Pencarian

Senin, 05 Februari 2024

Mengikuti Sunnah Dengan Akal

Allah telah mengutus Rasulullah SAW ke alam dunia untuk menjadi tauladan bagi seluruh umat manusia dalam beribadah kepada Allah. Hendaknya seluruh umat manusia mengikuti jejak langkah beliau SAW dengan membentuk akhlak al-karimah dalam melaksanakan ibadah kepada Allah. Dengan mengikuti Rasulullah SAW, seseorang akan menemukan jalan untuk kembali kepada Allah menjadi hamba yang didekatkan.

Orang-orang yang mengikuti dan bersama-sama dengan Rasulullah SAW akan menyeru umat manusia untuk kembali kepada Allah. Makhluk Allah yang benar-benar telah sampai kepada Allah adalah Rasulullah SAW, sedangkan makhluk lain yang mengikuti melihat jejak-jejak kebenaran melalui langkah Rasulullah SAW yang dapat mereka lihat dengan bashirah. Rasulullah SAW menyeru untuk kembali kepada Allah, dan pengikutnya secara umum menyeru orang lain untuk mendekati apa-apa yang diturunkan Allah dan mendekat kepada Rasulullah SAW. Mereka mengetahui bahwa kebaikan berasal dari Allah melalui Rasulullah SAW maka mereka menyeru umat manusia untuk mendekat kepada apa-apa yang diturunkan Allah dan mendekat kepada Rasulullah SAW. Hal demikian dapat dianggap sama yaitu menyeru untuk kembali kepada Allah, sesuai dengan keadaan masing-masing.

﴾۸۰۱﴿قُلْ هٰذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ عَلَىٰ بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي وَسُبْحَانَ اللَّهِ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ
Katakanlah: "Inilah jalanku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan bashirah, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik". (QS Yusuf : 108)

Bashirah dalam ayat ini menunjuk pada penglihatan terhadap kebenaran jalan Allah. Ibaratnya manakala seseorang di pulau Jawa diperintahkan untuk melakukan tugas di Papua, ia tidak menolak tugas itu dengan alasan tidak mempunyai kemampuan berenang ke Papua. Ia mengetahui bahwa ada kendaraan yang bisa mengantarkan dirinya hingga ke tempat tugasnya, dan ia mampu menempuh perjalanan itu hingga tiba di tujuannya. Bilamana ia menggunakan jalur udara yang harus transit di Makassar, ia tidak menyelesaikan perjalanannya di Makassar tetapi tetap melanjutkan hingga ke Papua. Demikian gambaran orang-orang yang mengikuti Rasulullah SAW menyeru manusia kembali kepada Allah, ia mengetahui tujuan yang harus dicapai dan mempunyai gambaran untuk menempuh perjalanannya, walaupun mungkin ia belum sampai pada tujuannya.

Ada kelompok manusia mengatakan dengan kebanggaan bahwa mereka mengikuti Rasulullah SAW kembali kepada Allah, akan tetapi sebenarnya tidak mengetahui apa yang dikatakannya. Dengan kebanggaan itu mereka justru menyakiti kaum muslimin lain yang mengikuti Rasulullah SAW. Mereka tidak mempunyai gambaran tentang tujuan sunnah Rasulullah SAW menuju Allah, dan sunnah para shahabat beliau dalam mengikuti Rasulullah SAW. Mereka hanya mempunyai gambaran tentang kendaraan yang digunakan dan membanggakan kendaraan yang mereka ketahui tanpa mengerti perjalanan yang harus ditempuh, dan tidak mengetahui jalan-jalan yang harus ditempuh. Mereka adalah kaum khawarij yang membanggakan tata cara syariat mereka sedangkan mereka terlempar jauh dari kebenaran Islam. Mereka bangga dengan tata cara syariat mereka dan membanggakannya, dan menganggap syariat orang lain tidak benar hingga perlu dicegah karena dianggap kesesatan.

Kebanggaan demikian menimbulkan fitnah bagi agama, baik di antara kaum muslimin maupun ahlul kitab. Allah tidak membutuhkan syariat yang dilakukan manusia, karena sebenarnya manusia lah yang membutuhkan syariat agar memperoleh rahmat Allah. Hanya manakala manusia merasa membutuhkan syariat, maka syariat itu akan memberikan manfaat kepada diri mereka. Manakala seseorang merasa berat dalam melaksanakan syariat, ia akan terjaga oleh syariatnya dalam pagar-pagar yang tidak mencelakakan dirinya. Manakala suatu kaum membanggakan syariat yang dilakukannya, ia tidak memperoleh manfaat dari syariat itu, dan mungkin ia akan celaka dengan kebanggaan dirinya terhadap syariat itu. Sikap keliru berupa kebanggaan terhadap syariat itu akan menimbulkan fitnah bagi agama. Barangkali mereka merasa telah berjasa kepada Allah dengan berjuang untuk kebanggaan syariatnya, akan tetapi mereka tidak menyadari bahwa sebenarnya Allah tidak membutuhkan pelaksanaan syariat dari mereka.

Fitnah agama karena kebanggaan demikian berupa memburamnya pandangan manusia terhadap tujuan dari syariat yang dilakukan, dan secara umum berupa kaburnya pengertian Ad-diin dalam pandangan manusia. Umat manusia akan memandang agama sebagaimana apa yang mereka perjuangkan, padahal mereka melesat jauh dari kehendak Allah. Hal demikian itu merupakan fitnah yang menjadikan manusia tidak mengenal kehendak Allah dengan tepat, dan agama kemudian menjadi musuh bagi banyak orang-orang yang terhasut oleh syaitan. Fitnah itu dibuat oleh syaitan, dan orang-orang yang memusuhi agama juga terhasut syaitan.

Masalah syariat harus dipandang dalam kedudukannya secara tepat sesuai agama, agar fitnah terhadap agama karena kaum khawarij dapat diluruskan. Syariat adalah kendaraan bagi umat manusia untuk mengikuti langkah Rasulullah SAW mencapai tujuan kembali kepada Allah. Tujuan itu adalah tujuan yang sangat tinggi, tidak dapat dijangkau oleh manusia dengan kekuatannya sendiri tanpa sarana yang disediakan Allah. Di antara sarana yang diberikan kepada manusia adalah syariat, dan syariat tidak perlu dijadikan bahan berbangga-bangga di antara umat manusia. Jauh lebih penting membina manusia untuk menyadari manfaat dari sarana yang disediakan Allah sehingga dipergunakan dengan sebaik-baiknya. Tidak ada manfaat dari membanggakan syariat di antara manusia dan justru menimbulkan fitnah. Setelah menyadari arti sarana berupa syariat, hendaknya manusia melangkah mengikuti langkah Rasulullah SAW kembali kepada Allah.

Melangkah mengikuti Rasulullah SAW harus dimulai dari langkah yang dekat. Setiap orang harus dapat melihat sesuatu yang dekat dengan dirinya sebagai sarana untuk mencapai tujuan bersama Rasulullah SAW. Mengikuti Rasulullah SAW utamanya adalah menentukan langkah untuk menuju tujuan yang sama, bukan hanya mengikuti model tatacara Rasulullah SAW. Manakala Rasulullah SAW telah mencontohkan langkahnya, maka langkah Rasulullah SAW merupakan tauladan yang terbaik, dan semua langkah yang lebih dekat dengan tauladan Rasulullah SAW merupakan langkah yang lebih baik. Tetapi seringkali sesuatu yang dekat dengan diri seseorang bukan keadaan yang dapat dimodelkan kasusnya secara sederhana sesuai kasus pada jaman Rasulullah SAW. Walaupun berbeda kasus, setiap orang harus berpikir bahwa sebenarnya selalu ada tujuan yang sama dengan tujuan langkah Rasulullah SAW pada setiap kasus,

Sistem pemilu demokrasi bisa menjadi contoh amal yang tidak ditemukan pada masa Rasulullah SAW. Di sisi lain masalah tatanan umat manusia merupakan bagian dari suatu tujuan dalam mengikuti Rasulullah SAW. Dalam kondisi demikian, setiap orang harus berusaha untuk mengikuti tujuan bersama Rasulullah SAW sesuai dengan batas kemampuannya, yaitu memberikan sumbangan untuk terbentuknya tatanan masyarakat yang terbaik. Ada orang-orang yang mengharamkan kesertaan dalam demokrasi karena tidak dicontohkan oleh Rasulullah SAW, tanpa disertai langkah alternatif sedikitpun untuk membentuk tatanan masyarakat yang baik. Perbuatan demikian menunjukkan ketidakpahaman terhadap tujuan mengikuti Rasulullah SAW, terjebak hanya meniru perbuatan beliau SAW tanpa memahami tujuan langkah beliau SAW. Ibaratnya ia melarang seseorang yang harus pergi keluar pulau karena tidak ada kapal dari rumahnya, padahal setiap orang harus pergi ke pelabuhan terlebih dahulu untuk mendapatkan kapal. Larangan demikian merupakan amal yang tidak masuk akal.

Setiap orang harus berusaha untuk menempuh langkah mengikuti Rasulullah SAW melalui hal yang dekat untuk mencapai tujuan-tujuan yang bisa diketahui pada jalan kembali kepada Allah. Kadangkala langkah mengikuti sunnah tidak sama dengan meniru amal Rasulullah SAW karena keadaan yang berbeda, tetapi langkah harus dilakukan untuk mencapai tujuan yang sama dengan tujuan Rasulullah SAW. Misalnya seandainya seseorang memandang sistem demokrasi ibarat mobil tua reyot yang terperosok, ia tidak boleh berangan-angan naik pesawat terbang dari tempat itu sedangkan tidak ada pelabuhan udara dari tempat itu. Ia mesti memperbaiki mobil itu agar bisa sampai ke pelabuhan udara, kemudian melanjutkan perjalanannya dengan kendaraan yang sesuai. Itu merupakan contoh bahwa setiap orang harus berusaha mengetahui tujuan sunnah Rasulullah SAW dengan sebaik-baiknya dan mengikuti langkah Rasulullah SAW melalui hal yang dekat dengan dirinya.

Akal untuk Mengikuti Sunnah

Setiap langkah yang ditempuh seseorang hendaknya terlahir dalam batas pemahaman. Banyak orang mengetahui keadaan sesuatu, tetapi tidak memahaminya. Setiap orang hendaknya bertindak sesuai batas pemahamannya saja. Untuk bertindak lebih, ia harus meningkatkan pemahaman terlebih dahulu sehingga tindakannya tidak mendatangkan madlarat. Setiap orang pada dasarnya harus selalu berusaha menambah pemahaman terhadap kauniyah diri mereka baik ada tuntutan untuk bertindak ataupun tidak, karena pemahaman itu akan menampakkan ayat-ayat Allah bagi dirinya. Dalam keadaan tertentu, pemahaman itu akan dituntut untuk beramal, maka ia harus beramal sesuai dengan pemahaman dirinya.

Seorang syaikh mungkin saja melarang para murid untuk bertindak dalam suatu masalah, bukan karena para murid tidak boleh bertindak akan tetapi karena belum adanya pemahaman para murid terhadap masalahnya. Kadangkala syaikh melarang karena objek misykat yang harus dibentuk murid bukan pada masalah itu. Bila seorang murid mulai memahami suatu masalah, maka murid itu akan didorong untuk beramal karena amal demikian itu akan mengantarkannya melangkah mendekat kepada Allah. Pemahaman dalam hal ini adalah pemahaman terhadap ayat Allah, bukan hanya pemahaman dalam ukuran manusia atau pemahaman mengikuti syaitan. Ukuran kepahaman seseorang terhadap ayat Allah dinilai dari pemahaman dalam mengarahkan langkah kembali kepada Allah mengikuti Rasulullah SAW baik untuk dirinya sendiri ataupun untuk jamaah umat.

Bila suatu pemahaman tidak menunjukkan arah dalam melangkah mengikuti Rasulullah SAW, maka dalam kacamata sang syaikh ia tidak dalam kategori faham. Kefahaman dalam mengikuti Rasulullah SAW bisa berupa sedikit faham atau memahami banyak. Seseorang yang memahami salah satu langkah di antara keseluruhan fase dalam rangka mengikuti Rasulullah SAW dapat dikatakan telah memperoleh kefahaman, maka mungkin seorang syaikh akan mendorongnya untuk beramal sesuai kefahamannya. Bila ia beramal, maka dapat diharapkan ia memperoleh lebih banyak lagi kefahaman terhadap langkah mengikuti nabi. Ketika beramal, hendaknya setiap orang tetap berpegang pada kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW.

Hal utama yang harus dilakukan setiap orang untuk memahami adalah kemauan untuk mendengarkan, melihat dan menggunakan akal untuk memahami ayat-ayat Allah. Manusia bisa mengindera alam fisik dengan indera fisiknya, dan mengindera alam bathin dengan indera bathiniahnya. Indera-indera tersebut tidak akan memberi manfaat untuk memahami bila tidak digunakan untuk mencerap ayat-ayat Allah.

﴾۹۷۱﴿وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِّنَ الْجِنِّ وَالْإِنسِ لَهُمْ قُلُوبٌ لَّا يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لَّا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آذَانٌ لَّا يَسْمَعُونَ بِهَا أُولٰئِكَ كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ أُولٰئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ
Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka) Jahannam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai. (QS Al-A’raaf : 179)

Setiap syaikh akan mengajarkan ayat ini kepada para murid, karena ayat ini menjadi dasar dalam pembinaan pemahaman murid. Penekanan ayat tersebut terletak pada penggunaan indera dan qalb untuk mencerap ayat-ayat Allah sesuai fungsinya. Sebagian orang melihat penekanan ayat tersebut pada terwujudnya indera bathin pada seseorang berupa pendengaran, penglihatan dan qalb. Sebenarnya tidak demikian. Penekanannya adalah pada penggunaan secara tepat indera-indera yang diberikan untuk memahami ayat-ayat Allah. Adanya indera bathiniah pada seseorang justru dapat menjadikan manusia dapat tersesat dengan kesesatan yang sejauh-jauhnya bila tidak digunakan untuk memahami ayat-ayat Allah.

Perlu sifat berani untuk menggunakan akal, berupa keberanian untuk melihat keadaan diri secara jujur dan kemudian memilih kebenaran. Keadaan diri tersebut kadang berupa keadaan kelompok, tidak hanya keadaan diri sendiri saja. Banyak orang-orang yang cukup rendah hati mampu melihat keadaan diri sendiri dengan jujur, akan tetapi tidak mempunyai keberanian untuk melangkah mengikuti kebenaran karena hidup dalam masyarakat yang mungkin berpandangan tidak sama. Tanpa suatu keberanian seseorang tidak mampu menggunakan akalnya, tidak mampu berpegang pada kebenaran.

Yang dikatakan kebenaran adalah kebenaran yang tertuntun oleh kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW, baik yang terhubung secara langsung ataupun berupa bentuk-bentuk turunan yang terhubung dengan kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW. Segala sesuatu yang terjadi di alam semesta pada hakikatnya (nilai kebenarannya) terhubung kepada kitabullah. Hal ini mungkin tidak terlihat oleh kebanyakan manusia, tetapi dipahami oleh sebagian. Manakala seseorang melihat hubungan kauniyah yang terjadi dengan suatu ayat kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW, ia mungkin memahami ayat Allah. Orang yang tidak mau berusaha memahami dan kemudian mengikuti kebenaran hakikat demikian dan lebih memilih mengikuti waham di antara masyarakat mereka tidak dapat dikatakan sebagai orang yang menggunakan akal. Demikian itu mendekati sifat orang yang lebih mengikuti syahwat dan hawa nafsu terhadap harta dan kedudukan layaknya ternak, hingga tidak dapat dikatakan sebagai orang yang menggunakan akal.

Orang yang menggunakan akal harus mempunyai keberanian untuk berpegang pada kebenaran, walaupun harus sendirian di antara orang lain. Hal ini tidak boleh dimaknai boleh bersikap keras kepala. Setiap orang harus bersikap rendah hati untuk bisa melihat kebenaran dari orang lain, tetapi sekaligus juga mempunyai keberanian untuk berpegang pada kebenaran yang dipahaminya. Kadangkala keberanian itu harus tetap dipegang hingga ketika benar-benar sendirian, misalnya dipandang tertipu oleh pasangan sendiri disertai tuntutan kebutuhan yang tidak bisa diperoleh melalui pelaksanaan jalan kebenaran. Dalam keadaan demikian, seseorang harus tetap mempunyai keberanian untuk menggunakan akalnya, bersama dengan usaha memenuhi kebutuhan dengan jalan duniawi bagi keluarganya, tidak boleh mundur sepenuhnya untuk mengikuti tuntutan yang tidak sejalan dengan kebenaran yang dipahaminya.

Menegakkan kebenaran dan pemakmuran bumi dapat dilakukan dengan benar oleh orang-orang yang mempunyai keberanian menggunakan akalnya. Dalam hal ini, peran isteri sangat besar. Seseorang yang menggunakan akalnya tidak mampu melakukan pemakmuran atau menegakkan kebenaran tanpa disertai oleh isterinya. Setiap mukminat harus dibina untuk dapat menyertai suaminya secara tenang dan menjaga diri. Hal demikian akan menumbuhkan kesuburan para mukminat. Bila para mukminat diajari untuk lebih banyak menuntut dan kurang terampil dalam memahami keberpasangan dengan suaminya, bumi akan menjadi gersang tanpa hasil yang memadai. Kadangkala seorang mukminat tidak dapat menyertai suaminya bukan karena berbuat salah, akan tetapi karena ada kesalahan masyarakat dalam membina mukminat. Hal ini akan meruntuhkan pemakmuran. Kadang dijumpai pasangan mukmin-mukminat mengetahui besarnya pengorbanan pasangannya bagi dirinya dan berterima kasih, akan tetapi tidak merasa bahwa itu usaha pengorbanan yang tepat. Hal ini menunjukkan kegagalan pembinaan yang tersembunyi. Barangkali orang lain memandang pernikahan mereka baik, akan tetapi sebenarnya tidak terbangun orientasi kehidupan bersama di antara mereka dalam pernikahannya. Hal ini tidak boleh dipandang ringan. Bukan tidak mungkin akar masalah kegagalan tersembunyi demikian sangat fundamental, bukan hanya suatu kesalahan ringan di tingkatan praktis. Setiap mukminat harus dibina sesuai dengan tuntunan kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW, tidak mengikuti hawa nafsu yang seringkali memandang baik sesuatu yang buruk.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar