Pencarian

Kamis, 16 Februari 2023

Mengharap Rahmat Allah

Allah memberikan perintah kepada Rasulullah SAW untuk memberikan salam kepada orang-orang beriman kepada ayat-ayat Allah yang datang kepada beliau SAW, dan menjelaskan kepada mereka bahwa Allah telah menetapkan atas diri-Nya rahmat berupa ampunan dan kasih sayang bagi orang-orang yang bertaubat dan mengadakan perbaikan setelah mengerjakan perbuatan yang buruk.

﴾۴۵﴿وَإِذَا جَاءَكَ الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِآيَاتِنَا فَقُلْ سَلَامٌ عَلَيْكُمْ كَتَبَ رَبُّكُمْ عَلَىٰ نَفْسِهِ الرَّحْمَةَ أَنَّهُ مَنْ عَمِلَ مِنكُمْ سُوءًا بِجَهَالَةٍ ثُمَّ تَابَ مِن بَعْدِهِ وَأَصْلَحَ فَأَنَّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
Apabila orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami itu datang kepadamu, maka katakanlah: "Salaamun ‘alaikum. Tuhanmu telah menetapkan atas diri-Nya kasih sayang, (yaitu) bahwasanya barang siapa yang berbuat kejahatan di antara kamu lantaran kejahilan, kemudian ia bertaubat setelah mengerjakannya dan mengadakan perbaikan, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.(QS Al-An’aam : 54)

Ayat tersebut merupakan perintah Allah kepada Rasulullah SAW terhadap orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Allah dan datang kepada beliau SAW. Perintah demikian itu juga akan diikuti oleh orang-orang yang mengikuti Rasulullah SAW dengan sebenarnya. Hal demikian akan terjadi walaupun seandainya mereka tidak mengetahui ayat ini. Walaupun sebuah perintah, sebenarnya ada sebuah latar belakang kegembiraan dalam hati mereka yang menjadikan orang-orang yang mengikuti Rasulullah SAW akan bergembira menyambut orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Allah dan datang kepada Rasulullah SAW.

Yang dimaksud ayat di atas sebagai orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Allah adalah orang-orang yang dapat melihat kebenaran ayat-ayat yang disampaikan kepada mereka melampaui hijab diri mereka, bukan orang-orang yang sekadar mengikuti. Mereka dapat melihat kebenaran menembus hijab, mengetahui kebenaran itu dengan hatinya tanpa terhalang hijab yang mungkin terbentang dalam dirinya menutupi kebenaran ayat-ayat Allah. Sebagian besar pengikut Rasulullah SAW sebenarnya terhijab dari ayat-ayat yang disampaikan kepada mereka walaupun kebenaran itu terang dibacakan kepada mereka, dan hijab itu barangkali hanya sebuah hijab yang tipis. Hanya sedikit orang yang dapat mengenali kebenaran di balik hijab, maka mereka yang datang kepada Rasulullah SAW itulah yang diperintahkan kepada Rasulullah SAW untuk diberi ucapan salam beliau SAW.

﴾۳۵﴿وَكَذٰلِكَ فَتَنَّا بَعْضَهُم بِبَعْضٍ لِّيَقُولُوا أَهٰؤُلَاءِ مَنَّ اللَّهُ عَلَيْهِم مِّن بَيْنِنَا أَلَيْسَ اللَّهُ بِأَعْلَمَ بِالشَّاكِرِينَ
dan demikianlah telah Kami uji sebahagian mereka dengan sebahagian lain, supaya mereka berkata: "semacam inikah orang-orang di antara kita yang diberi anugerah Allah kepada mereka?" (Allah berfirman): "Tidakkah Allah lebih mengetahui tentang orang-orang yang bersyukur (kepada-Nya)?" (QS Al-An’aam : 53)

Kebanyakan orang yang mengikuti Rasulullah SAW akan terhijab dari ayat-ayat Allah karena adanya hijab yang menutupinya. Di antara mereka akan memandang rendah kepada kebenaran ayat-ayat Allah bahkan dengan mengatakan : "semacam inikah orang-orang di antara kita yang diberi anugerah Allah kepada mereka?". Mereka memandang rendah orang yang menyampaikan kebenaran sekalipun orang itu adalah sahabat mereka sendiri, karena menilai sahabat itu tidak mempunyai sesuatu yang layak untuk diikuti. Mereka tidak melihat kebenaran ayat-ayat yang disampaikan karena barangkali ada suatu keinginan yang tidak ditemukan pada orang yang menyampaikan kebenaran itu. Sebagian orang islam yang terhijab mengucapkan perkataan itu dengan jelas secara langsung, dan sebagian orang mengambil sikap berdiam akan tetapi tidak mengambil kebenaran yang sampai kepada mereka. Tidaklah mereka itu termasuk dalam kelompok orang yang datang kepada Rasulullah dalam keadaan beriman kepada ayat-ayat Allah sehingga layak memperoleh ucapan salam dari Rasulullah SAW. 

Rasulullah SAW dan orang-orang yang mengikuti akan bergembira dan menyampaikan salam kepada orang-orang yang datang kepada beliau SAW dengan beriman kepada ayat-ayat-Nya tanpa terhijab oleh berbagai macam hijab dari keinginan mereka sendiri. Kadangkala kegembiraan Rasulullah SAW (atau pengikut beliau SAW) yang demikian itu hanya terjadi setengah-setengah atau tidak terjadi sepenuhnya, yaitu manakala terdapat sikap kufur terhadap nikmat Allah pada orang yang datang. Manakala seseorang beriman pada kebenaran ayat-ayat Allah, hendaknya mereka mengikuti keimanan itu dengan sikap merasa senang terhadap ketentuan Allah yang ditetapkan bagi mereka dan mengikuti ketetapan itu agar ia memperoleh sarana berdzikir meninggikan asma Allah. Bila seseorang tidak menyukai ketentuan Allah terhadap dirinya, atau masih berkeinginan berpaling pada suatu hijab yang disukainya, maka sebenarnya keimanan itu belum terjadi sepenuhnya. Hendaknya seseorang mengikuti kebenaran ayat-ayat Allah dengan penuh rasa syukur untuk mendzikirkan asma Allah. Allah Maha Mengetahui orang-orang yang bersyukur kepada-Nya.

Taubat dan Memperbaiki Keadaan

Orang-orang yang demikian itulah yang dikatakan orang dengan keimanan terhadap ayat-ayat-Nya. Bila ia datang kepada Rasulullah SAW, ia layak diberi ucapan salam oleh Rasulullah SAW. Allah telah menetapkan rahmat bagi diri-Nya terhadap orang-orang demikian, dengan berbagai kondisi yang harus ditaati orang tersebut. Apabila mereka berbuat suatu keburukan karena kebodohan mereka, maka mereka kembali bertaubat dan melakukan perbaikan terhadap segala hal yang terkait dengan hal buruk yang telah dikerjakannya. Bila mereka bertaubat dan melakukan perbaikan, maka Allah akan menampakkan bagi mereka bahwa Dia Maha Pengampun dan Maha Penyayang.

Taubat adalah kembali kepada Allah mengikuti sunnah Rasulullah SAW untuk menjadi dekat kepada-Nya. Orang yang mengikuti Rasulullah SAW tetapi berbuat buruk mengikuti hawa nafsu mereka sebenarnya telah terlupa dari jalan mengikuti sunnah Rasulullah SAW. Bila mereka terus mengikuti hawa nafsu, mereka telah menyimpang dari langkah mengikuti Rasulullah SAW. Segala amal yang bertentangan dengan kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW merupakan amal yang bersumber dari hawa nafsu, baik karena hawa nafsu itu sendiri atau karena ada syaitan yang menghembuskan ke dada orang tersebut. Bila mereka kembali mengikuti tuntunan kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW maka mereka itu kembali kepada jalan taubat.

Seringkali seseorang terjatuh pada perbuatan buruk. Banyak akibat buruk yang terjadi mengikuti perbuatan buruk. Bila ia terus berbuat buruk itu tanpa menyadarinya, semakin banyak perbuatan buruk yang dilakukan dan semakin besar dan banyak sumber keburukan yang menjadi penyebabnya. Bila seseorang menyadari perbuatan buruknya dan menghentikannya, ia bisa membiarkan perbuatan buruknya terus menimbulkan akibat buruk atau ia bisa melakukan perbaikan atas perbuatan buruknya hingga selanjutnya tidak menimbulkan akibat buruk yang lebih banyak. Ketetapan rahmat Allah akan berlaku bagi orang yang menghentikan perbuatan buruknya dan melakukan perbaikan atas perbuatan buruk yang pernah dilakukannya.

Perbaikan terhadap perbuatan buruk seringkali menguras banyak tenaga dan membutuhkan kekuatan mental yang besar. Akan lebih mudah bagi seseorang untuk berharap rahmat Allah dengan mengupayakan ketaatan sepenuhnya kepada Allah, akan tetapi setiap manusia akan terjatuh dalam kesalahan. Barangkali Allah menghendaki agar setiap manusia untuk mempunyai kekuatan untuk memperbaiki akibat buruk dari perbuatannya. Hendaknya manusia selalu berharap kepada Allah agar menjaga dirinya dari hawa nafsunya sendiri. Harapan ini hendaknya dilakukan dengan hatinya, tidak hanya dengan kata-kata sedangkan ia sebenarnya merasa yakin sepenuhnya dengan kekuatan dirinya untuk menjadi hamba Allah. Orang yang terhijab terhadap kebenaran ayat Allah pada dasarnya juga mempunyai keyakinan pada kekuatan dirinya untuk menjadi hamba Allah, tidak mengandalkan Allah dan apa yang Dia turunkan secara haq, dan barangkali tidak menyadari bahwa Allah menurunkan penjelasan ayat-Nya melalui hamba yang dikehendaki-Nya.

Rahmat Allah dan Jalan Pendosa

Pendustaan terhadap ayat Allah oleh orang-orang muslim sebenarnya adalah jalan untuk masuk pada golongan para pendosa. Ketika seorang muslim tidak dapat memahami suatu kebenaran yang disampaikan kepada mereka, maka mereka akan terseret oleh waham-waham mereka. Apa yang mereka perbuat tidak mempunyai tuntunan pada kebenaran dan waham yang mereka ikuti itu akan mengarahkan mereka kepada dosa-dosa. Mereka mengira bahwa apa-apa yang mereka perbuat merupakan kebaikan, sedangkan kebaikan yang diturunkan Allah telah mereka tinggalkan tidak mereka ikuti.

﴾۵۵﴿وَكَذٰلِكَ نُفَصِّلُ الْآيَاتِ وَلِتَسْتَبِينَ سَبِيلُ الْمُجْرِمِينَ
Dan demikianlah Kami terangkan ayat-ayat Al-Quran, dan supaya jelas jalan orang-orang yang berdosa.(QS Al-An’aam : 55)

Ayat tersebut berbicara tentang dua hal, yaitu penjelasan ayat-ayat Allah dan jalan orang-orang yang berdosa. Penjelasan ayat Allah adalah tentang rahmat Allah bagi orang-orang yang beriman kepada ayat Allah dan datang kepada Rasulullah SAW. Jalan orang yang berdosa yaitu orang-orang muslim yang akan terjatuh pada golongan para pendosa karena mengikuti hijab waham mereka tidak mengikuti ayat-ayat Allah.

Rahmat Allah akan diberikan kepada orang yang datang kepada Rasulullah SAW setelah keimanan mereka. Komitmen kepada Rasulullah SAW berdasarkan keimanan kepada ayat-ayat Allah merupakan batas yang harus dilalui orang-orang yang mengharapkan rahmat Allah. Orang yang beriman kepada ayat Allah tetapi tidak datang memberikan komitmen kepada Rasulullah SAW berdasarkan keimanan mereka tidak termasuk dalam kelompok yang akan memperoleh rahmat Allah. Orang yang memberikan komitmen kepada Rasulullah SAW tanpa keimanan kepada ayat Allah tidak pula termasuk dalam kelompok yang telah benar dalam berharap rahmat Allah, karena komitmen mereka boleh jadi kosong dari syarat yang harus dipenuhi. Manakala mereka melanggar tuntunan Rasulullah SAW, barangkali mereka hanya akan membanggakan komitmen mereka kepada Rasulullah SAW tidak berusaha menemukan dan mengikuti jalan yang diturunkan Allah secara haq.

Ayat ini berlaku secara abadi walaupun Rasulullah SAW telah meninggal dunia. Datang kepada Rasulullah SAW dapat dilakukan dengan mendatangi al-jamaah yang mengetahui urusan Rasulullah SAW untuk ruang dan jaman mereka berupa amr jami’. Tidak seluruh pengetahuan Rasulullah SAW mereka ketahui, akan tetapi apa yang mereka ketahui dari sunnah Rasulullah SAW benar. Mereka akan menyambut gembira orang-orang yang datang kepada Rasulullah SAW dengan keimanan, bukan karena datang kepada mereka, tetapi karena komitmen untuk mengikuti Rasulullah SAW bersama-sama. Mereka tidak ingin diikuti kecuali ketika bersama-sama dalam urusan Rasulullah SAW. Mereka bukan orang yang ingin terlihat megah, dan kebanyakan manusia dan kaum muslimin akan memandang mereka sebagai orang-orang yang lemah hingga barangkali akan bertanya : semacam inikah orang-orang di antara kita yang diberi anugerah Allah kepada mereka?. Boleh jadi mereka mempunyai sifat polos tidak mempunyai bermacam kemampuan karena takut kepada Allah, termasuk kemampuan memahami orang lain kecuali apa yang sampai pada mereka. Hanya saja mereka mempunyai komitmen yang kuat pada kebenaran ayat-ayat Allah.

Terkait dengan batas komitmen, kurang dari batas itu seorang muslim akan berada pada jalan orang-orang yang berdosa. Barangkali mereka belum termasuk dalam golongan orang-orang berdosa, akan tetapi sangat besar kemungkinan mereka akan berjalan ke arah yang keliru hingga mereka termasuk dalam golongan orang-orang yang berdosa. Kalaupun tidak berubah menjadi pendosa, mereka tidak memperoleh pijakan yang kuat dalam agamanya. Kepada muslim demikian, ayat yang lebih tepat disampaikan bukan tentang mengharapkan rahmat Allah dalam kategori khusus, tetapi hendaknya mereka mencari jalan keimanan dan cara bersyukur kepada Allah. Itu adalah sasaran yang lebih dekat dan lebih mudah untuk dicapai. Ketika berbicara tentang rahmat Allah secara khusus, barangkali pembicaraan itu hanya akan dipahami oleh hawa nafsu mereka. Mereka harus menyadari tentang syarat yang harus dipenuhi untuk mengharapkan rahmat Allah, atau hanya angan-angan tentang rahmat Allah yang akan terbangkitkan dalam nafs mereka.

Ayat di atas menyatukan kedua objek pembicaraan dalam satu ayat. Kaum muslimin hendaknya mencari kedua hal tersebut sekaligus, tidak memisahkan kedua tujuan tanpa suatu keterkaitan. Kedua objek pembicaraan tersebut merupakan dua hal yang terkait erat dan bersambung, dan setiap orang yang membacanya hendaknya mengukur diri dengan sesuatu yang jelas berdasarkan kedua ayat yang mendahuluinya. Kedua ayat tentang dua objek itu dibuat terpisah agar seseorang mengetahui keadaan diri secara jelas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar