Pencarian

Senin, 27 September 2021

Kesempurnaan Nikmat Allah

Manusia diciptakan di muka bumi sebagai makhluk yang paling sempurna di antara seluruh makhluk Allah, melampaui kedudukan para malaikat mulia yang diciptakan dari cahaya. Allah berkenan memberikan kesempurnaan nikmat-Nya kepada makhluk berwujud manusia.

Untuk memperoleh kesempurnaan nikmat Allah, manusia diperintahkan untuk menghadapkan wajah menuju masjid al-haram. Orang-orang beriman yang telah mengusahakan sesuatu diperintahkan untuk menghadapkan wajah kepada Allah. Demikian pula yang lain, apapun keadaan diri orang-orang beriman, mereka diperintahkan untuk menghadapkan wajah menuju masjid al-haram. Dengan menghadapkan wajah menuju masjid al-haram, maka seseorang yang beriman dapat memperoleh limpahan kesempurnaan nikmat Allah, dan mereka dapat memperoleh petunjuk yang benar.

﴾۰۵۱﴿وَمِنْ حَيْثُ خَرَجْتَ فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَحَيْثُ مَا كُنتُمْ فَوَلُّوا وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ لِئَلَّا يَكُونَ لِلنَّاسِ عَلَيْكُمْ حُجَّةٌ إِلَّا الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنْهُمْ فَلَا تَخْشَوْهُمْ وَاخْشَوْنِي وَلِأُتِمَّ نِعْمَتِي عَلَيْكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ
Dan dari mana saja kamu keluar, maka palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram. Dan dimana saja kamu (sekalian) berada, maka palingkanlah wajahmu ke arahnya, agar tidak ada hujjah bagi manusia atas kamu, kecuali orang-orang yang zalim diantara mereka. Maka janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku (saja). Dan agar Ku-sempurnakan nikmat-Ku atasmu, dan supaya kamu mendapat petunjuk. (QS Al-Baqarah : 150)

Masjid al-haram dijadikan qiblat akhir kehidupan umat manusia. Umat islam pernah diberi qiblat sementara ke masjid al-aqsha. Masjid al-haram merupakan representasi bentuk ubudiyah yang ideal bagi umat manusia, sebuah monumen bayt yang diijinkan Allah untuk disebut dan ditinggikan asma-Nya di dalamnya, dibangun oleh uswatun hasanah Ibrahim a.s yang menjadi tauladan bagi manusia. Perintah menghadapkan wajah menuju masjid al-haram adalah perintah kepada setiap orang beriman untuk mengarahkan kehidupan diri untuk membentuk bayt yang diijinkan Allah untuk disebut dan ditinggikan asma-Nya di dalamnya, mengikuti langkah perjalanan uswatun hasanah Ibrahim a.s dalam mendzikirkan asma Allah dan meninggikan asma-Nya melalui keluarga sakinah, yaitu Ibrahim a.s dan para ahlul bayt yang berjihad dalam perjuangan bersama beliau a.s.

Keluarga sakinah sebagai bayt tersebut merupakan wujud turunan dari seorang insan kamil yang harus terbentuk dalam struktur sosial. Bayt demikian merupakan lanjutan perjalanan seseorang manusia setelah sampai ke tanah haram. Seorang insan tidak mempunyai kepentingan untuk menjadi kamil kecuali untuk mendzikirkan asma Allah dan meninggikan asma-Nya, dan hal itu hanya dapat terbentuk melalui keluarga sakinah. Keluarga sakinah itu merupakan wujud nikmat Allah paling sempurna yang dilimpahkan Allah bagi seorang manusia, nikmat paling sempurna di antara seluruh makhluk.

Tidak akan terbina sebuah bayt tanpa seorang insan kamil. Keluarga sakinah adalah keluarga yang mengerti perintah dan urusan Allah bagi mereka. Perintah Allah dapat dimengerti oleh pemimpin keluarga yaitu suami yang mengerti perintah dan urusan Allah bagi dirinya. Seorang suami harus berusaha membentuk keluarganya untuk bersama-sama menjalankan perintah Allah bagi mereka. Bilamana keluarga dapat mengikuti seruan suaminya, akan terbentuk sebuah bayt untuk mendzikirkan dan meninggikan asma Allah di dalamnya.

Bayt demikian merupakan pijakan yang kokoh bagi ubudiyah seseorang, baik ubudiyah dalam hubungan transenden maupun ubudiyah kepada Allah dalam manifestasi hubungan horizontal dengan sesama makhluk. Bayt merupakan pondasi yang harus dibentuk untuk mewujudkan ibadah sosial. Tanpa manifestasi wujud ibadah dalam hubungan sosial, seorang hamba tidak akan dipandang baik oleh masyarakat. Umat manusia, dari orang-orang shalih hingga orang-orang dzalim akan berkeinginan untuk menyampaikan suatu hujjah terhadap hamba yang tidak berusaha memanifestasikan ibadahnya dalam wujud sosial melalui bayt yang baik. Bila seorang hamba telah membentuk bayt untuk memanifestasikan ibadah sosialnya, maka Allah mengangkat hujjah itu baginya, dan orang-orang shalih pun demikian. Hanya orang-orang dzalim yang akan menimpakan hujjah bagi orang-orang yang menghadapkan wajahnya kepada bentuk ibadah yang sebaik-baiknya.

Setiap kegagalan orang beriman dalam membentuk bayt sesuai tuntunan agama akan memunculkan fenomena sosial, baik kegagalan karena ketidakpedulian seseorang terhadap dirinya dan rumah tangganya, ataupun kegagalan yang ditimbulkan karena pihak lain di luar rumah tangga. Produktivitas masyarakat akan dipengaruhi kualitas rumah tangga terutama rumah tangga orang-orang beriman, dan fitnah dapat muncul dari kegagalan terbentuknya rumah tangga yang baik. Cara pandang masyarakat terhadap fenomena sosial di sekitarnya akan terkacaukan karena fitnah itu, sehingga tidak ditemukan jalan keluar yang tepat bagi masalah sosial yang terjadi. Syaitan menggunakan cara memisahkan seorang laki-laki dari isterinya untuk menimbulkan fitnah yang terbesar bagi umat manusia.

Produktivitas seseorang yang beriman akan sangat dipengaruhi rumah tangganya, sebagaimana pohon yang dipengaruhi ladangnya. Sebuah pohon tidak akan produktif bila tidak ditanam dengan baik pada ladangnya. Seorang laki-laki beriman yang kurang memperhatikan kerusakan rumah tangganya akan memunculkan fenomena pengabaian terhadap sekitarnya dalam mewujudkan amal. Ia melaksanakan amal dengan ceroboh tanpa kecermatan dalam aspek-aspek yang harus diperhatikan. Demikian pula laki-laki beriman yang gagal mengatasi masalah rumah tangganya akan mengalami hal demikian. Mempekerjakan orang demikian akan mengurangi produktivitas perusahaan bila tidak diantisipasi dengan baik. Bila orang tersebut menyadari kendala dirinya, ia akan membatasi tanggung jawab yang harus diembannya sehingga tidak menurunkan kinerja perusahaan secara signifikan.

Penting bagi para pemimpin untuk meningkatkan kualitas keluarga warganya. Keadaan masyarakat tidak akan baik bila keadaan keluarga warganya tidak baik. Para pemimpin keluarga harus diberi wawasan dalam membina keluarga, dan interaksi antar warga diatur agar tidak membuka celah bagi syaitan untuk merusak rumah tangga. Semua upaya memajukan masyarakat akan berantakan bila perbuatan-perbuatan keji dan penyelewengan dibiarkan tumbuh di antara warga masyarakat, dan syaitan akan leluasa merusak seluruh warga dengan jalan itu.

Mengikuti Risalah

Seorang laki-laki yang benar dalam mengenal perintah dan urusan Allah akan mengenali perintah bagi dirinya itu dalam wujud bagian dari urusan rasulullah SAW. Setiap orang harus berhati-hati dalam usahanya mengenali urusan dan perintah Allah bagi dirinya. Tidak ada perintah dan urusan Allah yang terpisah dari urusan rasulullah SAW. Bila seseorang tidak menemukan perintah itu dalam urusan rasulullah SAW, ia harus berusaha benar-benar untuk mengenali urusan rasulullah SAW untuk ruang dan waktu dirinya, kemudian mencari hubungan perintah bagi dirinya dengan urusan rasulullah SAW. Kadang seseorang harus memanifestasikan urusan rasulullah SAW secara langsung, atau kadang harus memanifestasikan cabang yang tumbuh dari urusan beliau SAW. Bilaman tidak dapat menemukan, boleh jadi ia harus melupakan perintah kepada dirinya untuk mencari perintah Allah yang sebenarnya.

﴾۱۵۱﴿كَمَا أَرْسَلْنَا فِيكُمْ رَسُولًا مِّنكُمْ يَتْلُو عَلَيْكُمْ آيَاتِنَا وَيُزَكِّيكُمْ وَيُعَلِّمُكُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَيُعَلِّمُكُم مَّا لَمْ تَكُونُوا تَعْلَمُونَ
Sebagaimana Kami telah mengutus kepadamu Rasul diantara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al Kitab dan Al-Hikmah, serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui (QS Al-Baqarah : 151)

Membangun bayt untuk mendzikirkan dan meninggikan asma Allah, dan menemukan urusan rasulullah SAW dalam ruang dan waktu dirinya, adalah dua hal yang harus berjalan bersama. Kedua hal itu merupakan kesetaraan, ditunjukkan dengan hubungan kedua ayat yang dihubungkan dengan kata “ كَمَا " yang menunjukkan kesetaraan di antara keduanya.

Bayt tersebut akan dapat berdiri bilamana seseorang benar-benar berusaha memahami apa-apa yang dijelaskan rasulullah SAW. Tidak ada bayt tanpa ada pemahaman terhadap seruan dan apa-apa yang diajarkan rasulullah SAW. Sebaliknya, tidak ada upaya memahami urusan rasulullah SAW tanpa ada iktikad untuk mendzikirkan dan meninggikan asma-Nya di antara umatnya, sedangkan hal itu dapat dilakukan bila terbentuk bayt. Rasulullah SAW membacakan ayat-ayat Allah kepada manusia, baik ayat-ayat kauniyah maupun kitabullah, mensucikan jiwa manusia dan mengajarkan Alquran dan al-hikmah kepada manusia, serta mengajarkan apa-apa yang belum diketahui manusia sebelumnya.

Alquran menjadi fasilitas yang sangat baik bagi seseorang untuk mencapai tujuan. Struktur manusia telah cukup mewadahi agar setiap orang dapat mengenal peran dirinya dalam perjuangan rasulullah SAW bila seseorang mengikuti langkah rasulullah dengan benar. Hal itu akan dimengerti bila akal seseorang tumbuh sempurna. Akal itu akan membaca Alquran sesuai dengan kehendak Sang Pemberi Firman, hingga seseorang mengerti apa yang diajarkan rasulullah SAW.

Kadangkala terjadi perselisihan di antara manusia dalam mengikuti rasulullah SAW. Masing-masing pihak mengatakan bahwa mereka adalah orang-orang yang paling benar dalam mengikuti rasulullah SAW. Kaum khawarij merupakan contoh paling nyata tentang orang yang melakukan hal demikian. Hal ini terjadi karena tidak tumbuh niat untuk mendzikirkan dan meninggikan asma Allah, tetapi meninggikan hawa nafsu diri sendiri. Bila seseorang berkeinginan untuk meninggikan asma Allah, maka ia akan selalu mencari sudut pandang yang tepat terhadap seruan rasulullah SAW dari posisi kemuliaan yang semestinya, tidak memaksakan sudut pandang diri sendiri berdasarkan hawa nafsu.

Dzikir, Syukur dan Kufur

Mendzikirkan asma Allah merupakan salah satu pokok tujuan yang harus dibina setiap insan. Setiap orang beriman harus membina dirinya dengan asma-asma-Nya yang mulia, dan memanifestasikan asma-asma itu dalam amaliahnya. Itu merupakan amal yang paling mendekati dzikir tentang asma-Nya. Kadangkala seseorang banyak menyebutkan dengan lisannya asma-asma-Nya yang mulia, maka seharusnya apa yang disebutkan dengan lisannya menjadi tauladan untuk dijadikan sifat bagi dirinya, dan ia kemudian ia beramal berdasarkan asma-asma yang mulia tersebut. Itu merupakan salah satu tujuan dari perjalanan seseorang dalam mengikuti rasulullah SAW.

﴾۲۵۱﴿فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوا لِي وَلَا تَكْفُرُونِ
Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku. (QS Al-Baqarah : 152)

Berdzikir demikian merupakan langkah untuk membentuk bayt sebagaimana keluarga Ibrahim a.s, atau mengenal risalah rasulullah SAW. Bila seseorang menempuh langkah demikian, Allah akan memberikan keterangan dan penjelasan tentang keadaan orang tersebut. Dengan jelasnya keadaan diri, seseorang dapat melangkah untuk memperbaiki keadaannya. Tanpa sebuah pengetahuan tentang keadaan diri, seseorang akan kesulitan memperbaikinya, menyangka bahwa dirinya adalah orang yang baik karena syaitan menghias pandangannya.

Langkah berikut yang harus ditempuh adalah mensyukuri setiap keadaan dan tidak kufur terhadap nikmat Allah. Bersyukur dapat dilakukan dengan menyambut dengan perasaan senang setiap kemajuan langkah yang diijinkan Allah untuk menuju nikmat Allah atau kesempurnaan nikmat. Bila jiwa seseorang telah terbentuk dalam akhlak mulia, ia akan mudah menerima petunjuk Allah yang benar dengan senang hati. Pada dasarnya setiap petunjuk untuk kemajuan langkah kembali kepada Allah adalah kesenangan bagi jiwa, akan tetapi tidak setiap manusia dapat memahami hal itu.

Kadangkala seseorang merasa sempit ketika datang petunjuk Allah, sedangkan petunjuk Allah itu mendekatkan dirinya kepada nikmat-Nya. Hendaknya ia berusaha mencari pengetahuan hingga petunjuk Allah itu membuat hatinya senang. Hendaknya ia mengubah juga sifat dirinya hingga dapat memandang petunjuk itu sebagai kesenangan. Ia harus mendidik syahwat, hawa nafsu dan jiwanya agar selaras dengan asma Allah yang mulia. Kemudian ia harus menempuh jalan yang ditunjukkan baginya, perlahan atau bersegera. Bila ia terus memperturutkan perasaan sempit dan menghindari petunjuk yang benar, maka ia sebenarnya kufur terhadap nikmat Allah. Allah akan mendatangkan adzab yang keras bilamana ia terus memperturutkan kekufurannya terhadap nikmat Allah.

Bersyukur merupakan ciri seorang mukmin, bersanding dengan sifat sabar. Syukur itu merupakan kebaikan sebagaimana sabar juga merupakan kebaikan, yaitu kebaikan yang diberikan kepada seorang mukmin. Rasa syukur itu merupakan sikap seorang mukmin yang benar dalam menyambut kegembiraan, sedangkan rasa sabar merupakan sikap seorang mukmin yang benar dalam menyambut kesempitan. Sikap yang benar ini terkait dengan langkah menuju nikmat Allah untuk mendzikirkan dan meninggikan asma-Nya.

Dari Abu Yahya Suhaib bin Sinan r.a ia berkata: Rasulullah SAW bersabda:
عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ، وَلَيْسَ ذَاكَ لِأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ، وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ
Sungguh menakjubkan urusan seorang Mukmin. Sungguh semua urusannya adalah baik, dan yang demikian itu tidak dimiliki oleh siapa pun kecuali oleh orang Mukmin. Jika ia mendapatkan kegembiraan ia bersyukur dan itu suatu kebaikan baginya. Dan jika ia mendapat kesusahan, ia bersabar dan itu pun suatu kebaikan baginya. (HR Imam Muslim, no. 2999 (64); Ahmad, VI/16; Ad-Darimi, II/318 dan Ibnu Hibban (no. 2885)).

Seorang mukmin harus membangun jiwanya agar dapat merasa senang dengan semua hal yang diberikan Allah kepada dirinya, dan kemudian ia dapat melaksanakan petunjuk yang diberikan kepadanya. Bilamana ia merasa sempit, ia bersabar dengan membina dirinya dengan akhlak mulia, dan mencari pengetahuan tentang kehendak Allah. Ini adalah syukur dan sabar seorang mukmin yang tidak mungkin dimiliki selain orang beriman. Seorang mukmin tidak boleh bersikap kufur dengan memperturutkan syahwat dan hawa nafsu ketika Allah menghendaki sesuatu atas dirinya.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar