Pencarian

Senin, 09 Oktober 2023

Bahaya Menyelisihi Kitabullah dan Sunnah

Allah telah mengutus Rasulullah SAW ke alam dunia untuk menjadi tauladan bagi seluruh umat manusia dalam beribadah kepada Allah. Hendaknya seluruh umat manusia mengikuti jejak langkah beliau SAW dengan membentuk akhlak al-karimah dalam melaksanakan ibadah kepada Allah. Dengan mengikuti Rasulullah SAW, seseorang akan menemukan jalan untuk kembali kepada Allah menjadi hamba yang didekatkan.

Rasulullah SAW merupakan tauladan yang dapat mengantarkan umat manusia memperoleh shalawat. Itu merupakan kedudukan tertinggi yang dapat dicapai oleh manusia. Mengikuti Rasulullah SAW akan menjadikan manusia mulia dengan kemuliaan yang sebenarnya.

﴾۳۴﴿هُوَ الَّذِي يُصَلِّي عَلَيْكُمْ وَمَلَائِكَتُهُ لِيُخْرِجَكُم مِّنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ وَكَانَ بِالْمُؤْمِنِينَ رَحِيمًا
Dialah yang memberi shalawat kepada kalian dan para malaikat-Nya (memberi shalawat pula), supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya. Dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman. (QS Al-Ahzaab : 43)

Setiap orang beriman hendaknya berpegang teguh dengan kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW agar dapat membentuk akhlak al-karimah. Manakala seseorang tidak berpegang teguh dengan keduanya, sangat banyak tipuan yang akan menghampiri seseorang dan ia tidak dapat mengenali tipuan itu.

Hal itu lebih ditekankan lagi bagi orang-orang yang menempuh perjalanan taubat kembali kepada Allah. Seorang syaikh menekankan dengan sangat kepada murid-muridnya secara tertulis tentang kemungkinan buruk yang bisa menimpa murid-muridnya, maka hendaknya para murid memperhatikan hal ini.

Ulàh Jiwa ingkàng dàdya               Olah Jiwa yang menjadi

màrga tama, àywa màlih ingkàng rupi    Jalan utama (hendaknya) tak berubah bentuk

ngrusàk mring ummàt Allah             (menjadi) Merusak umat Allah

(SJ Dandanggula : 2)

Hal itu merupakan pesan yang harus diperhatikan para murid terhadap syaikh, ditempatkan pada ayat nomor 2 pada serat utama. Bila seseorang tidak bertakwa dalam perjalanan taubatnya, apa yang diajarkan oleh sang syaikh dapat berubah bentuk menjadi sesuatu yang merusak umat Allah. Hendaknya hal ini benar-benar diperhatikan. Umat yang akan rusak karena orang yang tidak bertakwa dalam taubatnya adalah umat Allah, bukan orang umum atau orang yang jahat.

Terkait pesan ini, sang syaikh banyak menekankan ayat-ayat terkait dengan pertaubatan. Di antara ayat yang sering disampaikan kepada para murid adalah ayat-ayat tentang penggunaan akal. Akal adalah kemampuan seseorang untuk memahami kehendak Allah. Akal merupakan parameter utama perkembangan akhlak manusia dalam mengikuti langkah Rasulullah SAW membina akhlak mulia. Tanpa terbina akal dalam diri seseorang, tidak akan terbina akhlak mulia dalam dirinya. Adab yang tampak menarik bagi orang lain sebenarnya tidak selalu menunjukkan terbentuknya akhlak mulia, sedangkan akhlak mulia lebih ditunjukkan oleh kemampuan seseorang untuk mengartikulasikan petunjuk kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW. Berikut beberapa penekanan yang disampaikan syaikh.

Tertimpa Kotoran

Di antara ayat terkait hal itu adalah ayat berikut :

﴾۰۰۱﴿وَمَا كَانَ لِنَفْسٍ أَن تُؤْمِنَ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ وَيَجْعَلُ الرِّجْسَ عَلَى الَّذِينَ لَا يَعْقِلُونَ
Dan tidak ada seorangpun akan beriman kecuali dengan izin Allah; dan Allah menimpakan kemurkaan kepada orang-orang yang tidak mempergunakan akalnya. (QS Yunus : 100)

Ayat di atas ditujukan kepada orang yang beriman, bahwa keimanan mereka terjadi karena ada izin Allah, maka hendaknya mereka memperhatikan Allah dengan keimanan mereka. Cara memperhatikan yang dituntut dalam ayat di atas adalah agar setiap orang beriman menggunakan akalnya untuk memahami kehendak Allah. Bila orang beriman tidak menggunakan akalnya untuk memahami kehendak Allah, maka Allah akan menimpakan kotoran kepada mereka.

Menggunakan akal merupakan langkah lanjutan dari keimanan. Manakala seseorang memperoleh keimanan, ia harus berusaha menggunakan akalnya untuk memahami kehendak Allah. Upaya itu harus dilakukan dengan mengikuti tuntunan kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW, dimulai dari tatanan syariat yang harus dipenuhi, terus hingga dapat memahami amal-amal yang harus dilakukannya bagi semesta masing-masing sesuai apa yang dipahami dari kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW.

Tanpa usaha menggunakan akal, seorang beriman akan ditimpa kotoran ( الرِّجْسَ). Allah akan menimpakan kotoran kepada orang-orang beriman yang tidak menggunakan akalnya. Dalam istilah para wali, hal itu dikatakan sebagai maskumambang, yaitu emas yang mengambang di air. Tidak ada emas yang dapat mengambang di air kecuali kotoran. Allah akan menimpakan kotoran maskumambang kepada orang-orang beriman yang tidak menggunakan akalnya. Maskumambang tidak hanya terkait dengan keinginan badaniah dan hawa nafsu saja. Terkait akal, ilmu yang tampak bagai sesuatu yang berkilau dalam pandangan manusia boleh jadi hanya merupakan kotoran yang tidak ada artinya. Misalnya ketika membahas detail masalah akal, belum tentu pembahasan itu membuat seseorang menggunakan akalnya. Sikap seseorang yang menjadikan itu sebagai kotoran, bukan ilmu yang salah. Setiap orang beriman harus berusaha memahami kehendak Allah bagi mereka, tidak hanya mengikuti perkataan-perkataan yang disampaikan orang lain.

Sifat kotoran ini sering tidak terlihat oleh yang tidak menggunakan akal, tetapi terlihat bagi orang-orang yang telah berusaha sungguh-sungguh memahami kehendak Allah. Bagi mereka, orang-orang yang hanya mengikuti perkataan orang lain tampak hanya berpegang pada sesuatu yang tidak mempunyai nilai dalam perjalanan taubat kepada Allah. Perkataan yang benar bila tidak dipahami hanya menyerupai beo dan orang yang tidak menggunakan akalnya seringkali bukan hanya membeo perkataan yang benar, akan tetapi tidak jarang mengikuti pula perkataan-perkataan bathil tanpa mempunyai pemahaman bahwa perkataan itu bathil. Atau ketika mendengar suatu perkataan haq, mereka bimbang, tidak memahami atau mungkin mendustakan.

Masalah utama yang mungkin muncul dari tidak menggunakan akal adalah tidak ada langkah mengikuti sunnah Rasulullah SAW membentuk akhlak mulia agar layak hadir di hadirat Allah. Langkah pokok untuk mengikuti sunnah Rasulullah SAW adalah menggunakan akal. Landasan dasar akhlak mulia adalah akal yang memahami kehendak Allah dengan benar sehingga tumbuh adab yang baik dari landasan itu. Banyak manusia berharap untuk dapat hadir di hadirat Allah dengan langkah taubat mereka. Mendekat kepada Allah sebenarnya mempersyaratkan suatu akhlak mulia agar kehadirannya memang layak untuk diijinkan. Kadangkala seseorang tidak memperhatikan keadaan akhlak dirinya terlebih dahulu dan terburu mengusahakan jalan lain untuk dekat kepada Allah. Orang yang akan selamat dalam perjalanannya adalah orang yang mengikuti sunnah Rasulullah SAW membentuk akhlak mulia.

Tidak terbentuknya akal juga akan memunculkan masalah kekacauan dalam memakmurkan bumi. Pemakmuran tidak akan terwujud bila tatanan bumi tidak mengikuti kehendak Allah. Bila manusia mempunyai pikiran yang kuat tetapi akal tidak berusaha memahami kehendak Allah, pikiran itu hanya mengikuti pendapat mereka sendiri tidak terbimbing dengan benar untuk mewujudkan kemakmuran. Suatu langkah kebaikan mungkin akan dieliminasi keburukan yang menyertainya. Lebih buruk lagi, kadang ketika ketika kitabullah menuntun umat manusia menghadapi ancaman, mereka mungkin justru membangun kemegahan-kemegahan tanpa memperhatikan ancaman itu, sedangkan mereka merasa memakmurkan bumi. Umat manusia akan hancur lebur karena musuh bisa menghancurkan mereka dengan mudah.

Kerusakan pada semesta manusia seringkali merupakan perwujudan kerusakan pada nafs mereka. Ketidakmampuan orang-orang beriman untuk menggunakan akal merupakan suatu masalah kerusakan dan sumber kerusakan pada semesta mereka. Dalam kasus kecil, seringkali orang-orang beriman merasa menjadi agen kemajuan bangsa tetapi sebenarnya bahkan tidak dapat melangkah mencapai sasaran personal masing-masing sekalipun. Dalam kasus lebih besar, timbul perasaan sebagai orang besar hingga mereka menghalalkan untuk diri mereka sendiri apa yang diharamkan Allah dan mengharamkan bagi orang-orang lainnya apa yang dihalalkan Allah. Tidak menggunakan akal dalam perkara demikian merupakan pintu kerusakan yang sangat besar bagi umat manusia.

Kesesatan

Ayat lain yang sering dijadikan sorotan sang syaikh terkait dengan kerusakan yang bisa timbul dalam perjalanan taubat adalah tentang tidak bertafaqquh dengan qalb. Bertafaqquh merupakan upaya membentuk pemahaman dan mewujudkan tindakan (hingga tingkatan dzahir) yang tepat dalam upaya mengikuti tuntunan Allah. Tuntunan dalam hal ini tidak terbatas pada aspek-aspek syariah saja. Kitabullah Alquran dan sunnah Rasulullah SAW sebenarnya memberikan tuntunan kepada manusia tentang visi kehidupan yang hakiki dan juga tuntunan amal yang harus diwujudkan untuk mencapai visi tersebut. Orang yang bertafaqquh dengan kitabullah Alquran dan sunnah Rasulullah SAW seharusnya menemukan visi kehidupan mereka dan juga langkah praktis yang harus dilakukan untuk merealisasikan visi tersebut.

﴾۹۷۱﴿وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِّنَ الْجِنِّ وَالْإِنسِ لَهُمْ قُلُوبٌ لَّا يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لَّا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آذَانٌ لَّا يَسْمَعُونَ بِهَا أُولٰئِكَ كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ أُولٰئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ
Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka) Jahannam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (ayat-ayat Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai. (QS Al-Israa’ : 179)

Allah menjadikan kebanyakan kalangan manusia dan jin yang mempunyai hati tetapi tidak digunakan untuk bertafaqquh terhadap ayat-ayat Allah, mempunyai mata tetapi tidak digunakan untuk melihat ayat-ayat Allah, dan mempunyai telinga tetapi tidak digunakan untuk mendengarkan ayat-ayat Allah sebagai isi neraka jahannam. Mereka termasuk orang-orang yang lalai dari nikmat Allah, tidak menggunakan nikmat Allah sebagaimana yang Allah kehendaki, dan kelalaian itu akan menjadikan mereka sebagai ahli neraka.

Barangkali ada sebagian kecil di antara orang-orang demikian tidak menjadi ahli neraka manakala mereka tidak termasuk orang yang lalai, tetapi kebanyakan adalah orang-orang yang lalai. Orang yang menggunakan qalb, mata dan telinga bathin yang diberikan kepada mereka untuk tujuan yang keliru, atau tidak sesuai dengan tuntunan Allah termasuk sebagai ahli neraka. Demikian pula orang-orang yang hanya mengikuti perkataan orang lain dengan meninggalkan ayat-ayat Allah, atau tanpa memperhatikan ayat Allah, semuanya termasuk orang-orang yang lalai tidak menggunakan dengan benar karunia yang diberikan Allah. Setiap orang yang tidak menggunakan pemberian Allah untuk memperhatikan ayat-ayat Allah termasuk sebagai orang-orang yang lalai.

Qalb, mata hati dan telinga bathin merupakan pemberian Allah kepada orang-orang yang dikehendaki sebagai modal untuk memahami kehendak Allah dengan akal mereka. Hal ini dapat diibaratkan sebagai misykat dengan lubang cahaya layaknya kamera yang berfungsi untuk membentuk bayangan cahaya Allah pada fotosensor kamera. Kamera itu harus digunakan untuk membidik objek-objek yang ditentukan, tidak boleh disalahgunakan, dan tidak boleh tidak digunakan untuk hal yang ditentukan. Manakala ada ayat-ayat Allah sampai kepada mereka, hendaknya mereka menggunakan pemberian tersebut untuk memahami ayat-ayat itu, tidak mengabaikannya. Itu adalah batas kelalaian orang-orang yang diberi karunia qalb, mata hati dan telinga bathin. Penyalahgunaan merupakan kelalaian yang lebih besar.

Seorang manusia tidak akan dapat memperhatikan setiap ayat Allah yang dibentangkan pada setiap waktu. Hal ini tidak menghilangkan kewajiban bagi orang beriman untuk memperhatikan ayat Allah yang sampai kepada mereka. Apa yang dapat dipahami oleh akalnya-lah yang wajib diperhatikan oleh setiap manusia. Ia harus memperhatikan ayat-ayat yang tiba kepadanya dan dipahaminya walaupun hanya sedikit atau samar-samar, dan kemudian disertai usaha memfokuskan gambar yang dapat terbentuk pada akalnya berdasarkan ayat pada kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW. Seringkali seseorang memandang kauniyah secara buram, kemudian mengikuti waham atau perkataan manusia yang menambah buram pandangannya terhadap ayat kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW, maka hal itu berarti tidak menggunakan karunia untuk hal yang ditentukan. Setiap orang hendaknya mengusahakan penjelasan yang lebih baik untuk akal masing-masing, tidak sembarang memilih penjelasan.

Sasaran pokok yang harus diperhatikan dalam menggunakan karunia Allah adalah menemukan jalan untuk menyatukan diri dengan urusan Rasulullah SAW, berupa urusan yang tertera dalam kitabullah dan sunnah beliau SAW. Pertumbuhan akal hendaknya berarah menyatu dengan urusan Rasulullah SAW, tidak merambah arah yang tidak jelas. Sekalipun bila tumbuh akalnya, syaitan dengan mudah dapat bertengger pada salah satu cabang akal yang tidak menyatu arahnya. Hal demikian sama saja seperti orang yang mengikuti waham atau perkataan orang lain, tetapi dalam hal ini lebih berat yaitu mengikuti perkataan syaitan. Pertumbuhan akal yang menyimpang dari kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW ini dapat menimbulkan masalah bid’ah, suatu kesesatan yang sulit dikenali kesesatannya oleh umat manusia. Bahkan Rasulullah SAW kelak akan berusaha menyelamatkan, akan tetapi berubah manakala mengetahui bid’ah mereka.

Penyatuan arah pertumbuhan akal ini merupakan upaya memahami (يَفْقَهُونَ). Pengenalan diri seseorang terhadap nafs adalah pengenalan kedudukan diri dalam urusan Rasulullah SAW, dan hal ini tidak terjadi kecuali seseorang dapat memahami (يَفْقَهُونَ) ayat-ayat Allah. Pengenalan diri seseorang terhadap amal-amal yang ditentukan baginya merupakan turunan dari pengenalan dirinya terhadap nafs, tetapi baru pengenalan pada ketentuan jasmani saja, belum mengenal nafs. Orang yang dikatakan mengenal rabb-nya adalah orang yang mengenal nafs berupa kedudukan diri dalam urusan Rasulullah SAW, bukan hanya mengenal amal yang ditentukan baginya.

Setiap syaikh bertanggung jawab membina murid-muridnya untuk dapat menyatu dengan urusan Rasulullah SAW. Barangkali seorang syaikh mempunyai tanggung jawab sebagian dari semua langkah penyatuan yang diperlukan, tetapi harus dilakukan dengan benar-benar memperhatikan apa yang menjadi tanggung jawabnya. Sebagian dari apa yang disampaikan sang syaikh merupakan bentuk-bentuk penjagaan yang harus disampaika kepada murid-muridnya agar tidak tidak salah tumbuh atau justru menimbulkan kerusakan bagi umat Allah, maka hendaknya para murid benar-benar memperhatikan sang syaikh. Dengan memperhatikan pesan sang syaikh, seorang murid akan dapat tumbuh akalnya dan terjaga dari kesesatan yang mungkin terjadi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar