Pencarian

Minggu, 20 Agustus 2023

Seruan Para Rasul

Allah telah mengutus Rasulullah SAW ke alam dunia untuk menjadi tauladan bagi seluruh umat manusia dalam beribadah kepada Allah. Hendaknya seluruh umat manusia mengikuti jejak langkah beliau SAW dengan membentuk akhlak al-karimah dalam melaksanakan ibadah kepada Allah. Dengan mengikuti Rasulullah SAW, seseorang akan menemukan jalan untuk kembali kepada Allah menjadi hamba yang didekatkan.

Mengikuti Rasulullah SAW bertujuan agar seseorang menjadi hamba Allah yang diberi karunia untuk memberikan kebaikan kepada umat manusia. Itu adalah tujuan utama mengikuti Rasulullah SAW. Manusia tidaklah diperintahkan mencari atau memberikan keajaiban-keajaiban kepada orang lain.

﴾۱۱﴿قَالَتْ لَهُمْ رُسُلُهُمْ إِن نَّحْنُ إِلَّا بَشَرٌ مِّثْلُكُمْ وَلٰكِنَّ اللَّهَ يَمُنُّ عَلَىٰ مَن يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ وَمَا كَانَ لَنَا أَن نَّأْتِيَكُم بِسُلْطَانٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ وَعَلَى اللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُونَ
Rasul-rasul mereka berkata kepada mereka: "Kami tidak lain hanyalah manusia seperti kamu, akan tetapi Allah memberi karunia kepada siapa yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya. Dan tidak patut bagi kami mendatangkan suatu bukti kepada kamu melainkan dengan izin Allah. Dan hanya kepada Allah sajalah hendaknya orang-orang mukmin bertawakkal. (QS Ibrahim : 11)

Rasulullah SAW dan rasul-rasul yang lain berasal dari kalangan manusia, sama dengan manusia-manusia yang lain. Kelebihan yang ada pada para rasul itu adalah karunia yang diberikan Allah kepada mereka, yang bermanfaat untuk memberikan dukungan kepada orang lain untuk memperoleh kebahagiaan. Umat manusia hidup di bumi yang jauh dari sumber cahaya, sedangkan sumber cahaya itu yang menjadikan manusia memahami kebenaran. Memahami kebenaran itu menjadi kebahagiaan buat manusia. Allah menjadikan para rasul itu sebagai orang-orang yang memperoleh karunia agar memperkenalkan kepada umat manusia jalan untuk memperoleh kebahagiaan. Seringkali manusia salah membentuk kehidupan mereka hingga terjebak dalam kegelapan duniawi. Tidak jarang pula manusia tersesat manakala berjalan untuk mengenali hakikat dalam kehidupan mereka.

Para rasul tidaklah bertugas untuk mempertunjukkan kepada umat mereka keajaiban-keajaiban Allah. Kebahagiaan itu tidak tergantung pada keajaiban-keajaiban yang mungkin ditunjukkan. Demikian pula kedudukan seseorang di sisi Allah tidak ditentukan oleh keajaiban-keajaiban yang mungkin ditunjukkan. Seorang rasul yang berkedudukan sangat tinggi mungkin saja tampak sebagaimana orang biasa saja karena Allah tidak memberikan kepadanya ijin untuk menampilkan keajaiban. Tetapi pasti rasul itu mengetahui jalan yang menjadikan manusia untuk mengenali hubungan diri mereka dengan Allah. Hendaknya umat manusia tidak salah dalam mengenali utusan Allah dan membedakan dengan pembawa keajaiban.

Menjadi Hamba Allah

Kebahagiaan manusia itu terletak pada pengenalan diri mereka, yaitu manakala mereka mengenali hubungan mereka dengan Allah melalui pengenalan diri. Wujud hubungan ini hendaknya secara nyata terlihat dalam pengenalan terhadap amr jami’ Rasulullah SAW. Pengenalan amr jami’ demikian disertai dengan pengenalan terhadap imam dalam urusan mereka, yang menjadi indikasi ketersambungan wasilahnya. Kadangkala seseorang mengenal diri mereka tetapi tidak mengetahui kedudukan mereka terhadap amr jami’ Rasulullah SAW, maka hal itu belum menjadi pengenalan diri yang tepat. Syaitan-pun pada dasarnya mendorong manusia pada pohon khuldi.

Sangat banyak hal yang akan mewarnai pengenalan hubungan seseorang dengan Allah. Seseorang akan mengetahui kemuliaan Allah dan berkeinginan untuk memperkenalkan kemuliaan itu kepada umat manusia. Ia akan berharap kepada Allah untuk dapat menjadi hamba-Nya, dan merasa takut untuk menyimpang dalam menjadi hamba-Nya. Sebagai seorang hamba, ia ingin mengerti apa yang diperintahkan tuannya, dan ia takut untuk menyimpang dari perintah itu. Hal-hal demikian akan mewarnai kebahagiaan seseorang dalam hubungannya kepada Allah.

Terkait dengan ayat di atas, seorang ulama memberikan gambaran dalam seratnya. Beliau menjelaskan tentang beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam ibadah kepada Allah.

Marganing laku utama          Jalannya langkah yang utama

utamaning gesang iki           (yang menjadi) keutamaan hidup ini

lamun ngerti mring Gusti-nya    (yaitu) jika paham terhadap Tuhan-nya

ingkang karya gesang iki        yang telah menjadikan hidup ini

tuwin ingkang paring rejeki      Juga yang telah memberikan rejeki

marang kawula sedarum         kepada hamba semuanya

kabeh para manungsa           semua manusia

ingkang gesang aneng bumi     yang hidup di bumi

kuwi ingkang lagya kena sinembaha     hanya itulah yang pantas untuk disembah

(Harum sari, sinom parijatha : 5)

Mengenali hubungan diri terhadap Allah merupakan pangkal dari rasa tawakkal. Karunia yang diberikan kepada para rasul menjadikan mereka mengenali hubungan mereka terhadap Allah, dan karena itu mereka bertawakkal. Para rasul itu tidak berkeinginan untuk memperoleh keajaiban-keajaiban bagi diri mereka dan tidak berkeinginan mempertunjukkan keajaiban-keajaiban Allah melalui mereka. Mereka hanya berkeinginan untuk menjadikan diri sebagai hamba Allah yang melaksanakan perintah-perintah-Nya, dan dengan kehambaan itu para rasul membina tawakkal kepada Allah. Maka hendaknya orang-orang beriman membina pula ketawakkalan mereka kepada Allah mengikuti para rasul.

Para rasul mempunyai keutamaan dalam tawakkal mereka dibandingkan orang-orang kebanyakan. Keutamaan itu merupakan tauladan bagi orang lain, bahwa keutamaan itu bisa diperoleh oleh orang lain pula. Keutamaan tawakkalnya para rasul itu adalah bahwa mereka telah memperoleh petunjuk tentang jalan mereka, maka mereka mempunyai keyakinan dalam tawakkal mereka. Maka para rasul itu tidak mempunyai alasan sedikitpun untuk tidak bertawakal karena mereka mengetahui jalan yang telah ditunjukkan Allah kepada mereka.

﴾۲۱﴿وَمَا لَنَا أَلَّا نَتَوَكَّلَ عَلَى اللَّهِ وَقَدْ هَدَانَا سُبُلَنَا وَلَنَصْبِرَنَّ عَلَىٰ مَا آذَيْتُمُونَا وَعَلَى اللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُتَوَكِّلُونَ
Mengapa kami tidak akan bertawakkal kepada Allah padahal Dia telah menunjukkan jalan kepada kami, dan kami sungguh-sungguh akan bersabar terhadap gangguan-gangguan yang kamu lakukan kepada kami. Dan hanya kepada Allah saja orang-orang yang bertawakkal itu, berserah diri". (QS Ibrahim : 12)

Walaupun telah ditunjukkan Allah, jalan itu bukan jalan yang terbebas dari halangan dan rintangan. Sangat banyak halangan dan rintangan yang dibuat oleh orang-orang yang tidak beriman kepada mereka. Mereka tidak dapat melihat kebaikan pada seruan para rasul. Karena tidak dapat melihat kebaikannya, mereka melancarkan gangguan, halangan dan rintangan terhadap upaya para rasul menyeru umatnya. Sebagian orang tidak dapat melihat kebaikan itu karena buruknya akhlak mereka, dan sebagian orang tidak melihat kebaikan dalam seruan itu karena waham yang menutupi nafs mereka. Bila tidak membuka mata terhadap kebaikan dalam seruan para rasul, mereka kelak di akhirat akan menjadi tamu di neraka jahannam, atau mereka akan menjadi penghuni neraka itu.

Sebagian gangguan itu merupakan upaya orang-orang jahat untuk menghilangkan halangan untuk mencari keuntungan duniawi. Orang-orang yang jahat mungkin akan kehilangan kesempatan untuk mencari keuntungan dengan merugikan orang lain. Sebagian lain gangguan itu muncul karena perbedaan pendapat dalam penghambaan kepada tuhan masing-masing. Pada dasarnya, keuntungan duniawi pun merupakan tuhan bagi orang-orang yang jahat. Selain itu, sangat banyak imajinasi tentang tuhan yang berbeda-beda pada setiap manusia. Gangguan-gangguan kepada para rasul itu muncul karena perbedaan tuhan di antara umat manusia, sedangkan para rasul menyeru umat manusia untuk menghambakan diri kepada Allah Sang Maha Pencipta Yang Maha Esa.

Para rasul itu tidak mengalami bias dalam memahami kehendak Allah, sedangkan yang lain hanya mempunyai gambaran mereka sendiri tentang tuhan. Bias di antara umat manusia dalam memahami kehendak Allah dapat menimbulkan perselisihan pada mereka terhadap para rasul, dan bahkan menjadikan mereka membuat gangguan-gangguan terhadap seruan para rasul. Bila umat manusia bersungguh-sungguh berusaha untuk memahami seruan para rasul, mereka akan memahami kemuliaan seruan mereka, tidak terjebak dalam waham-waham kebenaran palsu yang tidak bermanfaat manakala ingin kembali kepada Allah.

Dengan penghambaan diri kepada Allah, para rasul itu benar-benar bersabar terhadap gangguan yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak bertakwa. Para rasul hanya berharap sepenuhnya dapat kembali kepada Allah dengan selamat bersama umat, tidak mengharapkan hal-hal lain secara berlebih, karenanya gangguan-gangguan itu tidaklah menjadikan hati mereka berpaling dari keinginan kembali kepada Allah. Sesungguhnya mereka milik Allah dan hanya kepada Allah mereka kembali. Para rasul mengetahui asal mereka sebagai tempat kembali, dan mengetahui pula jalan-jalan mereka untuk kembali.

dengan keadaan demikian, hendaknya umat bersikap dengan seksama tidak mengikuti perkataan orang-orang tanpa memikirkan kandungan yang disampaikan oleh orang lain dengan sebaik-baiknya. Banyaknya orang yang mengatakan sesuatu tidak menunjukkan benarnya perkataan itu, dan perkataan orang yang sendirian tidak selalu menunjukkan perkataan yang salah. Dalam beberapa keadaan, para rasul itu mengatakan kebenaran hanya sendirian tanpa ada orang yang mengikuti atau mendukungnya, sedangkan perkataan rasul itu menunjukkan jalan yang benar untuk menjadi hamba Allah.

Mengikuti Kitabullah dengan Seksama

Walaupun bersabar terhadap gangguan, selisih pemahaman umat terhadap apa yang disampaikan oleh para rasul kadangkala membuat para rasul bersedih hati. Ada di antara umat pengikut para nabi yang bersikeras dengan jalan mereka sendiri tanpa mengikuti langkah uswatun hasanah. Dalam suatu peristiwa, Rasulullah SAW merasakan rasa sedih yang sangat besar terhadap umat beliau SAW, dimana beliau SAW menyerukan : umatku, umatku. Hal itu beliau SAW lakukan setelah membacakan ayat tentang doa nabi Ibrahim terkait penyembahan berhala.

Sekalipun jelas seruan Rasulullah untuk beribadah kepada Allah tanpa mensekutukan dengan sesuatupun, dan nabi Ibrahim telah memberikan tauladan melalui millah beliau a.s, mungkin saja ada selisih pemahaman umat terhadap seruan kedua uswatun hasanah tersebut. Barangsiapa mengikuti millah nabi Ibrahim, maka mereka itu termasuk dalam golongan nabi. Bila mereka durhaka, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang. Ampunan dan kasih sayang Allah itu bukan berarti manusia bebas melakukan perbuatan menyelisihi langkah millah nabi Ibrahim a.s dan sunnah Rasulullah SAW dan berharap Allah kemudian mengampuni dan menyayangi mereka. Ampunan dan kasih sayang Allah akan dilimpahkan kepada umat manusia yang kembali mengikuti nabi Ibrahim a.s dan melakukan perbaikan terhadap kesalahan yang telah dilakukan.

عن عبداللَّه بن عَمْرو بن العاص رضي اللَّه عنهما: أَن النَّبِيَّ تَلا قَول اللَّه في إِبراهِيمَ : رَبِّ إِنَّهُنَّ أَضْلَلْنَ كَثِيرًا مِنَ النَّاسِ فَمَنْ تَبِعَنِي فَإِنَّهُ مِنِّي [إبراهيم:36] وَقَوْلَ عِيسَى عليه السلام: إِنْ تُعَذِّبْهُمْ فَإِنَّهُمْ عِبَادُكَ وَإِنْ تَغْفِرْ لَهُمْ فَإِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ [المائدة:118]، فَرَفَعَ يَدَيْه وَقالَ: اللَّهُمَّ أُمَّتِي أُمَّتِي وَبَكَى، فَقَالَ اللَّه: يَا جبريلُ، اذْهَبْ إِلى مُحَمَّدٍ -وَرَبُّكَ أَعْلَمُ- فسَلْهُ: مَا يُبْكِيهِ؟ فَأَتَاهُ جبرِيلُ، فَأَخْبَرَهُ رسولُ اللَّه ﷺ بِمَا قَالَ، وَهُو أَعْلَمُ، فَقَالَ اللَّهُ تَعَالَى: يَا جِبريلُ، اذهَبْ إِلى مُحَمَّدٍ فَقُلْ: إِنَّا سَنُرضِيكَ في أُمَّتِكَ وَلا نَسُوؤُكَ رواه مسلم.
Dari Abdullah bin Amr bin al-Ash r.a bahwa Nabi SAW membaca firman Allah tentang Ibrahim a.s : “Ya Tuhanku, sesungguhnya berhala-berhala itu telah menyesatkan kebanyakan manusia, maka barangsiapa yang mengikutiku, maka sesungguhnya orang itu termasuk golonganku, dan barangsiapa yang mendurhakai aku, maka sesungguhnya Engkau, Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Ibrahim: 36). Beliau SAW juga membaca ucapan Isa a.s: “Jika Engkau menyiksa mereka, maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba Engkau, dan jika Engkau mengampuni mereka, maka sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (al-Maidah: 118)
Kemudian beliau mengangkat kedua tangannya (berdoa): “ya Allah umatku, umatku!” dan beliau menangis. Maka Allah SWT berfirman, ‘Wahai Jibril, temui Muhammad,” dan Tuhanmu lebih mengetahui, ‘Tanyakan kepadanya, apa yang membuatnya menangis?’ Maka Jibril mendatanginya dan menanyakannya. Rasulullah SAW memberitahukan apa yang dia ucapkan. Maka Allah berfirman, ‘Wahai Jibril, temuilah Muhamad dan katakan, ‘Kami akan membuatmu ridha dalam masalah umatmu dan kami tidak akan menyakitimu.’’ (HR Muslim)

Doa nabi Ibrahim a.s atas maghfirah dan kasih sayang Allah dalam ayat di atas diperuntukkan bagi umat yang mungkin menyelisihi millah beliau a.s, bukan bagi orang-orang kafir yang mendustakan risalah beliau a.s. Barangkali mereka adalah umat yang datang setelah beliau a.s dan menjadi pengikut beliau a.s. Demikian pula doa nabi Isa a.s diperuntukkan bagi hamba-hamba Allah yang mungkin akan mendapat siksa Allah karena kedurhakaan mereka dalam ibadah mereka.

Ibadah kepada Allah hanya dapat dilakukan dengan mengikuti millah nabi Ibrahim a.s, dan menyelisihi millah itu akan menyebabkan seseorang tergelincir pada penyembahan terhadap berhala. Banyak manusia tersesatkan ibadahnya karena penyembahan yang lain yang tampak dalam bentuk menyelisihi millah nabi Ibrahim a.s, yang menunjukkan bahwa langkah mereka salah. Para nabi sangat berharap bahwa umat mereka memperoleh ampunan Allah atas kedurhakaan yang mereka perbuat terkait dengan ibadah mereka kepada Allah.

Umat nabi Muhammad SAW tidak terlepas dari kedurhakaan sebagaimana umat nabi Ibrahim a.s dan nabi Isa a.s, sedemikian hingga Rasulullah SAW menangis karena kedurhakaan mereka. Bagi nabi Muhammad SAW, Allah memberikan janji bahwa Allah akan membuat Rasulullah SAW ridha dalam masalah umat beliau SAW dan Allah tidak akan menyakiti hati Rasulullah SAW. Sebagaimana umat nabi Ibrahim a.s, umat Rasulullah SAW hendaknya bersegera kembali mengikuti Rasulullah SAW mengikuti kitabullah Alquran dan sunnah beliau SAW.

Umat Rasulullah SAW yang berjuang tanpa tuntunan kitabullah Alquran dan sunnah Rasulullah SAW hendaknya waspada bahwa mereka termasuk umat yang akan menyakiti Rasulullah SAW. Manakala firman Allah dalam Alquran dikalahkan oleh perkataan mereka, mereka itulah kaum yang menyakiti hati Rasulullah SAW, maka hendaknya mereka bersegera kembali kepada kitabullah Alquran dan sunnah Rasulullah SAW. Ada pedoman dalam mencari amr Allah, yaitu kitabullah Alquran dan sunnah Rasulullah SAW, bukan mengikuti pikiran hawa nafsu dalam diri manusia. Setiap orang hanya mengetahui sebagian dari Alquran, hendaknya ia tidak boleh mendustakan firman Allah yang disampaikan kepada dirinya, karena pendustaan itu merupakan penyelewengan dari amr Allah. Dalam kasus tertentu, perbedaan mengabdi kepada Allah atau mengabdi kepada syaitan hanya berselisih tipis tanpa terlihat manusia bila tidak berpegang pada kitabullah Alquran.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar