tertentu dilibatkan. Pada masa keterikatan emosional yang kuat antara anak dengan ibu saat penyusuan hingga tujuh tahun, kerusakan ladang itu dapat menyebabkan kerusakan pertumbuhan emosional anak. Pada masa setelah itu, kerusakan ladang itu seringkali hanya mengganggu suasana pertumbuhan dimana suasana lingkungan terasa tidak nyaman sebagai rumah bagi mereka. Hal ini akan terkurangi bila setiap orang tua berusaha bersikap sebaik-baiknya, akan tetapi mereka tidak dapat mendidik generasi penerus dengan sebaik-baiknya bila terjadi kerusakan pada peran ladang seorang ibu rumah tangga.

Kerusakan pada aspek-aspek diri manusia akan menyebabkan kerusakan di alam duniawi. Sangat penting untuk melakukan perbaikan aspek diri setiap manusia dengan jalan mengikuti uswatun hasanah untuk dekat kepada Allah. Manusia tidak dapat mengandalkan hanya pengetahuan hasanah-hasanah yang dikumpulkannya sendiri untuk memakmurkan bumi mereka, karena hasanah itu bisa jadi hanya bermanfaat untuk aspek duniawi yang tidak mendatangkan kebaikan di akhirat. Setiap manusia harus mengikuti kedua uswatun hasanah untuk dapat mewujudkan hasanah-hasanah di dunia dan akhirat.

Aspek paling utama mengikuti kedua uswatun hasanah adalah tumbuhnya cinta kasih di antara umat manusia dan seluruh makhluk. Setiap orang yang menumbuhkan rasa cinta kasih terhadap yang lain sebenarnya sedikit banyak telah mengikuti langkah kedua uswatun hasanah. Akan tetapi terdapat perbedaan manfaat yang banyak antara orang yang benar-benar menumbuhkan diri mengikuti uswatun hasanah atau hanya tidak sengaja mengikuti. Orang yang benar-benar mengikuti uswatun hasanah akan memberikan manfaat yang sangat besar bagi semesta mereka. Hal ini akan akan terlihat manakala seseorang mengenal penciptaan diri mereka. Akan tetapi setiap orang harus tetap berhati-hati ketika mengikuti uswatun hasanah karena syaitan selalu berupaya menyesatkan. Dalam urusan pengenalan diri, setiap orang harus menuntaskan proses itu hingga pelemparan jumrah mengusir syaitan yang menyisipkan kesesatan dalam pengetahuan mereka, maka mereka dapat bergerak menuju pemakmuran bumi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar