Pencarian

Selasa, 05 April 2016

Tentang Bid'ah

Bid’ah menurut bahasa berasal dari kata  bida' yaitu mengadakan sesuatu yang baru. Segala bentuk bid'ah dalam Ad-Dien hukumnya adalah haram dan sesat, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
“Janganlah kamu sekalian mengada-adakan urusan-urusan yang baru, karena sesungguhnya mengadakan hal yang baru adalah bid'ah, dan setiap bid'ah adalah sesat". [Hadits Riwayat Abdu Daud, dan At-Tirmidzi ; hadits hasan shahih].

Pengertian Bid’ah


Alquran telah menerangkan tentang bid’ah  sebagaimana ayat berikut :
Katakanlah (wahai Muhammad), Aku bukan seorang Rasul yang baru (bid’ah) di antara para rasul...[Al-Ahqaaf : 9]
Rasulullah SAW itu bukanlah rasul pertama yang membawa risalah dari Allah kepada hamba-hamba-Nya, tetapi telah banyak rasul-rasul yang mendahului. Rasul-rasul yang telah diutus Allah SWT ke dunia sejak nabi Adam hingga Rasulullah SAW secara keseluruhan menerangkan  tentang satu (1) bangunan agama yang tersusun dengan indah dan menakjubkan. Setiap  rasul mempunyai kedudukan masing-masing bersatu padu mendukung berdirinya bangunan agama.  Rasulullah lebih jauh menjelaskan kedudukan beliau di antara para nabi  yang telah diutus sebelumnya :
Sesungguhnya perumpamaan diriku dengan nabi-nabi sebelumku adalah seperti seseorang yang membuat sebuah rumah, diperindah dan diperbagusnya kecuali tempat untuk sebuah batu bata disudut rumah itu. Maka orang-orangpun mengelilingi rumah itu dan mengaguminya, dan berkata: Mengapa engkau belum memasang batu bata itu? Nabipun berkata: Sayalah batu bata terakhir itu, sayalah penutup para nabi  (Ibn Hajar al-‘Asqalani, Fath al-Bari bi Sharh al-Bukhari, Juz VII)
Rasulullah adalah batu-bata terakhir bangunan rumah itu. Yang dimaksud sebagai bangunan rumah itu adalah agama, dimana pada menjelang akhir hayat  rasulullah SAW agama itu telah disempurnakan sebagaimana diterangkan dalam surat Al-Maidah ayat 3 :
Pada hari ini telah Aku sempurnakan bagimu agamamu, dan Aku cukupkan bagimu nikmat-Ku dan Aku telah ridlo Islam bagi kalian sebagai agama (QS 5:3).
Jadi, agama Islam adalah agama yang telah diturunkan berangsur-angsur semenjak nabi Adam a.s hingga disempurnakan ketika  rasulullah SAW diutus. Ajaran Rasulullah SAW adalah penyempurna agama. Maka keimanan kepada kitab-kitab yang diturunkan kepada Rasulullah SAW dan rasul sebelumnya adalah wajib. Agama sejak nabi Adam a.s hingga rasulullah SAW adalah satu agama namun berbeda dalam kesempurnaannya (dan kemurniannya pada jaman ini). Agama Islam yang turun kepada rasulullah adalah agama Islam yang sempurna yang Allah telah ridla sebagai agama.

Syariat dan manhaj merupakan bagian dari agama, tetapi tidak sepenuhnya mewakili agama. Allah SWT menurunkan  satu agama untuk seluruh manusia, tetapi bagi tiap umat diberikan syariat dan manhaj masing-masing.
Untuk tiap-tiap umat di antara kamu, Kami berikan syari'at dan minhaj (jalan yang terang)" [Al-Maidah : 48]
Walaupun syariat yang dibawa rasulullah  SAW mempunyai bentuk baru dibandingkan syariat rasul-rasul sebelumnya, bukan berarti hal itu perbuatan bid’ah dalam agama. Surat al-ahqaaf ayat 9 menerangkan bahwa rasulullah SAW bukanlah rasul yang baru (bid’ah)  tetapi bagian dari seluruh risalah.

Dengan demikian, dapat kita simpulkan bahwa bid’ah yang dimaksudkan oleh rasulullah SAW adalah bid’ah di bidang risalah agama, bukan bid’ah di bidang syariat. Perkara-perkara baru (muhdatsatil umuur) yang harus dijauhi oleh umat islam adalah perkara-perkara baru yang melenceng dari risalah-risalah kenabian yang pernah turun untuk menuntun manusia menegakkan kesempurnaan agama, bukan perkara baru dalam hal syariat yang berbeda-beda bagi setiap umat. Kesempurnaan agama yang dimaksudkan adalah menjalankan amal perbuatan yang telah ditetapkan dalam fitrah diri masing-masing, sesuai dengan alquran ayat 30 surat Arruum.

Membuat klasifikasi suatu amal dalam perbuatan bid’ah tidak sesuai dengan bid’ah yang dilarang oleh rasulullah SAW, namun amal-amal yang tidak masuk dalam perkara agama menjadi tertolak sebagaimana hadits berikut :
Dari ‘Aisyah r.a berkata : Rasulullah SAW bersabda : Barangsiapa beramal suatu amalan yang tidak termasuk  urusan kami maka amalannya tertolak [Hadits Riwayat. Muslim 12/16]

Perintah Menjauhi  Bid’ah

Rasulullah SAW memperingatkan umatnya tentang perselisihan yang ditimbulkan oleh munculnya perkara-perkara bid’ah. Dengan kebodohan, sebagian kaum menimbulkan perselisihan yang banyak. Sebagian menganggap sesat selain kaum mereka, dan menganggap selain mereka berbuat tanpa dasar yang benar dari kitab suci.
Dari Abi Najih (Al-Irbadh) bin Sariyah r.a  ia berkata : Rasulullah SAW memberi nasihat kami dengan nasihat yang sungguh meresap, hingga hati kami menjadi gemetar dan air mata kami bercucuran, lalu kami berkata : 'Ya Rasulullah, rasanya seperti nasihat orang yang mau meninggalkan kami, maka bepesanlah kepada kami!' Kata beliau : Aku berpesan kepada kalian agar tetap taqwa kepada Allah, serta mendengar dan taat walaupun kamu diperintah oleh seorang hamba dari negeri Habsyah. Sungguh orang yang berusai panjang di antara kalian akan melihat banyak perselisihan, maka peganglah Sunnahku dan Sunnah KhulafaurRasyidin yang memperoleh hidayah! Gigitlah kuat-kuat dengan gigi gerahammu! Waspada terhadap perkara-perkara yang baru, sebab tiap-tiap yang baru itu bid'ah. Dan setiap bid'ah sesat. (Hadits Riwayat Ahmad (IV/126-127), Abu Dawud (No. 4607), At-Tirmidzi (No. 2676))
Muhdatsat dan Bid’ah dalam hadits di atas seolah dijadikan sebagai lawan terhadap sunnah, yaitu sunnah rasulullah dan sunnah khulafa’ arrasyidiin yang memperoleh hidayah. Sunnah dalam konteks hadits di atas tidak menunjuk secara khusus terhadap syariat karena  khulafa’ arrasyidiin sepenuhnya mengikuti  syariat rasulullah, dan sama sekali tidak mendapat petunjuk tentang syariat baru bagi umat islam. Rasulullah SAW menyebutkan secara terpisah sunnah beliau dan sunnah khulafa’ arrasyidiin, menunjukkan sunnah yang dimaksudkan bukanlah syariat yang sama. Sunnah yang dimaksudkan oleh rasulullah adalah perjalanan untuk mencapai agama.

Alquran membawa kebenaran dan Sebagai batu ujian

Allah SWT telah menurunkan Alquran untuk menguji kebenaran seluruh ajaran sehingga manusia dapat memisahkan ajaran islam dengan bid’ah yang disisipkan. Alquran merupakan kitab yang telah sempurna membawa kebenaran, dan sempurna untuk menjadi petunjuk mencari kebenaran pada kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya dan mempunyai kekuatan untuk menguji kebenaran yang ada pada kitab yang diturunkan sebelumnya.
Dan Kami turunkan kepadamu al-Qur’an dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain...”[Al-Maa-idah: 48]
Batu ujian (muhaiminan) ibarat saringan. Dengan alquran seseorang dapat menguji kebenaran dan kesalahan yang terdapat pada kitab-kitab sebelumnya. Alquran merupakan puncak kebenaran wahyu yang menjadi segel kebenaran kitab-kitab seluruhnya. Apa yang diterangkan dalam kitab sebelumnya adalah suatu kebenaran bila terdapat pengesahan dari alquran.

Membenarkan apa yang sebelumnya mempunyai arti bahwa alquran menunjukkan kebenaran dalam kitab-kitab yang sebelumnya. Banyak kebenaran yang diturunkan sebelum rasulullah SAW yang menjadi pengantar sehingga seseorang mampu memahami puncak kebenaran yang diajarkan oleh beliau SAW.

Alquran adalah petunjuk bagi setiap manusia, sebuah kitab induk yang menjelaskan ayat-ayat yang tersebar di segenap ufuk dan dalam diri manusia. Mustahil seluruh manusia dapat memahami alquran dengan pemahaman yang sama. Hanya rasulullah SAW yang memahami seluruh isi dalam al-quran, sedangkan manusia lain hanya dapat memahami ayat-ayat yang sesuai dengan diri sendiri. Dengan berdasarkan alquran, kita dapat mengetahui bid’ah yang disisipkan di antara ajaran islam. As-sunnah melengkapi untuk memudahkan memahaminya

Penyeragaman pemahaman al-quran dan sunnah hanyalah sebuah pengkerdilan alquran, karena Alquran dan rasulullah SAW di utus untuk semesta alam yang mustahil untuk dipahami secara sempurna oleh sekelompok orang. Setiap makhluk mempunyai rezeki tersendiri dari alquran. Allah telah menjamin bahwa Alquran terjaga kemurniannya, dan dengan alquran setiap orang bisa mendapatkan rizki batin setiap saat  sesuai keadaan masing-masing. Rizki itu seringkali berupa rizki yang harus dibagi kepada kaum mu’minin, kadangkala untuk diri sendiri. Dalam batas tertentu, seorang pembimbing hanya dapat mengantarkan seseorang untuk mengerti alquran, sedangkan rizki bagi yang dibimbing akan diperoleh langsung melalui sumbernya, yaitu alquran. Pembimbing hanya dapat mencegah muridnya dari memahami Alquran berdasarkan hawa nafsunya, tidak dapat mencegahnya apabila mendapatkan rezeki khusus tak terduga dari bacaan alquran. Usaha memurnikan islam sesuai faham suatu kelompok hanyalah perbuatan mengada-ada.

Alquran mempunyai makna bertingkat-tingkat. Seseorang yang membaca alquran dengan lubb akan berbeda tingkat maknanya bila dirinya membaca alquran dengan fuad. Setiap ayat al-quran memiliki penjelasan bertingkat sesuai dengan kadar akal seseorang. Ayat-ayat qauliyah berupa ayat alquran merupakan kunci bagi setiap manusia untuk membuka penjelasan ayat-ayat kauniyah yang terbentang di ufuk dirinya. Akal setiap manusia akan mendapatkan rizki dari bacaan alquran sesuai dengan keadaan akal masing-masing. Mustahil menyeragamkan pemahaman alquran dalam satu faham.

Tazkiyatun-nafs lah jalan yang ditunjukkan alquran untuk memahami ajaran al-kitab dan as-sunnah. Dengan bertaubat dan  tazkiyatun-nafs, kualitas akal manusia akan meningkat hingga dapat memahami al-quran, sesuai dengan kualitas diri masing-masing. Indoktrinasi pemahaman alquran tanpa membina sikap hanif, bertaubat dan melakukan tazkiyatun-nafs dapat merusak manusia hingga akalnya menjadi lemah. Penyeragaman dalam satu faham merupakan penyia-nyiaan potensi akal yang dikaruniakan oleh sang Khalik, dan menjadi sebuah jebakan syaitan menuju terbentuknya sikap fanatisme hizbiyah. Metode indoktrinasi tanpa mengikuti tuntunan sunnah itu adalah sebuah bid’ah dalam ajaran agama.

Membuat metode menegakkan agama dengan cara yang bertentangan dengan yang diajarkan alquran adalah bid’ah.  Membangun fanatisme dan waham yang kuat dalam beragama sebagai jalan menegakkan agama merupakan perbuatan bid’ah yang bertentangan dengan ajaran alquran. Perintah dan kisah-kisah dalam alquran telah memberikan keterangan yang jelas bahwa menegakkan agama harus melalui sikap hanif. Pengetahuan agama harus dibangun di atas dasar hati yang lapang menerima kebenaran, bukan waham merasa benar. Menganggap  tidak ada keselamatan tanpa memurnikan ajaran islam dan membina manusia sebagaimana pemahaman kelompoknya, maka perselisihan lah yang akan timbul. Itu termasuk muhdatsatil umuur (perkara-perkara baru yang diada-adakan). Keselamatan itu terdapat dalam alquran dan sunnah nabi serta khulafaur-rasyidiin almahddliyyiin.
"Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah kitab Allah dan sebagus-bagusnya tuntunan adalah tuntunan Mnbammad dan urusan yang paling jelek adalah sesuatu yang diada-adakan  dan setiap yang diada-adakan  itu adalah bid'ah dan setiap bid'ah itu sesat dan setap kesesatan itu  di neraka." Shahih Muslim 3/153
Menganggap sebagian ajaran agama yang diturunkan sebelum rasulullah SAW sebagai anasir-anasir di luar islam  adalah pendustaan terhadap agama. Alquran harus dijadikan pedoman untuk membangun pemahaman dalam beragama, dengan cara mengambil apa yang diketahui berdasarkan alquran dan meninggalkan apa yang belum diketahui berdasarkan alquran, hingga diketahuinya kedudukan ajaran itu dalam alquran. Bila menemukan ajaran rasul yang belum diketahui dari alquran maka tinggalkan ajaran itu, bukan didustakan. Apabila alquran mendustakan ajaran rasul sebelum rasulullah SAW, maka kita harus mendustakannya. Bacaan alquran menjadi cahaya yang menerangi sehingga  dapat mengenal ajaran agama dari rasul-rasul sebelum rasulullah SAW, baik rasul yang dikisahkan maupun rasul  yang tidak dikisahkan. Dengan pemahaman yang lebih sempurna, akalnya akan lebih kuat untuk berjalan menuju Allah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar