Pencarian

Minggu, 28 Januari 2024

Mencegah Kesewenang-wenangan

Allah telah mengutus Rasulullah SAW ke alam dunia untuk menjadi tauladan bagi seluruh umat manusia dalam beribadah kepada Allah. Hendaknya seluruh umat manusia mengikuti jejak langkah beliau SAW dengan membentuk akhlak al-karimah dalam melaksanakan ibadah kepada Allah. Dengan mengikuti Rasulullah SAW, seseorang akan menemukan jalan untuk kembali kepada Allah menjadi hamba yang didekatkan.

Manusia ditempatkan di alam dunia sebagai tempat pembinaan diri. Mereka harus kembali ke hadirat Allah untuk memperoleh kedudukan mereka sebagai khalifatullah dari alam bumi yang paling jauh dari sumber cahaya Allah. Karena jauhnya dari cahaya Allah, bumi merupakan alam yang paling gelap, penuh kesewenang-wenangan dan penentangan terhadap ketentuan Allah. Demikian pula banyak umat manusia sebagai makhluk bumi menjadi makhluk yang bodoh dari pengetahuan terhadap ayat Allah hingga mereka menentang ayat-ayat Allah. Karena kebodohan, terjadi banyak kesewenang-wenangan di antara manusia dan sikap menentang kebenaran.

Allah mengutus rasul-Nya untuk menyeru umat manusia kembali kepada cahaya Allah. Di antara rasul yang diutus Allah adalah nabi Huud a.s kepada kaum ‘Aad. Kaum ‘Aad merupakan kaum yang menjadi representasi tabiat dasar kehidupan jasmani manusia di bumi berupa tabiat bodoh terhadap ayat-ayat Allah dan justru mengikuti orang-orang yang berbuat sewenang-wenang dan menentang kebenaran.

﴾۹۵﴿وَتِلْكَ عَادٌ جَحَدُوا بِآيَاتِ رَبِّهِمْ وَعَصَوْا رُسُلَهُ وَاتَّبَعُوا أَمْرَ كُلِّ جَبَّارٍ عَنِيدٍ
Dan itulah (kisah) kaum 'Ad yang mengingkari tanda-tanda kekuasaan Tuhan mereka, dan mendurhakai rasul-rasul Allah dan mereka menuruti perintah semua penguasa yang sewenang-wenang lagi menentang (kebenaran). (S Huud : 59)

Dalam fragmen kisah rasul dalam Alquran, nabi Huud a.s diceritakan sebelum kisah nabi Shalih a.s yang memberi cerita pemakmuran bumi, dan setelah nabi Nuh a.s. Kisah nabi Huud a.s dan kaum ‘Aad memberikan kisah seruan terhadap umat manusia untuk mulai mengenal ayat-ayat Allah dan mulai melangkah kembali bertaubat kepada-Nya. Kaum ‘Aad benar-benar menggambarkan tabiat dasar badan jasmaniah manusia yang bodoh terhadap kebenaran, hingga bahkan mereka mendukung orang-orang yang berbuat sewenang-wenang terhadap diri mereka dan menentang kebenaran. Allah melarang umat manusia untuk mengikuti orang-orang yang berbuat sewenang-wenang dan durhaka kepada Allah, dan untuk hal demikian Allah mengutus rasul agar ditaati seruannya.

Persoalan kesewenang-wenangan ini harus dilihat secara seksama. Dalam sejarah, kaum ‘Aad merupakan kaum yang mempunyai peradaban yang terlihat sangat maju pada jamannya. Banyak bangunan-bangunan megah yang didirikan di kota-kota mereka, dan juga infrastruktur untuk memenuhi kebutuhan manusia. Hal-hal demikian bagi kebanyakan manusia merupakan indikator kemajuan peradaban, tetapi bagi sebagian manusia yang lain merupakan wujud kesewenang-wenangan suatu pihak terhadap pihak yang lain. Kemajuan peradaban kaum ‘Aad itu hanya representasi satu sisi yang disisakan Allah bagi generasi saat ini, sedangkan kesewenang-wenangan yang terjadi telah memperoleh adzab.

Di jaman ini, contoh kesewenang-wenangan demikian dapat terlihat pada ketidakadilan yang terjadi seiring pembangunan, misalnya naiknya pajak bagi masyarakat miskin untuk memberikan subsidi pada orang-orang kaya yang bisa menikmati infrastruktur modern. Banyak pula kerusakan tatanan masyarakat terkait penegakan hukum dan keadilan, serta kerusakan alam karena keserakahan untuk mempertahankan jabatan dan perbuatan lain yang merugikan. Hal itu merupakan gambaran kesewenang-wenangan yang terjadi pada suatu kaum yang dipandang sebagai maju, sedangkan sebenarnya tidak.

Keadaan Umat

Kesewenang-wenangan akan mendatangkan kesengsaraan bagi umat manusia. Pembinaan sendi-sendi kehidupan umat manusia tidak dapat dipenuhi hanya dengan sarana dan prasarana fisik, tetapi juga harus dipenuhi dari sisi keadilan di masyarakat, dan aspek keadilan ini merupakan pilar utama yang menjadi dasar pembangunan. Setiap orang harus menghayati nilai-nilai kebenaran dan mewujudkan kebenaran yang dikenalnya untuk memberikan manfaat kepada orang lain. Suatu pemakmuran tanpa melibatkan keberyukuran penduduk terhadap potensi yang diberikan kepada bangsa mereka hanyalah suatu pemakmuran semu yang banyak mengandung madlarat dan tanpa kebaikan. Pemberian bantuan tanpa menyentuh langkah perbaikan keadaan masyarakat bukanlah suatu pertolongan tetapi pembodohan. Demikian itu merupakan contoh-contoh perbuatan yang tampak baik tetapi hanya membungkus keburukan yang berisi kesewenang-wenangan.

Penguasa yang tidak memperhatikan aspek keadilan dan kemakmuran adalah penguasa yang berbuat sewenang-wenang dan menentang kebenaran. Suatu negeri akan mengalami penderitaan manakala penguasa di antara mereka adalah penguasa yang sewenang-wenang. Penduduk suatu negeri tidak boleh terus menerus menuruti penguasa yang sewenang-wenang karena mereka akan menderita apabila terus-menerus menuruti penguasa demikian. Tindakan ini tidak boleh dilakukan dengan melakukan kerusuhan, tetapi harus dilakukan dengan menekankan pentingnya pengetahuan tentang kehendak Allah. Bila dilakukan dengan membuat kerusuhan, seringkali timbul madlarat yang lebih besar daripada menuruti penguasa yang sewenang-wenang. Pengetahuan tentang kehendak Allah itu harus dilakukan hingga terwujud dalam dalam bentuk akhlak mulia, bukan pengetahuan yang mempengaruhi cara berpikir manusia saja. Pikiran harus dijadikan dasar untuk melangkah membentuk akhlak mulia.

Allah memerintahkan orang-orang beriman agar taat kepada Allah dan taat kepada Rasulullah SAW serta para ulil amr. Ketaatan demikian harus dilakukan dengan dasar pengetahuan. Manakala seseorang tidak mengetahui, hendaknya ia mentaati hingga ia memperoleh pengetahuan tentang ketaatan yang dilakukannya. Bila ia mentaati seorang ulil amr dan menemukan kemunkaran pada perbuatan ulul amr, hendaknya ia mencegah kemunkaran yang dilakukan disertai dengan memberikan pengetahuan tentang al-ma’ruf. Bila ulul amr tidak peduli pada amar ma’ruf nahy munkar yang dilakukan, mereka sebenarnya hanya orang-orang berkuasa yang berbuat sewenang-wenang terhadap bangsa mereka sendiri, bukan ulul amr yang Allah memberikan perintah kepada manusia untuk mentaati mereka dalam rangka taat kepada Allah dan taat kepada Rasulullah SAW. Yang dinamakan ulul amr adalah orang yang peduli pada amr Allah, bukan semata penguasa terhadap urusan masyarakat.

Pada kaum muslimin, keadaan yang buruk demikian tidak semata-mata disebabkan keburukan para penguasa, tetapi terkait pula dengan keadaan masyarakatnya. Allah akan mengangkat para pemimpin bagi kaum muslimin sesuai dengan keadaan mereka. Apabila Allah murka terhadap kaum muslimin, Allah akan mengangkat orang-orang yang paling buruk di antara muslimin sebagai pemimpin, dan mengangkat orang-orang yang paling baik di antara para muslimin manakala Allah ridha kepada mereka. Baik atau buruknya keadaan kaum muslimin akan menentukan kualitas pemimpin yang diangkat di antara mereka, karenanya hendaknya setiap orang beriman meneliti keadaan diri mereka dalam hubungan mereka kepada Allah, tidak membuat kerusuhan manakala Allah mengangkat pemimpin yang buruk bagi mereka.

Semakin jauh langkah taubat yang ditempuh seorang beriman, semakin besar pengaruh keadaannya terhadap pemimpin yang diangkat Allah bagi mereka. Sebagian orang beriman akan mengikuti orang yang mencapai langkah lebih jauh dalam taubatnya, akan tetapi mungkin ada banyak kelompok lain yang mengikuti panutan lainnya, tidak semua orang mengikuti satu orang yang telah paling jauh menempuh langkah taubat. Bila kelompok yang telah jauh menempuh langkah taubat dimurkai Allah, maka Allah akan mengangkat bagi mereka pemimpin dari orang-orang yang paling buruk. Hendaknya setiap orang waspada untuk tidak menempuh jalan yang salah, karena keadaan mereka paling menentukan pemimpin yang akan diangkat. Jauhnya langkah taubat yang ditempuh seseorang tidak menentukan benar atau salah langkahnya. Setiap langkah harus diukur kebenarannya berdasarkan tuntunan kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW, maka itulah yang akan menentukan ridha Allah atau murka-Nya yang menentukan pemimpin yang diangkat. Salahnya orang yang berilmu akan mempunyai dampak lebih besar daripada orang-orang umum.

Mensyukuri Setiap Kesempatan

Kisah kaum ‘Aad terjadi pada masa lampau yang harus dijadikan pelajaran bagi umat manusia jaman sekarang. Sekalipun jaman telah berubah, Rasulullah SAW telah diutus ke dunia dan sangat banyak umat manusia mengikuti langkah beliau SAW, orang-orang yang bersikap layaknya manusia tanpa pengetahuan tentang kebenaran tetap ada dalam jumlah sangat banyak. Dengan keadaan demikian, masalah kesewenang-wenangan di antara umat manusia tetaplah ada bahkan terjadi secara legal. Kaum muslimin hendaknya menemukan cara untuk memperbaiki kesewenang-wenangan dan mengentaskan umat manusia dari hal itu melalui jalan yang ditentukan Allah. Setiap diri muslim dapat memberikan kontribusi untuk mengentaskan kesewenang-wenangan terhadap umat manusia bila masing-masing berusaha untuk kembali kepada Allah.

Setiap muslimin hendaknya berusaha untuk melakukan amar ma’ruf nahy munkar apabila ada kesempatan untuk melakukannya. Ada saatnya seseorang harus mencegah kemungkaran yang terjadi tanpa harus menunjukkan al-ma’ruf karena keterbatasannya. Hal itu boleh dilakukan selama tidak menimbulkan madlarat yang lebih besar. Kadangkala mencegah kemunkaran tidak boleh berhenti pada pencegahan saja, harus disertai dengan perbuatan menyuruh kepada Al-ma’ruf. Apabila seseorang membongkar kemunkaran yang terjadi, hendaknya ia menyajikan pula pengetahuan kebenaran (al-ma’ruf) sehingga umat manusia mengetahui jalan keluar dari kemunkaran itu. Langkah itu adalah langkah terbaik yang bisa dilakukan.

Dalam kehidupan demokrasi, pemilihan umum bisa dipandang sebagai kesempatan besar melibatkan massa akar rumput untuk melakukan amar ma’ruf nahy munkar guna menghindarkan kesewenang-wenangan yang mungkin timbul di antara masyarakat. Asas sistem kepemimpinan di antara umat islam adalah ulul amr, terpisah dari bentuk-bentuk administrasi sistem pemerintahan seperti demokrasi atau kerajaan. Dalam sistem ulul amr, setiap orang mempunyai amanah Allah yang harus ditunaikan dalam kehidupannya di bumi, berupa amal-amal yang telah ditetapkan sejak sebelum dilahirkan ke bumi. Setiap orang yang mengenal amanah Allah yang harus ditunaikan adalah ulul amr, baik berurusan dengan masyarakat banyak atau hanya kalangan yang sedikit. Ada ulul amr yang berurusan dengan masalah besar umat manusia layaknya khalifah atau nabi, ada yang berurusan dengan kalangan tertentu saja.

Di dunia modern, sistem ulul amr ini harus diwdadahi dalam sistem pemerintahan yang sesuai baik berupa kerajaan atau demokrasi. Bila adab masyarakat rendah, sistem demokrasi akan lebih sesuai diterapkan karena dapat mencegah atau memutus timbulnya rantai penguasa yang sewenang-wenang. Bila sistem dinasti diterapkan, penguasa yang mempunyai adab rendah akan mudah melanjutkan kesewenang-wenangannya tanpa suatu mekanisme kontrol. Bila adab masyarakat mencapai kualitas tertentu yang cukup baik, sistem aristokrasi akan lebih sesuai diterapkan. Amanah Allah dalam banyak hal diturunkan melalui garis yang bersambung, tidak tiba-tiba berpindah. Sistem Aristokrasi bisa diterapkan bila para ulul amri dapat terbina melalui pembinaan sesuai kehendak Allah, dan akan buruk bila diterapkan pada masyarakat yang mempunyai kualitas adab rendah.

Umat hendaknya tidak terlalu jauh mempermasalahkan sistem pemerintahan karena hal demikian merupakan bentuk turunan sebagai wadah bagi terlahirnya para ulul amr. Ibarat kasarnya, tanpa mewakili seluruhnya, untuk bepergian pada setiap jaman tidak harus memakai unta, karena jaman ini sudah ada kendaraan dalam bentuk lain. Kebaikan dari masing-masing kendaraan tidak menjadi pokok dari perjalanan yang harus ditempuh. Keadaan aktual pada suatu jaman harus dipertimbangkan dengan baik untuk menentukan sistem yang tepat untuk diterapkan. Sistem demikian tidak terkait langsung dengan suatu dasar hukum tertentu dalam Alquran, tetapi bersifat terapan yang bersifat lokal dan temporer. Sebagian kelompok umat terlalu rigid dalam mensikapi wadah sistem pemerintahan hingga sebagian bermudah-mudah mengharamkan sistem yang digunakan, tanpa mengetahui manfaat dan madlarat sistem yang digunakan untuk jamannya. Hal demikian menunjukkan kurang akal untuk memahami makna kitabullah sebagai tuntunan yang berlaku bagi setiap jaman dan selaras dengan ayat kauniyah. Setiap muslim harus berusaha memahami pokok dari tuntunan kitabullah dan cabang yang mungkin diturunkan, dan memilih yang mempunyai nilai paling baik dari sistem yang tersedia. Sebagian orang memutuskan untuk tidak berpartisipasi dalam sistem yang ada karena dasar pemahaman yang keliru, dan sebagian tidak mempunyai landasan yang cukup untuk menentukan. Hal-hal demikian akan menjadikan kesewenang-wenangan tetap berlanjut dengan mudah. Landasan pemahaman yang keliru harus diluruskan karena dapat menimbulkan kerusakan lebih besar pada tatanan masyarakat.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar