Pencarian

Minggu, 27 Agustus 2023

Halangan dalam Bersyukur

Allah telah mengutus Rasulullah SAW ke alam dunia untuk menjadi tauladan bagi seluruh umat manusia dalam beribadah kepada Allah. Hendaknya seluruh umat manusia mengikuti jejak langkah beliau SAW dengan membentuk akhlak al-karimah dalam melaksanakan ibadah kepada Allah. Dengan mengikuti Rasulullah SAW, seseorang akan menemukan jalan untuk kembali kepada Allah menjadi hamba yang didekatkan. Jalan untuk didekatkan kepada Allah tersebut dikenal sebagai shirat al-mustaqim.

Jalan itu adalah jalan yang ditempuh oleh orang-orang yang bersyukur terhadap nikmat Allah. Mereka telah memperoleh nikmat Allah, dan mereka bersyukur terhadap nikmat yang telah diberikan-Nya. Nikmat Allah dalam kehidupan di dunia adalah bentuk-bentuk kehidupan yang telah ditetapkan Allah bagi setiap orang sejak sebelum penciptaan mereka di dunia. Orang yang memperoleh nikmat Allah adalah orang-orang yang mengenali bentuk kehidupan yang ditentukan Allah bagi diri mereka. Hal itu merupakan karunia Allah, sedangkan seseorang hanya dapat berharap untuk memperolehnya.

Bersyukur dapat digambarkan sebagaimana seseorang yang menemukan jodoh yang diciptakan dari nafs wahidah yang sama, kemudian menikah dan menunaikan amal-amal yang ditentukan bagi mereka. Pernikahan dengan jodoh yang tepat itu sendiri merupakan setengah bagian dari agama seseorang, dan ketakwaan melaksanakan amal yang ditentukan bagi mereka merupakan setengah bagian yang lain. Mereka menemukan apa yang terserak dan diperuntukkan bagi diri mereka di antara semua hal yang lain, dan kemudian memilih apa yang haq bagi diri mereka masing-masing. Itu adalah nikmat Allah bagi seorang hamba.

Sangat Sedikit Orang yang Bersyukur

Mensyukuri nikmat Allah bukanlah sesuatu yang mudah dilakukan. Kebanyakan manusia tidak dapat memilih apa yang haq bagi diri dari apa yang ditemui di semesta mereka. Sebagian kecil manusia dapat bersyukur, sebagian orang tidak memperoleh jalan untuk bersyukur walaupun memperoleh nikmat Allah, sebagian besar manusia tidak mengetahui jalan mereka untuk bersyukur, dan sebagian manusia kufur terhadap nikmat Allah yang ditentukan bagi mereka. Sebagian besar manusia termasuk dalam kelompok orang-orang yang tidak bersyukur, walaupun belum tentu termasuk orang yang kufur.

Keadaan demikian tidak terlepas dari upaya syaitan menghalangi manusia untuk bersyukur. Syaitan akan mendatangi manusia dari usaha dengan tangan mereka, mendatangi manusia dari apa-apa yang telah berlalu, dari samping kanan mereka dan dari samping kiri. Syaitan mendatangi manusia dari segala arah agar manusia tidak dapat bersyukur terhadap nikmat Allah yang diberikan kepada mereka, atau bahkan menjadikan manusia kufur terhadap nikmat itu bilamana mampu.

﴾۷۱﴿ثُمَّ لَآتِيَنَّهُم مِّن بَيْنِ أَيْدِيهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ وَعَنْ أَيْمَانِهِمْ وَعَن شَمَائِلِهِمْ وَلَا تَجِدُ أَكْثَرَهُمْ شَاكِرِينَ
kemudian aku benar-benar akan mendatangi mereka dari antara kedua tangan mereka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur. (QS Al-a’raaf : 17)

Ayat tersebut merupakan sumpah Iblis besar di hadapan Allah. Iblis itu akan turun sendiri kepada orang-orang yang ingin mensyukuri nikmat Allah. Hal itu ia lakukan setelah atau manakala ia tidak berhasil mendapatkan kedudukan di shirat al-mustaqim seseorang. Hal ini ditunjukkan kata “kemudian (ثُمَّ)” yang menunjukkan sekuen dari kalimat sebelumnya, sedangkan ayat sebelumnya adalah tentang sumpah bahwa ia akan benar-benar duduk bagi manusia di shirat al-mustaqim mereka. Setiap orang harus berhati-hati agar Iblis tidak duduk menjadi penasihat baginya. Iblis besar itu benar-benar akan menghalangi jalan seseorang untuk bersyukur setelah seseorang mengenali shirat al-mustaqim mereka sedangkan iblis tidak memperoleh tempat di shirat al-mustaqim itu baginya. Bila seseorang belum mencapai keadaan itu, bukan Iblis besar itu yang turun. Tetapi tetap akan sangat banyak Iblis lain yang berusaha menghalangi atau menyesatkan setiap orang yang berusaha bersyukur.

Arah Syaitan Menghalangi Syukur

Demikian itu gambaran halangan yang akan dihadapi manusia untuk bersyukur. Setiap manusia perlu membina ‘azam (kehendak) yang kuat untuk menjadi hamba Allah agar dapat menjadi hamba yang bersyukur. Setiap orang harus dapat mengutamakan keinginan untuk menjadi hamba Allah dengan mengesampingkan hawa nafsu dan syahwat, serta membina pengetahuan yang benar dalam menghamba kepada Allah dengan landasan kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW. Bila tidak demikian, syaitan akan memalingkan manusia dari bersyukur. Bila tersisa hawa nafsu atau keinginan jasmaniah, syaitan akan menambatkan pengaruh pada keduanya untuk menjadikan seseorang tidak dapat bersyukur. Bila seseorang mempunyai ilmu yang keliru, syaitan akan mendorongnya untuk tersesat. Iblis mengambil beberapa arah dari manusia, yaitu di antara kedua tangan manusia, dari sisi belakang, dari sisi kanan dan dari sisi kiri.

Apa yang ada di antara kedua tangan manusia dapat menjadi jalan masuk syaitan memalingkan dari bersyukur. Hendaknya setiap orang memeriksa dan mencari sudut pandang yang tepat terhadap apa yang ada di antara kedua tangannya, karena hal itu dapat menjadi jalan syaitan memalingkannya dari bersyukur. Sudut pandang yang terbaik akan terwujud dari kitabullah Alquran dan sunnah Rasulullah SAW, dan itu merupakan jalan untuk menumbuhkan ‘azam menjadi hamba Allah. Suatu ‘azam ibadah bisa saja melenceng dari kehendak Allah bila tidak mempunyai sudut pandang yang tepat.

Seandainya seseorang telah menikahi jodoh yang diciptakan dari nafs wahidah yang sama, syaitan dapat memalingkan mereka dari bersyukur. Itu contoh syaitan yang datang dari arah yang ada di antara kedua tangan manusia. Anak, murid atau orang-orang yang dalam kekuasaan seseorang termasuk dalam contoh demikian, dan yang paling utama adalah pasangan menikah. Boleh jadi syaitan akan menimbulkan perselisihan langkah di antara mereka hingga tidak dapat menyatukan diri dalam suatu bayt untuk mendzikirkan dan meninggikan asma Allah. Atau syaitan memunculkan prasangka atau waham yang salah hingga salah satu atau kedua pihak tidak dapat saling memahami yang lain dalam urusan kehendak Allah, maka mereka berselisih menempuh langkah untuk dekat kepada Allah. Hal demikian dapat dilakukan syaitan terhadap dua pihak yang sama-sama ingin kembali kepada Allah. Apa yang ada di antara kedua tangan manusia dapat menjadi arah syaitan menghalangi manusia untuk bersyukur.

Syaitan juga mendatangi manusia dari yang ada di belakang mereka. Orang-orang yang menyelisihi atau memusuhi adalah contoh orang lain yang ada di belakang. Ada beberapa golongan orang yang berada di belakang. Yang paling menyulitkan seseorang untuk bersyukur adalah orang-orang yang seharusnya dekat dalam urusan penghambaan seseorang akan tetapi menjadi orang yang menyelisihi, dan syaitan datang melalui mereka. Dekatnya urusan akan memberikan pengaruh yang besar terhadap pelaksanaan urusan Allah di shirat al-mustaqim. Tidak mudah bagi seseorang mengabaikan gangguan atau perselisihan yang mungkin muncul dari orang-orang yang seharusnya dekat dengan dirinya.

Dalam kasus demikian, seringkali masalah yang sebenarnya terjadi tidak sebesar fenomena perselisihan yang tampak atau dirasakan di antara mereka masing-masing. Syaitan meniup api perselisihan itu di antara mereka hingga berkobar besar, baik melalui nafs mereka ataupun melalui orang-orang yang ada di sekitar mereka. Bila masing-masing mempunyai iktikad baik dan membuka komunikasi dengan pikiran terbuka, bisa memaafkan kesalahan yang terjadi dan bisa memberikan kejelasan iktikad untuk melangkah menuju keadaan lebih baik, perselisihan mungkin akan menjadi reda. Akan tetapi perlu diperhatikan bahwa semua peristiwa yang pernah terjadi akan mewarnai upaya itu. Suatu kalimat dengan maksud yang baik belum tentu dapat dipahami pihak lain secara proporsional atau justru dipahami terbalik karena peristiwa masa lalu. Hal demikian tidak menunjukkan tidak ada keinginan baik di antara masing-masing, tetapi ada latar belakang berbeda yang harus dipahami bersama. Perbedaan itu dapat mengubah persepsi satu pihak terhadap sesuatu yang disampaikan oleh pihak yang lain.

Orang-orang yang berada di sekitar orang yang akan bersyukur termasuk orang yang akan didatangi syaitan untuk mencegah orang tersebut bersyukur. Syaitan akan mendatangi seseorang yang ingin bersyukur dari sisi kanan dan sisi kiri orang tersebut. Sahabat-sahabatnya dalam kehidupan duniawi ataupun sahabat dalam menolong agama Allah akan dijadikan syaitan sebagai jalan untuk mencegah seseorang bersyukur. Seseorang mungkin saja didatangi oleh suatu syaitan dalam kedudukan tertentu yang terlalu tinggi bagi orang tersebut sedangkan syaitan itu tidak bertujuan untuk menipunya, tetapi untuk mencegah orang lain dari bersyukur. Ia tidak akan dapat mengenali cela atau sihir syaitan itu. Bila ia berpegang pada kitabullah, ia akan selamat dari perbuatan menghalangi manusia dari jalan Allah. Bila ia mengikuti bujukan syaitan itu, ia akan turut celaka dan hawa nafsunya akan menjadi sangat cerdik dengan nuansa keji dan munkar. Hendaknya seseorang tidak melepaskan diri dari kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW sedikitpun agar ia selamat.

Mencapai Keadaan Yang Baik untuk Bersyukur

Kaum beriman diperintahkan mengishlahkan saudara yang berselisih karena sulitnya dua pihak yang berselisih memahami secara langsung pihak lain. Akan tetapi tidak jarang orang-orang beriman justru mengacaukan proses ishlah di antara dua pihak yang ingin melakukan ishlah hingga perselisihan di antara mereka semakin besar. Manakala orang beriman tidak menggunakan akal untuk memahami perintah Allah, mereka akan dijadikan munkar oleh syaitan untuk justru memperuncing masalah di antara orang yang ingin melakukan ishlah. Hendaknya orang-orang beriman berusaha benar-benar menggunakan akalnya, atau setidaknya pikirannya, agar perselisihan yang terjadi di antara mereka dapat mencapai ishlah, tidak justru dikobarkan perselisihan di antara dua orang yang keduanya menginginkan ishlah. Orang yang dengan sengaja merusak proses ishlah dua pihak mukminin yang menginginkan ishlah adalah orang-orang yang tidak menggunakan akalnya untuk memahami kehendak Allah.

﴾۰۱﴿إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat. (QS Al-Hujurat : 10)

Dalam proses ishlah, yang penting diperhatikan adalah hendaknya kedua pihak yang berselisih kembali kepada perintah Allah. Itu adalah sasaran terbaik yang seharusnya dicapai. Kadangkala sasaran demikian tidak dapat tercapai, dan hanya sasaran sekunder yang dapat disepakati. Itu merupakan hasil sementara yang tidak dilarang. Hal demikian tidak menjadi masalah selama tidak menyisihkan kehendak Allah (amr Allah) dari kesepakatan itu. Bila amr Allah tidak diperhatikan dalam melaksanakan ishlah di antara orang-orang beriman, maka ishlah itu tidak memperoleh manfaat terbaik dan perselisihan di antara mereka mungkin termasuk dalam kategori bughat di antara satu orang atau kelompok terhadap yang lain. Bila salah satu pihak tidak ingin kembali atau tidak mau mempertimbangkan amr Allah di antara mereka, maka orang-orang beriman hendaknya memerangi orang yang tidak mau kembali kepada amr Allah hingga mereka kembali kepada amr Allah.

Sebagian orang beriman mempunyai ‘azam dalam melaksanakan perintah Allah sebagai jalan ibadah mereka. Mereka adalah orang-orang yang menghadapi syaitan diri mereka yang mendatangi dari antara kedua tangan mereka, dari belakang, dari sisi kanan dan dari sisi kiri. Bagi mereka, toleransi terhadap suatu upaya mencapai kesepakatan seringkali sangat tipis hingga pilihan yang dapat mereka sodorkan hanyalah mengikuti pendapat mereka atau tetap berjalan masing-masing atau bahkan tetap bermusuhan. Memusuhi mereka merupakan perbuatan bughat, karena amr Allah ada pada diri mereka. Hendaknya orang-orang beriman yang berusaha mengishlahkan benar-benar memperhatikan dan mempertimbangkan pendapat mereka, apakah pendapat mereka itu hanya berasal dari hawa nafsu mereka atau merupakan perintah Allah yang sebenarnya. Perlu diperhatikan bahwa dalam kasus demikian mereka semua sebenarnya sedang berhadapan dengan syaitan yang dapat membuat fitnah yang sangat besar.

Sekalipun seseorang berupaya beramal shalih berdasarkan suatu ‘azam, tetap ada kemungkinan ia mengalami salah paham terhadap orang lain. Syaitan benar-benar berusaha membuat fitnah terhadap mereka hingga mungkin saja syaitan menutup mata mereka dari duduk masalah yang sebenarnya. Objektifitas seseorang dalam melihat masalah tidak menjamin lenyapnya  kesalahpahaman manakala proses yang terjadi telah berjalan secara rumit. Bila ada orang beriman melihat duduk masalah dalam salah paham itu, hendaknya mereka menjelaskan kesalahpahaman mereka kepada pihak-pihak yang berselisih paham. Bila seseorang telah mempunyai ‘azam, ia akan dapat menilai permasalahan dengan baik. Bila seseorang tetap bersikeras dengan pendapatnya setelah memperoleh penjelasan masalah, hendaknya ia tidak diberi jalan untuk melampiaskan hawa nafsunya, atau mereka hendaknya menilai apakah penjelasan masalah itu telah mencukupi.

Syukur dan Pemakmuran Bumi

Bersyukur akan mendatangkan tambahan yang banyak dari Allah bagi manusia hingga dapat terwujud kemakmuran di bumi. Pemakmuran di bumi terwujud melalui syukur, dan terkait dengan terbentuknya bayt. Umrah (pemakmuran) harus dilakukan dengan mengikuti millah nabi Ibrahim a.s berupa bayt. Suatu rumah tangga akan menumbuhkan rasa mawaddah yang menjadi landasan kesuburan umat manusia hingga dapat memberikan pemakmuran di bumi, dan hal itu terkait dengan upaya bersyukur.

Syaitan akan menghalangi orang bersyukur dengan segala cara yang dapat dia tempuh, dan halangan yang terbesar di antaranya melalui rumah tangga. Mencela atau merendahkan kemiskinan atau orang-orang miskin tidak akan dapat menumbuhkan pemakmuran bumi, dan justru akan menimbulkan kekacauan dan permusuhan. Kadangkala seseorang kehilangan kesempatan menikah terbaik karena miskin, atau pertumbuhan rasa mawaddah di rumah tangga mereka terampas secara tidak hak. Hal demikian merupakan perbuatan pemiskinan, karena perbuatan itu menghilangkan jalan kemakmuran dari Allah bila seseorang membina bayt mereka.

Sekalipun bila seseorang tidak merasa khawatir dengan kemiskinan, pemiskinan tidak boleh dilakukan padanya. Ada amanat Allah bagi setiap orang untuk memakmurkan bumi mereka yang mungkin tidak dapat dilakukan bila mereka dimiskinkan. Untuk memahami kebenaran, seringkali umat mereka membutuhkan sosok yang lebih baik daripada orang miskin, dan kemiskinan seseorang bisa menjadi fitnah bagi umat mereka. Ada pula orang-orang dekat yang mungkin akan mengeluh terhadap kemiskinan hingga mereka berdosa. Banyak keburukan dalam suatu pemiskinan terhadap seseorang. Pemiskinan dari sisi agama seringkali terjadi melalui rusaknya pernikahan, baik dalam kasus tidak dapat menikah ataupun kasus hilangnya mawaddah dan sarana bersyukur lain yang dapat tumbuh di dalam pernikahan.

Untuk tercapainya pemakmuran, masyarakat hendaknya dapat bersyukur, atau setidaknya tidak menjadi penghalang bagi orang-orang yang ingin bersyukur. Sebagian orang bisa memperoleh jalan ibadah dengan mengikuti atau membantu orang yang bersyukur, yaitu bila dilakukan dengan cara yang baik. Seorang perempuan bisa membantu sebagai isteri dengan sikap yang baik. Orang-orang lain bisa memperoleh jalan ibadah mereka dengan membantu seseorang yang bersyukur dengan bergantung kepada Allah, akan tetapi tidak akan bisa menyamai nilai bantuan seorang isteri kepada suaminya. Kadang seorang perempuan merasa takut miskin hingga mencaci amal suaminya dan menuntut nafkah melalui amal selain yang bisa dilakukan suaminya dengan baik. Itu tidak akan mendatangkan kebaikan. Setiap isteri hendaknya menyadari bahwa rasa mawaddah dalam dirinya merupakan faktor utama yang menumbuhkan kemakmuran bagi mereka dan semesta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar