Pencarian

Minggu, 14 Januari 2024

Ikhlas Dengan Kitabullah

Allah telah mengutus Rasulullah SAW ke alam dunia untuk menjadi tauladan bagi seluruh umat manusia dalam beribadah kepada Allah. Hendaknya seluruh umat manusia mengikuti jejak langkah beliau SAW dengan membentuk akhlak al-karimah dalam melaksanakan ibadah kepada Allah. Dengan mengikuti Rasulullah SAW, seseorang akan menemukan jalan untuk kembali kepada Allah menjadi hamba yang didekatkan.

Kedekatan kepada Allah akan diperoleh seseorang bila melakukan Ibadah secara ikhlas kepada Allah. Ibadah yang ikhlas semata-mata kepada Allah akan diperoleh seseorang yang peduli terhadap tuntunan kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW. Seseorang tidak akan bisa memperoleh kedekatan kepada Allah tanpa suatu keikhlasan berlandaskan pemahaman terhadap tuntunan kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW, karena pemahaman terhadap tuntunan Allah dan sunnah Rasulullah SAW merupakan dasar dari keikhlasan.

﴾۲﴿إِنَّا أَنزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ فَاعْبُدِ اللَّهَ مُخْلِصًا لَّهُ الدِّينَ
Sesunguhnya Kami menurunkan kepadamu Kitab (Al Quran) dengan al-haq. Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya. (QS Az-Zumar : 2)

Banyak orang-orang yang menyangka telah beribadah semata-mata kepada Allah dan kemudian memerangi kesyirikan dan bid’ah dengan menuduh orang-orang lain berbuat demikian, sedangkan sebenarnya mereka itu hanya mengikuti para panutan mereka tanpa memahami kitabullah. Keadaan demikian tidak menunjukkan keikhlasan, karena keikhlasan yang sebenarnya hanya dapat dicapai dengan melakukan amal shalih berdasarkan pemahaman terhadap tuntunan kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW. Amal berdasarkan pemahaman yang sedikit terhadap kitabullah bukanlah masalah utama walaupun tingkat keikhlasannya rendah, tetapi terselipnya keburukan dan terwujudnya banyak amal buruk karena pemahaman yang salah akan menimbulkan kerusakan. Kaum khawarij terlahir dari sedikit dan dangkalnya pemahaman yang benar terhadap kitabullah, kemudian mereka tidak membina akhlak mulia dan justru memerangi umat islam dengan pemahaman mereka yang bengkok.

Pemahaman yang benar terhadap kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW berbentuk pohon thayibah dan hanya akan diperoleh melalui proses tazkiyatun-nafs. Tazkiyatun-nafs akan membentuk semua entitas dalam diri manusia sebagai misykat cahaya, dan misykat itu mewujudkan bayangan cahaya Allah sebagai kehendak-Nya dalam diri manusia dalam wujud pohon thayibah. Misykat ini dapat diibaratkan dengan kamera yang berfungsi membentuk bayangan dari objek yang dibidik hingga gambaran objek dapat terwujud di dalam kamera. Objek yang dibidik dalam hal ini adalah cahaya Allah berupa ayat kauniyah dan ayat kitabullah yang terhampar bagi manusia, dan bayangan itu adalah citra kehendak Allah yang terpahami di dalam hati dalam bentuk pohon thayibah. Fungsi demikian tidak akan diperoleh seseorang tanpa melakukan tazkiyatun-nafs membentuk akhlak mulia. Misykat cahaya itu hanya dapat berfungsi benar dengan akhlak mulia.

Pemahaman berupa pohon thayibah demikian itu yang akan menjadikan seseorang memperoleh keikhlasan beribadah semata-mata karena Allah. Banyak orang menyangka telah beribadah dengan ikhlas semata-mata kepada Allah dengan berlandaskan perkataan orang lain. Hal demikian tidak benar, karena ia belum mencapai keikhlasan. Keikhlasan akan tampak bagi seseorang manakala ia memahami perintah Allah berdasarkan akhlak mulia berupa sifat ar-rahman ar-rahiim. Mereka tidak akan memaksakan suatu kebenaran yang dipahaminya kepada orang lain, tetapi akan mengajak orang lain untuk memperoleh pemahaman yang sama. Hal ini tidak menafikan kemungkinan berperang manakala orang lain menyerang atau merendahkan kebenaran, hanya saja ia tidak akan memaksakan kebenaran dirinya manakala orang lain belum siap untuk menerimanya. Manakala ia melihat orang lain menempuh jalan yang berbahaya, ia akan memperingatkan mereka akan tetapi tidak akan memaksakan kecuali karena adanya kemungkinan orang lain yang terseret menuju bahaya.

Madlarat dalam Ketidak-Ikhlasan

Keikhlasan dalam beribadah kepada Allah akan mewujudkan pemakmuran di muka bumi, dan adanya campuran-campuran dalam ubudiyah akan melahirkan kekacauan di muka bumi. Terdapat sekelompok manusia yang menginginkan harta kekayaan dan jabatan di antara manusia dengan menyembah orang lainnya. Mereka membuat suatu -isme tertentu dan melakukan perbuatan sesuai dengan perintah orang yang mereka pertuhankan. Mereka membantu melemahkan sendi-sendi negara dengan pengubahan peraturan yang menjadikan bangsa menjadi lemah, menyerang dan menghancurkan orang baik yang berpotensi mengganggu mereka, menghancurkan karya-karya atau menegasikannya agar tidak dikenali sedangkan karya-karya itu menunjukkan suatu tingkat kebersyukuran bangsanya terhadap karunia Allah. Tidak luput dari itu, mereka menyebarkan diantara masyarakat konsep-konsep baru yang kandungan nilainya sangat buruk tetapi terlihat benar tanpa mempertimbangkan nilai-nilai dengan seksama. Perbuatan itu dilakukan untuk memperkuat kedudukan mereka di antara manusia. Mereka tidak melihat kebaikan dari pemakmuran yang dilakukan dan tidak melihat keburukan dari apa yang mereka perbuat, hanya mengikuti hasrat untuk memperoleh kekayaan dan jabatan dengan menyembah junjungan mereka.

Keberadaan kaum yang buruk demikian tidak terlepas dari adanya ketidak-ikhlasan ibadah kepada Allah pada kalangan orang-orang yang ingin mendekatkan diri kepada Allah. Sulit untuk menahan perbuatan penyembah manusia bila orang beriman tidak membersihkan keikhlasan mereka dalam beribadah kepada Allah. Manakala orang beriman mendekatkan diri kepada Allah dengan mengabaikan tuntunan kitabullah, mensia-siakan akalnya dalam memahami tuntunan kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW, mereka dapat terjatuh pada penyembahan kepada selain Allah. Menjadikan manusia sebagai tuhan selain Allah ditandai dengan adanya sikap menghalalkan apa yang diharamkan Allah dan mengharamkan apa yang dihalalkan Allah. Bila terjadi hal demikian, maka sebenarnya mereka telah menjadikan manusia sebagai tuhan-tuhan selain Allah. Mereka menjadikan Allah sebagai tuhan, dan menjadikan pula manusia sebagai tuhan-tuhan selain Allah. Bila demikian, para penyembah kekayaan dan jabatan itu akan leluasa melakukan perbuatan mereka terhadap umat manusia.

Dalam masalah keikhlasan, banyak jenis manusia menjalaninya. Ada orang-orang yang beribadah benar-benar secara ikhlash kepada Allah dengan tuntunan kitabullah. Ada orang-orang yang berusaha ikhlas tetapi syaitan menipu mereka. Manakala bertentangan dengan kitabullah, mereka mengikuti pendapat mereka sendiri. Ada orang yang merasa ikhlas beribadah sedangkan mereka tidak berusaha memahami kehendak Allah dengan cara yang benar tetapi dengan hawa nafsu. Sebagian orang sepenuhnya mengikuti hawa nafsu dan syahwat mereka tanpa peduli dengan tuntunan Allah kepada umat manusia. Masing-masing tingkatan akan mempunyai tingkat kekacauan masing-masing, dan kebaikan akan dimunculkan dari orang-orang yang benar-benar ikhlas kepada Allah dengan tuntunan kitabullah.

Membina keikhlasan harus dilakukan dengan membina akal untuk berpegang pada kitabullah dan mengikuti sunnah Rasulullah SAW. Mengikuti orang lain tanpa menggunakan akal untuk memahami kitabullah tidak akan menjadikan seseorang mencapai keikhlasan dan justru bisa menjauhkan dari keikhlasan. Selanjutnya suatu pemahaman yang tidak digunakan untuk melangkah mengikuti sunnah Rasulullah SAW tidak akan mengantar seseorang mencapai keikhlasan. Mengikuti sunnah Rasulullah SAW adalah melangkah kembali menuju Allah dengan membina akhlak mulia. Ada orang-orang yang merasa mempunyai pemahaman terhadap kehendak Allah tetapi tidak melangkah mengikuti sunnah Rasulullah SAW, atau menyimpang dan/atau berbalik setelah mengikuti, maka pemahaman yang demikian tidak mencapai keikhlasan yang sempurna, atau mungkin suatu pemahaman yang keliru.

Ada beberapa penanda dalam mengikuti sunnah Rasulullah SAW, di mana bila seseorang tidak menemukan tanda itu tidak dapat dikatakan benar-benar mengikuti sunnah Rasulullah SAW. Tanda-tanda itu adalah arah yang harus ditempuh dalam mengikuti sunnah Rasulullah SAW. Di antara tanda-tanda mengikuti sunnah Rasulullah SAW adalah tercapainya pengenalan diri sebagai tanah haram tempat dirinya bersujud, terbentuknya bayt untuk meninggikan dan mendzikirkan asma Allah, serta mi’raj mencapai kursi yang disediakan bagi diri masing-masing di surga. Hal itu akan tercapai secara terurut. Tercapainya salah satu di antara tanda-tanda itu menunjukkan seseorang telah mengikuti sunnah Rasulullah SAW selama langkahnya kemudian tidak berbalik.

Akal Mengikuti Tuntunan Kitabullah

Pembinaan akal menjadi dasar keikhlasan. Semakin tinggi pemahaman akal terhadap kitabullah, semakin besar nilai keikhlasan yang dapat diperoleh. Tanpa akal atau pikiran yang memahami kitabullah tidak mungkin ada keikhlasan. Bercampur-campurnya hawa nafsu dan kebodohan pada amal-amal seseorang menunjukkan keikhlasan yang tercampur-campur. Hal demikian tidak jarang menimbulkan madlarat yang sangat besar. Madlarat yang timbul demikian seringkali tidak disadari oleh orang-orang yang melakukannya. Mereka bisa memandang indah perbuatan mereka yang berbuat kerusakan karena kebodohan mereka sendiri.

Misalnya manakala ada sepasang manusia yang ingin melakukan ishlah justru dipisahkan dan dijadikan bermusuhan, maka hal itu merupakan kebodohan karena kitabullah memerintahkan orang beriman untuk mengishlahkan orang yang bermusuhan. Demikian pula manakala suami isteri yang ingin membentuk bayt untuk meninggikan dan mendzikirkan asma Allah justru dibuat kacau dan kesulitan untuk melangkah, maka hal demikian akan menimbulkan kerusakan di bumi. Tidak ada yang memperoleh kebaikan dari perbuatan demikian. Dua pihak yang menginginkan ishlah akan mengalami penderitaan karena dijauhkan dari jalan Allah, dan orang-orang yang memisahkan tidak memperoleh kebaikan dari terjalinnya hubungan silaturahmi yang seharusnya terjadi di antara mereka. Yang memperoleh keuntungan hanyalah syaitan dan golongan mereka yang berhasil mengacaukan umat manusia. Kedua perbuatan di atas merupakan contoh yang sangat dekat dengan sasaran puncak perjalanan manusia di dunia yaitu membentuk bayt.

Hal demikian seringkali tidak disadari oleh orang-orang yang tidak menggunakan akalnya untuk memahami kitabullah. Mereka bisa memandang indah perbuatan merusak silaturahmi yang seharusnya dibangun di antara masyarakat mereka, mengira bahwa perbuatan merusak demikian merupakan perintah Allah karena mereka tidak menggunakan akalnya untuk memahami kitabullah. Atau perbuatan itu mungkin hanya mengikuti perkataan manusia yang merasa lebih mengetahui kehendak Allah, sedangkan mereka tidak berpegang pada ayat kitabullah dan/atau ayat kauniyah berupa keadaan orang-orang yang menginginkan terjalinnya shilaturahmi di antara mereka. Tidak jarang perbuatan demikian terlahir karena mereka menjadikan manusia sebagai tuhan-tuhan selain Allah, mengira perbuatan demikian mendatangkan kebaikan. Keadaan ini hampir sama dengan orang-orang yang memandang baik semua perbuatan mereka selama bisa memperoleh kekayaan atau jabatan sekalipun harus merusak bangsa. Perbedaan hanya pada orang yang mereka jadikan tuhan selain Allah.

Setiap orang harus berusaha beribadah kepada Allah dengan penuh keikhlasan semata-mata hanya untuk Allah memurnikan ibadah dari penyembahan kepada yang lain, baik berupa hasrat jasmaniah, hawa nafsu ataupun tuhan-tuhan lain selain Allah. Murninya keikhlasan ibadah kepada Allah akan diperoleh seseorang jika ia memperoleh pemahaman terhadap kitabullah secara benar. Tanpa suatu pemahaman terhadap kitabullah, seseorang tidak akan memperoleh keikhlasan ibadah kepada Allah. Pemahaman yang benar terhadap ayat kitabullah itu akan diperoleh melalui tazkiyatun-nafs, yaitu proses tazkiyatun-nafs untuk membentuk diri menjadi misykat cahaya yang menghasilkan bayangan kehendak Allah dalam diri manusia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar