Pencarian

Kamis, 11 Januari 2024

Ulil Amri dan Amanah

Allah telah mengutus Rasulullah SAW ke alam dunia untuk menjadi tauladan bagi seluruh umat manusia dalam beribadah kepada Allah. Hendaknya seluruh umat manusia mengikuti jejak langkah beliau SAW dengan membentuk akhlak al-karimah dalam melaksanakan ibadah kepada Allah. Dengan mengikuti Rasulullah SAW, seseorang akan menemukan jalan untuk kembali kepada Allah menjadi hamba yang didekatkan.

Mengikuti jejak langkah Rasulullah SAW harus dilakukan dengan terwujudnya ketaatan kepada Allah dan Rasulullah SAW. Ketaatan itu tidak hanya berhenti pada ketaatan kepada Allah dan Rasulullah SAW, juga diperpanjang bagi manusia dalam wujud ketaatan kepada ulil amr. Mereka adalah orang-orang yang mengenal urusan diri mereka sebagai bagian dari amr jami’ Rasulullah SAW. Manakala ada seseorang yang mengenal urusan Allah yang dijadikan amanat bagi diri mereka, dan mengenal urusan itu sebagai bagian dari amr jami’ Rasulullah SAW untuk ruang dan jaman mereka, maka mereka itulah yang disebut sebagai ulul amr. Kadang seorang ulul amr terlihat tidak mempunyai urusan apa-apa di antara masyarakat karena tidak memperoleh tempat yang layak, tetapi selama mereka mengenali amanat Allah bagi dirinya, mereka adalah ulul amr. Sebaliknya, banyak orang-orang jahat tanpa pengetahuan memegang urusan keumatan mengikuti hawa nafsu mereka, dan mereka memperoleh kedudukannya karena keadaan umat kebanyakan bodoh.

﴾۹۵﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنكُمْ فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ذٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (QS An-Nisaa : 59)

Ada orang-orang yang mengenali urusan mereka di antara manusia, maka hendaknya orang-orang beriman mentaati apa yang diberikan oleh orang-orang tersebut. Mereka pada dasarnya menyampaikan amanat Allah kepada para ahlinya. Allah memberikan kepada mereka perintah untuk menyampaikan amanah kepada para ahlinya dan untuk memberikan hukum dengan keadilan. Apabila seseorang mentaati ulil amri, mereka akan mempunyai pijakan pada amanah yang harus mereka laksanakan masing-masing. Bila mereka meninggalkan apa yang diberikan oleh ulil amri, mereka telah meninggalkan amanah Allah bagi masing-masing.

Amanah itu adalah apa-apa yang terhubung dengan tuntunan Allah dan sunnah Rasulullah SAW. Manakala seseorang tidak peduli terhadap tuntunan kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW dalam mentaati ulil amri, mereka tidak akan memperoleh amanah itu walaupun melaksanakannya. Demikian pula manakala tidak mentaatinya. Ibadah semata-mata kepada Allah akan diperoleh seseorang yang peduli terhadap tuntunan kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW dengan mentaati ulil amr. Ketaatan demikian tidak menjadikan mereka sebagai penyembah-penyembah selain Allah walaupun secara fenomena tampak melakukan amal-amal berdasarkan perkataan makhluk. Sebaliknya bila mereka menjadikan ulil amr sebagai pusat ketaatan tanpa menghubungkannya dengan tuntunan kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW, maka bisa saja mereka tergelincir mengambil tuhan-tuhan selain Allah berupa ulil amr.

Seringkali terjadi seseorang berusaha mentaati ulil amr di antara mereka tetapi tidak juga memperoleh pengetahuan tentang amanah bagi diri mereka, atau tidak menambah pengetahuan tentang diri sendiri. Hal ini benar-benar terkait dengan kepedulian seseorang terhadap tuntunan Allah dan sunnah Rasulullah SAW, bukan terkait dengan ulul amr. Kadangkala urusan seseorang terlalu jauh dari ulul amri tertentu sehingga tidak bisa memperoleh amanah melaluinya. Seorang ulul amri hanya menjadi penyambung para ahli amanah kepada Allah dan Rasulullah SAW, sedangkan isi dari pengetahuan itu ada pada tuntunan Allah dan Rasulullah SAW, tidak pada ulul amri. Hal ini tidak berarti peran ulul amri kecil. Sangat beruntung orang yang bisa mengenal dan mentaati ulil amr, tetapi setiap orang harus memperhatikan kandungan tuntunan Allah dan sunnah Rasulullah SAW melalui ketaatan kepada ulul amr. Seorang ulul amr biasanya benar, tetapi mungkin saja berbuat salah. Bila seseorang berkeinginan untuk memperoleh pengetahuan tentang diri sendiri, mereka harus menemukannya dalam tuntunan kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW, sedangkan ulul amr akan membantu mengenali.

Untuk memudahkan mengenali amanahnya, setiap orang hendaknya lebih memperhatikan penjelasan ulul amri tentang amanah mereka yang terkait dengan kitabullah Alquran dan sunnah Rasulullah SAW, dan amanah yang lain diperhatikan setelahnya. Kadangkala seorang ulul amri menyampaikan amanah tanpa menjelaskan kedudukannya dalam kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW, maka hendaknya mereka mencarinya sendiri pada kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW. Bila tidak menemukan, mungkin penjelasan itu tidak penting untuk sementara. Setiap orang hendaknya berpijak berdasarkan tuntunan kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW, bukan pada setiap perkataan manusia.

Para ahli amanah adalah orang-orang yang telah siap untuk menerima amanah. Setiap orang diciptakan dengan amanah tertentu, tetapi baru akan diketahui manakala ia telah siap. Mereka adalah orang-orang yang ingin menemukan jalan ibadah mereka kepada Allah dengan mengalahkan hawa nafsu. Manakala seseorang telah berkeinginan untuk menemukannya, mereka adalah ahli amanah, maka hendaknya ulul amri menyampaikan kepada mereka jalan untuk mengenalnya. Pada dasarnya Allah yang memberikan keterbukaan kepada masing-masing tentang jalan ibadah mereka, dan para ulul amri menunjukkan jalan untuk mengenalnya. Memberitahukan amanah secara langsung akan menjadikan seseorang tumbuh tidak seimbang antara akal dengan keteguhan hatinya. Setiap orang harus tumbuh ‘azam yang cukup terlebih dahulu untuk mengenal amanahnya.

Manakala terjadi perselisihan pemahaman seseorang terhadap ulul amr dalam masalah pedoman kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW, hendaknya setiap orang mengikuti apa yang tertuntun dalam kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW, tidak mengikuti ulul amr. Tuntunan kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW tidak dapat dikalahkan oleh perkataan ulul amr, dan kedudukan ulul amr tidak dapat disejajarkan dengan tuntunan kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW. Apabila seorang ulul amr menekankan kedudukan dirinya di hadapan Allah agar manusia mengikutinya melanggar kitabullah, setiap orang hendaknya berpegang bahwa kedudukan itu tidak sejajar dengan kedudukan kitabullah dan Rasulullah SAW. Dalam prakteknya, hal ini seringkali tidak mudah dilaksanakan karena seorang ulul amr akan terlihat lebih hidup dalam pandangan kebanyakan orang daripada kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW.

Kesungguhan Iman

Setiap ulul amr mempunyai bentuk-bentuk amanah yang mungkin berbeda untuk disampaikan kepada para ahli amanah. Amanah-amanah yang disampaikan oleh berbagai ulul amr kepada seseorang itu hendaknya dapat berjalin secara proporsional pada ahli amanah. Ahli amanah akan mempunyai pemahaman amanahnya secara lebih tepat dan akurat karena terpandu berbagai perkataan para ulul amr yang sampai kepada dirinya. Tetapi para ulul amr bisa keliru, dan ketepatan ulul amr terletak pada tuntunan kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW. Perkataan makhluk akan menjadi berbahaya bagi umat manusia dalam melangkah menuju Allah manakala perkataan itu membuat umat manusia mengabaikan perkataan yang terkait dengan tuntunan Allah dan sunnah Rasulullah SAW. Apalagi bila disampaikan oleh ulul amr sebagai amanah Allah yang harus disampaikan kepada umatnya.

Kesungguhan orang beriman dalam mengikuti kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW harus terlihat hingga amal-amal lahiriah, bukan dinilai hanya dari baiknya iktikad yang menjadi niat. Amal hendaknya bersesuaian dengan kitabullah, atau setidaknya setiap orang harus mengetahui kesalahannya manakala Alquran menunjukkannya, tidak memandang bahwa Alquran salah atau penjelasan yang sesuai dengannya salah. Bila seseorang lebih meyakini kabaikan iktikadnya daripada tuntunan kitabullah, thaghut akan datang kepada dirinya.

Setiap orang beriman hendaknya berusaha memahami tuntunan kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW dengan tepat dan benar, dan kemudian mewujudkan amal-amal lahiriah yang menjadi turunan dari pemahaman yang benar tersebut. Orang beriman tidak boleh berbuat dengan berdasarkan persangkaan keimanannya terus menerus, tanpa keinginan mengetahui timbangan amalnya dalam kitabullah dan sunnah beliau SAW. Boleh jadi amal-amal itu tidak bersesuaian atau justru bertentangan dengan kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW, maka amalnya akan menimbulkan kerusakan pada umat.

﴾۰۶﴿أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ يَزْعُمُونَ أَنَّهُمْ آمَنُوا بِمَا أُنزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنزِلَ مِن قَبْلِكَ يُرِيدُونَ أَن يَتَحَاكَمُوا إِلَى الطَّاغُوتِ وَقَدْ أُمِرُوا أَن يَكْفُرُوا بِهِ وَيُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَن يُضِلَّهُمْ ضَلَالًا بَعِيدًا
Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu? Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah mengingkari thaghut itu. Dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya. (QS An-Nisaa’ : 60)

Bagi beberapa orang, ayat tersebut mempunyai sedikit nuansa ghibah, di mana seorang hamba khususnya ulil amri diperintahkan untuk memperhatikan keadaan orang lain dalam konteks negatif, yaitu terhadap orang yang merasa dirinya beriman kepada kitabullah dan yang diturunkan sebelumnya. Bagi beberapa hamba Allah, ayat tersebut merupakan jawaban atas pertanyaan dalam dirinya tentang orang lain, di mana hamba itu mungkin tidak lagi merasa punya kemampuan memberikan masukan kepada orang lain tersebut, maka ia berghibah kepada Allah karena merasa lemah. Manakala ada hamba lain yang mungkin bisa mengerti permasalahan, para hamba tersebut mungkin saja berghibah di antara mereka karena tidak lagi mampu memberitahu orang yang mereka perhatikan. Seandainya orang tersebut mau memperhatikan kata-kata ulil amri tentang ayat Allah, niscaya para hamba tersebut tidak berghibah, dan Allah tidak memerintahkan mereka untuk memperhatikan orang tersebut.

Keimanan terhadap kitabullah harus ditunjukkan dengan amal-amal yang jelas mengikuti kitabullah, bukan hanya mengikuti persangkaan keimanan sendiri. Ada orang-orang yang menyangka bahwa diri mereka beriman kepada apa yang diturunkan kepada Rasulullah SAW dan yang sebelumnya akan tetapi sebenarnya tidak benar-benar mengikuti kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW. Mereka mempunyai banyak kesamaan dalam tujuan dan cara pandang dengan para pengikut Rasulullah SAW akan tetapi langkah dalam menempuh jalan taubat tampak terbalik. Persangkaan terhadap iman bernilai tidak benar bila tidak disertai dengan ketaatan kepada kitabullah, apalagi bila disertai dengan sikap membantah kitabullah dan sunnah Rasulullah. Penyangkalan terhadap kitabullah merupakan tanda yang menunjukkan bahwa keimanan itu hanya persangkaan saja.

Penyangkalan terhadap kitabullah itu dari taghut yang muncul pada orang-orang yang menyangka dirinya beriman. Taghut akan menjadikan mereka keluar dari cahaya iman menuju kegelapan, dan mereka tidak menyadari bahwa mereka keluar dari cahaya iman. Orang beriman hendaknya tidak mengharapkan datangnya suatu perintah atau penjelasan dari Allah secara diskrit karena islam telah diturunkan secara sempurna. Orang beriman hendaknya berusaha memahami kehendak Allah yang terhampar pada semesta mereka selaras dengan ayat kitabullah, tidak membiasakan diri berusaha memahami kehendak-Nya secara diskrit. Itu merupakan bentuk pemahaman terhadap kehendak Allah yang seharusnya diharapkan oleh orang beriman. Petunjuk yang diskrit hendaknya lebih diharapkan hanya sebagai teguran terhadap suatu kesalahan diri, atau kasus khusus lain. Bila membiasakan diri mencari kehendak-Nya secara diskrit, syaitan bisa masuk kepada mereka sebagai taghut.

Syaitan berkeinginan menyesatkan manusia sejauh-jauhnya. Hal ini dapat dilakukan syaitan melalui manusia yang mencapai akhlak yang tinggi tanpa kemuliaan. Hal ini terbentuk pada seseorang yang tidak berusaha membina akal untuk memahami kehendak Allah sedangkan mereka mempunyai indera-indera bathin. Membina akal yang benar hanya dapat dilakukan dengan mengikuti kitabullah. Bila hanya mengandalkan indera bathin, syaitan bisa menyertai langkah manusia sebagai taghut dan menyesatkan dengan kesesatan sejauh-jauhnya. Sebaliknya indera bathin harus digunakan untuk memahami kehendak Allah dengan tuntunan kitabullah, tidak melepaskannya tanpa tuntunan. Dalam banyak kasus, syaitan seringkali tidak menyesatkan manusia secara keseluruhan tetapi hanya pada poin-poin penting yang menentukan, karenanya setiap orang hendaknya selalu berusaha mencari tuntunan kitabullah untuk petunjuk yang diterimanya.

Sindiran Allah terhadap orang yang menyangka dirinya beriman sangat terkait dengan penyampaian amanah melalui para ulil amr. Barangkali bentuk masalah karena orang demikian yang di alami masing-masing ulil amri berbeda, tetapi sama-sama mengalami kesulitan karena thaghut. Para ulil amri akan berusaha menyampaikan amanah Allah kepada para ahlinya, tetapi hal demikian akan terusik dengan hadirnya thaghut melalui orang-orang yang disukai syaitan. Para ahli amanah akan sulit menemukan amanah bagi diri mereka kecuali terdistorsi dengan perkataan yang tidak haq, dan para ulil amr mengalami kesulitan untuk menyampaikan amanah kepada para ahli tersebut. Kadangkala suatu amanah dari kitabullah tidak dianggap amanah oleh para ahlinya, sedangkan urusan yang tidak diketahui landasannya dari kitabullah dijadikan amanah. Tidak terbatas dilakukan terhadap para ahli amanah, tetapi juga akan mengganggu jalan yang harus ditempuh para ulil amr untuk menyampaikan, maka ulil amr akan kesulitan menyampaikan amanah kepada para ahli.

Pelaksanaan amr Allah akan menjadi bentuk ibadah yang sebenarnya bagi setiap makhluk. Hal itu merupakan wujud keimanan yang sebenarnya. Pemahaman seseorang terhadap amr Allah bagi masing-masing menjadi kunci pemahaman terhadap kitabullah secara benar dan tertuntun. Manakala seseorang memahami amr Allah bagi dirinya sebagai bagian dari amr jami’ Rasulullah SAW, maka ia akan mudah memahami kitabullah Alquran secara benar terutama bagian yang diperuntukkan bagi dirinya. Sebelum mengenal amr jami’ Rasulullah SAW untuk ruang dan jamannya, pemahaman seseorang terhadap kitabullah Alquran bisa meleset, atau setidaknya tidak mengenali sungguh-sungguh kandungan firman Allah. Bila seseorang bertindak menentang kitabullah dengan keimanannya, maka Allah memerintahkan kepada ulil amr untuk memperhatikan keburukan mereka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar