Pencarian

Minggu, 25 Februari 2024

Ihsan dan Perbuatan Syaitan

Allah telah mengutus Rasulullah SAW ke alam dunia untuk menjadi tauladan bagi seluruh umat manusia dalam beribadah kepada Allah. Hendaknya seluruh umat manusia mengikuti jejak langkah beliau SAW dengan membentuk akhlak al-karimah dalam melaksanakan ibadah kepada Allah. Dengan mengikuti Rasulullah SAW, seseorang akan menemukan jalan untuk kembali kepada Allah menjadi hamba yang didekatkan.

Jalan kembali kepada Allah itu adalah agama (ad-diin), berupa jalan kehidupan yang ditentukan Allah bagi masing-masing hamba-Nya. Sangat banyak jalan kehidupan yang mungkin ditempuh oleh setiap makhluk, baik ditempuh dengan mengikuti hawa nafsu ataupun mengikuti kehendak Allah. Seluruh jalan kehidupan yang dapat ditempuh itu telah digariskan Allah, dan setiap makhluk dapat memilih jalan yang digariskan tersebut dengan ketakwaannya atau dengan keinginan yang penuh dosa. Manakala memilih ketakwaan, ia mungkin akan menemukan garis kehidupan yang dikehendaki Allah, atau setidaknya mendekatinya. Agama adalah jalan kehidupan yang dikehendaki Allah bagi setiap hamba-Nya.

Di jalan kehidupan yang dikehendaki Allah, setiap orang akan menemukan pengetahuan yang banyak tentang Allah. Pengetahuan itu merupakan sumber keihsanan bagi setiap hamba. Agama yang paling ihsan dapat diperoleh seseorang dengan jalan menempuh kehidupan berserah diri, berbuat dengan penuh keihsanan dan mengikuti millah nabi Ibrahim a.s secara hanif. Allah telah menjadikan nabi Ibrahim a.s sebagai khalil (kesayangan) bagi-Nya, karena itu jalan yang telah beliau a.s tempuh hendaknya dijadikan panduan bagi umat manusia sebagai jalan untuk kembali kepada Allah.

﴾۵۲۱﴿وَمَنْ أَحْسَنُ دِينًا مِّمَّنْ أَسْلَمَ وَجْهَهُ لِلَّهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ وَاتَّبَعَ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا وَاتَّخَذَ اللَّهُ إِبْرَاهِيمَ خَلِيلًا
Dan siapakah yang lebih baik agamanya dari pada orang yang berserah diri kepada Allah, sedang dia seorang muhsin, dan ia mengikuti agama Ibrahim yang lurus? Dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayangan-Nya. (QS An-Nisaa: 125)

Berserah diri kepada Allah adalah kemauan berbuat berdasar keinginan mengikuti kehendak Allah. Berserah diri bukan perbuatan pasrah terhadap segala sesuatu yang terjadi tanpa berbuat. Bentuk berserah diri dapat diukur berdasarkan pelaksanaan rukun islam yang diiringi dengan landasan makna yang benar. Misalnya manakala seseorang memilih sesuatu berdasarkan keinginan untuk menjadi saksi terhadap ilahiah-Nya, maka ia termasuk seseorang yang berserah diri. Demikian pula keinginan untuk menegakkan shalat, menunaikan zakat, berpuasa dan menunaikan haji yang disertai dengan landasan memahami makna, maka ia seseorang yang berserah diri. Sedikit ataupun banyak landasan makna bagi perbuatannya, ia termasuk seseorang yang berserah diri.

Seorang muhsin adalah seseorang yang mempunyai pengetahuan tentang Allah, sedemikian ia melaksanakan amal-amalnya berdasar pengetahuan tentang Allah. Ia beribadah kepada Allah seolah-olah ia melihat-Nya, atau bila ia tidak melihat maka ia mengetahui bahwa Allah melihat dirinya. Dengan pengetahuan demikian ia melaksanakan amal-amalnya dengan cara yang sebaik-baiknya. Ia akan merasa malu bila tidak berusaha mengerjakannya dengan sebaik-baiknya. Dengan keadaan demikian, ia tidak melaksanakan amal tanpa berusaha dengan sebaik-baiknya.

Selain dengan berserah diri dan menjadi muhsin, agama yang terbaik akan diperoleh seseorang dengan mengikuti millah Ibrahim a.s. Nabi Ibrahim a.s merupakan makhluk yang diangkat sebagai khalilullah, suatu kedudukan yang sangat tinggi di sisi Allah. Hanya Rasulullah SAW makhluk yang berkedudukan lebih tinggi di sisi Allah. Rasulullah SAW membawakan seluruh kebenaran dari sisi Allah bagi seluruh makhluk, sedangkan khalilullah Ibrahim a.s lebih berperan menjadi tauladan yang nyata bagi para makhluk untuk melangkah menjadi hamba yang didekatkan kepada Allah. Setiap makhluk hendaknya berusaha mengikuti langkah nabi Ibrahim a.s untuk menjadi hamba yang didekatkan.

Puncak dari millah nabi Ibrahim a.s adalah membentuk bayt untuk meninggikan dan mendzikirkan asma Allah. Ini dapat dilihat pada baytullah al-haram dan syariat-syariat umrah dan haji sebagai bayt yang dibangun nabi Ibrahim a.s bersama keluarganya. Perjalanan demikian ditempuh melalui berbagai tahapan yang mengantarkan langkah taubat hingga terbentuk bayt, dimulai dari hijrah menuju tanah suci yang dijanjikan, sa’i di bukit shafa dan marwa, thawaf, arafah, penyembelihan, melempar jumrah dan selengkapnya sebagaimana ibadah haji dilakukan. Membina bayt untuk meninggikan dan mendzikirkan asma Allah harus ditempuh dengan tahapan yang jelas mengikuti millah nabi Ibrahim a.s, dan hal itu akan membentuk sepasang manusia untuk mampu meninggikan asma Allah.

Bayt demikian terbentuk di keluarga yang membentuk misykat cahaya secara lengkap. Keluarga itu dapat diibaratkan kamera yang baik dan dilengkapi dengan roll film yang baik. Kamera itu adalah misykat cahaya diri laki-laki yang dapat membentuk bayangan kehendak Allah dalam dirinya, dan roll film itu adalah perempuan yang dapat mewujudkan bayangan yang terbentuk dalam kamera misykat suaminya ke alam dunia. Bila salah satu aspek tidak terbentuk, maka tidak terbentuk bayt untuk meninggikan dan mendzikirkan asma Allah bagi semesta mereka. Bayangan yang terbentuk dalam misykat tidak akan diketahui oleh umat manusia bila tidak dipasangkan roll film pada kamera.

Baiknya agama seseorang ditentukan di antaranya oleh langkahnya dalam mengikuti millah nabi Ibrahim a.s membentuk bayt. Setiap laki-laki harus membina akalnya untuk dapat memahami kehendak Allah melalui ayat-ayat yang digelar Allah, baik ayat kauniyah maupun kitabullah. Para perempuan harus membina diri untuk dapat memahami sesuatu yang terbina dalam diri suaminya sesuai dengan kehendak Allah, karena pemahaman dirinya terhadap suaminya itu yang akan menjadi kesuburan dirinya dalam menumbuhkan dan melahirkan potensi yang ada pada suaminya untuk diberikan kepada masyarakat mereka. Kekuatan ingatan dalam diri perempuan hendaknya dimanfaatkan secara sinergis dengan potensi suaminya, tidak (hanya) digunakan untuk mengingat kesalahan-kesalahan suami dan menghakiminya.

Seorang suami sangat mungkin bersifat pelupa karena fungsinya dalam agama adalah sebagai misykat cahaya untuk membentuk bayangan, dan sangat sedikit kemampuan laki-laki untuk mengingat bayangan yang pernah dibentuknya. Bila ia tidak sedang memikirkan objeknya, ia mungkin akan segera kehilangan memori tentang apa yang pernah dipikirkannya atau yang diperintahkan kepadanya. Hal ini harus dibantu isteri yang mempunyai memori lebih besar. Dalam urusan agama, pahamnya seorang isteri terhadap suaminya akan menentukan terwujudnya perkembangan diri suaminya ke alam dunia, sedangkan dalam urusan dunia memori seorang isteri akan sangat membantu terwujudnya diri suaminya.

Agama yang terbaik terbentuk dari keislaman, keihsanan dan mengikuti langkah nabi Ibrahim a.s. Semakin sempurna ketiga komponen tersebut, akan semakin sempurna pula agama yang dicapai seseorang. Mengikuti langkah nabi Ibrahim a.s merupakan arah yang dapat mengantar seseorang mencapai puncak amal yang dapat dilakukan. Tingkat keislaman dan keihsanan seseorang akan dapat terbangun semakin tinggi dengan mengikuti langkah nabi Ibrahim a.s, hingga seseorang bisa mengukur tentang keislaman dan keihsanannya tidak hanya berprasangka. Setiap hamba mungkin mempunyai bobot yang berbeda pada masing-masing dari ketiga komponen itu. Hendaknya setiap orang memperhatikan agar ketiga komponen itu tumbuh dalam dirinya dengan baik, sebaik-baiknya, dan tidak rusak pada salah satunya. Bila salah satu komponen itu rusak, seseorang bisa menyimpang hingga celaka. Daripada celaka, lebih baik seseorang menumbuhkan dengan hati-hati. Rusaknya salah satu komponen dapat menimbulkan kerusakan pada komponen yang lain, maka setiap orang harus memperhatikan ketiganya.

Mengikuti Millah

Pembinaan agama harus dilakukan untuk membentuk bayt, baik terhadap para laki-laki untuk membentuk misykat cahaya maupun terhadap para perempuan agar dapat menunaikan fungsinya dalam urusan Allah bersama suami dengan sebaik-baiknya. Demikian itulah agama terbaik yang mengikuti millah nabi Ibrahim a.s.

Pembinaan melaksanakan fungsi diri bagi perempuan hanya dapat dilakukan terhadap para perempuan yang mempunyai iktikad untuk beribadah kepada Allah dengan ikhlash. Bila para perempuan mempertuhankan duniawi atau lebih suka mengikuti syahwat dirinya terhadap laki-laki ataupun harta, maka pembinaan pelaksanaan fungsi diri akan sulit dilakukan. Kadangkala seorang mukminat memperoleh petunjuk tentang jalan hidup yang harus ditempuh tetapi tidak berkeinginan untuk menetapinya, maka ia tidak akan mampu menemukan fungsi dirinya yang ditetapkan. Kadang seseorang takut hidup miskin bila mengikuti petunjuk. Lebih jauh, kadangkala seorang mukminat terjerumus menghinakan objek petunjuknya dan menyiarkannya karena mengikuti syahwat atau hawa nafsu, atau waham yang keliru. Bila menikah dengan seorang yang shalih, mungkin mereka akan tidak mau atau merasa berat berjuang menyertai suaminya, atau justru membebani suaminya untuk mencari harta dan kedudukan dengan meninggalkan amal shalih yang harus dilakukan. Hal-hal demikian harus dihindarkan, dan setiap mukminat harus dibina untuk beriktikad menempuh jalan ibadah dengan keikhlasan.

Para isteri tidak boleh dirusak dengan pembinaan yang keliru dengan tercampurnya kekejian, ataupun dengan pembinaan adab yang keliru terhadap suaminya. Rasulullah SAW berkata kepada para mukminat yang ingin berjihad di jalan Allah dan datang kepada beliau SAW, memerintahkan mereka untuk memperhatikan suaminya, dan melarang mereka untuk berjihad bersama Rasulullah SAW. Setiap perempuan harus menempati kedudukan dirinya di sisi suaminya, tidak mencari kedudukan ke tempat yang lain sekalipun bersama Rasulullah SAW. Bila seorang mukminat meninggalkan suaminya untuk mengikuti laki-laki lain, perbuatannya merupakan perbuatan keji. Bila ia bersikap buruk kepada suaminya, akhlaknya adalah akhlak yang buruk. Rusaknya pembinaan itu akan menyebabkan kerusakan pada bangsa, karena perempuan merupakan tiang tegaknya bangsa.

Dua prinsip pembinaan ini, keikhlasan dan memahami, sebenarnya bersifat umum juga untuk pembinaan kaum laki-laki, hanya saja objeknya sedikit berbeda. Kaum laki-laki harus dibina untuk bisa memahami urusan Rasulullah SAW untuk ruang dan jaman masing-masing. Fahamnya seorang laki-laki terhadap urusan Rasulullah SAW ditandai dengan pengenalan terhadap wasilah mereka kepada Rasulullah SAW, dan disahkan dengan pengenalan terhadap nafs wahidah dirinya sendiri sebagai wasilah dirinya secara langsung kepada Rasulullah SAW. Perbedaan dengan perempuan, wasilah langsung seorang perempuan adalah suaminya. Dalam contoh di atas, keikhlasan merupakan fungsi pembinaan misykat diri, dan pemahaman merupakan fungsi pembinaan zujaajah.

Ihsan dan Makar Syaitan

Baiknya agama seseorang akan memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat mereka. Millah nabi Ibrahim a.s akan menjadikan seseorang mampu melahirkan amal sebagai sumbangsih mereka bagi kehidupan bermasyarakat. Keislaman akan menjadikan seseorang erat berpegang pada tali Allah, dan keihsanan akan menjadikan kualitas amal-amal menjadi baik. Ada hubungan timbal balik di antara ketiga keadaan di atas yang akan menjadikan seseorang meningkat kebaikannya.

Salah satu manfaat keihsanan adalah menghilangkan perselisihan di antara hamba-hamba Allah. Syaitan selalu berusaha untuk menimbulkan perselisihan di antara manusia. Karena perbuatan syaitan umat manusia menjadi berselisih satu dengan yang lain. Tidak semua perselisihan terjadi karena perbuatan syaitan, akan tetapi syaitan selalu bergembira dan berusaha memperbesar perselisihan di antara manusia. Perselisihan demikian tidak hanya terjadi di kalangan orang-orang kafir. Orang-orang yang berjuang di atas kebaikan untuk tujuan yang sama seringkali tidak terlepas dari perselisihan karena perbuatan syaitan. Demikian pula beriman tidak terlepas dari upaya syaitan untuk menimbulkan perselisihan.

Kadangkala sangat sulit bagi orang beriman untuk menyatukan pendapat menghilangkan perselisihan di antara mereka. Allah memberikan perintah kepada hamba-hamba-Nya untuk mengatakan keihsanan-keihsanan di antara mereka, maka perselisihan di antara mereka itu akan mereda dengan mengikuti keihsanan yang terbaik di antara mereka. Bila masing-masing hanya memuntahkan perkataan-perkataan dari hawa nafsu, maka perselisihan itu tidak akan mereda dan mungkin akan semakin meruncing. Setiap orang hendaknya menemukan keihsanan yang terbaik dari perselisihan mereka, dan menyatukan diri pada pokok keihsanan itu. Hal-hal yang diturunkan dengan hawa nafsu dari keihsanan itu hendaknya dilakukan setelah sepakat pada suatu keihsanan.

﴾۳۵﴿وَقُل لِّعِبَادِي يَقُولُوا الَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ الشَّيْطَانَ يَنزَغُ بَيْنَهُمْ إِنَّ الشَّيْطَانَ كَانَ لِلْإِنسَانِ عَدُوًّا مُّبِينًا
Dan katakanlah kepada hamha-hamba-Ku: "Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar). Sesungguhnya syaitan itu menimbulkan perselisihan di antara mereka. Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia. (QS Al-Israa’ : 53)

Keihsanan akan mengalahkan perbuatan syaitan yang membuat manusia berselisih. Akan tetapi perlu disadari bahwa banyak tingkatan keihsanan pada manusia dan banyak tingkatan keahlian syaitan dalam membuat perselisihan. Suatu tingkat keihsanan tertentu akan mengungkap perbuatan syaitan pada tingkat tertentu, sehingga perbuatan syaitan itu menjadi tidak efektif. Akan tetapi perbuatan syaitan yang lebih lihai mungkin tidak terurai dengan keihsanan pada tingkatan yang lebih rendah. Manakala syaitan membuat suatu perselisihan di antara manusia, hendaknya umat manusia berusaha menemukan suatu keihsanan yang dapat mengurai perselisihan itu. Suatu tipu daya syaitan akan mendorong umat manusia untuk mengenal keihsanan yang setimbang dengan kelihaian syaitan yang berbuat.

Kadangkala syaitan melibatkan manusia dalam tipu daya mereka dan membuat suatu mekanisme tipu daya yang rumit. Keterlibatan manusia dalam upaya syaitan tersebut akan meningkatkan kompleksitas tipuan tersebut. Selalu ada tingkatan keihsanan yang dapat mengurai tipu daya itu, tetapi membutuhkan kesabaran dan ketabahan dalam menempuh keihsanan yang diperoleh. Akan banyak orang menjadi korban dari tipuan syaitan manakala melibatkan manusia, akan tetapi sebagian akan melihat jalan keselamatan dan menempuh jalan itu. Satu orang yang menempuh jalan keselamatan akan membuka kunci bagi orang lainnya untuk menempuh jalan yang sama. Syaitan tidak akan diam melihat dinamika demikian dan akan berusaha menghalangi untuk menempuhnya. Bila seseorang membantu menghalangi langkah orang yang ingin berbuat di atas keihsanannya, ia telah membantu syaitan untuk memecah-belah manusia.

Kadangkala syaitan mengajarkan sihir kepada orang-orang yang menyukai dan disukai untuk membuat manusia berselisih. Sihir berfungsi untuk menampakkan kepada manusia sesuatu yang bersumber dari kebathilan. Sihir-sihir kecil dapat dijumpai pada penyihir-penyihir yang melakukan manipulasi sesuatu bagi manusia. Sihir yang terbesar berupa sihir yang menjadikan pandangan umat manusia di suatu negara atau di dunia termanipulasi. Dajjal mempunyai sihir yang sangat kuat untuk memanipulasi pandangan manusia di seluruh dunia. Di tingkatan lebih rendah, penguasa-penguasa seperti Fir’aun memanfaatkan sihir untuk memukau warga negara mereka hingga menganggap penguasa itu memberikan kebaikan. Kenyataannya, masyarakat hanya dimanfaatkan untuk memenuhi syahwat dan hawa nafsu para penguasa tersebut. Upaya seperti Fir'aun demikian biasanya dilakukan dengan memperselisihkan satu pihak dengan pihak yang lain hingga masyarakat menjadi lemah dan dapat dikendalikan. 

Keihsanan tidak dapat diukur dengan hawa nafsu, tetapi harus diukur dengan tuntunan kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW. Mengukur keihsanan tanpa melihat tuntunan kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW bisa menjadi perbuatan yang sangat berbahaya. Ada orang-orang yang mengira bahwa mereka menjalankan perintah Allah sedangkan sebenarnya mereka terjerumus mengikuti syaitan. Suatu keihsanan mungkin akan berbenturan dengan keihsanan yang lain, sedangkan salah satu di antara keihsanan itu atau keduanya palsu. Bila suatu keihsanan ditenggelamkan dengan keihsanan yang palsu, maka syaitan akan mudah menimbulkan perselisihan di antara manusia. Cara demikian termasuk cara syaitan yang paling efektif untuk meredam meningkatnya keihsanan di antara manusia, dan seringkali hal demikian dibantu oleh manusia sendiri tanpa menyadari dan justru merasa ihsan. Setiap keihsanan harus diukur bobot kebenarannya dengan kitabullah Alquran dan sunnah Rasulullah SAW.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar