Pencarian

Selasa, 20 Februari 2024

Pemimpin dengan Petunjuk

Allah telah mengutus Rasulullah SAW ke alam dunia untuk menjadi tauladan bagi seluruh umat manusia dalam beribadah kepada Allah. Hendaknya seluruh umat manusia mengikuti jejak langkah beliau SAW dengan membentuk akhlak al-karimah dalam melaksanakan ibadah kepada Allah. Dengan mengikuti Rasulullah SAW, seseorang akan menemukan jalan untuk kembali kepada Allah menjadi hamba yang didekatkan.

Allah mengutus rasul-Nya untuk menyeru umat manusia kembali kepada cahaya Allah. Di antara rasul yang diutus Allah adalah nabi Huud a.s kepada kaum ‘Aad. Kaum ‘Aad merupakan kaum yang menjadi representasi tabiat dasar kehidupan jasmani manusia di bumi berupa tabiat bodoh terhadap ayat-ayat Allah dan justru mengikuti orang-orang yang berbuat sewenang-wenang dan menentang kebenaran.

﴾۹۵﴿وَتِلْكَ عَادٌ جَحَدُوا بِآيَاتِ رَبِّهِمْ وَعَصَوْا رُسُلَهُ وَاتَّبَعُوا أَمْرَ كُلِّ جَبَّارٍ عَنِيدٍ
Dan itulah (kisah) kaum 'Ad yang mengingkari tanda-tanda kekuasaan Tuhan mereka, dan mendurhakai rasul-rasul Allah dan mereka menuruti perintah semua penguasa yang sewenang-wenang lagi menentang (kebenaran). (S Huud : 59)

Penguasa yang tidak memperhatikan aspek keadilan dan kemakmuran adalah penguasa yang berbuat sewenang-wenang dan menentang kebenaran. Suatu negeri akan mengalami penderitaan manakala penguasa di antara mereka adalah penguasa yang sewenang-wenang. Penduduk suatu negeri tidak boleh terus menerus menuruti penguasa yang sewenang-wenang karena mereka akan menderita apabila terus-menerus menuruti penguasa demikian. Tindakan ini harus dilakukan dengan berhijrah dan pengetahuan tentang kehendak Allah.

Tidak sedikit kaum yang menjadikan orang-orang yang sewenang-wenang dan menentang kebenaran sebagai pemimpin mereka. Dalam kehidupan dunia, hanya sedikit orang-orang yang menggunakan akalnya hingga tumbuh suatu kebutuhan terhadap pemimpin yang adil untuk menuntun langkah mereka untuk hidup secara setimbang. Hampir setiap orang menginginkan pemimpin yang baik akan tetapi sedikit orang yang dapat menemukan. Sebagian manusia tertipu dengan etiket yang diperlihatkan orang lain sedangkan akhlak mereka buruk. Kebanyakan manusia terkurung dalam keinginan mereka sendiri terhadap dunia dan hawa nafsu, dan keinginan yang tidak terkendali tersebut membuat mereka menjadikan pemimpin dari kalangan orang-orang yang sewenang-wenang dan menentang kebenaran. Mereka berharap untuk memperoleh bagian duniawi dari para pemimpin yang mereka pilih, baik orang lihai yang berharap keuntungan melalui kesewenang-wenangan yang dilakukan ataupun orang-orang lemah pikirannya ditipu dengan sekadar gula-gula. Dengan keadaan demikian, orang-orang jahat yang menginginkan kekuasaan terhadap orang lain akan mudah untuk mempertahankan kekuasaan mereka.

Keadaan demikian tidak hanya terjadi pada orang-orang kafir, akan tetapi juga terjadi pada kaum muslimin. Pada kaum muslimin, keadaan yang buruk demikian tidak semata-mata disebabkan keburukan para penguasa, tetapi terkait pula dengan keadaan masyarakatnya. Allah akan mengangkat para pemimpin bagi kaum muslimin sesuai dengan keadaan mereka. Apabila Allah murka terhadap kaum muslimin, Allah akan mengangkat orang-orang yang paling buruk di antara muslimin sebagai pemimpin, dan mengangkat orang-orang yang paling baik di antara para muslimin manakala Allah ridha kepada mereka. Baik atau buruknya keadaan kaum muslimin akan menentukan kualitas pemimpin yang diangkat di antara mereka, karenanya hendaknya setiap orang beriman meneliti keadaan diri mereka dalam hubungan mereka kepada Allah.

Buruknya keadaan harus dinilai oleh kaum muslimin berdasarkan ayat-ayat kitabullah, tidak mengukur keadaan berdasarkan pikiran sendiri. Keimanan terhadap ayat-ayat Allah dan sunnh Rasulullah SAW akan menentukan kemampuan suatu kaum memilih pemimpin yang baik bagi mereka. Syaitan mempunyai kemampuan yang sangat lihai dalam menjadikan pandangan manusia terbalik-balik memandang baik apa yang buruk dan memandang buruk apa yang baik. Apa yang baik menurut kitabullah harus berusaha dipahami sebagai kebaikan, dan apa yang buruk menurut kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW harus berusaha dipahami sebagai keburukan. Permasalahan ini bukan sesuatu yang boleh diabaikan. Seringkali manusia tidak menyadari dalam mempersepsi mengikuti hawa nafsu hingga bertentangan dengan kitabullah, hanya mengikuti perkataan yang ada pada kaum mereka. Bila tidak selaras dengan kedua tuntunan tersebut, suatu kaum akan mengikuti pemimpin yang buruk.

Setelah menilai keadaan diri, setiap orang beriman harus berusaha untuk melahirkan amal shalih berdasarkan kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW berdasarkan pemahaman yang sebaik-baiknya. Pemahaman yang terbaik pada setiap diri seseorang adalah pemahaman yang terbangun dari proses tazkiyatun-nafs sedemikian hingga diri mereka terbentuk sebagai misykat cahaya. Itu adalah akhlak al-karimah. Amal demikian tidak selalu hanya dilakukan secara mandiri berdasar dorongan dalam diri. Seseorang bisa saja beramal terbaik dengan mengikuti orang lain yang lebih memahami kitabullah, akan tetapi hendaknya amal yang dilakukan berdasarkan pemahaman terbaik yang terbina pada dirinya, tidak sekadar mengikuti. Justru seringkali beramal hanya berdasar dorongan diri sendiri tanpa terkait dengan kauniyah atau orang lain yang lebih memahami menjadi tanda bahwa seseorang mengikuti hawa nafsu.

Pemahaman Terbaik Terhadap Alquran

Ada berbagai tingkat pemahaman yang bisa diperoleh manusia dari Alquran. Kebanyakan manusia hanya memperoleh pemahaman dari Alquran berupa bayangan kabur, karena Alquran hanya dapat disentuh oleh orang-orang yang disucikan. Ada orang-orang yang dapat mencapai pemahaman di tingkatan yang sangat tinggi, dan masing-masing memperoleh penjelasan dalam urusan yang ditetapkan bagi diri mereka. Di antara orang-orang yang disucikan, ada orang-orang yang memperoleh penjelasan Alquran karena upaya mereka membentuk akhlak mereka sebagai misykat cahaya yang tepat, dan ada orang yang memperoleh penjelasan Allah berupa pembacaan oleh seorang syahid yang diturunkan dari Allah, setelah terbentuk misykat cahaya pada dirinya. Demikian berbagai gambaran tingkatan-tingkatan seseorang dalam memahami Alquran.

﴾۷۱﴿أَفَمَن كَانَ عَلَىٰ بَيِّنَةٍ مِّن رَّبِّهِ وَيَتْلُوهُ شَاهِدٌ مِّنْهُ وَمِن قَبْلِهِ كِتَابُ مُوسَىٰ إِمَامًا وَرَحْمَةً أُولٰئِكَ يُؤْمِنُونَ بِهِ وَمَن يَكْفُرْ بِهِ مِنَ الْأَحْزَابِ فَالنَّارُ مَوْعِدُهُ فَلَا تَكُ فِي مِرْيَةٍ مِّنْهُ إِنَّهُ الْحَقُّ مِن رَّبِّكَ وَلٰكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يُؤْمِنُونَ
Maka bagaimanakah (keadaan) orang-orang yang berada di atas penjelasan yang nyata (Al Quran) dari Tuhannya, yang dibacakan oleh seorang saksi dari Dia (Allah) dan telah datang sebelumnya kitab Musa yang menjadi pemimpin dan rahmat? Mereka itu beriman kepadanya (Al Quran). Dan barangsiapa di antara mereka (orang-orang Quraisy) dan sekutu-sekutunya yang kafir kepadanya (Al Quran), maka nerakalah tempat yang diancamkan baginya, karena itu janganlah kamu ragu-ragu terhadapnya (Al Quran). Sesungguhnya (Al Quran) itu benar-benar dari Tuhanmu, tetapi kebanyakan manusia tidak beriman. (QS Huud : 17)

Ayat di atas secara khusus menunjukkan adanya orang yang berada di atas petunjuk yang nyata dari rabb mereka berupa penjelasan yang dibacakan oleh seorang saksi yang diturunkan dari sisi Allah. Petunjuk yang nyata itu adalah Alquran. Di antara manusia, ada orang-orang yang diberi Allah anugerah berupa saksi yang membacakan penjelasan kandungan kitabullah Alquran. Saksi tersebut tidak secara khusus merujuk kepada Rasulullah Muhammad SAW, tetapi berupa saksi yang membacakan kitabullah Alquran sejak jaman Rasulullah SAW hingga jaman yang akan datang. Bagi orang-orang demikian, Alquran adalah kitab yang berbicara bukan sekadar kitab yang (bisa) dibaca. Sebenarnya yang berbicara itu adalah saksi yang diturunkan dari sisi Allah. Sebagian orang bisa melihat bahwa yang berbicara itu merupakan entitas yang berbeda dengan Alquran, dan sebagian mungkin menyangka bahwa kitabullah itulah entitas yang berbicara.

Kadangkala saksi tersebut membacakan sebelum seseorang benar-benar membaca ayat Alquran yang ditentukan. Hal demikian seringkali mendatangkan kebingungan bagi orang-orang yang menerima pembacaannya, terutama bila berakal kuat. Bila berakal lemah, seringkali ia telah tertipu dengan hawa nafsu sendiri sebelum saksi tersebut membacakan. Bila berakal cukup kuat, ia akan bertanya-tanya tentang pemahaman yang terbuka kepada dirinya. Bila ia kemudian mencari pengetahuan kepada kitabullah Alquran dan selalu berpegang padanya, maka ia akan selamat. Bila hawa nafsunya ikut tumbuh cerdas mengikuti pembacaan tanpa dikendalikan, seseorang akan mengalami kesulitan yang sangat besar karena hawa nafsunya itu. Setiap pembacaan yang dilakukan oleh saksi tersebut hanyalah tentang kandungan Alquran, sedangkan segala yang lebih dari pembacaan itu merupakan hasil pikiran dari kecerdasan hawa nafsu. Nafs seseorang yang tenang akan mengikuti kitabullah, tidak mengutamakan mengikuti pikirannya sendiri. Adapun manakala mengikuti hawa nafsu, ia mengetahui bahwa dirinya sedang mengikuti hawa nafsu, tidak menyangka bahwa ia pemegang seluruh amr Allah, dan ia tetap mengetahui saat-saat harus mengikuti perkataan orang lain.

Saksi (syahid) yang diturunkan untuk membacakan ayat Allah tersebut berasal dari alam yang terdekat dari sisi Allah, yaitu alam ruh berupa ruh qudus. Fungsi utama ruh qudus adalah membacakan kandungan kitabullah Alquran kepada hamba-hamba Allah yang dikehendaki-Nya. Ruh qudus mempunyai kemampuan yang sangat besar untuk menggelar kekuatan dari sisi Allah, tetapi fungsi utamanya adalah membacakan kandungan kitabullah Alquran bagi seorang hamba. Sebagai contoh, nabi Isa a.s diijinkan untuk menampilkan kemampuan untuk menghidupkan orang mati karena ruh qudus pada beliau. Bagi umat Rasulullah SAW, ruh qudus hendaknya difungsikan sebagaimana dikehendaki Allah, yaitu untuk mencari pemahaman tentang kandungan Alquran, tidak digunakan untuk menampilkan keajaiban-keajaiban di hadapan manusia.

Pada dasarnya, tidak ada kekeliruan pembacaan sang saksi tentang Alquran, akan tetapi setiap orang bertanggungjawab untuk mengikuti kitabullah Alquran, bukan mengikuti pembacaan sang saksi. Lingkup Alquran lebih luas daripada pembacaan ruh qudus. Demikian pula orang yang hanya mengikuti orang lain dituntut untuk mengikuti Alquran, tidak mengikuti tanpa berpegang pada kitabullah. Seseorang harus mengikuti pembacaan ruh qudus tentang Alquran bagi dirinya, sedangkan orang yang mengikutinya boleh mengikuti dengan berusaha memahami. Di sisi lain, pembacaan ruh al-quds itu adalah benar-benar terhadap Alquran tidak di luar itu, maka seharusnya tidak ditemukan suatu keraguan sedikitpun terhadap pembacaan itu. Apa yang tidak dipahami pengikut sebenarnya hanya karena kekuatan akalnya, bukan karena melencengnya penjelasan dari kebenaran. Hendaknya seseorang tidak mempunyai keragu-raguan atau berbantahan dalam beramal mengikuti petunjuk yang diturunkan melalui ruh al-quds dan hamba-Nya yang berada di atas petunjuk yang nyata.

Pendahuluan untuk mencapai keadaan di atas adalah penghayatan terhadap kitab Musa. Kitab nabi Musa a.s merupakan kitab yang menuntun hijrah umat manusia menuju tanah suci yang dijanjikan. Tanah yang dijanjikan adalah pengenalan seseorang tentang jati diri penciptaannya. Setiap orang harus berhijrah dari kegelapan duniawi menuju pengenalan penciptaan diri sebagai jalan ibadah dirinya. Untuk hijrah itu, setiap orang hendaknya mengikuti kitab nabi Musa a.s dengan menjadikannya imam untuk mencapai rahmat Allah. Perjalanan hijrah bagi umat nabi Muhammad SAW tidak harus dilakukan dengan menempuh perjalanan menempuh gurun ke tanah syam, tetapi dilakukan melalui proses tazkiyatun-nafs. Yang dijadikan imam dan rahmat bagi umat manusia dalam perjalanan hijrah ke tanah suci yang dijanjikan adalah kitab nabi Musa a.s, bukan perjalanan fisik beliau. Perjalanan ini sangat banyak dijelaskan dalam kitabullah Alquran, dan setiap orang islam harus mengambil tuntunan dari kisah nabi Musa a.s tidak menjadikannya sebagai suatu cerita dari orang-orang terdahulu. Bila seseorang tidak memperoleh nilai dari kisah perjalanan hijrah nabi Musa a.s menggembalakan bani Israel mencapai tanah yang dijanjikan, mungkin ia sebenarnya telah menjadikan kisah-kisah qurani tersebut sebagai cerita orang terdahulu.

Berbagai Jenis Pemimpin

Orang yang memperoleh saksi (syaahid) dari sisi Allah merupakan orang-orang yang terbaik untuk diikuti. Mereka memahami kehendak Allah dengan pengajaran yang diturunkan Allah melalui saksi dari-Nya. Mereka tidak akan berbuat sewenang-wenang terhadap orang lain, tidak menginginkan keuntungan duniawi dari hubungan mereka dengan orang lain dan justru menginginkan memberikan manfaat bagi umat manusia, dan mereka berusaha (hanya) mengerjakan amal-amal yang ditentukan Allah bagi mereka. Mereka adalah para ulul amri yang sebenarnya, mengetatahui urusan Allah yang harus ditunaikan oleh umat manusia.

Sebenarnya para ulil amr mempunyai hak-hak terhadap umat manusia berupa ketaatan mereka dalam urusan yang mereka emban, akan tetapi boleh jadi mereka tidak menuntutnya terhadap umatnya. Bila terjadi hal demikian, umat manusia sebenarnya telah rugi karena mereka adalah jalan untuk mentaati Allah dan mentaati Rasulullah SAW. Ulil amr tidak ingin menimbulkan kerugian terhadap umat manusia melalui terjadinya ketidaktaatan manusia terhadap urusan Allah pada dirinya, akan tetapi kadangkala manusia menghalangi mereka untuk menunaikan amanahnya bagi umat manusia, dan umat manusia tidak memandang adanya kepentingan terhadap urusan Allah yang harus dilaksanakan. Kadangkala hal demikian bukan diakibatkan akhlak yang buruk tetapi karena akal umat tidak dapat mengenali kebenaran dari sisi Allah. Umat seharusnya tidak meragukan penjelasan Alquran dari para ulil amr, akan tetapi seringkali ada hijab yang menutup dan akal mereka tidak menembus hijab tersebut. Kesombongan merasa mulia atau berada di atas alhaq merupakan hijab paling kuat yang dapat menutup manusia untuk melihat kebenaran yang disampaikan bahkan menjadikan seseorang sebagai orang yang sangat berdosa.

Orang-orang yang berusaha untuk memahami ayat-ayat Allah dengan akhlak mulia juga termasuk sebagai orang-orang yang baik untuk diikuti, tidak termasuk sebagai pemimpin yang sewenang-wenang. Tingkatan orang demikian tidak sebaik orang yang memperoleh saksi dari sisi Allah yang membacakan Alquran bagi diri mereka, tetapi lebih baik daripada orang yang membentuk akhlak mulia. Sebagian manusia berusaha mengikuti tuntunan Allah akan tetapi tidak melakukan tazkiyatun-nafs untuk membentuk akhlak mulia. Sebagian dapat memahami tuntunan dengan baik karena berserah diri dengan sungguh-sungguh dan tidak sedikit pemahaman demikian itu menimbulkan perselisihan dengan orang lain karena mengikuti hawa nafsu. Hal demikian tidak menunjukkan pemahaman yang baik, tetapi dapat membentuk hawa nafsu untuk mentaati Allah. Sebagian orang jahat menggunakan tuntunan Allah untuk memperoleh keuntungan bagi diri mereka sendiri.

Tazkiyatun-nafs berguna untuk membentuk entitas-entitas dalam diri manusia dalam sebuah akhlak yang memahami cahaya Allah. Pembentukan akhlak tersebut serupa dengan pembinaan misykat cahaya layaknya kamera yang menghasilkan bentuk bayangan cahaya sesuai objeknya. Jasmani manusia harus membentuk layaknya badan kamera yang menutup seluruh cahaya yang datang kecuali melalui lubang kecil yang harus diarahkan ke objeknya. Nafs berfungsi sebagaimana lensa yang menjadikan cahaya yang datang dapat difokuskan membentuk bayangan. Akal merupakan bayangan objek yang terbentuk di dalam badan kamera. Ketajaman dan detail bayangan yang terbentuk merupakan indikator kekuatan akal manusia dalam memahami kehendak Allah. Akal tidak terbentuk bila seseorang tidak berusaha membina akhlak mulia dalam dirinya, berbeda dengan pikiran yang hampir selalu ada pada setiap manusia. Manakala bayangan pohon thayyibah telah sempurna, Allah barangkali berkenan untuk meniupkan ruh qudus yang menjadi saksi dari sisi-Nya yang membacakan kitabullah bagi diri manusia.

Kebanyakan manusia membina diri sepenuhnya dengan keinginan-keinginan duniawi saja baik berupa syahwat duniawi maupun penghormatan. Manakala keadaan masyarakat cukup mapan, keinginan duniawi itu tidak tampak terlalu buruk. Bila keadaan masyarakat buruk, kejahatan dari pemimpin-pemimpin yang berhasrat terhadap keinginan-keinginan duniawi akan tampak sangat buruk. Masyarakat lemah dimanfaatkan hanya untuk keuntungan para pemimpin dan orang-orang kuat yang menguasai masyarakat. Mereka adalah para pemimpin yang harus dihindari oleh masyarakat karena sewenang-wenang dan durhaka.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar