Pencarian

Senin, 12 Februari 2024

Mensyukuri Karunia Bashirah

Allah telah mengutus Rasulullah SAW ke alam dunia untuk menjadi tauladan bagi seluruh umat manusia dalam beribadah kepada Allah. Hendaknya seluruh umat manusia mengikuti jejak langkah beliau SAW dengan membentuk akhlak al-karimah dalam melaksanakan ibadah kepada Allah. Dengan mengikuti Rasulullah SAW, seseorang akan menemukan jalan untuk kembali kepada Allah menjadi hamba yang didekatkan.

Allah memberikan kelengkapan kepada manusia untuk dijadikan alat mengikuti langkah Rasulullah SAW kembali kepada Allah, di antaranya telinga untuk mendengar, mata untuk melihat dan qalb untuk memahami ayat-ayat Allah. Hal utama yang harus dilakukan setiap orang untuk mengikuti Rasulullah SAW adalah kemauan untuk mendengarkan, melihat dan menggunakan hati untuk memahami ayat-ayat Allah. Indera-indera tersebut tidak akan memberi manfaat untuk mengikuti Rasulullah SAW bila tidak digunakan untuk mencerap ayat-ayat Allah.

﴾۹۷۱﴿وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِّنَ الْجِنِّ وَالْإِنسِ لَهُمْ قُلُوبٌ لَّا يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لَّا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آذَانٌ لَّا يَسْمَعُونَ بِهَا أُولٰئِكَ كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ أُولٰئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ
Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka) Jahannam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (ayat Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai. (QS Al-A’raaf : 179)

Ayat ini menjadi dasar dalam pembinaan akal manusia. Penekanan ayat tersebut terletak pada penggunaan indera dan qalb untuk mencerap ayat-ayat Allah. Sebagian orang melihat penekanan ayat tersebut pada terwujudnya indera bathin pada seseorang berupa pendengaran, penglihatan dan qalb. Sebenarnya tidak demikian. Penekanannya adalah pada penggunaan secara tepat indera-indera yang diberikan untuk memahami ayat-ayat Allah. Adanya indera bathiniah pada seseorang justru dapat menjadikan manusia dapat tersesat dengan kesesatan yang sejauh-jauhnya bila tidak digunakan untuk memahami ayat-ayat Allah.

Ayat di atas secara tersirat merupakan tuntunan bagi setiap orang untuk beramal sesuai tuntunan Allah. Memahami pada ayat di atas disebut dengan istilah يَفْقَهُونَ yang  mempunyai makna memahami untuk melahirkan amal sesuai tuntunan. Setiap orang beriman hendaknya dapat mengenali keadaan diri mereka dan beramal sesuai dengan keadaan masing-masing. Manakala mereka baru dalam tahap mendengar, hendaknya mereka berbuat dengan mengikuti orang yang melihat. Manakala mencapai tahap melihat, hendaknya mereka selalu berusaha melihat masalah secara komprehensif mengikuti orang-orang yang telah memahami. Manakala seseorang telah memahami hendaknya mereka berbuat sesuai dengan pemahaman yang telah diperoleh, yaitu pemahaman berdasarkan kitabullah dan kauniyah, hingga terbuka keyakinan dan musyahadah bahwa tiada Ilah selain Allah dan bahwa Muhammad SAW adalah Rasulullah.

Indera tersebut menunjukkan tingkat perkembangan manusia dalam memahami ayat Allah. Terwujudnya indera tersebut pada seseorang mungkin terjadi tidak dalam urutan tertentu, akan tetapi menunjukkan tingkat perkembangan kualitas penggunaan indera. Tingkat paling dasar dari penggunaan indera batin adalah mendengar dengan telinga. Orang yang mendengar pada dasarnya dapat mencerap informasi yang disampaikan, akan tetapi belum menjumpai realitas kebenaran itu di sekitarnya. Contoh keadaan ini dapat dilihat pada seseorang yang diberi pelajaran awal tentang tauhid. Ia dapat mendengar penjelasan tentang tauhid dari orang yang mengajarkannya, akan tetapi belum menjumpai pengajaran yang diterimanya pada realitas kehidupannya sehari-hari. Mungkin saja fase mendengar ini terlewatkan bila ia telah mengamati dengan sungguh-sungguh sebelumnya sehingga bisa melihat realitas sesuai dengan keyakinan yang diajarkan.

Tingkat selanjutnya adalah melihat. Seseorang yang melihat dengan bashirah akan mengetahui ketentuan-ketentuan Allah yang terjadi dan ditetapkan bagi dirinya. Seseorang yang telah terbiasa untuk berserah diri untuk mengenali kehendak Allah akan mengalami hal-hal yang ditentukan Allah bagi dirinya, dan ia menjumpai ketentuan itu pada beberapa keadaan yang dialaminya. Hal demikian dapat dikatakan bahwa ia telah melihat dengan bashirah walaupun mungkin belum mengetahui bagaimana cara untuk mendekat ke shirat Al-mustaqim.

Manakala seseorang memperoleh kemampuan untuk memahami ayat kauniyah dan firman Allah dalam kitabullah, ia mungkin telah menggunakan qalb untuk memahami ayat-ayat Allah. Keadaan demikian akan memudahkan dirinya untuk melangkah mendekat ke shirat al-mustaqim dan mendatangkan manfaat yang besar bagi masyarakat. Seseorang yang qalbnya memahami akan memahami baik dan buruk yang mungkin akan ditimbulkan oleh suatu peristiwa, yang barangkali tampak hanya manisnya saja. Misalnya mereka akan mengetahui solusi yang lebih baik daripada hal-hal manis yang disampaikan oleh kaki tangan para pemodal yang mungkin hanya akan merugikan. Bidang-bidang yang memperoleh nilai manfaat tergantung dari jati diri orang yang memahami tersebut.

Di setiap bidang ada orang-orang yang berjuang dengan perkembangan masing-masing. Terdapat orang-orang yang berjuang pada bidang mereka dengan indera yang berkembang hingga akalnya dan ada pula orang yang sebenarnya tidak mempunyai pengetahuan. Misalnya di bidang tauhid, ada orang-orang yang mengenal Allah dengan makrifat pada qalb mereka, dan sebagian hanya mendengar saja tentang tauhid, dan ada sebagian lain yang tidak mau mengenalnya. Demikian pula banyak orang-orang di bidang-bidang lain yang bergerak hanya dengan apa yang mereka dengar saja tanpa melihat atau memahami.

Bagi orang-orang beriman, hendaknya mereka mengetahui keadaan perkembangan masing-masing dan beramal sesuai dengan keadaan mereka. Setiap orang hendaknya berusaha untuk meningkatkan perekembangan diri pada bidang mereka hingga menjadi orang-orang yang memahami. Manakala seseorang bisa memahami, maka mereka akan mengenali sahabatnya sebagai sebuah jamaah, tidak terkungkung dalam waham sendiri yang terbentuk karena pencerapan parsial dari indera-indera mereka. Manakala sendirian tanpa berusaha berjamaah, seseorang pada dasarnya hanya mencerap secara parsial dengan inderanya.

Melangkah dengan Perhatian

Perkembangan indera harus melalui jalan yang tepat, tidak boleh keliru. Parameter tepatnya seseorang dalam mengembangkan indera mereka adalah kemampuan mengintegrasikan pemahaman ayat kitabullah dan ayat kauniyah hingga perkembangan itu mengantarkannya mengenal Allah. Perkembangan parsial pemahaman terhadap ayat kauniyah saja tidak akan mengantarkan seseorang mengenal Allah, walaupun dapat mengantarkan seseorang untuk mudah memahami ayat kitabullah. Memahami kitabullah saja tanpa memahami kauniyah dapat menjadi tanda bahwa ilmunya sebenarnya tidak terhubung ke bumi. Manakala seseorang bisa mengintegrasikan pemahaman terhadap kitabullah dengan kauniyah, mereka akan memperoleh jalan untuk menuju Allah.

Pemahaman yang salah tidak akan mengantarkan manusia menuju Allah. Allah hanya akan memperkenalkan diri-Nya kepada seorang hamba di shirat al-mustaqim masing-masing. Allah hanya berada bagi hamba-Nya di atas shirat al-mustaqim. Banyak jalan mendaki ke langit dapat ditemukan oleh manusia, akan tetapi hanya shirat al-mustaqim yang mengantarkan manusia menuju Allah. Orang yang berkeinginan untuk mencari Allah dipersyaratkan secara mutlak untuk menemukan shirat al-mustaqim, atau mereka hanya akan bertemu Allah pada masa timbangan kebenaran di akhirat. Pemahaman yang salah pada seorang hamba yang mencari Allah tanpa memperhatikan shirat al-mustaqim bisa menjadikan mereka menemukan taghut.

﴾۷۵۲﴿اللَّهُ وَلِيُّ الَّذِينَ آمَنُوا يُخْرِجُهُم مِّنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ وَالَّذِينَ كَفَرُوا أَوْلِيَاؤُهُمُ الطَّاغُوتُ يُخْرِجُونَهُم مِّنَ النُّورِ إِلَى الظُّلُمَاتِ أُولٰئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
Allah adalah wali bagi orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindung mereka ialah taghut, yang mengeluarkan mereka dari cahaya kepada kegelapan (kekafiran). Mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. (QS Al-Baqarah : 257)

Taghut adalah berhala-berhala yang mungkin ditemukan dan disembah oleh orang-orang beriman. Berhala-berhala penyembahan sangat banyak ditemukan di antara manusia, baik di antara orang-orang syirik, kafir maupun-hingga di antara orang-orang beriman. Ada penyembahan terhadap syaitan melalui patung-patung untuk media persekutuan seseorang terhadap syaitan. Banyak tuhan-tuhan berupa syahwat dan hawa nafsu yang dipertuhankan oleh manusia yang hidup tanpa suatu tujuan mulia. Ada pula ditemukan berhala-berhala penyembahan di antara orang-orang beriman berupa taghut, yaitu pada orang-orang beriman yang membangun pemahaman yang salah terhadap kehendak Allah tanpa berpegang pada kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW. Orang yang benar-benar ingin beribadah kepada Allah hanya mencari jalan ibadah mereka melalui tuntunan Allah berupa kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW dan kauniyah yang digelar Allah bagi mereka.

Setiap berhala akan mengantarkan manusia menuju neraka, termasuk orang-orang yang mencari Allah tetapi menemukan taghut dan mengikutinya dengan ketaatan. Taghut akan mengeluarkan orang-orang beriman dari cahaya terang keimanan menuju kekafiran. Taghut bukanlah berhala orang-orang kafir yang menuntun dari satu kegelapan kepada kegelapan yang lain, tetapi menuntun manusia dari cahaya keimanan kepada kegelapan hingga seorang beriman kemudian menjadi kafir. Balasan bagi orang yang mengikuti taghut adalah neraka, sekalipun mereka menyangka bahwa mereka bersembah sepenuhnya kepada Allah.

Setiap orang harus mempunyai bukti yang jelas dari kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW tentang pengenalan mereka terhadap Allah, atau ia sebenarnya hanya menemukan suatu taghut dari kalangan syaitan yang menyamar sebagai tuhan manusia. Syaitan mempunyai cara yang licik dan lihai dalam menyesatkan dan menyengsarakan manusia. Mereka seringkali hanya memberikan selipan-selipan terhadap kebenaran yang kadangkala terlihat kecil tetapi sebenarnya dampaknya sangat besar. Selipan syaitan itu sifatnya berbeda dengan kesalahan manusiawi. Kesalahan manusia berdampak kecil sedangkan tipuan syaitan mempunyai dampak yang sangat merusak terhadap umat manusia. Bila manusia memandang suatu taghut dari kalangan syaitan sebagai tuhan, maka dampak kerusakan yang ditimbulkannya sangat besar terhadap umat manusia.

Pengenalan seorang hamba terhadap Allah dimulai dari pemahaman terhadap ayat Allah. Proses pemahaman itu harus ditempuh oleh setiap manusia secara bertahap dan dikontrol kebenarannya dengan kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW. Bilamana perkembangannya melompat, hendaknya ia memperkokoh pijakan tahapan sebelumnya. Setiap orang harus berusaha mendengarkan seruan kebenaran. Bila seseorang tidak mau mendengar seruan kebenaran, ia tidak akan berkembang menjadi orang yang melihat. Bila ia telah mendengar, hendaknya ia berusaha melihat. Bila tidak berusaha melihat kauniyah berdasarkan kitabullah, ia tidak akan bisa memahami. Sebaliknya apabila ia melihat tanpa mendengarkan sebelumnya, hendaknya ia mencari pengetahuan tahap mendengar dengan mendengarkan perkataan orang-orang yang melihat. Demikian seterusnya setiap orang hendaknya menempuh perkembangan secara bertahap dan benar. Bila seseorang mengabaikan salah satu langkah dan melompat pada suatu tahapan perkembangan tanpa landasan yang baik, perkembangan itu bisa bersifat lemah. Bahaya besar yang dapat ditemukan di antaranya adalah munculnya taghut terhadap akal yang lemah.

Kesalahan demikian tidak sedikit ditemukan di antara masyarakat. Kasus paling banyak adalah umat mengikuti orang lain tanpa berpegang pada kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW serta tidak memperhatikan alam kauniyah mereka dengan sungguh-sungguh. Mereka hanya mengikuti iktikad mereka sendiri yang mereka pandang baik. Bila mereka menemukan taghut dan mengikutinya, mereka akan menjadi ahli bid’ah. Mereka tidak akan menyadari porak-porandanya urusan Rasulullah SAW di antara mereka, dan berantakannya akal mereka dalam memahami kehendak Allah. Mereka mengikuti sebagian dari tuntunan Allah, dan membantah sebagian lain dari tuntunan Allah, karena hanya mengikuti secara fanatik tanpa berusaha menggunakan akalnya. Karena itu langkah mereka menuju Allah akan berbahaya. Bantahan terhadap ayat Allah akan mendatangkan bahaya yang sangat besar bagi mereka, karena itu merupakan bentuk kekufuran. Orang yang belum memahami suatu ayat tidak dikatakan kafir, akan tetapi orang yang membantah ayat Allah akan terjatuh pada sikap kafir.

Taghut akan memperoleh tempat yang leluasa diantara orang-orang yang tidak menggunakan akal, atau tidak menumbuhkan akal mereka dengan indera-indera mereka secara bertahap dan kokoh. Kadangkala seseorang merasa telah menjadi orang beriman yang sungguh-sungguh tanpa mengetahui tahap perkembangan diri sendiri, maka kemudian ia melakukan suatu kesalahan yang merusak. Bila seseorang beramal berdasar pendengaran saja, ia harus menyadari bahwa perkembangan dirinya adalah mendengar, belum berada pada tahap melihat ayat-ayat Allah. Misalnya ia beramal berdasar keadaan telah melihat, ia harus menyadari bahwa mungkin ia belum memahami. Manakala ia memahami, ia harus mengetahui dasar amalnya di dalam kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW dan tidak memegang erat pemahaman-pemahaman liar yang tidak jelas kedudukannya dalam tuntunan kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW. Pemahaman liar itu boleh dilepaskan atau ia boleh memegangnya selama tidak mendatangkan bahaya. Pada seluruh dan setiap tahap perkembangan, setiap orang harus berpegang pada tuntunan kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW. Bila setiap orang menggunakan akalnya dengan benar secara bertahap, maka taghut akan sulit mendapatkan tempat di antara orang beriman.

Leluasanya taghut beroperasi di kalangan orang beriman akan mendatangkan kekacauan di antara umat manusia. Syaitan akan leluasa menebarkan fitnah-fitnah mereka di antara manusia, termasuk di antara orang-orang beriman. Segala sesuatu yang buruk dengan mudah dijadikan indah dalam pandangan manusia, hingga umat manusia tidak dapat membedakan kebenaran dan keburukan. Setiap orang berselisih dengan orang lain dan masing-masing merasa diri mereka benar, tidak bisa melihat kebenaran yang selayaknya. Lebih buruk lagi, mungkin saja umat manusia memandang orang-orang yang terburuk di antara mereka sebagai orang yang sebaik-baiknya, dan memandang orang terbaik sebagai orang yang buruk. Fitnah akan menjalar dengan leluasa di antara manusia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar