Pencarian

Senin, 13 September 2021

Risalah Dan Kesesatan

 Allah menurunkan semua keterangan tentang segala sesuatu yang perlu diketahui oleh segenap makhluk hingga mencapai alam mulkiyah yang dihuni oleh makhluk-makhluk dalam wujud yang paling rendah. Tidak ada alam yang diabaikan Allah agar mereka dapat mengenal kemuliaan, dan mengenal hakikat diri mereka sendiri. Allah menurunkan dari sisi-Nya firman dalam wujud kitabullah Alquran yang dapat disentuh manusia di alam mulkiyah, dan dengan wujud itu manusia dapat mengetahui kehendak Allah tentang segala sesuatu terkait dengan dirinya.

Allah tidak membiarkan manusia tersesat dalam upaya mereka memahami kitabullah yang diturunkan-Nya. Allah mengutus rasul kepada umat manusia agar umat manusia memperoleh penjelasan yang terang tentang segala hal yang perlu diketahui oleh manusia yang diterangkan dalam kitabullah. Para rasul itu adalah wujud mulkiyah makhluk berakal yang dihadirkan Allah untuk mengajarkan kepada manusia keterangan yang sangat jelas bagi umat manusia. Dengan penjelasan para rasul, maka umat manusia akan memperoleh jalan untuk memahami ayat-ayat Allah, dan mereka akan dapat meningkatkan kemuliaan diri mereka dengan meningkatkan kualitas kemuliaan akhlak mereka.

﴾۴﴿وَمَا أَرْسَلْنَا مِن رَّسُولٍ إِلَّا بِلِسَانِ قَوْمِهِ لِيُبَيِّنَ لَهُمْ فَيُضِلُّ اللَّهُ مَن يَشَاءُ وَيَهْدِي مَن يَشَاءُ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
Kami tidak mengutus seorang rasulpun, melainkan dengan bahasa kaumnya, supaya ia dapat memberi penjelasan yang terang kepada mereka. Maka Allah menyesatkan siapa yang Dia kehendaki, dan memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan Dialah Tuhan Yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana. (QS Ibrahim : 4)

Akan tetapi tidak semua manusia akan memperoleh jalan yang terang karena pengutusan rasul-rasul kepada mereka. Allah akan menyesatkan orang-orang yang Dia kehendaki, dan memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. Sebagian orang akan dapat berjalan di atas petunjuk karena Allah memberikan petunjuk kepada mereka karena mengikuti rasul yang diutus, tetapi sebagian orang akan berjalan menuju kesesatan setelah diutus rasul kepada mereka.

Ayat ini menjelaskan orang yang sesat setelah diutus rasul. Sebagian orang di antara kaum yang memperoleh perutusan seorang rasul akan beriman kepada rasul tersebut, sebagian akan kufur dan tetap dalam kegelapan dunia mereka, dan sebagian akan terlihat berjalan mengikuti rasul itu akan tetapi jalan mereka tersesat. Orang yang kufur tidak termasuk dalam pembahasan ayat ini, dan yang menjadi pembahasan ayat ini adalah orang-orang yang beriman dan orang-orang yang disesatkan.

Orang-orang yang memperoleh penjelasan yang terang adalah orang-orang beriman yang mengikuti rasul yang diutus kepada mereka. Penjelasan yang terang itu akan menjadikan mereka mengerti tentang tujuan puncak kehidupan mereka berupa musyahadah bahwa tidak ada Ilah selain Allah, dan bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul Allah yang menjadi uswatun hasanah bagi mereka. Bila seseorang memahami, ini adalah penjelasan yang paripurna yang paling terang bagi setiap manusia, bukan sekadar suatu doktrin yang harus diikuti. Sebagian manusia mengerti benar tentang urgensi masalah ini, sebagian tidak mengerti urgensi kalimah ini walaupun mengikutinya, dan sebagian mengerti tetapi tidak menyeluruh. Seorang rasul akan menjelaskan hal ini dan kalimah inilah yang akan digunakan untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak umatnya. Sebagian umatnya mengerti hal ini dan sebagian tidak mengerti.

Orang yang disesatkan Allah adalah orang yang fasik ketika mengikuti rasul yang diutus kepada mereka. Fasik secara bahasa mempunyai arti “keluar”, dan secara istilah artinya yaitu keluar dari ketaatan kepada Allah. Iblis telah melakukan kefasikan karena ia dengan kesadarannya keluar dari perintah dan urusan Allah, mengikuti kebenaran versinya sendiri. Manusia dapat melakukan kefasikan bilamana ia tidak mentaati Allah dan rasul yang diutus kepada mereka. Manusia harus benar-benar memperhatikan masalah ketaatannya kepada rasul yang diutus kepada mereka.

Ketidaktaatan seseorang dapat berasal dari hawa nafsu dan syahwat sendiri, atau kesalahan pengetahuannya. Seseorang yang mengikuti hawa nafsu dan kepentingan dunianya sendiri akan terjerumus dalam ketidaktaatan kepada rasul yang diutus kepada mereka. Mereka mengikuti rasul, tetapi ia memperjuangkan kepentingan sendiri dalam mengikuti rasul tidak berusaha menyatu dalam jamaah yang berada di atas kebenaran. Dengan ketidaktaatan yang mereka lakukan, maka mereka melakukan kefasikan.

Kadangkala syaitan menghembuskan bisikan pengetahuan yang setengah benar kepada orang-orang yang mengikuti rasul, dan dengan pengetahuan yang setengah itu seseorang keluar dari ketaatan kepada rasul mengikuti kebenaran versi mereka sendiri. Dalam beberapa hal, pengetahuan yang tidak sempurna atau bahkan salah tidak berbahaya selama seseorang bersikap hanif, tetapi bisikan syaitan sangat berbahaya bagi jiwa manusia. Kadang kefasikan dapat terjadi bila seseorang tidak taat kepada ulil amr. Ulil amr adalah orang-orang yang mengenal amanah Allah yang dikalungkan kepada diri mereka sebelum kelahiran mereka. Mereka mengerjakan amanah Allah dalam kehidupan mereka, karenanya mereka harus ditaati dalam urusan mereka. Ketidaktaatan terhadap ulil-amri dapat menyebabkan seseorang berbuat kefasikan. Seseorang harus memiliki landasan yang benar dari kitabullah ketika berselisih dengan ulil amr dalam urusan yang menjadi amanah ulil amr.

Dengan adanya kefasikan yang dilakukan seseorang yang mengikuti seorang rasul, maka Allah menyesatkan mereka. Allah menyesatkan mereka hanya karena mereka memperturutkan kesesatan dalam diri mereka, sedangkan Allah tidak mendzalimi mereka. Bila orang tersebut menyadari kefasikan mereka, Allah tidak akan menyesatkannya. Namun akan sangat sulit bagi seseorang untuk menyadari kesesatan diri mereka ketika memperturutkan kesesatan mereka. Allah akan menunjukkan jalan kepada mereka untuk mengikuti kesesatan mereka, hingga kemudian benar-benar tersesat. Hanya dengan kembali kepada kitabullah dan ketaatan kepada rasul maka seseorang akan menyadari kesesatan karena kefasikan.

Rusaknya Jamaah Karena Salah Mensikapi Amanah

Kadang-kadang seseorang dapat berjalan dengan baik mengikuti rasul yang diutus kepada mereka hingga mereka mengenal amanah-amanah yang harus mereka tunaikan. Akan tetapi kemudian orang tersebut tergelincir untuk memanfaatkan amanah-amanah yang menjadi tugas mereka. Bisa jadi mereka menggunakannya untuk tujuan memenuhi kepentingan mereka sendiri di luar tujuan yang menjadi kehendak Allah.

Seringkali hal ini sulit diidentifikasi. Jamaah orang beriman harus berusaha menempatkan seseorang sesuai amanah yang diemban olehnya agar masyarakat memperoleh manfaat yang terbaik dari Allah, tetapi setiap orang harus berhati-hati dalam mensikapi amanahnya dengan hatinya. Setiap orang harus berhati-hati, dan hal ini akan terlihat bila seseorang selalu membangun keikhlasan dalam hati mereka.

﴾۴۹﴿وَلَا تَتَّخِذُوا أَيْمَانَكُمْ دَخَلًا بَيْنَكُمْ فَتَزِلَّ قَدَمٌ بَعْدَ ثُبُوتِهَا وَتَذُوقُوا السُّوءَ بِمَا صَدَدتُّمْ عَن سَبِيلِ اللَّهِ وَلَكُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ
Dan janganlah kamu jadikan perjanjian-perjanjianmu sebagai (sarana) masuk di antaramu, yang menyebabkan tergelincir kaki(mu) sesudah kokoh tegaknya, dan kamu tertimpa keburukan karena kamu menghalangi (manusia) dari jalan Allah; dan bagimu azab yang besar (QS An-Nahl : 94)

Perjanjian-perjanjian yang disebut dalam ayat di atas adalah perjanjian yang menyerupai bentuk amanah-amanah yang harus ditunaikan seseorang. Seseorang tidak boleh menjadikan amanah-amanah yang ditugaskan kepada mereka untuk melakukan klaim suatu kedudukan di antara masyarakat dengan hawa nafsunya, atau untuk memperoleh kepentingan mereka sendiri di antara masyarakat. Ia harus beramal dengan amanah yang dipahaminya dengan sebaik-baiknya, tetapi hati dan amalnya tidak boleh melakukan klaim suatu kedudukan berdasarkan amanah itu. Bila seseorang memanfaatkan hal tersebut untuk hawa nafsu atau kepentingannya sendiri, maka ia akan tergelincir dari pijakan dirinya setelah mendapatkan kokohnya pijakan. Ketergelinciran itu akan menyebabkan dirinya menjadi penghalang bagi manusia dari jalan Allah. Barangkali seseorang tidak menyengaja, dan hal itu terjadi tanpa disadarinya. Hal ini perlu disadari oleh seseorang yang hendak kembali kepada petunjuk Allah.

Peristiwa demikian menyerupai seorang perempuan yang mengurai pintalan yang telah disusun dengan kuat. Seseorang yang berusaha menempuh jalan Allah sebenarnya menjalin dirinya dalam Al-jamaah menjadi pengikut rasulullah SAW. Al-jamaah itu dapat diibaratkan benang-benang yang telah dipintal menjadi kain membentuk sesuatu yang mempunyai fungsi baru yang berbeda dengan benang-benang penyusunnya. Ketika seseorang terhalang oleh orang lain dari jalan Allah, maka orang yang menghalangi itu dapat diibaratkan seorang perempuan yang menahan jalinan pintalan. Lebih dari itu, seorang yang tergelincir akan menjadi seperti perempuan yang mengurai kain yang telah dipintal dengan kuat.

Peristiwa demikian akan menimbulkan suatu fenomena yang menandai adanya penguraian benang dari pintalannya. Akan timbul perselisihan di antara anggota masyarakat atau komunitas. Peristiwa ini terjadi di antara orang-orang yang mulai mengenal amanahnya, bukan di kalangan orang kafir. Perselisihan itu terjadi karena adanya seseorang atau suatu kelompok yang merasa lebih memiliki hak kekuasaan dibandingkan yang lain. Ini adalah akhlak yang tumbuh tidak sempurna. Amanah yang diberikan kepada seseorang atau kelompok tidak sewajarnya digunakan untuk beradu unggul antara satu dengan yang lain, tetapi harus digunakan untuk menjalin kebersamaan di antara mereka.

Setiap orang harus memperhatikan setiap kebenaran dari sahabatnya, atau orang lain. Hawa nafsu akan cenderung memandang bahwa kebenaran itu hanyalah yang ada pada dirinya, sulit untuk melihat adanya kebenaran yang muncul dari orang lain. Dalam tingkatan yang tinggi, hawa nafsu bahkan tidak dapat melihat kebenaran yang muncul dari seseorang yang dihormati, bahkan sekalipun itu berupa petunjuk. Seseorang tidak boleh mengabaikan suatu kebenaran yang keluar dari sahabatnya karena merasa bahwa sahabatnya melakukan turut campur terkait dengan amanah bagian dirinya yang harus dipelihara. Sikap rendah hati dari rasa malu harus ditumbuhkan dalam setiap jiwa agar dapat melaksanakan amanah dengan benar, atau alih-alih ia akan seperti seseorang yang menguraikan benang dari pintalannya. Ia harus memperhatikan kebenaran yang keluar dari sahabatnya terkait dengan amanah yang harus ditunaikan sebagai bagian dari membangun akhlak mulia. Dan sebenarnya bahwa amanah itu seharusnya mengantarkan dirinya berjalin bersama sahabatnya dalam suatu jamaah, dan kemudian dapat mengantarkan dirinya mengerti kedudukannya dalam Al-jamaah bersama dalam perjuangan Rasulullah SAW.

Tanpa sikap rendah hati dan malu, seseorang dapat tergelincir langkahnya menuju Allah terutama justru ketika amanah itu dipahami. Syaitan mempunyai pijakan dalam hawa nafsu setiap orang sehingga dapat menggelincirkannya dari jalan Allah. Bilamana tergelincir, seseorang tidak akan masuk dalam Al-jamaah tetapi justru merusak terbentuknya Al-jamaah karena menghalangi manusia dari jalan Allah. Memperhatikan kebenaran dari sahabat dapat menjadi cermin apakah diri seseorang beramal berdasarkan hawa nafsu atau berdasar nafs wahidah. Nafs wahidah-lah yang bisa mengerti jihad Rasulullah SAW dalam ruang dan waktu dirinya sehingga bisa menjadi bagian al-jamaah, sedangkan nafs wahidah akan berdiri di atas kebenaran versi masing-masing. Bila mau mencermati, amal yang terlahir dari seseorang yang tergelincir sebenarnya bersumber dari sayyiah hawa nafsu, maka amal-amal itu tidak memunculkan kebaikan tetapi malah memunculkan keburukan, dan sebagaimana hawa nafsu tidak akan mempersatukan umat demikian pula perpecahan akan terlahir di masyarakat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar