Pencarian

Kamis, 12 Oktober 2023

Tafakuh terhadap Kitabullah dan Sunnah

Allah telah mengutus Rasulullah SAW ke alam dunia untuk menjadi tauladan bagi seluruh umat manusia dalam beribadah kepada Allah. Hendaknya seluruh umat manusia mengikuti jejak langkah beliau SAW dengan membentuk akhlak al-karimah dalam melaksanakan ibadah kepada Allah. Dengan mengikuti Rasulullah SAW, seseorang akan menemukan jalan untuk kembali kepada Allah menjadi hamba yang didekatkan.

Di antara cara mengikuti langkah Rasulullah SAW adalah memanfaatkan karunia Allah untuk memahami kehendak-Nya. Allah memberikan kepada setiap manusia qalb, mata hati dan pendengaran agar dimanfaatkan manusia untuk memahami kehendak-Nya dan berbuat sesuai dengan kehendak yang dipahami sesuai dengan ayat-ayat Allah yang ditunjukkan kepada mereka, yaitu kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW serta kauniyah yang digelar bagi mereka.

﴾۹۷۱﴿وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِّنَ الْجِنِّ وَالْإِنسِ لَهُمْ قُلُوبٌ لَّا يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لَّا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آذَانٌ لَّا يَسْمَعُونَ بِهَا أُولٰئِكَ كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ أُولٰئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ
Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka) Jahannam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (ayat-ayat Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai. (QS Al-Israa’ : 179)

Allah menjadikan kebanyakan dari kalangan manusia dan jin yang mempunyai hati tetapi tidak digunakan untuk bertafaqquh terhadap ayat-ayat Allah, mempunyai mata tetapi tidak digunakan untuk melihat ayat-ayat Allah, dan mempunyai telinga tetapi tidak digunakan untuk mendengarkan ayat-ayat Allah sebagai isi neraka jahannam. Mereka termasuk orang-orang yang lalai dari nikmat Allah, tidak menggunakan nikmat Allah sebagaimana yang Allah kehendaki, dan kelalaian itu akan menjadikan mereka sebagai ahli neraka.

Bertafaqquh adalah upaya membentuk pemahaman dan mewujudkan tindakan (hingga tingkatan dzahir) yang tepat dalam upaya mengikuti tuntunan Allah. Tuntunan dalam hal ini tidak terbatas pada aspek-aspek syariah saja. Kitabullah Alquran dan sunnah Rasulullah SAW sebenarnya memberikan tuntunan kepada manusia tentang visi kehidupan yang hakiki dan juga tuntunan amal yang harus diwujudkan untuk mencapai visi tersebut. Orang yang bertafaqquh dengan kitabullah Alquran dan sunnah Rasulullah SAW seharusnya menemukan visi kehidupan mereka dan juga langkah praktis yang harus dilakukan untuk merealisasikan visi tersebut.

Banyak bahaya yang dapat terjadi pada orang-orang yang berada pada kriteria ayat di atas dan tidak berusaha menemukan visi kehidupan berdasarkan Alquran dan sunnah Rasulullah SAW. Mereka dapat tertimpa fitnah melalui karunia-karunia yang diperolehnya. Manakala yang diperoleh seseorang melalui indera mereka bernilai benar, hendaknya ia menyusun pemahamannya sesuai kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW, maka ia akan memperoleh visi dan langkah yang sesuai dengan mengikuti tuntunan tersebut. Manakala pemahaman itu berlebih dari tuntunannya hendaknya dicukupkan berpegang pada tuntunan, apabila pemahamannya rapuh, hendaknya ia mengokohkan, dan manakala pemahamannya bertentangan, maka hendaknya ia merombak pemahamannya mengikuti kitabullah dan sunnah Rasulullah tidak mengikuti indera mereka sendiri. Selain memberikan informasi yang bermanfaat, indera bathiniah dapat membuat fitnah yang banyak bila tidak digunakan dengan tepat. Segala sesuatu yang diperoleh melalui qalb, pendengaran dan penglihatan bathin dapat dipersepsi secara salah oleh seseorang, dan tidak sedikit pula merupakan tipuan syaitan.

Bahaya Bila Menyimpang

Bila seseorang tidak mengikuti tuntunan kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW, ia akan tersesat dengan kesesatan yang sejauh-jauhnya, lebih sesat daripada hewan-hewan ternak yang hanya mementingkan syahwat dan hawa nafsu masing-masing. Bila orang-orang hanya mengikuti hawa nafsu dan syahwat masing-masing, maka perselisihan mereka dengan orang yang berkeinginan kembali kepada Allah hanya akan berkisar pada kepentingan mereka di alam dunia saja. Bila orang-orang tersesat dalam jalan taubatnya, mereka akan bisa berselisih dengan orang yang kembali kepada Allah dalam banyak langkah-langkah mereka untuk kembali kepada Allah, menimbulkan kekacauan pada setiap tingkatan yang dicapai oleh masing-masing.

Kekacauan yang terjadi akan berpengaruh hingga alam dunia, tidak hanya kekacauan pada tingkatan pemahaman. Misalnya ketika menghadapi fitnah, hingga fitnah yang terbesar berupa Dajjal. Orang-orang yang benar-benar ingin kembali kepada Allah menginginkan semua orang selamat dengan menempuh langkah berdasarkan tuntunan Allah. Dalam pandangan mereka, pertahanan terhadap fitnah Dajjal yang paling baik bagi setiap orang salah satunya adalah rumah tangga yang baik, dan mereka mengetahui sistem Dajjal akan merusak pernikahan hingga konsep-konsep elementernya. Para laki-laki dan perempuan bahkan akan dibingungkan syaitan hingga kebingungan terhadap identitas elementer diri mereka masing-masing berupa jenis kelamin sendiri yang sebenarnya sangat mudah dikenali. Hal ini bertujuan agar manusia tidak dapat mengenali sedikitpun apalagi mengikuti agama sesuai millah dan sunnah uswatun hasanah membina bayt berupa rumah tangga. Sangat banyak langkah syaitan yang membuat manusia menjadi kebingungan dalam langkah mereka, tidak mampu membedakan jalan yang lurus dengan jalan yang keji dan buruk, atau merasakan perkataan yang hak tentang Allah.

Orang-orang yang mengikuti tuntunan Allah akan benar-benar berusaha menyeru umat manusia untuk membina bayt sebagai sarana pertahanan diri mereka dari fitnah dan sarana beribadah kepada Allah berdasarkan tuntunan yang benar. Orang-orang yang mengikuti syahwat dan hawa nafsu akan memperoleh sebagian yang menguntungkan dengan seruan mereka, karena terbukanya jalan kemakmuran duniawi dan kemegahannya melalui seruan itu, apabila mereka mendengar. Hal ini mungkin berbeda bagi sebagian orang. Bagi orang-orang yang hanya mengikuti indera mereka tanpa berpegang pada tuntunan Allah, seruan ini boleh jadi akan memperoleh hambatan dan penentangan. Seruan ini bisa saja dianggap tidak penting karena indera mereka mengatakan tidak penting untuk dilakukan, sedangkan mereka tidak memahami tuntunan Allah bahwa setengah bagian agama adalah pernikahan. Lebih sulit lagi, bisa jadi mereka menghalang-halangi orang-orang untuk berusaha membina rumah tangga sesuai tuntunan Allah, atau merusak tuntunan Allah dalam urusan pernikahan, atau bahkan merusak rumah tangga orang-orang yang berusaha menyeru umat untuk membina pernikahan mereka sesuai tuntunan Allah. Banyak hal yang mungkin dilakukan bertentangan dengan kitabullah.

Syaitan akan bergembira dengan kerusakan melalui orang yang tidak bertafaquh. Mereka dijadikan syaitan pintu untuk merusak umat manusia hingga mencapai orang-orang yang mempunyai kualifikasi terbaik. Seandainya orang yang baik itu tidak mengikuti syaitan, maka keadaannya akan menjadi sulit untuk melaksanakan amal-amal shalih mereka. Ini adalah kesesatan yang lebih jauh karena tidak bertafaquh yang menimpa orang-orang yang hanya mengikuti indera mereka.

Kerangka Ilmu Sebagai Acuan

Menyatukan langkah sesuai tuntunan Allah hanya dapat dilakukan seseorang bila ia mempunyai kerangka ilmu. Setiap orang harus membina kerangka ilmu dalam diri mereka agar dapat melakukan tafaquh terhadap tuntunan Allah. Tanpa ilmu, seseorang tidak akan mempunyai referensi untuk menyatukan langkah terhadap kehendak Allah. Sedikit atau banyaknya, ilmu harus menjadi acuan bagi setiap orang untuk melangkah, yaitu ilmu yang benar. Ilmu walaupun sedikit tetap merupakan bayang-bayang cahaya Allah, dan dari yang sedikit itu setiap orang harus mencari jalan memperoleh yang lebih baik. Bila seseorang membuang cahaya yang sedikit, ia akan terjatuh pada kegelapan. Sebenarnya sama saja bagi mereka sekalipun akal telah menjadi kuat, wajib tetap berpegang pada ilmu, atau ia akan tersesat.

﴾۶۳﴿وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولٰئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْؤُولًا

Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya. (QS Al-Isra : 36)

Ayat di atas melarang orang beriman untuk mengikuti sesuatu yang ia tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Maksudnya adalah bahwa seseorang tidak boleh terus mengikuti orang lain tanpa menambah pengetahuannya, atau tidak boleh terus mengikuti sedangkan tidak bertambah pengetahuannya ketika mengikutinya. Hal itu agar seseorang tidak terus-menerus mengikuti langkah yang salah atau sia-sia. Seseorang boleh mengikuti orang lain tanpa lebih dahulu mempunyai pengetahuan, tetapi ia harus berusaha memperoleh pengetahuan segera setelah ia mengikutinya, tidak boleh terus mengikuti tanpa dibekali dengan pengetahuan tentang apa yang diikutinya.

Secara umum, setiap orang harus melangkah untuk menambah pengetahuan, dan hal itu akan lebih mudah dilakukan dengan mengikuti orang lain yang mempunyai pengetahuan. Umat manusia akan sulit berkembang atau justru akan rusak bila setiap orang mengandalkan dan hanya mempercayai pengetahuan masing-masing. Melangkah bersama dalam jamaah akan lebih memudahkan seseorang menambah pengetahuannya. Bila tidak bertambah pengetahuannya dengan mengikuti, hendaknya ia tidak terus mengikuti langkah orang lain itu. Ia harus berhenti sejenak, memeriksa keadaan ilmunya dan kesertaannya mengikuti jamaahnya. Ia boleh meneruskan langkah apabila telah mengetahui keadaannya dan jalan menambah ilmunya. Dalam keadaan tertentu, boleh jadi seseorang harus berpaling kepada orang yang lebih mendekati tafakuh terhadap tuntunan kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW.

Setiap orang harus memfokuskan diri dengan dasar konstruksi keilmuan dirinya sebelum mengikuti orang lain. Ini lebih penting daripada mengikuti orang lain. Yang tidak kalah penting untuk diperhatikan ketika mengikuti manusia adalah banyak orang jahat yang diberi pengetahuan dengan tujuan menjebak manusia terjerumus pada kejahatan. Para pengikut syaitan memperoleh banyak pengetahuan dari syaitan, tetapi pengetahuan itu digunkaan untuk kejahatan. Sedikit ilmu kebenaran yang terbina pada dirinya lebih baik daripada kemilau keilmuan yang tidak dipahami. Setiap orang harus mengkonstruk kerangka ilmu yang paling sesuai dengan tuntunan kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW, karena itulah yang akan menjadi bekal untuk bertafakuh. Walaupun harus dengan melihat kepada orang lain agar mudah membina, ia harus mengawasi konstruk keilmuan dirinya agar dapat tetap bertafaquh pada tuntunan kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW, tidak membiarkannya menyimpang dari keduanya.

Membina diri dengan cara demikian akan menjadikan suatu umat menjadi kuat dalam melaksanakan kehendak Allah. Bila tidak, suatu masyarakat yang mengikuti kebenaran akan mengalami kejumudan terhenti pada suatu fase dan kemudian menyimpang dari jalan yang lurus. Telah banyak umat yang lemah dan menyimpang sekalipun mereka berkeinginan mengikuti kebenaran. Umat kristiani menjadikan para cendekia dan rahib mereka sebagai sembahan-sembahan selain Allah karena lemah dalam membina ilmu. Demikian pula kaum muslimin sebenarnya dapat berubah seperti kaum yang lain menjadikan sembahan-sembahan selain Allah berupa para wali mereka, yaitu manakala mereka mengikuti para wali mereka dalam menghalalkan yang diharamkan dan mengharamkan apa yang dihalalkan. Hal ini sebagaiana dijelaskan Rasulullah SAW kepada sahabat Adiy bin Hatim.

Orang yang berhati-hati dalam mengikuti ilmu seringkali akan dipandang masyarakat umum sebagai orang yang keras kepala. Hal ini merupakan tantangan awal yang harus dihadapi oleh orang yang ingin beribadah kepada Allah dengan sebenarnya, bahwa ia lebih memperhatikan perintah Allah daripada pendapat manusia. Hal ini tidak berarti seseorang boleh mengabaikan semua perkataan manusia. Hanya ketika perkataan manusia tidak selaras atau bertentangan dengan firman Allah maka ia boleh tidak sejalan dengan manusia. Bila suatu perkataan lebih baik daripada konstruk ilmu dirinya maka ia harus membina kembali konstruk keilmuannya mengikuti yang lebih baik, dan kebaikan dalam cara ini lebih banyak ditemukan. Sebenarnya boleh jadi banyak pengetahuan dirinya juga tidak selaras dengan firman Allah maka hendaknya ia tetap memperhatikan perkataan manusia untuk membantu lebih menselaraskan diri dengan firman Allah dan sunnah Rasulullah SAW.

Ada saatnya seseorang harus melakukan amar ma’ruf nahy munkar dengan pengetahuan yang telah diberikan kepadanya. Derajat yang sebenarnya tercapai ketika seseorang mengenal Allah, ditandai dengan pengenalan seseorang terhadap nafs diri mereka. Ketika seseorang mengenal untuk apa dirinya diciptakan, mereka akan mengenal Allah sebagai rabb mereka, mengenal kehendak Allah dengan benar. Boleh jadi mereka tidak mempunyai informasi yang terinci tentang sesuatu, tetapi mereka memahami kehendak Allah terkait dengan urusan yang harus mereka kerjakan. Sebagian orang mempunyai pemahaman lebih luas daripada orang lain dan lebih cepat menerima petunjuk, tetapi yang harus diikuti setiap orang adalah pemahaman yang lebih terkait dengan kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW. Itu lebih mendekatkan pada sikap tafakuh terhadap ayat-ayat Allah. Sebelum mencapai derajat yang sebenarnya, setiap orang harus berusaha beramar ma’ruf nahy munkar terhadap masyarakat mereka, akan tetapi tidak boleh memaksakan pemahaman mereka untuk diterima. Manakala suatu kemunkaran terjadi, ia harus berusaha mencegah dengan sebaik-baiknya berdasarkan ilmu yang diketahui.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar