Pencarian

Senin, 30 Januari 2023

Membina Bashirah dan Pendengaran Hati

Allah telah memberikan kepada setiap manusia bekal pada nafs mereka, yang harus digunakan untuk menempuh perjalanan kembali kepada Allah dengan bertaubat berupa penglihatan, pendengaran dan hati. Dengan bekal-bekal tersebut setiap orang dapat menempuh perjalanan mendekat kepada Allah dengan baik dan benar. Sebagian besar manusia memalingkan wajahnya dari tujuan kehidupan yang benar hingga bekal-bekal tersebut terkubur oleh hawa nafsu mereka. Sebagian orang berusaha menempuh jalan tazkiyatun nafs sehingga mereka dapat merasakan keberadaan bekal-bekal tersebut dalam nafs mereka.

Keberadaan hati, mata, dan telinga merupakan modal yang harus digunakan dengan benar, tidak boleh diabaikan dan tidak boleh diperalat untuk kepentingan yang keliru. Hati harus digunakan untuk memahami ayat-ayat Allah, mata harus digunakan untuk melihat visi-visi yang diturunkan Allah bagi umat manusia, dan telinga harus digunakan untuk mendengarkan seruan-seruan untuk kembali. Manakala seseorang tidak mempergunakan dengan benar, maka mereka akan tersesat lebih jauh daripada orang-orang yang tidak mempunyai mata hati, telinga hati dan qalb.

﴾۹۷۱﴿وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِّنَ الْجِنِّ وَالْإِنسِ لَهُمْ قُلُوبٌ لَّا يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لَّا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آذَانٌ لَّا يَسْمَعُونَ بِهَا أُولٰئِكَ كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ أُولٰئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ
Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi) neraka Jahannam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat, dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar. Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai. (QS Al-A’raaf : 179)

Tidak menggunakan dengan benar dapat berupa tidak menggunakan, atau menggunakan dengan keliru. Pada dasarnya sangat sedikit orang yang tidak menggunakan indera-indera mereka manakala mereka memilikinya, maka hal yang benar-benar diupayakan oleh setiap manusia adalah menggunakannya dengan cara yang benar. Bila mata, telinga dan hati itu digunakan untuk tujuan yang salah, maka semua bekal itu akan menyesatkan manusia hingga kesesatan yang sangat jauh, melebihi kesesatan orang-orang yang mengikuti hawa nafsu mereka. Setiap orang harus berusaha menggunakannya dengan benar, mulai dari mengikuti kebenaran yang sedikit hingga akhirnya dapat mengikuti kebenaran sepenuhnya.

Suatu konstruk pengetahuan yang benar dapat dibina seseorang manakala ia membuka telinganya untuk mendengar ajaran-ajaran kebenaran. Kebanyakan manusia tidak mempunyai pengetahuan tanpa memperoleh ajaran kebenaran. Pada kasus lain, bila seseorang mengungkung diri dalam suatu batasan ajaran tanpa membina pengetahuan yang benar, maka tidak akan tumbuh konstruk pengetahuan yang benar. Konstruk pengetahuan yang benar akan menjadikan seseorang dapat melihat kebenaran-kebenaran yang terhampar di sekitar mereka. Tanpa konstruk pengetahuan yang benar, sulit bagi seseorang untuk dapat melihat kebenaran-kebenaran yang diturunkan Allah di sekitar mereka. Tanpa melihat kebenaran-kebenaran yang digelar Allah di sekitar mereka, manusia tidak akan mempunyai wawasan dalam kehidupan, dan hal demikian itu merupakan kebutaan.

Manakala seseorang mendengar suatu ajaran baru tentang kebenaran, hendaknya mereka membuka telinga terhadap ajaran-ajaran tentang kebenaran itu tidak menutup telinga mereka. Mereka boleh menolaknya bila ajaran itu benar-benar salah, atau boleh menyimpannya sementara tanpa menghubungkannya dengan konstruk pengetahuannya yang telah ada manakala ia tidak melihat kesalahan tetapi tidak mengetahui kedudukan ajaran itu, atau mereka bisa menggunakan ajaran baru tersebut untuk mengganti pemahaman yang lama dan/atau membangun pemahaman baru yang lebih baik manakala ajaran yang baru tersebut lebih mendekati kebenaran. Bila seseorang tidak mencoba menempatkan suatu seruan pada kedudukan yang tepat, maka mereka termasuk orang-orang yang tidak menggunakan telinga untuk mendengar.

Bashirah

Definisi melihat dengan mata hati dalam Alquran adalah melihat visi-visi terang yang diturunkan Allah kepada mereka. Allah benar-benar mendatangkan visi-visi kepada setiap orang. Orang yang berhasil melihat ayat-ayat kauniyah yang terjadi di sekitar mereka bersesuaian dengan ayat-ayat dalam Alquran dan sunnah Rasulullah SAW tanpa sesuatu yang dipaksakan padanya merupakan orang yang melihat dengan mata hati mereka. Kedua jenis ayat itu adalah visi-visi yang didatangkan Allah kepada manusia, dan mereka seharusnya dapat melihat visi-sisi tersebut.

﴾۴۰۱﴿قَدْ جَاءَكُم بَصَائِرُ مِن رَّبِّكُمْ فَمَنْ أَبْصَرَ فَلِنَفْسِهِ وَمَنْ عَمِيَ فَعَلَيْهَا وَمَا أَنَا عَلَيْكُم بِحَفِيظٍ
Sungguh telah datang dari Tuhanmu visi-visi yang terang; maka barangsiapa melihat (visi itu), maka (visi itu) bagi nafsnya; dan barangsiapa membuta (terhadap visi itu), maka (kebutaan itu) kembali kepada (nafs)nya. Dan aku (Muhammad) sekali-kali bukanlah pemelihara(mu). (QS Al-An’aam : 104)

Allah mendatangkan banyak visi pada setiap masa yang diperuntukkan bagi seluruh manusia yang hidup pada masa itu, akan tetapi keseluruhan visi-visi itu berjalin satu dengan yang lain sebagai penjabaran satu urusan yang menjadi amanah Rasulullah SAW berupa amr jami’ untuk ruang dan jaman tertentu. Visi yang bisa diperoleh oleh satu orang berhubungan dengan visi orang lain yang sezaman. Bila seseorang telah memperoleh visi yang diturunkan Allah, maka orang lain dapat berusaha menemukan visi bagi dirinya melalui visi orang yang telah melihat visi itu, dengan berusaha menemukan ayat yang berkaitan dengan diri masing-masing.

Dalam kehidupan dunia, manusia melihat sangat banyak visi dengan beragam cara masing-masing. Banyak visi muncul dari debu-debu syahwat dan hawa nafsu manusia, banyak visi berasal dari syaitan, dan beberapa orang melihat visi yang datang dari Allah. Banyak manusia, atau hampir setiap manusia melihat visi dalam bentuk yang bercampur baur sumbernya. Setiap manusia memandang masing-masing visi itu dalam kacamata sendiri. Sebagian visi yang datang dari Allah dipersepsi sebagian orang dari perspektif syahwat dan hawa nafsu mereka, sebagian manusia mengikuti visi yang tidak jelas sumbernya ketika ia berusaha mencari kebenaran, dan banyak ragam cara lain yang dilakukan manusia mempersepsi setiap visi yang mereka terima. Bentuk yang terbaik di antara cara manusia mempersepsi visi adalah manakala seseorang mencari kebenaran dengan nafs mereka melalui visi yang datang dari Allah.

Visi yang benar adalah visi orang-orang yang memahami dengan hatinya, yaitu visi yang dijelaskan oleh firman Allah yang tercantum dalam Alquran dan sunnah Rasulullah SAW. Itu merupakan visi yang dapat digunakan acuan manusia untuk memperoleh visi-visi dari Allah yang diperuntukkan bagi mereka masing-masing. Visi yang tidak dijelaskan oleh firman Allah dalam Alquran dan sunnah Rasulullah SAW bukan termasuk visi yang dapat digunakan untuk menemukan visi masing-masing yang diturunkan Allah kecuali hanya visi yang bersifat mengambang. Kadangkala visi yang mengambang demikian itu justru mencerai-beraikan perjalanan seseorang untuk menemukan visi yang sebenarnya diturunkan Allah. Ibarat debu yang berhamburan akan menyulitkan manusia menemukan pandangan, demikian visi yang palsu dapat mengaburkan pandangan. Manakala seseorang menemukan visi yang datang dari Allah, mereka akan melihat kebenaran di antara debu-debu itu melalui visinya, ibarat seseorang yang menggunakan gogle pandangan malam dapat melihat objek di kegelapan malam.

Orang yang mencari visi yang datang dari Allah itu akan termasuk orang yang melihat, dan dengan hal itu akalnya akan berkembang. Orang yang tidak mencari visi diri berdasarkan visi yang dijelaskan Alquran dan sunnah Rasulullah SAW setelah mereka mengetahui adanya visi tersebut termasuk orang-orang yang membutakan diri sendiri. Mereka tidak mendapatkan faidah yang dapat diperoleh oleh orang-orang yang berjamaah. Kendati mereka berkerumun bersama orang-orang lain, mereka tidaklah memperoeh manfaat jamaah. Masalah ini perlu dimengerti oleh setiap orang beriman. Bukan keberadaan mata hati itu yang akan menjadikan orang beriman berjalan mendekat kepada Allah, tetapi penggunaan mata hati untuk menemukan visi-visi yang diturunkan Allah itulah yang akan berguna untuk untuk mendekat kepada Allah. Bila tidak digunakan untuk menemukan visi-visi itu, barangkali mereka termasuk orang-orang yang tidak menggunakan mata hati mereka untuk melihat.

Bagi seorang rasul, visi-visi yang diturunkan Allah akan terlihat jelas. Demikian pula orang-orang yang melihat dengan mata hati akan melihat visi-visi tersebut dengan jelas. Mereka akan menyeru umat manusia untuk melihat visi-visi tersebut. Barangkali ada suatu keinginan pada mereka untuk berbagi apa yang mereka lihat agar semua orang memperoleh manfaat, atau agar semua orang terhindar dari suatu madharat yang ditunjukkan ayat-ayat tersebut. Akan tetapi barangkali tidak semua orang akan membuka mata terhadap visi yang diturunkan Allah, maka maka setiap rasul akan mengambil sikap bahwa mereka bukanlah penjaga manusia. Para rasul itu akan hanya akan berusaha menjaga orang-orang yang mengikuti visi mereka dari kebengkokan, dan orang-orang yang tidak mengikuti visi para rasul itu harus menjaga diri mereka sendiri atau mengharapkan penjagaan orang yang memberikan visi yang mereka ikuti.

Sebagian orang akan berusaha membuka mata mengikuti mereka untuk melihat visi tersebut maka mereka itulah orang-orang yang berusaha untuk melihat, dan upaya itu akan mendatangkan suatu cahaya bagi nafs mereka. Dengan visi itu mereka akan menjadi orang yang mempunyai wawasan dan menjadi orang yang melihat visi yang diturunkan Allah. Sebagian orang bersikap tidak acuh, mengabaikan, atau meremehkan visi-visi tersebut atau orang-orang yang menyampaikannya, maka mereka itu merupakan orang-orang yang membutakan matanya, dan nafs mereka akan menjadi buta karena mereka membutakan diri sendiri.

Pendengaran telinga hati dan penglihatan hati terhadap bashirah yang datang dari Allah akan menjadi bekal pertumbuhan akal untuk memahami kehendak Allah bagi orang-orang yang berkeinginan kembali kepada Allah. Orang yang kembali kepada Allah tidak boleh menutup telinga mereka dari seruan untuk memahami kebenaran dan membutakan diri dari bashirah yang datang dari Allah. Akal seseorang akan tumbuh bila mereka dapat melihat fenomena alam kauniyah yang terjadi di sekitar mereka melalui perspektif bashirah yang datang dari Allah. Perspektif bashirah dari sudut pandang yang lain akan menjadikan pandangan seseorang terhadap kebenaran menjadi tidak jelas atau bahkan terbalik-balik, dan hal itu tidak akan menjadikan akal mereka tumbuh dengan benar.

Setiap orang harus berusaha beramal di atas keikhlasan berdasar pemahaman terhadap kehendak Allah yang terbangun dalam hati melalui pendengaran dan bashirahnya. Keikhlasan itu yang akan memperkuat akalnya untuk memahami kehendak Allah dengan benar. Sekuat apapun bashirah yang diperoleh seseorang, bashirah itu tidak akan dapat membuat seseorang memahami kehendak Allah tanpa sebuah keikhlasan.

﴾۳۰۱﴿لَّا تُدْرِكُهُ الْأَبْصَارُ وَهُوَ يُدْرِكُ الْأَبْصَارَ وَهُوَ اللَّطِيفُ الْخَبِيرُ
Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala penglihatan; dan Dialah Yang Maha Halus lagi Maha Mengetahui. (QS Al-An’aam : 103)

Allah Maha Halus dan Maha mengetahui. Dia mengetahui segala yang halus di segala hal termasuk apa yang halus di dalam hati manusia. Manusia akan mengetahui kabar tentang Allah dengan memperhatikan apa-apa yang halus di dalam hatinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar