Pencarian

Jumat, 17 September 2021

Al-Izzah dan Al-Jamaah

Allah menjanjikan kaum mukminin dan beramal shalih bahwa mereka akan memperoleh kejayaan di muka bumi. Mereka akan memperoleh kekuasaan di muka bumi dan meneguhkan agama yang telah diridhai-Nya. Agama akan tegak dengan kemuliaannya. Salah satu kemuliaan yang akan tegak bagi orang-orang beriman tersebut adalah kemuliaan ‘Izzah.

Izzah agama Allah ini seringkali disalahpahami oleh umat manusia. Allah adalah pemilik ‘izzah yang sebenarnya, sedangkan makhluk memahami ‘izzah dalam perspektif mereka masing-masing. Rasulullah SAW dan orang-orang yang mengikuti beliau mengerti makna ‘izzah yang benar, sedangkan orang-orang munafik mempunyai cara pandang yang berbeda tentang ‘izzah.

﴾۸﴿يَقُولُونَ لَئِن رَّجَعْنَا إِلَى الْمَدِينَةِ لَيُخْرِجَنَّ الْأَعَزُّ مِنْهَا الْأَذَلَّ وَلِلَّهِ الْعِزَّةُ وَلِرَسُولِهِ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَلٰكِنَّ الْمُنَافِقِينَ لَا يَعْلَمُونَ
Mereka berkata: "Sesungguhnya jika kita telah kembali ke Madinah, benar-benar orang yang kuasa (‘izzah) akan mengusir orang-orang yang lemah dari padanya". Padahal kekuasaan (al-’izzah) itu hanyalah bagi Allah, bagi Rasul-Nya dan bagi orang-orang mukmin, tetapi orang-orang munafik itu tiada mengetahui. (QS Al-Munafiquun : 8)

Orang-orang munafiq memandang bahwa ‘izzah adalah kekuatan yang lebih pada salah satu orang atau kelompok di atas yang lain. Dengan kelebihan itu, orang atau kelompok yang mempunyai kelebihan dapat menentukan apa yang perlu dilakukan bagi mereka, atau bagi orang-orang yang tidak mempunyai kelebihan. Cara pandang ini berbeda dengan ‘izzah di sisi Allah. Orang-orang munafiq tidak mengerti tentang makna izzah yang demikian.

Orang-orang beriman yang mengikuti rasulullah SAW harus mengerti tentang ‘izzah yang dikehendaki Allah sebelum memperjuangkannya. Banyak orang-orang yang memperjuangkan ‘izzah bagi agama islam tanpa menimbang benar atau melencengnya pemahamannya terhadap ‘izzah. Sebenarnya hal ini bisa menjadi senjata makan tuan bilamana ia sebenarnya tidak mengenal ‘izzah dengan benar. Iblis telah bersumpah di hadapan Allah bahwa ia akan menyesatkan umat manusia semuanya dari jalan Allah dengan menggunakan landasan ‘Izzah, bahkan di atas landasan ‘Izzah Allah.

﴾۲۸﴿قَالَ فَبِعِزَّتِكَ لَأُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ
Iblis menjawab: "Maka dengan kekuasaan (Izzah) Engkau aku akan menyesatkan mereka semuanya, (QS Shaad : 82)

Itu adalah sumpah Iblis yang sebelumnya bernama Azazel, yang berarti yang dilimpahi ‘Izzah Allah. Ia sangat mengerti tentang seluk-beluk Izzah Allah karena dirinya pernah dilimpahi sifat tersebut. Dengan pemahamannya tentang ‘izzah, ia sangat mengetahui perihal asma itu dan menerapkannya untuk mencapai segala tujuannya, termasuk menerapkannya atas segala upaya manusia. Manusia yang memperjuangkan Izzah tanpa bergantung kepada Allah akan disimpangkan oleh Iblis dengan mudah. 

 

Al-Jamaah Sebagai Basis

Landasan utama dalam memperjuangkan Izzah adalah menyatukan diri dalam kehendak Allah bersama Rasulullah SAW dan orang-orang beriman yang bersama-sama dalam Al-jamaah, yaitu orang-orang beriman yang terlepas dari sifat-sifat nifaq dalam i’tiqad dan amal-amal mereka. Dengan cara itu, mereka akan mengerti tentang izzah yang menjadi kehendak Allah. Tanpa jalan ini, iblis akan mempunyai keahlian yang lebih tinggi dari umat manusia untuk menyimpangkan umat manusia dalam upaya mereka untuk memperoleh ‘izzah, karena ia pernah menyandang gelar itu, dan ia telah bersumpah di hadapan-Nya dengan sifat itu.

Penyatuan dalam kehendak Allah itu adalah karunia Allah bagi seorang hamba. Allah-lah yang menjadikan seseorang yang dikehendaki-Nya masuk dalam umat yang satu, dalam kelompok al-jamaah bersama dalam perjuangan Rasulullah SAW.

﴾۳۹﴿وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَجَعَلَكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلٰكِن يُضِلُّ مَن يَشَاءُ وَيَهْدِي مَن يَشَاءُ وَلَتُسْأَلُنَّ عَمَّا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ
Dan kalau Allah menghendaki, niscaya Dia menjadikan kamu satu umat (saja), tetapi Allah menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan sesungguhnya kamu akan ditanya tentang apa yang telah kamu kerjakan. (QS An-Nahl : 93)

Dalam hal ini, seseorang tidak dapat melakukan klaim bahwa dirinya termasuk dalam umat yang satu (umatan wahidah) tanpa sebuah landasan yang jelas. Tidak ada makhluk yang bisa tegak dalam kebenaran tanpa landasan yang benar. Demikian pula seseorang tidak dapat mengatakan orang lain sebagai orang yang masuk dalam umat yang satu (umatan wahidah) tanpa pengetahuan. Setiap orang harus mencari kebenaran kedudukannya berdasarkan Alquran dan sunnah Rasulullah SAW tidak semata-mata mengikuti perasaan sendiri atau mengikuti seseorang tanpa landasan yang benar. Tidak ada amr Allah yang tidak menjadi cabang dari amr jami’ Rasulullah SAW. Bisa jadi seseorang merasa sebagai umat yang satu, sedangkan Allah mungkin menyesatkannya. Hal ini terkait bahwa sebenarnya Allah menyesatkan orang-orang yang dikehendaki-Nya dalam perkara umat yang satu (umatan wahidah), dan juga Allah memberikan petunjuk pada orang-orang yang dikehendaki-Nya.

Orang yang memperoleh petunjuk untuk masuk dalam umat yang satu akan mengerti kedudukan Rasulullah SAW sebagai wasilah dirinya kepada Allah, dan mengerti orang-orang beriman yang dikenal dalam hidupnya di bumi yang menjadi wasilah dirinya hingga kepada rasulullah SAW. Dengan petunjuk Allah itu, seseorang dapat mengatakan secara terbatas tentang kedudukan orang lain yang dikenalnya dalam Al-jamaah. Orang-orang dalam Al-jamaah mengerjakan urusan yang satu berupa amr jami’ yang diturunkan kepada rasulullah SAW.



Membangun Kesatuan

Al-jamaah sebenarnya merupakan bentuk perpanjangan dari nafs wahidah. Umat yang satu (umatan wahidah) merupakan jamaah orang-orang yang mengenal jiwa yang satu (nafs wahidah) masing-masing. Mengenal diri merupakan awal dari langkah menyatukan langkah dalam al-jamaah. Mengenal urusan diri dan menyatukan diri dalam al-jamaah merupakan satu kesatuan tahap yang penting yang harus dilakukan oleh setiap mukminin agar mengenal nafs dirinya. Hal ini dapat diibaratkan kain pintalan yang disusun dari benang-benang yang dipintalkan dalam urutan yang benar. Orang yang mengenal nafs wahidah akan mengetahui al-jamaah yang sebenarnya, jamaah yang mengenal kedudukan Rasulullah SAW. Tanpa mengenal nafs wahidah dirinya, seseorang tidak mengenal dan tidak akan dapat masuk dalam umat yang satu.

Pernikahan merupakan jembatan yang menghubungkan antara nafs wahidah dengan umatan wahidah. Seorang isteri adalah bagian diri yang paling dekat dengan nafs seorang laki-laki. Hal ini harus diperhatikan dan dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Seseorang dapat mengenal dirinya dengan mencari bayangan diri melalui cermin dalam jiwa isterinya, dan seseorang dapat terhubung dengan umatnya bila ada sakinah bersama isterinya. Bila seseorang gagal dalam pernikahannya, nafs wahidah tidak akan berhasil menyatu dengan lingkungannya karena gagal dalam menyatukan bagian terserak yang terdekat baginya. Terhadap al-jamaah, ia akan terlihat kurang terhubung dengan amr bagian dirinya. Terhadap umatnya, ia akan kesulitan terhubung dengan mereka.

Dalam agama, pernikahan merupakan setengah bagian dari agama. Seorang suami adalah pohon thayyibah yang harus tumbuh pada ladang berupa nafs isterinya. Buruknya hubungan dalam pernikahan akan berpengaruh dalam kualitas pertumbuhan jiwa. Jiwa seseorang akan mengalami banyak kesulitan untuk tumbuh karena buruknya pernikahan. Bila seseorang berhasil mengenal nafs wahidahnya tanpa pernikahan yang baik, orang tersebut akan tampak kerdil di mata orang lain, tidak terlihat pancaran cahaya Allah yang dipahami melalui jiwanya. Ia tidak mempunyai pintu untuk bergaul bersama umatnya dengan semestinya karena istri adalah pintu keumatan seorang laki-laki dalam agamanya. Dengan pernikahan yang baik, seseorang akan mempunyai media pertumbuhan jiwa yang baik, sehingga cahaya Allah dapat terpantul melalui jiwanya.

Syaitan akan merusak pernikahan untuk merusak umat manusia. Dengan merusak satu pernikahan, telah terjadi kerusakan yang sangat banyak di masyarakat karena terhalangnya cahaya Allah bagi makhluk di bumi. Ini tidak hanya menghalangi satu orang dari jalan Allah, tetapi menghalangi umat manusia dari jalan Allah. Kerusakan akibat hal ini dapat diibaratkan dengan mengurai kain setelah dipintal dengan kuat.

Al-Izzah itu hanyalah milik Allah, bagi Rasul-Nya dan bagi orang-orang mukmin, dan orang-orang munafik itu tiada mengetahui. Kejayaan duniawi saja adalah izzah milik orang-orang munafiq dan yang semacamnya, sedangkan Al-Izzah milik Allah hanyalah bagi Rasulullah SAW dan orang-orang beriman yang mengikutinya. Jalan mengikuti rasulullah SAW adalah jalan yang telah ditentukan oleh-Nya, tidak bisa mengikuti jalan orang-orang yang tidak mengetahui Al-Izzah Allah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar