Pencarian

Minggu, 05 Februari 2023

Membina Persaudaraan Orang Beriman

Allah menjadikan orang-orang beriman yang bertaubat kembali kepada-Nya sebagai orang-orang yang bersaudara. Hati orang-orang beriman yang dijadikan bersaudara tersebut tersusun pada tempat-tempat tertentu sesuai dengan kehendak Allah, berada pada urusan jamaah mengikuti Rasulullah SAW. Mereka telah berhijrah dari tepi jurang neraka mengikuti Rasulullah SAW untuk dekat kepada Allah, dan Allah menunjukkan kedudukan mereka masing-masing agar dapat terus mengikuti Rasulullah SAW. Dengan keadaan demikian, mereka itu menjadi orang-orang yang benar-benar bersaudara. Mereka itulah al-mukminun yang sesungguhnya.

Mereka mengetahui arti bersaudara berdasarkan kasih sayang yang tumbuh dalam hati mereka. Dengan kasih sayang itu mereka menyayangi orang-orang lain terutama orang-orang yang beriman. Dengan rasa persaudaraan itu mereka diperintahkan Allah untuk melakukan perbaikan hubungan di antara dua saudara yang berselisih, dengan upaya di atas dasar ketakwaan kepada Allah. Upaya mengishlahkan di atas dasar ketakwaan itu akan mendatangkan rahmat Allah bagi mereka.

﴾۰۱﴿إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
Sesungguhnya orang-orang beriman itu bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu mendapat rahmat.(QS Al-Hujuraat : 10)

Orang yang mengerti arti persaudaraan itulah yang mengetahui jalan penyusunan hati. Karena itu mereka diperintahkan untuk menyeru orang lain menuju ishlah. Orang-orang beriman yang berselisih keadaan mereka adalah orang-orang yang terjebak dalam perspektif masing-masing. Jalan untuk menyusun hati-hati itu hanyalah di atas ketakwaan. Manakala seseorang tidak mengerti ketakwaan, mereka tidak akan dapat menyusun hati untuk bersaudara. Ia harus dapat mengerti kedua sudut pandang masalah saudara-saudara mereka yang berselisih secara adil. Bila seseorang terjebak untuk berpihak pada perspektif salah satu pihak yang berselisih, mereka hanya akan menambah intensitas perselisihan.

Perselisihan pada dasarnya terjadi karena ada perbedaan cara pandang terhadap objek masalah yang sama. Perselisihan tidak terjadi pada orang-orang yang berkiprah pada objek masalah yang berbeda, kecuali pada hawa nafsu orang-orang yang terhasut. Manakala kedua pihak tidak mempunyai cara pandang yang sama, potensi perselisihan itu dapat muncul. Bila salah satu atau kedua pihak tidak dapat menerima cara pandang pihak lainnya, maka terjadilah perselisihan.

Pada sebagian kasus, perselisihan terjadi bukan karena kedua pihak tidak dapat menerima cara pandang pihak lainnya, tetapi terjadi karena hasutan di antara mereka. Kadangkala ada syaitan yang menggerakkan hasutan itu, dan kadangkala ada orang-orang lain yang terhasut hawa nafsunya mencampuri urusan di antara keduanya, maka perselisihan itu terus terjadi. Ketika dua pihak yang berselisih mencapai keadaan yang sama, mengetahui dan bersepakat untuk menempuh jalan yang sama, syaitan dan orang-orang yang terhasut melakukan upaya untuk merusak ishlah di antara dua pihak yang berselisih. Dalam kasus demikian, orang-orang yang terhasut itu sebenarnya telah mengikuti langkah-langkah syaitan.

 

Penghalang Persaudaraan dan Ishlah

Penghinaan

Terkait persaudaraan dan penyelesaian perselisihan, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan agar persaudaraan terbentuk dengan baik dan perselisihan benar-benar dapat tuntas dan tercapai ishlah yang sepenuhnya, yaitu masalah penghinaan dan laqab keburukan, serta prasangka. Hal-hal ini dapat menjadi api dalam sekam yang menyebabkan perselisihan kembali terjadi, dan seringkali ishlah tidak benar-benar terjadi manakala hal-hal tersebut tidak diperhatikan. Tidak hanya ketika ishlah, hal-hal di atas dapat mengobarkan perselisihan tanpa perselisihan sebelumnya

Allah melarang orang-orang beriman untuk saling merendahkan. Suatu kaum laki-laki di antara orang beriman tidak boleh menganggap hina kaum laki-laki yang lain. Demikian pula suatu kaum perempuan beriman tidak boleh merendahkan kaum beriman yang lain atau menganggapnya hina. Orang beriman tidak boleh memandang tercela diri mereka dan tidak boleh memberikan predikat yang buruk di antara mereka.

﴾۱۱﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِّن قَوْمٍ عَسَىٰ أَن يَكُونُوا خَيْرًا مِّنْهُمْ وَلَا نِسَاءٌ مِّن نِّسَاءٍ عَسَىٰ أَن يَكُنَّ خَيْرًا مِّنْهُنَّ وَلَا تَلْمِزُوا أَنفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الْإِيمَانِ وَمَن لَّمْ يَتُبْ فَأُولٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.(QS Al-Hujuraat : 11)

Penghinaan merupakan perbuatan yang lahir dari kesombongan seseorang terhadap orang lainnya, perbuatan dosa yang dapat merusak hubungan antar manusia dan merusak persaudaraan di antara orang-orang beriman. Buruknya bentuk perbuatan demikian melebihi akhlak iblis, karena iblis hanya mempertanyakan kedudukan penciptaan mereka terhadap manusia tanpa perbuatan merendahkan makhluk-Nya. Dalam kebanyakan kasus, orang yang melakukan penghinaan sebenarnya tidak lebih baik dari orang yang dihina, dan dari sudut pandang agama sangat jarang kasus orang yang menghina lebih baik daripada yang dihina.

Perbuatan demikian apabila dilakukan oleh seorang beriman kepada orang beriman lain akan menyebabkan terbentuknya celah batin yang memisahkan kedua orang tersebut. Tidak ada manfaat yang diperoleh oleh seseorang dengan melakukan penghinaan kepada orang lain. Bila yang dihina dari kalangan orang yang mengikuti hawa nafsu, maka akan muncul kemarahan dan mungkin dendam yang merugikan orang yang menghina. Bila dari kalangan yang berakhlak mulia, pancaran kesombongan yang terpapar pada seseorang akan membuat ia merasa enggan untuk berdekatan dengan orang yang menghina. Hanya dampak negatif yang akan kembali kepada orang yang menghina.

Terkait dengan ishlah yang harus dilakukan di antara dua orang beriman, suatu penghinaan akan meninggalkan suatu ganjalan masalah yang menghambat terbentuknya ishlah, yang menghalangi kedua pihak untuk dapat menyatu sebagai saudara. Manakala kedua pihak telah mendekatkan celah pemisah dengan saling memaafkan, objek penghinaan yang pernah terjadi akan tetap menimbulkan suatu pertanyaan bagi masing-masing pihak terutama yang dihina. Ada perbedaan yang sangat jauh di antara kedua pihak dalam perkara objek penghinaan, dan perbedaan itu akan menjadi sumber perasaan gamang untuk bersama-sama. Hal itu menyebabkan keretakan persaudaraan di antara orang beriman.

Seringkali hal ini tidak dapat ditangani sendiri oleh kedua pihak yang berselisih, karena perbincangan ke arah objek itu tentu akan melibatkan emosi yang kuat. Orang beriman diperintahkan untuk mengishlahkan saudara seiman mereka di antaranya karena adanya masalah demikian. Tanpa masalah demikian, pengishlahan selalu perlu dilakukan di antara orang beriman yang berselisih. Dalam hal ini, pengishlahan harus dilakukan dengan memperhatikan tercapainya keselarasan pandangan kedua pihak dalam perkara objek penghinaan tersebut untuk mengikuti sunnah Rasulullah SAW kembali kepada Allah. Penyelesaian masalah di antara dua pihak tanpa mengembalikan kepada jalan Allah bukanlah keberhasilan.

Prasangka

Pada tingkatan lebih rendah, prasangka merupakan batas antara dosa dan tidak berdosa yang mempengaruhi terbentuknya persaudaraan. Sebagian besar prasangka merupakan dosa, dan hanya sebagian kecil prasangka tidak merupakan dosa. Perbuatan dosa akan merusak persaudaraan di antara orang-orang beriman. Penghinaan kepada orang lain seringkali terjadi karena seseorang tidak menggembalakan prasangkanya untuk menjadi lebih baik. Demikian pula orang mencari kesalahan orang lain dan berghibah karena prasangka.

﴾۲۱﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِّنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَب بَّعْضُكُم بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَن يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَّحِيمٌ
Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan prasangka, karena sebagian dari prasangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang. (QS Al-Hujuraat : 12)

Setiap orang diberi bekal kemampuan untuk berpikir. Itu merupakan bayangan di raga dari kecerdasan yang terdapat pada nafs mereka. Kedua kecerdasan pada setiap diri tersebut harus dibina untuk dapat memahami ayat-ayat secara solid dan benar. Kemampuan seseorang untuk berpikir berdasarkan fakta yang benar akan membuat nafs mereka mempunyai kemampuan untuk memahami kebenaran, dan sebaliknya bila seseorang menyusun kerangka berpikirnya tanpa landasan fakta yang benar, maka nafs mereka juga akan tumbuh memahami kebenaran secara mengambang.

Setiap orang harus berusaha menyusun metode berpikir yang benar agar nafs mereka tumbuh berkembang. Setiap orang akan selalu menghadapi masalah prasangka dalam pikiran mereka. Dalam kehidupan, tidak mudah untuk mendapatkan seluruh fakta yang dijadikan landasan berpikir. Ketika mengetahui suatu fakta, sebenarnya seseorang hanya menemukan bagian dari fakta. Sebagian boleh jadi tidak benar manakala berbicara, maka pengakuan seseorang belum tentu merupakan fakta yang benar. Seseorang baru dikatakan benar-benar memperoleh fakta manakala menemukan fakta kauniyah selaras dengan ayat Alquran. Dengan keadaan demikian, beberapa jenis prasangka tidaklah menjadi dosa bagi seseorang untuk dijadikan landasan berpikir. Walaupun mengetahui hanya sebagian dari fakta, suatu hal yang dipikirkan oleh seseorang tidak dikatakan sebagai prasangka.

Prasangka yang membawa dosa sangat mudah ditemukan dalam hubungan sosial. Suatu prasangka yang memancing seseorang untuk bertindak mencari-cari kesalahan orang lain dan membicarakan keburukan orang lain merupakan prasangka yang membawa dosa. Seseorang tidak boleh terseret pada sikap mencari keburukan orang lain dan memancing atau terpancing ghibah terhadap orang lain. Hendaknya mereka menimbang bobot prasangka mereka dalam kebenarannya, menemukan kebaikan pada prasangka itu, dan mengetahui manfaat prasangka mereka, maka mereka mungkin dapat terhindar dari prasangka yang membawa dosa. Bila tidak menimbang kebenaran, kebaikan dan manfaatnya, sangat mudah bagi seseorang terjatuh pada prasangka yang membawa dosa.

Sebagaimana penghinaan, orang yang berprasangka dengan dosa seringkali memandang diri mereka lebih baik daripada orang-orang yang mereka prasangkai. Seringkali keburukan yang ada dalam pikiran sebenarnya merupakan keburukan sendiri, bukan benar-benar keburukan objeknya, atau setidaknya keburukan sendiri yang bercampur dengan keburukan pada objeknya. Manakala suatu pembicaraan berdasarkan prasangka diarahkan untuk menjadi cermin, orang yang berprasangka akan merasa tidak nyaman dengan pembicaraan itu. Hal itu menunjukkan bahwa prasangka yang diikutinya merupakan dosa.

Suatu prasangka dengan dosa seringkali terjadi karena kurangnya pengenalan atau kedekatan seseorang kepada orang lainnya, kemudian mengambil kesimpulan tentang sahabatnya secara tergesa-gesa. Hal ini merupakan dorongan hawa nafsu yang harus dikendalikan. Setiap orang harus dapat memahami sahabatnya dengan benar. Proses pemahaman ini akan sangat dipengaruhi dengan keadaan diri masing-masing orang. Setiap keberadaan keinginan dalam diri seseorang akan mempengaruhi proses penilaiannya terhadap orang lain, hingga kadangkala menutup pandangan dari adanya kebaikan pada sahabatnya. Orang yang bersih jiwanya akan mudah memandang orang lain dengan kebaikan. Dalam pergaulan, setiap orang hendaknya berusaha melihat kebaikan yang ada pada diri sahabatnya, dan berusaha memberikan apa yang baik bagi sahabatnya, dan berusaha untuk memahami sahabatnya tidak memberikan prasangka tentang suatu keburukan dengan tergesa-gesa tanpa suatu keinginan untuk memberikan kebaikan bagi sahabatnya.

Sebagaimana penghinaan, prasangka menjadikan persaudaraan di antara orang-orang beriman tidak terbina dengan utuh. Setiap orang beriman hendaknya menggembalakan prasangka yang ada pada diri mereka hingga prasangka mereka tidak menimbulkan dosa dan kerusakan pada persaudaraan orang-orang beriman. Salah satu pertanda benarnya perjalanan seseorang mendekat kepada Allah adalah membina persaudaraan bersama orang-orang beriman. Tanpa membina persaudaraan, seorang beriman pada dasarnya masih berada di tepi jurang neraka, belum berjalan mendekat kembali kepada Allah.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar