Pencarian

Minggu, 10 Mei 2020

Pemakmuran Bumi Sebagai Jalan Ibadah


Allah menciptakan manusia dari bumi dan menjadikannya sebagai pemakmurnya. Memakmurkan bumi merupakan sebuah jalan untuk ibadah manusia kepada Allah. Dengan memakmurkan bumi, maka akan tumbuh pengenalan seseorang kepada Allah sebagai satu-satunya ilah bagi semesta alam. Sebagai pembuka jalan untuk memakmurkan bumi, maka hendaknya manusia memohon ampun kepada Allah dan bertaubat kepada-Nya. Dengan permohonan ampunan dan bertaubat kepada Allah, maka Allah akan mendekatkan hamba-Nya dan menjawab permohonannya.


۞وَإِلَىٰ ثَمُودَ أَخَاهُمۡ صَٰلِحٗاۚ قَالَ يَٰقَوۡمِ ٱعۡبُدُواْ ٱللَّهَ مَا لَكُم مِّنۡ إِلَٰهٍ غَيۡرُهُۥۖ هُوَ أَنشَأَكُم مِّنَ ٱلۡأَرۡضِ وَٱسۡتَعۡمَرَكُمۡ فِيهَا فَٱسۡتَغۡفِرُوهُ ثُمَّ تُوبُوٓاْ إِلَيۡهِۚ إِنَّ رَبِّي قَرِيبٞ مُّجِيبٞ [ هود:61-61]

Dan kepada Tsamud (Kami utus) saudara mereka Shaleh. Shaleh berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya, Sesungguhnya Tuhanku amat dekat lagi memperkenankan". [Hud:61]

Pemakmuran bumi bukanlah tujuan kehidupan manusia, akan tetapi sebuah sarana untuk beribadah kepada Allah. Seringkali pemakmuran bumi justru mengarah kepada kerusakan manusia dan kerusakan alam secara keseluruhan, yaitu bila pemakmuran menjadi tujuan kehidupan. Kehidupan dunia ini hanyalah senda gurau dan permainan agar seseorang dapat mengenal tujuan yang sesungguhnya. Kehidupan yang sesungguhnya adalah kehidupan di akhirat, sedangkan kehidupan dunia adalah permainan dan senda gurau agar seseorang mengenal kehidupan akhirat.

وَمَا هَٰذِهِ ٱلۡحَيَوٰةُ ٱلدُّنۡيَآ إِلَّا لَهۡوٞ وَلَعِبٞۚ وَإِنَّ ٱلدَّارَ ٱلۡأٓخِرَةَ لَهِيَ ٱلۡحَيَوَانُۚ لَوۡ كَانُواْ يَعۡلَمُونَ [ العنكبوت:64-64]

Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui. [Al 'Ankabut:64]

Mengenal kehidupan akhirat sebagai kehidupan yang sebenarnya akan diperoleh seseorang bila dirinya menempuh perjalanan menuju Allah dengan bertaubat kepada-Nya hingga dirinya mencapai sebuah keadaan yang disebut tanah suci (haraman). Itu adalah keadaan dimana dimana seseorang mengenal baitullah bagi dirinya.

أَوَ لَمۡ يَرَوۡاْ أَنَّا جَعَلۡنَا حَرَمًا ءَامِنٗا وَيُتَخَطَّفُ ٱلنَّاسُ مِنۡ حَوۡلِهِمۡۚ أَفَبِٱلۡبَٰطِلِ يُؤۡمِنُونَ وَبِنِعۡمَةِ ٱللَّهِ يَكۡفُرُونَ [ العنكبوت:67-67]

Dan apakah mereka tidak memperhatikan, bahwa sesungguhnya Kami telah menjadikan tanah suci yang aman, sedang manusia sekitarnya saling berebut. Maka apakah mereka beriman kepada yang bathil dan kufur kepada nikmat Allah? [Al 'Ankabut:67]

Tanah suci yang didzahirkan bagi manusia adalah tanah suci Makkah dan Madinah. Di bumi Makkah terdapat bangunan kakbah sebagai masjidil haram yang dijadikan Allah sebagai qiblat bersujud umat manusia. Dalam ayat ini, tanah suci yang ditunjukkan bagi manusia adalah suatu keadaan yang akan dicapai oleh seseorang yang berjalan menuju Allah dimana dirinya mengenal baitullah dalam hatinya, mengenal bagaimana dirinya harus bersujud kepada Allah. Ini adalah keadaan dimana seseorang mengenal untuk apa dirinya diciptakan Allah.

Ada banyak pemberian Allah bagi orang yang mencapai tanah haramnya. Akan tetapi pemberian itu dapat menjerumuskan orang tersebut dalam kekufuran. Orang yang mencapai tanah haram dapat menjadi kufur oleh pemberian Allah karena pencapaian tersebut. Bahkan seseorang dapat menjadi musyrik dengan mempertuhankan diri sendiri. 

لِيَكۡفُرُواْ بِمَآ ءَاتَيۡنَٰهُمۡ وَلِيَتَمَتَّعُواْۚ فَسَوۡفَ يَعۡلَمُونَ  [ العنكبوت:66-66]
agar mereka kufur karena apa yang telah Kami berikan kepada mereka dan agar mereka bersenang-senang. Kelak mereka akan mengetahui (QS Al-Ankabuut : 66)

Tanah Suci bagi Setiap Insan


Ciri dari tanah suci bagi setiap manusia adalah aman dan tidak ada perebutan antara satu orang dengan yang lain. Orang yang telah mengenal dirinya akan melihat bahwa Allah telah menciptakan dirinya dengan sangat khusus, tidak dapat digantikan oleh orang lain dan tidak akan ada orang lain yang mampu menjalankan tugasnya bagi dirinya.

Kehidupan dunia ini diciptakan bagi banyak manusia, dimana satu orang dengan lainnya diciptakan untuk mewujudkan suatu jamaah yang bekerja saling menguntungkan antara satu dengan yang lain. Satu orang harus mengerjakan sesuatu amal yang ditentukan baginya, berjalin dengan amal yang ditentukan bagi orang lain. Akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengenal dirinya dengan spesifik. Hal ini mengakibatkan seseorang merasa dapat mengerjakan suatu amal yang seharusnya menjadi amal yang ditentukan untuk orang lain. Maka orang-orang dapat saling berebut amalnya.

Sebelum seseorang mengenal dirinya, maka kehidupan akan terlihat seperti perebutan antara satu orang dengan orang lain. Dirinya harus ikut berebut dalam kehidupan dunia, berkompetisi untuk mendapatkan hal-hal bagi dirinya. Itu adalah ciri orang yang belum berada di tanah haram. Orang yang perjalanannya mencapai tanah haram akan melihat bahwa keadaan di wilayah itu sangat aman bagi dirinya dan tidak akan berebut dengan orang lain.

Akan tetapi orang yang mencapai tanah haram itu tidaklah benar-benar berada dalam keamanan. Ketidak amanan itu ada dalam dirinya sendiri, tidak dari luar. Sebagian kembali menjadi kafir dan justru kembali mencari kesenangan-kesenangan dunia dengan pemberian-pemberian dari Allah. Mereka tidak terus melanjutkan jalan untuk mengenal kehidupan yang sebenarnya di akhirat. Tipuan pada wilayah ini sangat halus, dimana mungkin seseorang hanya merasa bahwa tujuan kehidupannya adalah untuk memakmurkan bumi, atau tergelincir mempertuhankan dirinya sendiri tanpa melihat kitabullah. Bila pemakmuran bumi menjadi tujuan maka itu salah, karena kedudukan pemakmuran bumi adalah sebuah sarana bagi seseorang untuk beribadah untuk mengenal Allah.

Masih ada kebatilan-kebatilan yang harus dibersihkan di tanah suci, dan setiap orang harus membersihkan kebatilan-kebatilan yang ada di dalam dirinya masing-masing. Tidak membersihkan kebatilan-kebatilan dalam dirinya akan menyebabkan dirinya menjadi orang yang lebih beriman terhadap kebatilan dan kufur terhadap nikmat Allah. Seseorang akan mendapati dirinya beririsan dengan sahabatnya ketika telah berada di tanah haramnya. Setiap orang diciptakan secara khusus. Dirinya harus berusaha menemukan tempat dirinya secara presisi bersama para sahabatnya. Harus benar-benar diingat bahwa tidak ada perebutan di tanah haram.

Pasangan sebagai Tanah Suci

Salah satu sarana yang diberikan Allah kepada orang-orang yang berada di tanah sucinya untuk membersihkan kebatilan-kebatilan dalam dirinya adalah pasangan. Seseorang akan melihat petunjuk atau mengenal pasangannya bila memasuki tanah sucinya. Mungkin dirinya akan melihat pasangan baru yang juga tepat bagi dirinya. Petunjuk pasangan itu boleh jadi ujian bagi dirinya agar membersihkan kebatilan, suatu petunjuk yang dapat menjadikannya kufur bila tidak disikapi dengan ketakwaan. Atau boleh jadi itu benar pasangan yang diciptakan dari jiwanya. Pasangan jiwanya akan membersihkan kebatilan-kebatilan dalam dirinya dan mendekatkan dirinya kepada nikmat Allah, selain akan memunculkan anak keturunan dan rezeki. Semua harus disikapi dengan ketakwaan agar tidak justru tersungkur dalam kekufuran.

وَٱللَّهُ جَعَلَ لَكُم مِّنۡ أَنفُسِكُمۡ أَزۡوَٰجٗا وَجَعَلَ لَكُم مِّنۡ أَزۡوَٰجِكُم بَنِينَ وَحَفَدَةٗ وَرَزَقَكُم مِّنَ ٱلطَّيِّبَٰتِۚ أَفَبِٱلۡبَٰطِلِ يُؤۡمِنُونَ وَبِنِعۡمَتِ ٱللَّهِ هُمۡ يَكۡفُرُونَ [ النحل:72-72]

Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezeki dari yang baik-baik. Maka apakah mereka beriman kepada yang bathil dan kufur terhadap nikmat Allah?" [An Nahl:72]

Bila petunjuk pasangan itu benar menunjukkan pasangan sejati, maka pasangan itu adalah tanah haramnya dalam bentuk yang lain. Wanita itu adalah ladang suci bagi pohon thayyibahnya. Jiwa wanita itu adalah tanah suci bagi bangunan baitullah dalam jiwanya yang harus dibina. Pasangan sebagai tanah suci ini benar-benar akan menuntun seseorang untuk membersihkan kebatilan-kebatilan yang ada di dalam dirinya dan mewujudkan nikmat Allah, bila disikapi dengan ketakwaan. Bila tidak ada masalah lagi dalam dirinya, maka pasangannya itu akan mewujudkan nikmat Allah, sedangkan bila masih ada kebatilan, maka pasangan itu akan membersihkan kebatilan-kebatilannya.

Mungkin seseorang tidak dalam bentuk hawa nafsu yang sesuai dengan kehendak-Nya ketika memasuki tanah haramnya, maka dia akan dihadapkan kepada pasangan yang sama sekali tidak sesuai dengan hawa nafsunya. Tentu tidak ada pertimbangan aspek jasadiah dalam hal ini. Misalnya seseorang yang memasuki tanah haram dalam bentuk hawa nafsu terlalu lembut, padahal dirinya harus menjadi seorang pejuang, maka dirinya akan dihadapkan kepada pasangan yang akan membentuk hawa nafsunya menjadi sesuai dengan tugasnya.

Tidak lagi ada pertimbangan kaya atau miskin, cantik atau kurang cantik atau pertimbangan jasadiah lain dalam diri pasangannya bagi orang yang kebatilannya adalah murni bentuk hawa nafsunya. Bila ada pertimbangan jasadiah dalam pikirannya, maka masalah baginya sebenarnya juga berada pada aspek jasadiah. Boleh jadi dirinya sebenarnya berada dalam tarikan aspek bumi, baik kecantikan perempuan atau pemakmuran bumi yang dijadikan sebagai tujuan, atau bahkan sebenarnya keinginan pemakmuran diri sendiri berbungkus pemakmuran bumi. Pemakmuran bumi harus dijadikan sarana ibadah untuk mengenal Allah, tidak dijadikan tujuan. Dalam hal ini petunjuk pasangan itu bisa menjadi ujian yang akan menariknya kepada kesuksesan dan kejayaan duniawi saja, sementara dirinya terjebak dalam kekufuran karena pemberian itu.

Kadangkala pasangan yang muncul ketika memasuki tanah suci ini banyak. Bila keberpasangan yang dilihatnya berbenturan dengan syariat, maka hendaknya tidak memaksakan diri sebagai petunjuk. Semua petunjuk keberpasangan harus dibaca berdasarkan ketakwaan, membersihkan diri dari hasrat dan kebatilan-kebatilan. Mungkin ada yang salah atau kurang fokus dalam pengenalan dirinya. Seseorang ketika memasuki tanah sucinya harus benar-benar berusaha menemukan kebatilan-kebatilan yang masuk dalam keimanannya, tidak membawa kebatilannya untuk dekat kepada Allah karena hal itu dapat mendatangkan bencana ketika dekat kepada Allah.

Bila dua laki-laki atau lebih menemukan keberpasangan pada satu gadis atau janda yang sama, maka makrifat sang gadis akan menentukan salah satu pasangannya yang benar di antara para laki-laki itu, atau semuanya bukan pasangannya. Kadang seorang gadis tidak memilih sesuai makrifatnya, atau pengetahuan tentang dirinya kabur, maka walinya yang memutuskan. Bila gadis itu memiliki makrifat tentang pasangannya dan memilih yang salah, maka ia tidak akan menemukan nikmat Allah berupa shirat al mustaqim di dunia. Itu adalah kekufuran terhadap nikmat Allah dan beriman terhadap yang bathil.

Pemakmuran Bumi sebagai Kelemahan Akal


Pemakmuran bumi harus benar-benar dijadikan sarana untuk beribadah kepada Allah, tidak dijadikan tujuan dalam kehidupan. Keberhasilan atau kegagalan dalam pemakmuran bukanlah parameter ubudiyah yang benar, karena Allah-lah yang meluaskan atau menyempitkan rezeki bagi hamba-Nya. Seseorang yang menjadikan pemakmuran bumi sebagai tujuan akan terjebak dalam permainan dan senda gurau, karena kehidupan dunia adalah permainan dan senda gurau. Sebenarnya dirinya tidak akan dapat memakmurkan bumi dengan benar karena dunia ini masih dikuasakan kepada seorang makhluk sangat cerdas yang kafir. Orang yang menjadikan pemakmuran bumi sebagai tujuan akan seperti seseorang yang mencari kemakmuran dari rumah kasino.

Hal itu merupakan salah satu petunjuk adanya kelemahan akal manusia. Walaupun seseorang mengetahui bahwa pemakmuran bumi harus dilakukan dengan ilmu dari Allah, akan tetapi pengetahuannya itu tidak selalu menunjukkan adanya akal. Pada ayat sebelumnya, Allah menyinggung keadaan orang-orang yang demikian.


وَلَئِن سَأَلۡتَهُم مَّن نَّزَّلَ مِنَ ٱلسَّمَآءِ مَآءٗ فَأَحۡيَا بِهِ ٱلۡأَرۡضَ مِنۢ بَعۡدِ مَوۡتِهَا لَيَقُولُنَّ ٱللَّهُۚ قُلِ ٱلۡحَمۡدُ لِلَّهِۚ بَلۡ أَكۡثَرُهُمۡ لَا يَعۡقِلُونَ [ العنكبوت:63-63]

Dan sesungguhnya jika kamu menanyakan kepada mereka: "Siapakah yang menurunkan air dari langit lalu menghidupkan dengan air itu bumi sesudah matinya?" Tentu mereka akan menjawab: "Allah", Katakanlah: "Segala puji bagi Allah", tetapi kebanyakan mereka tidak berakal. [Al 'Ankabut:63]

Orang-orang yang meyakini bahwa Allah menghidupkan bumi setelah matinya dengan air yang diturunkan dari langit oleh Allah adalah orang-orang yang dalam keadaan baik. Mereka adalah orang-orang yang meyakini bahwa Allah menurunkan pengetahuan dari langit kepada manusia. Mereka meyakini bahwa dengan pengetahuan itu Allah menghidupkan bumi setelah matinya. Mereka adalah orang-orang yang baik maka hendaknya manusia bersyukur dengan memuji Allah atas mereka.

Akan tetapi keadaan tersebut tidak selalu menunjukkan akal dalam diri mereka. Ayat tersebut menyatakan bahwa kebanyakan dari orang-orang demikian tidaklah berakal. Seseorang harus mempunyai keyakinan bahwa kehidupan dunia ini adalah senda gurau dan permainan agar dapat mengetahui kehidupan yang sebenarnya, yaitu kehidupan di alam akhir. Dengan keyakinan demikian dan kemudian menempuh jalan kepada Allah maka akan terbangun akal pada diri orang tersebut.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar