Pencarian

Selasa, 14 Februari 2023

Taubat dan Kejahatan (الشَرِّ)

Allah menciptakan manusia untuk menjadi khalifah bagi-Nya yang memimpin alam semesta dalam ibadah kepada Allah. Terdapat sebuah kelengkapan sebagai makhluk yang disematkan kepada manusia sehingga manusia dapat memperoleh kedudukan sebagai pemimpin alam semesta. Terdapat nafs dalam diri manusia yang merupakan esensi manusia yang sebenarnya, diciptakan dari cahaya yang setara dengan asal penciptaan para malaikat, dan manusia dilengkapi pula dengan badan jasmaniah yang menjadikan mereka benar-benar mengerti karakteristik perilaku makhluk di alam rendah. Selain kedua hal tersebut, Allah juga memberikan hadiah entitas rububiyah kepada manusia yang dikehendaki-Nya yang berasal dari alam ruh berupa ruh qudus. Dengan kelengkapan demikian, maka manusia akan menjadi khalifah bagi-Nya di alam dunia.

Itu adalah kesempurnaan akhlak bagi manusia, yang menjadikan manusia dikatakan mengenal Allah karena memperoleh ma’rifah. Untuk mencapai keadaan demikian, setiap orang harus bertaubat kembali kepada Allah mengikuti Rasulullah SAW, karena Allah hanya akan memberikan ma’rifah melalui satu jalan yang dikehendaki-Nya tidak dapat diperoleh melalui jalan yang lain. Sebenarnya tidak ada makhluk yang dapat mengenal Allah, tetapi Allah yang memperkenalkan diri-Nya kepada makhluk berupa manusia yang dikehendaki dari kalangan orang-orang yang bertaubat menempuh jalan kembali kepada-Nya. Rasulullah SAW mengenal totalitas wajah Allah yang hendak Dia perkenalkan kepada makhluk, dan makhluk lain mengenal wajah Allah yang diperkenalkan kepada dirinya sebagai turunan dari wajah-Nya yang diperkenalkan kepada Rasulullah SAW.

Manusia akan memperoleh ma’rifah bila mereka membina akhlak mulia dalam dirinya. Dalam perjalanan membina akhlak mulia, manusia akan berhadapan dengan kepalsuan yang terbit dari dirinya dan sekitarnya, kepalsuan yang dapat membentuk suatu akhlak buruk dalam dirinya. Kepalsuan demikian merupakan kejahatan (الشَرِّ). Kejahatan ini bisa ditemukan oleh setiap manusia di semua tempat, baik di dalam dirinya sendiri, yang terbit dari dirinya sendiri maupun yang dihembuskan oleh syaitan, dan juga ditemukan di luar diri manusia dari segenap ciptaan.

Di antara contoh akhlak buruk yang mewujud karena seseorang terjerumus kejahatan (الشَرِّ) demikian adalah penghinaan seorang muslim terhadap saudaranya muslim. Penghinaan seorang muslim atau mukmin terhadap saudara muslim merupakan tanda yang mencukupi untuk menunjukkan bahwa seseorang telah tertipu kejahatan. Barangkali ia memandang dirinya telah menjadi seseorang yang mulia, maka ia tidak memandang kebaikan yang ada pada saudaranya. Pada suatu masa, ia merasa layak untuk menjadikan saudaranya dipandang hina oleh manusia, maka cukuplah ia dikatakan terjerumus dalam kejahatan (الشَرِّ). Rasulullah SAW bersabda :

: بِحَسْبِ امْرِئٍ مِنَ الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ، كُلُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ دَمُهُ وَعِرْضُهُ وَمَالُهُ. رَوَاهُ مُسْلِمٌ.
Cukuplah seseorang dikatakan jahat bila ia menghina saudaranya sesama muslim. Seorang Muslim terhadap Muslim lain haram darahnya, kehormatannya dan hartanya. [HR. Muslim]

Perbuatan demikian itu termasuk dalam perbuatan jahat yang menunjukkan keburukan akhlak dan akan merusak jalinan persaudaraan. Persangkaan buruk seseorang terhadap saudaranya yang dihina seringkali tidaklah benar-benar ada kecuali hanya fenomena kulitnya saja sedangkan ia tidak mempunyai pengetahuan tentang keadaan yang sebenarnya. Bila ia mempunyai pengetahuan, barangkali ia tidak memahami apa yang dia ketahui. Bagi pihak lainnya, suatu hinaan kadang benar-benar membuat berantakan karena syaitan menyertai dan memperoleh akses melalui hinaan itu.

Dalam kasus tertentu, tidak perlu lebih dari satu kasus penghinaan untuk menunjukkan bahwa seseorang telah terjatuh dalam perbuatan jahat, dimana syaitan merencanakan untuk menggunakan seseorang untuk satu kali menghinakan orang lain. Misalnya boleh jadi syaitan menggunakan seseorang untuk melakukan penghinaan agar seorang suami atau isteri memandang pasangannya hina, maka orang yang dihina akan tertimpa fitnah syaitan yang sangat besar. Sekalipun bila yang dihina sedang berjuang di jalan Allah, orang tersebut boleh jadi akan ditinggalkan oleh umatnya yang memandangnya secara hina pula karena tampak tidak berpakaian dengan baik, maka umatnya ada dalam bahaya besar.

Dalam peristiwa demikian, hendaknya setiap orang tidak serta merta mengikuti perkataan hinaan dan meneliti dengan sungguh-sungguh keadaan hingga ia mengetahui dengan benar keadaan mereka. Bila serta-merta mengikuti, maka ia ikut pula menghinakan saudaranya. Mungkin ia akan mendapati sebagian sifat hinaan itu ada, tetapi barangkali tidak seluruh hinaan menggambarkan keadaan mereka dengan benar. Misalnya seandainya yang dihina berbohong, hendaknya diketahuinya tingkat kebohongannya dan disikapi dengan tepat. Boleh jadi ia berbohong sekadar untuk menyenangkan, atau menutup aib dirinya yang tidak perlu diketahui, atau menutupi sesuatu yang ia berkomitmen untuk berbuat jahat, atau ia benar-benar tertipu mengikuti kebenaran yang palsu atau banyak kebohongan jenis yang lain. Hendaknya semua disikapi dengan tepat hingga ia memberi pakaian dengan baik kepada pasangannya, tidak serta merta ikut memandang hina.

Kejahatan (الشَرِّ) di dalam Diri

Manusia hendaknya memohon perlindungan kepada Allah dari kejahatan (الشَرِّ). Kejahatan itu ada di setiap tempat. Kejahatan yang terbit di dalam diri manusia berwujud bisikan-bisikan jahat yang tersembunyi. Bisikan itu muncul di dalam dada manusia, dihembuskan baik oleh manusia ataupun jin dari golongan syaitan, tersembunyi kejahatannya dari pemahaman manusia sehingga manusia seringkali tidak menyadari bahwa bisikan itu berbahaya. Bisikan itu kadangkala tampak baik, akan tetapi menjadikan manusia mempunyai akhlak yang buruk.

﴾۴﴿مِن شَرِّ الْوَسْوَاسِ الْخَنَّاسِ
﴾۵﴿الَّذِي يُوَسْوِسُ فِي صُدُورِ النَّاسِ
﴾۶﴿مِنَ الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ
(4) Dari kejahatan bisikan jahat yang tersembunyi, (5) yang membisikkan kejahatan ke dalam dada manusia, (6) dari (golongan) jin dan manusia. (QS An-Naas : 4-6)

Ada banyak bisikan yang dapat terbit dalam dada manusia. Bisikan itu sebagian muncul karena hawa nafsu dan alam rendah lainnya, sebagian muncul sebagai petunjuk melalui keimanan. Sebenarnya ada perbedaan pada keduanya, akan tetapi hanya akan tampak jelas bagi orang yang bertakwa. Syaitan dari kalangan jin dan manusia dapat menerbitkan suatu bisikan dalam dada manusia. Bisikan itu boleh jadi tampak sebagai bisikan yang baik, bisa jadi berbentuk persuasi yang meyakinkan dan tampak baik dan segala bentuk bisikan tersembunyi lainnya, sedangkan ada suatu kejahatan yang dibawa oleh bisikan itu. Ada banyak bentuk bisikan jahat yang dapat terbit di dalam dada setiap manusia yang kejahatannya tersembunyi dari pandangan dirinya.

Setiap orang harus berlindung kepada Allah dari setiap bisikan di dalam dadanya, tidak mengikuti setiap bisikan dalam dadanya karena boleh jadi bisikan itu merupakan bisikan jahat yang menyebabkan seseorang menjadi berakhlak buruk. Mengikuti ayat-ayat kitabullah dapat menjadi media memohon perlindungan kepada Allah bila dilakukan tanpa melupakan permohonan perlindungan. Bila hanya mengandalkan pemahaman, pemahaman itu boleh jadi hanya merupakan produk hawa nafsu. Setiap orang harus memohon perlindungan kepada Allah dari bisikan yang tersembunyi, karena manusia di bumi berada pada keadaan yang paling lemah di antara makhluk cerdas yang lain.

Kejahatan (الشَرِّ) dari Luar Diri

Selain di dalam diri, banyak kejahatan yang muncul dari luar diri manusia. Dalam perjalanan taubat kembali kepada Allah, seseorang akan menemukan suatu fase perubahan dari kegelapan kehidupan dunia menuju pada terangnya petunjuk Allah. Hal itu dapat ditemukan manusia dalam kehidupan di dunia bagi orang-orang yang kembali kepada Allah. Fase perubahan tersebut akan dikenali sebagai sebuah fase falaq, yaitu menjelang terbitnya fajar yang akan menyinari kehidupan seseorang dalam petunjuk.

Fase perubahan tersebut merupakan sebuah fase yang mengundang banyak kejahatan (الشَرِّ) dari seluruh alam ciptaan. Banyak makhluk akan menggoda menawarkan dirinya untuk memberikan manfaat yang banyak. Orang-orang yang terjebak dalam kekuatan paradigma duniawi akan berupaya memasyarakatkan paradigma mereka untuk membentuk akhlak manusia sebagaimana yang mereka inginkan. Banyak orang-orang yang mengikuti syaitan berusaha memasukkan konsep-konsep akidah mereka untuk menyelewengkan akidah yang tegak, dan orang-orang ataupun jin yang hasad akan berusaha menjatuhkan dengan cara yang licik. Keseluruhan hal itu dapat mempengaruhi seseorang dalam perjalanan mereka kembali kepada Allah, hingga seseorang berbelok tersesat dari jalan Allah atau berbalik menuju kehidupan dunia, atau kehilangan ghirah berjihad di jalan Allah.

﴾۱﴿قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ
﴾۲﴿مِن شَرِّ مَا خَلَقَ
﴾۳﴿وَمِن شَرِّ غَاسِقٍ إِذَا وَقَبَ
﴾۴﴿وَمِن شَرِّ النَّفَّاثَاتِ فِي الْعُقَدِ
﴾۵﴿وَمِن شَرِّ حَاسِدٍ إِذَا حَسَدَ
(1) Katakanlah: "Aku berlindung kepada Tuhan Yang Menguasai waktu fajar, (2) dari kejahatan makhluk-Nya, (3) dan dari kejahatan (pelaku) malam apabila dalam gelap gulita, (4) dan dari kejahatan wanita-wanita yang menghembus pada buhul-buhul, (5) dan dari kejahatan pendengki bila ia dengki". (QS Al-Falaq : 1-5)

Orang-orang yang bertaubat diperintahkan untuk memohon perlindungan kepada Allah manakala mereka mencapai fase falaq dalam kehidupan mereka. Semua fenomena kejahatan (الشَرِّ) ini merupakan ujian terhadap keikhlasan yang harus ditumbuhkan oleh setiap orang ketika menempuh jalan kembali kepada Allah. Setiap orang hendaknya selalu berhati-hati menghadapi kejahatan (الشَرِّ) itu, karena itu akan tumbuh semakin memuncak hingga matahari terbit, dimana tanduk syaitan akan ikut menyertai terbitnya matahari.

Fase falaq akan ditemukan oleh seseorang yang bertaubat dengan beberapa tanda. Di antara tanda itu adalah adanya beberapa makhluk menawarkan diri untuk memberikan manfaat duniawi. Ada pentaubat yang menemukan tanda falaq mereka berupa keterbukaan tawaran untuk terlibat dalam upaya-upaya duniawi dari orang-orang yang tidak mempunyai kepedulian kepada kebaikan selain kepedulian tentang kepentingan-kepentingan duniawi mereka. Sebagian manusia menemukan tanda falaq mereka berupa rumusan-rumusan akidah yang dihembuskan ke dalam dada mereka sedangkan akidah itu mengandung kebathilan tanpa terlihat olehnya. Sebagian menemukan tanda falaq mereka berupa orang-orang yang hasad terhadap kebaikan yang diberikan kepada mereka. Tanda-tanda itu mungkin ditemukan dalam berbagai bentuk kombinasi tanda-tanda itu.

Hendaknya setiap orang menghadapi kejahatan (الشَرِّ) masa falaq mereka dengan ketakwaan. Setiap tanda itu hendaknya dibaca dalam kacamata kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW hingga ia menemukan kebenaran hakikat dari semua hal itu, karena beserta yang dihadirkan Allah juga terdapat kejahatan yang terkandung dalam peristiwa itu. Bila seseorang mensikapi tanda itu semata dengan berpegang prinsip “semesta mendukung”, maka ia akan mudah terseret dalam kejahatan. Setiap orang harus berusaha menemukan kehendak Allah dalam tanda yang dihadirkan-Nya, baik ia harus menjalani tanda itu ataupun ia harus menghindari. Manakala menjalani tanda itu, ia harus berpegang pada kitabullah karena akan banyak berhubungan dengan banyak kejahatan (الشَرِّ). Tanpa ketakwaan, kejahatan itu akan mengubahnya menuju akhlak yang buruk.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar