Pencarian

Minggu, 17 April 2016

Menuju Allah

Makhluk Berakal


Manusia diciptakan Allah untuk diberi rahmat-Nya dan menjadi khalifah-Nya di muka bumi. Hal itu adalah sebuah kedudukan paling sempurna yang diberikan Allah kepada makhluk-Nya. Bumi adalah tempat terjauh dari ‘arsy sedangkan rahmat berada di sisi-Nya. Artinya pada seorang manusia sempurna,  jasadnya berada di bumi namun jiwanya menerima rahmat dari sisi-Nya. Hal itu berbeda dengan malaikat dan makhluk-makhluk lain yang mempunyai kedudukan tertentu.  Allah SWT berfirman: 

“kecuali orang-orang yang diberi rahmat Rabbmu, dan untuk itulah Allah menciptakan mereka” (QS Huud : 119)

Seluruh makhluk berakal mencari wasilah kepada Rabb, termasuk para malaikat,  tidak terkecuali syaitan-syaitan yang menginginkan disembah manusia. Wasilah mereka  berupa makhluk lebih tinggi yang lebih dekat dengan Rabb.  Mereka mengharapkan rahmat Allah dan takut siksaan-Nya, namun syaitan-syaitan itu mencari wasilah melalui jalan yang terputus, karena iblis tidak mempunyai wasilah kepada  pemilik ‘arsy.

Katakanlah : seandainya ada ilah di samping-Nya sebagaimana yang mereka katakan, niscaya tuhan-tuhan itu akan mencari jalan kepada Pemilik ‘Arsy  (Al-Isra’ :42)
dan apa-apa yang diseru oleh mereka, mereka (yang diseru) senantiasa berusaha untuk mencari wasilah kepada Rabb mereka,  siapa diantara mereka yang lebih dekat (kepada-Nya), dan mereka mengharapkan rahmat-Nya serta takut akan siksa-Nya, sesungguhnya siksa Tuhanmu adalah sesuatu yang ditakuti.  (Al-Isra': 57)

Rasulullah SAW adalah satu-satunya jalan untuk mendapatkan wasilah kepada Allah.  beliau SAW adalah makhluk yang paling tinggi di antara seluruh makhluk, dan beliau mendapatkan washilah rabb. Beliau SAW mengajak umat manusia menuju Allah. Demikian pula orang-orang yang mengikuti rasulullah SAW mengajak manusia menuju Allah dengan mengikuti beliau SAW. Beliau dan umatnya mengajak umat manusia mengenal Allah dengan bashirah, tidak hanya menduga-duga. Artinya rasulullah dan pengikutnya adalah orang-orang yang mempunyai pengetahuan ilahi sesuai jarak perjalanan mereka menuju Allah, kecuali rasulullah SAW telah paripurna pengetahuannya.  Dengan bashirah itu manusia dapat mengetahui keterlepasan dirinya dari kesyirikan.  Firman Allah Ta'ala: 

"Katakanlah: Inilah jalanku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak  kepada Allah di atas  bashirah (penglihatan). Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang berbuat syirik." (Yusuf: 108)

Orang-orang yang benar dalam mengikuti beliau SAW mengajak umat manusia menuju Allah dengan mengikuti rasulullah. Sebagaimana disebutkan dalam qs al-isra : 57, para nabi, shiddiqin, syuhada’ dan shalihin menjadi wasilah bagi manusia kepada rasulullah.

Keadaan Manusia

Manusia diciptakan dari tanah di bumi, sebuah tempat yang jauh dari cahaya tuhan. Kepada manusia diberikan akal  (bersama jahalah).  Di antara makhluk di bumi, manusia adalah makhluk paling cerdas. Tetapi bila dibandingkan dengan makhluk-makhluk berakal, manusia termasuk paling bodoh, walaupun membawa potensi untuk menjadi makhluk paling cerdas. Ciri kebodohan yang terlihat adalah seringkali manusia merasa sebagai makhluk mandiri yang tidak membutuhkan tuhan, sementara seluruh makhluk berakal yang lain dengan sungguh-sungguh mencari wasilah kepada tuhan.

Syaitan-syaitan mencari wasilah tuhan kepada makhluk yang lebih tinggi, lebih dekat dengan tuhannya walaupun pada ujung jalannya mereka terputus. Malaikat-malaikat juga bershaff-shaff mencari wasilah kepada tuhan. Sedangkan manusia seringkali mengira bahwa dirinya adalah penguasa alamnya dan melupakan tuhan. Para makhluk berakal (kecuali manusia)  sungguh-sungguh menyadari bahwa eksistensi dan kebahagiaan mereka tergantung terhadap wasilah mereka terhadap rabb. Tanpa wasilah terhadap rabbul ‘alamiin mereka memandang diri sendiri sebagai  makhluk hina tanpa makna.

Waham manusia merasa cukup, merasa tidak memerlukan wasilah kepada tuhannya, adalah hasil pemikiran jahalah (kebodohan) yang telah diberikan kepada dirinya bersamaan dengan akal. Jahalah merupakan aspek kecerdasan jasadiah sedangkan akal merupakan aspek kecerdasan jiwa manusia. Ketika seorang manusia terlahir ke dunia, aspek akal dan jahalah akan berkembang bersama namun karena dosa-dosa menutupi hati, aspek akal kemudian melemah sedangkan jahalah selalu berkembang seiring pertumbuhan jasadnya.

Pertumbuhan jahalah dengan mudah dapat dilihat dengan melihat intelegensi yang tumbuh pada seseorang, sedangkan pertumbuhan akal sedikit lebih tersembunyi. Pertumbuhan akal dapat dilihat dari pertumbuhan akhlak mulia seseorang, berupa sifat-sifat baik yang keluar dari hati. Kadang-kadang sifat baik itu hanya keluar karena pencitraan, maka hal itu bukan termasuk sebagai indikator pertumbuhan akal. Pertumbuhan akal lah yang akan membuat seseorang itu mengerti kebutuhan dirinya menempuh jalan, mencari wasilah kepada rabb-nya, sebagaimana kisah ibrahim dalam alquran :

Dan dia (Ibrahim) berkata: sesungguhnya aku orang yang pergi kepada tuhanku, dia akan memberikan aku petunjuk.  (QS as-shaffat : 99)
Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata kepada bapak dan kaumnya; Sesungguhnya aku melepaskan diri dari segala apa yang kamu sembah, kecuali Allah saja Tuhan yang telah menciptakan aku, karena hanya Dia yang akan menunjukiku. (Az-Zukhruf: 26-27)

Akal yang tumbuh baik akan memimpin jahalah untuk membuka kunci-kunci aspek jasadiah, sehingga kecerdasan jasadiah seseorang akan tumbuh dengan baik dan terarah untuk hal-hal yang bermanfaat untuk masyarakat. Kecerdasan jasadiah yang tumbuh tanpa terpimpin akal boleh jadi akan menghasilkan madlarat bagi masyarakat.

Rintangan Menuju Allah

Tantangan manusia untuk mencari wasilah rabb sangat besar, karena manusia hidup di tempat paling jauh dari cahaya Allah. Selain jauh dari cahaya, manusia juga dihadapkan pada tabir yang menutup kebenaran. Manusia harus menghadapi hawa nafsu dirinya yang seringkali menuntut untuk dipertuhankan. Begitupun kebutuhan jasadiah acapkali menuntut manusia untuk berbuat melampaui batas,  dan bahkan kesesatan, meminta pertolongan dan bersekutu pada syaitan-syaitan.  

Rasulullah SAW bersabda: "Sesuatu yang paling aku khawatirkan kepada kamu sekalian adalah perbuatan syirik kecil. Ketika ditanya tentang maksudnya, beliau menjawab: Yaitu riya'." (HR Ahmad, Ath-Thabarani, Ibnu Abid-Dunya dan Al Baihaqi dalam kitab Az-Zuhd)

Hadits tersebut menjelaskan bahwa hawa nafsu, keinginan diri untuk dipandang besar dan berharga oleh makhluk adalah suatu kesyirikan. Riya merupakan bentuk mempertuhankan diri sendiri yang sangat mungkin menimpa orang-orang beriman. Bahkan riya itu hal yang ditakutkan oleh rasulullah SAW atas diri sahabat-sahabat, bukan atas orang-orang musyrik.

Sebagian manusia mencintai iblis-iblis karena memberikan keinginan-keinginan dirinya dalam kehidupan dunia, baik berupa kekuasaan, kedudukan maupun harta. Mereka menghamba kepada syaitan,  bersekutu dalam perbuatan-perbuatan syaitan menjadi musuh bagi manusia dengan imbalan sesuai keinginan dirinya.  

Dan diantara manusia ada orang-orang yang mengambil tandingan-tandingan selain Allah, mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah...  (Al-Baqarah: 165)

Mereka itulah manusia yang pasti masuk neraka. Diriwayatkan dari Ibnu Mas'ud radhiyallahu 'anhu bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Barang siapa mati dalam keadaan menghamba kepada selain Allah, masuklah ia ke dalam neraka." (HR Bukhari)

Sedangkan orang-orang beriman amat sangat  cintanya kepada Allah. Orang-orang beriman sangat mengerti bahwa kebahagiaan sempurna bagi dirinya adalah mengenal Allah, kebahagiaan tanpa cela sedikitpun,  maka mereka sangat mencintai Allah SWT. Mereka itulah orang-orang yang diharamkan bagi mereka neraka. 

Syaitan juga berusaha menyesatkan orang-orang yang berjalan menuju Allah. Untuk orang-orang yang menempuh jalan menuju Allah dan mencari ilmu, syaitan-syaitan memberikan tiupan-tiupan kejahatan pada akidah manusia sehingga manusia akan tersesat. Ilmu alquran dari rasulullah mereka ajarkan kepada manusia dengan tiupan penghayatan yang keliru. Mereka memberikan tiupan-tiupan kejahatan pada aqidah, sehingga manusia berjalan tersesat. 

Dan dari kejahatan penyihir yang meniup-niup pada akidah-akidah (QS 113:4)

Fanatisme kelompok merupakan salah satu tiupan pada buhul-buhul. Kaum khawarij mempunyai akal lemah karena tiupan-tiupan syaitan pada akidah pada kaum tersebut.  Walaupun kaum tersebut menjalankan syariat dengan mengagumkan dan  mempelajari sunnah dengan rajin, mereka dikatakan oleh rasulullah keluar dari islam. Akidah mereka diberi tiupan-tiupan penghayatan yang tidak semestinya sehingga akal mereka tidak berkembang malah melemah, tidak mampu melihat realitas kebenaran. Ayat-ayat alquran dan ajaran rasulullah malah mengikat mereka pada kebodohan.

Bagi kaum khawarij, syaitan menghembuskan akidah bahwa ilah mereka adalah Allah yang mereka pahami dengan jahalah mereka. Kendati mereka sering berbicara tentang dakwah menuju Allah, sebenarnya mereka tidak pernah berjalan menuju Allah, karena mereka merasa telah menemukan Allah dengan jahalah mereka. Tentu saja hal itu hanya sebuah konsep tentang tuhan, karena Allah berada di atas ufuk yang tertinggi yang hanya bisa didaki dengan semakin sempurnanya akal.

Perjalanan Manusia

Tantangan bagi manusia menuju Allah sangat besar, karena manusia adalah makhluk yang paling sempurna. Manusia adalah makhluk yang diciptakan di bumi, namun harus kembali bertaubat menuju Allah yang berada jauh dari bumi. Rasulullah adalah uswatun hasanah, manusia yang telah mencapai ufuk tertinggi ketika  beliau bermi’raj. Beliau SAW mengajak manusia untuk menuju Allah, walaupun tentu saja tidak ada yang bisa mencapai  kedudukan sebagaimana yang beliau capai. Manusia hanya bisa mencapai kedudukan dirinya masing-masing di sisi Allah.

Perjalanan itu merupakan  perjalanan paling panjang dan berat bagi makhluk. Malaikat muqarrabun dapat mencapai surga dan bumi namun tidak membawa jasad, sementara manusia harus membawa jasad, hawa nafsu dan jahalah. Namun Allah Maha Pengasih dan Penyayang. Seseorang yang berjalan menuju Allah dengan ikhlas, kelak pasti akan sampai ke surga. Bukhari dan Muslim meriwayatkan hadits dari 'Itban: "Sesungguhnya Allah mengharamkan kepada neraka orang yang berkata: Laa ilaha illa Allah (Tiada ilah selain Allah), dengan ikhlas dari hatinya dan mengharapkan  Wajah Allah."
'Ubadah ibn Ash-Shamit radhiyallahu 'anhu, menuturkan: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Barangsiapa bersyahadat bahwa tidak ada ilah selain Allah, tiada sekutu bagi-Nya, dan Muhammad adalah Hamba dan Rasul-Nya; dan (bersyahadat) bahwa 'Isa adalah hamba Allah, Rasul-Nya dan kalimat-Nya yang disampaikan-Nya kepada Maryam serta ruh daripada-Nya; dan (bersyahadat pula bahwa) surga adalah benar adanya dan neraka-pun benar adanya; maka Allah pasti memasukkannya ke dalam surga betapapun amal yang diperbuatnya." (HR Bukhari Muslim)

perjalanan seorang hamba menuju Allah ditandai dengan perkembangan akal. Manusia memulai perjalanannya dari keadaan jahalah. Dengan berserah diri mengikuti kebenaran, bersikap hanif,  maka akan tumbuh sifat baik dalam dirinya.  Dengan sifat baik di dalam hati, akal akan berkembang dan semakin mampu melihat realitas kebenaran yang semakin meningkat.  Alquran adalah cahaya yang semakin terlihat terang bagi akal yang berkembang. Bila ada yang mengatakan akal dapat bertentangan dengan kitabullah, maka sebenarnya yang dikatakan sebagai akal itu hanyalah jahalah. Akal tidak akan bertentangan dengan kitabullah.

Perkembangan akal merupakan  penyempurnaan akhlak manusia. Akhlak sempurna berarti bentuk ciptaan sempurna, yaitu sempurnanya akal seseorang hamba. Akal yang berkembang akan membuat ciptaan dari tanah yang berbentuk manusia itu menjadi mulia. Dengan sempurnanya akal seorang hamba, Allah berkehendak memberikan tiupan ruh, yaitu ruh al-quds sebagaimana ruh al-quds yang datang kepada Maryam.

Maka apabila telah aku sempurnakan dirinya dan Aku tiupkan ruh-Ku, maka hendaklah hendaklah kalian (malaikat muqarrabun) bersujud baginya (QS. AL-HIJR 15 : 29)

Manusia dikatakan mengenal rububiyah-Nya apabila mengenal untuk apa dirinya diciptakan. Apabila seseorang mengerjakan amal-amal yang telah ditetapkan bagi dirinya, hal itu  merupakan awal dari keberagamaan seseorang. Membela agama bisa dilaksanakan hanya bila seseorang mengenal untuk apa dirinya diciptakan.

Bagi umat rasulullah SAW, dakwah menuju Allah dilakukan dengan bashirah, bukan atas dugaan semata-mata. Tanpa mengenal diri sendiri untuk apa dirinya diciptakan, dakwah kepada Allah itu hanya dilakukan atas dugaan semata-mata. Oleh karenanya tidak layak bagi seseorang memaksakan paham dirinya bila tidak mengetahui qadla dirinya. Dakwah pada kebenaran wajib dilakukan, tetapi tidak perlu menghakimi pihak-pihak lain yang tidak sependapat dengan diri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar