Pencarian

Kamis, 26 Oktober 2023

Prinsip Dasar Pengharaman : Dosa dan Melanggar Hak Manusia

Allah telah mengutus Rasulullah SAW ke alam dunia untuk menjadi tauladan bagi seluruh umat manusia dalam beribadah kepada Allah. Hendaknya seluruh umat manusia mengikuti jejak langkah beliau SAW dengan membentuk akhlak al-karimah dalam melaksanakan ibadah kepada Allah. Dengan mengikuti Rasulullah SAW, seseorang akan menemukan jalan untuk kembali kepada Allah menjadi hamba yang didekatkan.

Untuk menemukan jalan yang lurus, Allah telah memberikan khabar tentang pokok-pokok pengharaman, yaitu : kekejian baik yang dzahir maupun yang bathin, dosa, pelanggaran terhadap kemanusiaan tanpa alasan yang benar, melakukan syirik kepada Allah tanpa suatu hujjah, dan membuat perkataan tentang Allah tanpa mempunyai pengetahuan. Kelima hal itu merupakan pokok-pokok pengharaman yang akan memberi kabar pada seseorang adanya penyimpangan dari jalan Allah.

﴾۳۳﴿قُلْ إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَالْإِثْمَ وَالْبَغْيَ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَأَن تُشْرِكُوا بِاللَّهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَانًا وَأَن تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ
Katakanlah: "Sesungguhnya Tuhanku hanyalah mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang dzahir ataupun yang bathin, dan perbuatan dosa, dan melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui". (QS Al-A’raaf : 33)

Hendaknya setiap manusia mempertimbangkan setiap langkah mereka berdasarkan pokok pengharaman tersebut agar tidak menyimpang dari jalan kembali kepada Allah. Manakala mereka menemukan salah satu hal dari pokok pengharaman itu dalam langkah mereka, hendaknya mereka segera mencari langkah yang lebih baik karena itu mungkin adalah jalan yang menyimpang. Bila tidak memperhatikan peringatan pokok berupa yang haram, maka seseorang akan berada di jalan kesesatan. Sangat banyak orang yang memiliki keimanan kepada Allah tetapi tersesat karena tidak memperhatikan peringatan Allah melalui ketentuan halal dan haram.

Dosa (اْلإِثْم)

Dosa (اْلإِثْم) adalah jejak dalam hati yang menjadikan seseorang merasa tidak tenang, dan menjadikan nafs tidak memperoleh urusan tempat berdiam. Hati merupakan ruang kendali manusia yang kadangkala menghadap kepada Allah dan kadangkala harus berbalik menghadap ke arah dunia dan hawa nafsu. Manakala menghadap kepada dunia, seringkali hati terlalaikan dari mengingat Allah dan berbuat sesuatu yang salah karena dorongan hati. Dorongan dalam hati yang terlalaikan dari Allah seringkali merupakan keburukan yang tidak mendatangkan manfaat bagi orang lain atau dirinya sendiri, dan seseorang merasa tidak tenteram dengan dorongan dalam hati itu. Dorongan dalam hati semacam itu merupakan dosa, baik ia terlahir dalam perbuatan atau tidak terlahirkan.

عَنْ ثَعْلَبَةَ الْخُشَنِيِّ قَالَ : قُلْتُ : يَا رَسُوْلَ اللهِ ، أَخْبِرْنِـيْ بِمَـا يَـحِلُّ لِـيْ وَ يَـحْرُمُ عَلَيَّ ؟ قَالَ : فَصَعَّدَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَصَوَّبَ فِيَّ النَّظَرَ ، فَقَالَ : اَلْبِرُّ مَا سَكَنَتْ إِلَيْهِ النَّفْسُ وَاطْمَأَنَّ إِلَيْهِ الْقَلْبُ ، وَاْلإِثْمُ مَا لَـمْ تَسْكُنْ إِلَيْهِ النَّفْسُ وَلاَ يَطْمَئِنَّ إِلَيْهِ الْقَلْبُ ، وَإِنْ أَفْتَاكَ الْـمُفْتُوْنَ
Dan dari Abu Tsa’labah al-Khusyani, ia berkata: Aku berkata, “Wahai Rasulullâh! Beritahukan kepadaku apa yang halal dan haram bagiku.” Beliau SAW mengangkat wajah dan mengarahkan pandangan kepadaku kemudian bersabda, “Kebajikan ialah apa saja yang menjadikan jiwa berdiam dan hati menjadi tenteram. Dan dosa ialah apa saja yang menjadikan jiwa tidak berdiam dan hati tidak tenteram kendati para pemberi fatwa berfatwa kepadamu.” [HR. Ahmad]

Pada prinsipnya, hati merupakan ruang dalam dada manusia yang seharusnya dipersiapkan untuk menghadap kepada Allah. Hati orang-orang beriman seharusnya dipersiapkan untuk menjadi tempat Allah bertajalli, karena hati orang beriman-lah yang mencukupi bagi-Nya. Di sisi lain, hati juga berfungsi untuk melihat ayat-ayat kauniyah di alam dunia. Dalam fungsi demikian, banyak orang terlupa untuk kembali menghadapkan hatinya kepada Allah karena lebih terhijab oleh kebathilan yang ada pada dunia. Hijab kebathilan dari dunia inilah yang mendatangkan dosa kepada manusia.

Pada hati yang relatif bersih, suatu dosa akan mendatangkan keresahan dalam hati. Bila seseorang tidak memperhatikan kebersihan dalam hati, ia barangkali akan kehilangan rasa terhadap keresahan ini karena tidak mengetahui bandingannya pada masa hatinya bersih. Bila hati dipenuhi dosa, seseorang tidak akan mengetahui makna keresahan dalam hati ini. Sebaliknya orang-orang yang bersih hatinya akan mengetahui datangnya suatu dosa walaupun hanya berupa kilasan dalam hatinya.

Kebersihan hati berkorelasi dengan berdiamnya nafs pada suatu urusan tertentu. Hal ini terkait dengan tumbuhnya akal untuk memahami kehendak Allah. Nafs orang-orang beriman yang bersih hatinya pada dasarnya akan mengarah kepada jalan Allah. Sekalipun belum mengetahui secara pasti jalan Allah, nafs mereka akan mempunyai suatu rasa keingintahuan atau penasaran tentang jalan yang ditentukan Allah baginya, dan ia dapat merasakan kilasan pada momen-momen tertentu bahwa ia berada pada keadaan dan arah benar. Keadaan itu dapat berupa amal, pikiran atau hal lain yang memberikan stimulasi terhadap pengetahuan jalan ibadahnya kepada Allah. Itu adalah akal yang tumbuh dalam hati. Bila ia mengikuti pertumbuhan akalnya, ia akan dapat memahami kehendak Allah pada urusan itu sesuai kitabullah walaupun mungkin samar-samar, dan nafsnya akan menemukan tempat berdiam pada urusan itu.

Rasa berdiam pada suatu urusan itu tidak dapat ditumbuhkan dengan perkataan dari orang lain. Sekalipun ribuan fatwa diberikan oleh para pemberi fatwa, seseorang tidak akan menemukan rasa berdiam itu tanpa menggunakan akalnya. Seringkali pikiran manusia membuat tebakan dan dugaan berdasarkan fatwa yang diterima bahwa jalan ibadahnya adalah demikian dan demikian, sedangkan ia tidak membina pengetahuan tentang kehendak Allah. Tebakan dan dugaan itu sama sekali tidak akan menumbuhkan rasa berdiam dalam hatinya, dan bila ada rasa berdiam yang tumbuh, rasa itu hanya sebuah angan-angan yang tidak kokoh. Tidak jarang seseorang menjadi sesat karena angan-angan demikian. Setiap orang harus berusaha mengenali kehendak Allah sebagai dasar untuk menemukan urusan tempat berdiam bagi nafs mereka masing-masing. Ribuan fatwa dari para pemberi fatwa tidak akan dapat menjadikan seseorang dapat mengenali urusan tempat berdiam dirinya bila tanpa disertai keinginan mengenali kehendak Allah selaras dengan kitabullah. Dalam adabnya, seorang syaikh tidak boleh memberitahukan jalan ibadah muridnya karena terkait dengan rasa ubudiyah yang harus ditumbuhkan dalam diri murid sebagai syarat berdiam dalam urusannya.

Tumbuhnya akal hanya terjadi pada hati yang bersih. Setiap orang harus berusaha menggunakan hatinya untuk memahami kehendak Allah. Tidak ada manfaatnya hati bersih tanpa keinginan untuk memahami kehendak Allah. Hanya dengan dzikir kepada Allah maka hati akan merasa tenang, sedangkan kebersihan saja tidak mencukupi bagi qalb. Di sisi lain, bila seseorang tidak memperhatikan dosa-dosa yang hinggap dalam hatinya, dan tidak berusaha menjadikan hatinya bersih, maka pertumbuhan akal akan terganggu. Hati yang bersih akan mengurangi atau menghilangkan distorsi pemahaman terhadap kehendak Allah. Sekalipun rasa berdiam dalam suatu urusan tidak dapat ditumbuhkan dengan fatwa para pemberi fatwa, kehadiran para pembimbing akan sangat bermanfaat dalam membantu seseorang menjaga hati mereka sehingga distorsi pemahaman terhadap kehendak Allah dapat dihindari, dan para pembimbing memudahkan seseorang menemukan urusan tempat berdiam muridnya.

Manakala seseorang tidak dapat merasakan urusan tempat berdiamnya, boleh jadi banyak dosa yang menyebabkan hal demikian. Ada beberapa syarat yang menjadi antara sebelum seseorang memahami urusan Allah tempatnya berdiam. Bersihnya hati menjadi syarat pertama. Kepedulian seseorang terhadap semestanya dan keinginan mengikuti firman Allah akan menentukan kemampuan untuk memahami urusan-Nya. Bila seseorang tidak peduli dengan ayat-ayat Allah, sulit baginya untuk dapat merasakan urusan tempat berdiam dirinya. Hatinya tidak akan tenang tanpa berdzikir kepada Allah dan nafsnya tidak akan menemukan urusan tempatnya berdiam. Tidak boleh ada hijab di antara seseorang terhadap ayat-ayat Allah, karena ayat-ayat Allah itu yang akan memperkuat akalnya dalam mengikuti kehendak Allah.

Pelanggaran Terhadap Hak Manusia (الْبَغْيَ)

Pelanggaran terhadap hak manusia (الْبَغْيَ) merupakan perbuatan melanggar hak manusia, baik dirinya sendiri maupun orang lain. Perempuan atau laki-laki yang melakukan perzinahan dikatakan sebagai pelanggar ( بَغِيّ) karena mereka melanggar hak diri mereka sendiri yang seharusnya diperoleh melalui hubungan pernikahan. Demikian pula orang-orang yang melakukan penyerangan terhadap orang lain hingga orang lain kehilangan haknya disebut sebagai pelanggar (بَغِيّ). setiap perbuatan yang menghilangkan suatu hak dari seseorang disebut pelanggaran terhadap hak manusia (الْبَغْيَ).

Banyak hak manusia yang dapat dilanggar oleh orang lain, baik karena suatu kesalahan atau berdasarkan suatu alasan yang dibenarkan. Yang diharamkan bagi manusia adalah melanggar hak tanpa suatu alasan yang dibenarkan. Misalnya seorang pemegang amr pada saat tertentu mungkin saja dapat melarang umat untuk berbicara sesuatu karena maslahat atau madlarat tertentu, maka hal itu dapat dibenarkan. Dalam hal berbicara, tidak semua pembicaraan menjadi hak manusia. Berbicara salah atau sembarangan bukanlah hak manusia. Hanya berbicara benar saja yang bisa menjadi hak manusia, tetapi hak itu bisa dikendalikan oleh pemegang urusan manakala diperlukan. Dalam beberapa kasus khusus lain, melepaskan hak dari seorang manusia dapat dibenarkan, sedemikian hingga suatu perang boleh dilakukan untuk alasan tertentu yang benar sedangkan perang itu mungkin menyebabkan kematian yang banyak terhadap manusia.

Ada hak yang tidak boleh dilanggar yaitu hak untuk bertaubat. Allah mengungkapkan terjadinya kasus pelanggaran terhadap hak bertaubat bagi umat manusia. Pelanggaran demikian itu tidak mempunyai alasan yang benar untuk dilakukan. Setiap orang berhak untuk menempuh perjalanan kembali kepada Allah sesuai jenjang-jenjang yang dapat mereka capai. Hak taubat ini seringkali dilanggar oleh manusia. Banyak orang yang menghalangi manusia dari jalan Allah dan melanggar hak taubat manusia hingga menjadi bengkok, dan tidak jarang mereka melakukannya dengan merasa mengikuti petunjuk.

Sebagian orang-orang yang bertaubat memperoleh petunjuk tentang jalan Allah yang harus mereka tempuh akan tetapi mereka tidak diperbolehkan melaksanakan petunjuk yang benar itu oleh orang-orang yang menghalangi. Tidak berhenti hanya pada masalah pelarangan itu, mungkin saja petunjuk Allah yang benar kepada orang-orang yang bertaubat itu justru dilanggar oleh suatu kaum sehingga jalan Allah menjadi bengkok. Manusia kemudian mengambil jalan yang bengkok itu menjadi pedoman bagi mereka bukan jalan Allah yang lurus, sedangkan jalan yang lurus itu disia-siakan.

﴾۹۱﴿الَّذِينَ يَصُدُّونَ عَن سَبِيلِ اللَّهِ وَيَبْغُونَهَا عِوَجًا وَهُم بِالْآخِرَةِ هُمْ كَافِرُونَ
(yaitu) orang-orang yang menghalangi (manusia) dari jalan Allah dan menghendaki (supaya) jalan itu bengkok. Dan mereka itul bersikap kufur terhadap hari akhirat (QS Huud : 19)

Menjadikan jalan Allah menjadi jalan yang bengkok merupakan perbuatan melanggar (يَبْغُونَ) hak manusia untuk bertaubat. Jalan Allah yang paripurna adalah jalan yang ditempuh oleh kedua uswatun hasanah Rasulullah SAW dan nabi Ibrahim a.s. kedua insan mulia tersebut menjadi hamba yang didekatkan kepada Allah hingga ufuk alam semesta. Sangat banyak insan lain yang menempuh jalan Allah dengan benar walaupun tidak mencapai ufuk alam semesta. Mereka mengikuti kedua uswatun hasanah hingga kedudukan yang mampu dicapai masing-masing tidak melewati jalan yang keliru. Mereka itu berada di jalan Allah dalam menempuh taubatnya sekalipun tidak mencapai kedudukan yang sama dengan kedudukan kedua uswatun hasanah.

Secara umum, ada jenjang-jenjang perjalanan yang dapat dijadikan tolok ukur jarak perjalanan manusia. Jenjang itu hendaknya dijadikan peta dan pedoman bagi setiap manusia dalam menempuh perjalanan taubat menuju Allah. Jenjang tertinggi adalah fase muqarrabun dimana seorang hamba didekatkan kepada Allah sebagaimana Rasulullah SAW dan nabi Ibrahim a.s dimi'rajkan. Itu sepenuhnya merupakan karunia Allah bagi hamba yang dikehendaki-Nya. Tidak ada manusia yang dapat mengusahakannya. Jenjang tertinggi yang dapat diusahakan oleh setiap manusia di dunia adalah terbentuknya bayt yang diijinkan Allah untuk meninggikan dan mendzikirkan asma Allah di dalamnya, sebagaimana bayt nabi Ibrahim a.s, nabi Ismail a.s dan siti Hajar. Bayt tersebut merupakan basis pelaksanaan fungsi sosial seseorang, di mana seseorang tidak akan mampu melaksanakan dengan baik fungsi sosial yang ditentukan Allah baginya tanpa bayt berupa keluarga. Dari sisi lain, bayt merupakan basis bagi seseorang untuk didekatkan kepada Allah melalui suatu mi’raj dalam ibadahnya kepada Allah. Jenjang prasyarat sebelum terbentuknya bayt adalah fase penemuan tanah suci yang dijanjikan, yaitu pengenalan diri seseorang terhadap penciptaan nafs masing-masing. Dan jenjang awal yang mengawali semua fase taubat adalah pengucapan 2 kalimat syahadat. Banyak hal yang ada di antara masing-masing fase yang akan ditemukan dan diketahui oleh seseorang manakala ia benar-benar menempuh perjalanan taubat kembali kepada Allah.

Membengkokkan arah dan peta perjalanan taubat sebagaimana fase-fase jalan Allah di atas merupakan perbuatan melanggar hak manusia (الْبَغْيَ). Hal ini merupakan salah satu prinsip munculnya pengharaman. Dampak dari perbuatan ini lebih besar daripada menghalangi manusia dari jalan Allah. Menghalangi manusia dari jalan Allah akan menjadikan langkah orang tersebut terhambat atau terhenti pada fase tertentu, sedangkan ia sangat mungkin tidak menyimpang dari jalannya. Demikian pula secara keumatan, kemajuan umat manusia dalam langkah menuju Allah akan terhenti, tidak menyimpang. Bila seseorang melakukan pelanggaran terhadap jalan Allah, bengkoknya jalan Allah akan dapat menyimpangkan banyak umat manusia dari jalan Allah menuju tempat yang tidak diketahui. Akan muncul kekacauan dalam tatanan kemasyarakatan, dan bukan tidak mungkin banyak di antara mereka yang akan tersesat menuju neraka.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar