Pencarian

Senin, 02 Oktober 2023

Menggapai Shalawat

Allah telah mengutus Rasulullah SAW ke alam dunia untuk menjadi tauladan bagi seluruh umat manusia dalam beribadah kepada Allah. Hendaknya seluruh umat manusia mengikuti jejak langkah beliau SAW dengan membentuk akhlak al-karimah dalam melaksanakan ibadah kepada Allah. Dengan mengikuti Rasulullah SAW, seseorang akan menemukan jalan untuk kembali kepada Allah menjadi hamba yang didekatkan.

Allah dan para malaikat-Nya melimpahkan shalawat kepada nabi Muhammad SAW, dan memanjangkan shalawat itu bagi hamba-hamba Allah yang sebenarnya. Shalawat Allah dan para malaikat-Nya tidak terhenti hanya kepada Rasulullah SAW, tetapi diperpanjang kepada hamba-hamba Allah. Di antara orang beriman, ada orang-orang yang mengenal urusan Rasulullah SAW untuk ruang dan jaman mereka, mereka mengenal kedudukan diri mereka dalam urusan itu, dan mereka berusaha untuk melaksanakan amanah yang diberikan kepada mereka dengan keikhlasan. Mereka itu adalah hamba Allah yang sebenarnya dan mereka itu orang-orang yang memperoleh shalawat dari Allah dan para malaikat-Nya karena kesertaan mereka dalam urusan Rasulullah SAW.


﴾۳۴﴿هُوَ الَّذِي يُصَلِّي عَلَيْكُمْ وَمَلَائِكَتُهُ لِيُخْرِجَكُم مِّنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ وَكَانَ بِالْمُؤْمِنِينَ رَحِيمًا
Dialah yang memberi shalawat kepada kalian dan para malaikat-Nya (memberi shalawat pula), supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya. Dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman. (QS Al-Ahzaab : 43)

Orang-orang beriman hendaknya memberikan shalawat kepada nabi agar dirinya terhubung kepada nabi SAW. Dengan keterhubungan seseorang terhadap Rasulullah maka ia akan memperoleh shalawat sebagai perpanjangan shalawat terhadap Rasulullah SAW. Allah memberikan shalawat kepada seorang hamba setelah seorang hamba mengalami keterbukaan pengetahuan terhadap urusan Rasulullah SAW dan kedudukan dirinya dalam urusan tersebut.

Shalawat merupakan karunia tertinggi bagi penghambaan seseorang, hamba yang dapat bersaksi dengan sebenarnya bahwa tiada ilah selain Allah dan bahwa nabi Muhammad SAW adalah Rasulullah. Ia mengetahui bahwa segala sesuatu yang baik untuk makhluk mempunyai sumber dari ilmu yang dilimpahkan kepada Rasulullah SAW, dan sangat banyak madlarat yang dapat muncul manakala ia melanggar apa yang dilarang Rasulullah SAW, atau manakala ia tidak mengetahui hubungan suatu urusan dengan Rasulullah SAW. Pada intinya, ia mengetahui bahwa segala hal yang baik berasal dari Allah yang turun dalam cakupan urusan Rasulullah SAW, dan tidak ingin mencari urusan di luar urusan Rasulullah SAW. Sebagian manusia tidak ingin mencari perintah Allah tanpa melalui Rasulullah SAW, dengan selalu berusaha menemukan tuntunan perintah bagi amalnya.

Musyahadah demikian terjadi melalui pintu berupa pengenalan penciptaan diri. Terdapat dua pengenalan diri seorang hamba, yaitu pengenalan penciptaan nafs dan pengenalan penciptaan jasmani. Pengenalan penciptaan jasmani ditandai dengan pengenalan seseorang terhadap ketetapan amal, ajal, rezeki serta kesusahan dan kesenangan yang diperuntukkan bagi dirinya. Ketetapan demikian itu dituliskan malaikat atas perintah Allah secara baru pada masa penciptaan jasmani dalam kandungan pada usia 120 hari. Dalam proses perjalanan taubat, pengenalan diri seseorang akan dimulai dengan pengenalan terhadap penciptaan jasmani mereka, yaitu pengenalan 4 kalimat Allah tersebut. Dengan pengenalan penciptaan jasmani, terbuka bagi seseorang pengenalan terhadap kandungan kitabullah, karena keempat kalimat tersebut berfungsi sebagai jalan pengenalan seseorang terhadap kandungan kitabullah.

Pengenalan seseorang terhadap nafsnya ditandai dengan pengenalan seseorang terhadap kedudukan diri dalam urusan Rasulullah SAW. Hal ini terjadi bersama atau setelah terjadinya pengenalan diri seseorang terhadap penciptaan jasmani mereka. Keadaan pada masa pengenalan diri sangat berbeda dengan keadaan sebelumnya, dimana pengetahuan sangat terbuka, baik pengetahuan berupa kebenaran maupun kesesatan, dan pengetahuan-pengetahuan tersebut tampak indah. Tanpa keinginan menjadi hamba Allah, dalam banyak hal seseorang akan sulit memilih atau membedakan antara kebenaran atau kesesatan. Bila seseorang berpegang teguh pada tuntunan kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW, ia akan mengerti nilai kebenaran dan halusnya kesesatan pada pengetahuan yang datang, dan kemudian tertuntun untuk mengenal kedudukan diri dalam urusan Rasulullah.

Dengan mengenal nafs, seseorang akan mengenal urusan rasulullah SAW untuk ruang dan jaman mereka, dan kemudian mengenal orang-orang yang seharusnya terhubung kepada diri mereka. Ia akan mengenali kedudukan isterinya bagi dirinya, atau perempuan yang seharusnya menjadi isterinya, dan kemudian membina hubungan yang tepat sesuai dengan tuntunan kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW. Hal-hal terkait dengan akhlak dan kekuatan batiniah seorang hamba akan berkembang bila terbina hubungan yang benar di antara nafs-nafs yang seharusnya terhubung berdasar tuntunan Allah. Hal ini akan menjadi pondasi membina hubungan transenden kepada Allah, dan juga hubungan horizontal. Tuntunan Allah harus menjadi pusat perhatian karena itu yang akan membentuk seseorang menjadi hamba. Mereka tidak ingin menempuh jalan tanpa tuntunan yang kuat, atau hanya berdasarkan keinginan mereka sendiri, atau justru berdasar dorongan yang melanggar tuntunan Allah. Hanya berdasar tuntunan Allah maka sikap dan kekuatan batin akan berkembang dengan baik dengan buah yang baik.

Mencapai keadaan demikian dapat dilakukan secara bersama, tidak harus ditempuh secara bersambung. Seseorang dapat menginginkan untuk mengenal urusan rasulullah SAW tanpa harus mengenal nafs atau jasmani mereka terlebih dahulu, bahkan harus dijadikan keinginan utama. Keinginan tersebut akan menjadi syafaat yang memudahkan dirinya untuk menempuh jalan mengenal nafs dan mengenal jasmani mereka, jika ia bersungguh-sungguh berusaha untuk mencapai keberjamaahan bersama Rasulullah SAW. Kebanyakan manusia mengira bahwa mereka sungguh-sungguh ingin mencapai keberjamaahan mengenal urusan Rasulullah SAW, tetapi sebenarnya hanya mengikuti perkataan manusia tanpa menggunakan akal untuk benar-benar memahami urusan Rasulullah SAW.

Langkah Mengikuti Rasulullah SAW 

Upaya mengikuti langkah Rasulullah SAW mengenal nafs harus diwujudkan melalui langkah yang nyata mengikuti sunnah untuk mengenal penciptaan nafs mereka. Menikah merupakan jalan paling baik untuk mengungkap jati diri nafs wahidah masing-masing. Pernikahan harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya sesuai tuntunan Rasulullah SAW, tidak melanggar ketentuan yang digariskan karena hal demikian boleh jadi lebih mewujudkan perbuatan keji daripada sunnah Rasulullah SAW. Ada sasaran-sasaran yang harus tercapai melalui pernikahan sebagai tanda bahwa pernikahan mereka menuju pengenalan terhadap nafs masing-masing. Tanda itu muncul bila kedua pihak berjalan searah. Bila tidak, tanda itu mungkin tidak muncul tetapi masing-masing akan mengetahui perkembangan pertumbuhan nafs mereka.

Sasaran itu berupa terwujudnya sakinah, mawaddah dan rahmah di antara pasangan. Seorang perempuan akan merasa tenteram berada di samping suaminya, tanpa menginginkan keadaan yang lain. Ini bukan berarti tidak mau berubah, tetapi lebih menunjukkan sikap mau menerima keadaan tanpa menginginkan hal yang lain. Apapun yang dilakukan suaminya untuk menuju keadaan yang lebih baik dalam agama, ia dapat menerima dan memberikan dukungan yang diperlukan, tidak menginginkan keadaan lain berupa kemegahan dan tujuan nisbi lain. Seorang laki-laki merasa tenteram dalam mengikuti tuntunan agama yang dipahaminya, dan tidak mengharapkan hasil yang bermacam-macam kecuali kebaikan bagi umat manusia termasuk diri mereka sendiri. Itu adalah tanda terwujudnya sakinah mawaddah dan rahmah.

Keadaan demikian tidak mudah diwujudkan. Syaitan sangat ingin manusia berbuat keji. Seringkali seorang perempuan dibuat merasa tidak yakin bahwa laki-laki yang menikahinya benar-benar merupakan jodohnya. Banyak perempuan yang menyimpan perasaan atau sisa perasaan terhadap laki-laki lain, dan itu menjadi benih yang disirami syaitan agar tumbuh besar. Bukan tidak mungkin pula pasangan mukmin, terutama mukminat dijerat syaitan dalam kebingungan tidak yakin bahwa suaminya adalah jodohnya, karena syaitan menemukan jalan untuk menjeratnya. Hal itu akan menjadikan rumah tangga mereka berguncang secara lahir dan bathin, dan tidak menunjukkan pencapaian sasaran-sasaran pernikahan. Kadang jeratan demikian tidak menunjukkan kejelasan jalan yang dipakai oleh syaitan, dan mukminat itu hanya merasa tidak yakin dengan pernikahannya. Kadangkala jeratan itu kemudian menjadi jelas, dilakukan melalui orang tertentu. Sekalipun pasangan mukmin dan mukminat, syaitan bukan berarti kehilangan jalan untuk menebarkan kekejian di antara mereka. Mereka menguasai ilmu Harut Marut untuk hal demikian. Hal itu merupakan hambatan yang sering dihadapi oleh orang yang ingin mengikuti sunnah Rasulullah SAW.

Selain menghindari kekejian, setiap pasangan harus berusaha membentuk akhlak dan adab yang mulia. Sangat sulit bagi pasangan untuk menempuh langkah mengikuti sunnah bila tidak disertai membina akhlak dan adab mulia. Sebelum menikah, setiap pihak hendaknya berada pada suatu tujuan yang sama yaitu mengikuti sunnah Rasulullah SAW. Ini adalah asas kethayyiban yang harus dipenuhi. Tidak semua perbedaan harus dijadikan masalah, tetapi bila satu pihak berada pada tujuan yang berbeda dengan pihak lain, perjalanan kehidupan mereka akan menjadi sulit. Bukan tidak mungkin satu pihak merendahkan pihak lain karena tujuan yang berbeda. Misalnya satu pihak menginginkan kemegahan kehidupan dunia dan pihak lain menempuh sunnah untuk menyatukan langkah dengan Rasulullah SAW, mungkin salah satu pihak akan menuduh pihak lain tidak mempunyai kemampuan memenuhi harapan pihak lainnya.

Keinginan mengenal penciptaan jasmani merupakan tujuan turunan berikutnya dari keinginan menyatukan langkah bersama Rasulullah SAW. Ini merupakan parameter terdekat dengan pengenalan terhadap nafs, tetapi belum benar-benar mencapai pengenalan nafs. Seseorang yang mengenal penciptaan jasmani mereka akan mengalami keterbukaan pemahaman terhadap kitabullah, tetapi belum mengenal kedudukan diri mereka di antara jamaah Rasulullah SAW dalam amr jami’. Bila tidak bertakwa kepada Allah, ia bisa menimbulkan kerusakan yang sangat besar. Iblis besar itu bisa memperoleh kedudukan menjadi pemberi nasihat bagi orang yang mengenal penciptaan jasmani mereka tetapi tidak berusaha menempuh jalan menyatukan langkah bersama Rasulullah SAW. Hal demikian secara jelas dikisahkan sejak penciptaan Adam dan Hawa di surga.

Ayat Allah Bagi Hamba-Nya

Shalawat akan menjadikan seorang hamba keluar dari kegelapan menuju cahaya karena Allah menjadikan mereka demikian. Dengan kedudukan hamba di terangnya cahaya, maka mereka bisa mengenal cahaya Allah. Mereka dapat mengenal bentuk penghambaan diri mereka kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya yang lain. Shalawat demikian itu terlimpah manakala seorang hamba mengalami keterbukaan pemahaman terhadap ayat-ayat Allah. Keterbukaan pemahaman terhadap ayat-ayat Allah itu akan menjadikan seorang hamba memperoleh kedudukan di tempat yang terang setelah dipindahkan dari tempat yang gelap. Mereka memahami bahwa ayat-ayat Allah itu adalah cahaya yang menjadikan kehidupan mereka terang.

﴾۹﴿هُوَ الَّذِي يُنَزِّلُ عَلَىٰ عَبْدِهِ آيَاتٍ بَيِّنَاتٍ لِّيُخْرِجَكُم مِّنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ وَإِنَّ اللَّهَ بِكُمْ لَرَؤُوفٌ رَّحِيمٌ
Dialah yang selalu menurunkan kepada hamba-Nya ayat-ayat yang terang supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya. Dan sesungguhnya Allah benar-benar Maha Penyantun lagi Maha Penyayang terhadapmu. (QS Al-Hadiid : 9)

Keadaan itu dilimpahkan kepada orang-orang yang berkeinginan untuk menjadi hamba Allah yang sebenarnya. Mereka berkeinginan untuk memahami kehendak Allah dengan benar dan melaksanakan dengan sebaik-baiknya. Manakala Allah ridha dengan mereka, Dia menurunkan pemahaman terhadap ayat-ayat kitabullah kepadanya dan menjadikan kehidupan mereka terang setelah dipindahkan dari kegelapan. Mereka kemudian bersama dengan Rasulullah SAW dalam amr jami’ bagi ruang dan jaman mereka, maka mereka memperoleh shalawat.

Puncak pengabulan keinginan menjadi hamba itu ditandai dengan musyahadah bahwa tiada ilah selain Allah dan nabi Muhammad SAW adalah Rasulullah. Ia mengetahui bahwa segala hal yang baik berasal dari Allah yang turun dalam cakupan urusan Rasulullah SAW, tidak ingin mencari-cari urusan di luar urusan Rasulullah SAW. Kadangkala hal demikian tidak terlihat oleh orang lain, tetapi ia mempunyai pengetahuan tentang kaitan amal yang dikerjakannya terhadap urusan Rasulullah SAW. Musyahadah itu disertai dengan keadaan turunannya berupa pengetahuan tentang kedudukan nafs dirinya di antara hamba-hamba Allah dan juga keberpasangannya, dan pengetahuan tentang ketetapan Allah tentang jasmaniah dirinya, dan ia tidak berbuat kerusakan dalam keadaan-keadaan turunan musyahadah itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar