Pencarian

Rabu, 23 Agustus 2023

Jalan Tengah dalam Taubat

Allah telah mengutus Rasulullah SAW ke alam dunia untuk menjadi tauladan bagi seluruh umat manusia dalam beribadah kepada Allah. Hendaknya seluruh umat manusia mengikuti jejak langkah beliau SAW dengan membentuk akhlak al-karimah dalam melaksanakan ibadah kepada Allah. Dengan mengikuti Rasulullah SAW, seseorang akan menemukan jalan untuk kembali kepada Allah menjadi hamba yang didekatkan.

Rasulullah SAW tidaklah diberi tugas untuk mempertunjukkan kepada umat mereka keajaiban-keajaiban Allah. Demikian pula para rasul yang lain. Kedudukan seseorang di sisi Allah tidak ditentukan oleh keajaiban-keajaiban yang mungkin ditunjukkan. Seorang rasul yang berkedudukan sangat tinggi mungkin saja tampak sebagaimana orang biasa saja karena Allah tidak memberikan ijin kepadanya untuk menampilkan keajaiban. Tetapi pasti rasul itu mengetahui jalan yang menjadikan manusia untuk mengenali hubungan diri mereka dengan Allah. Hendaknya umat manusia tidak salah dalam mengenali utusan Allah dan membedakan dengan pembawa keajaiban.

Banyak makhluk yang tergelincir dalam mencari jalan kembali kepada Allah karena keajaiban-keajaiban yang ditunjukkan oleh para panutan mereka. Mereka mengikuti orang shalih atau bahkan para nabi, tetapi mereka lebih memperhatikan keajaiban yang ditunjukkan daripada menemukan hubungan diri mereka terhadap Allah. Umat nabi Isa a.s menjadi contoh besar umat yang tersesat menjadikan nabi Isa a.s dan ibunda Maryam r.a sebagai ilah-ilah selain Allah. Nabi Isa a.s tidak sedikitpun mengajarkan kepada umat manusia untuk menjadikan diri beliau a.s sebagai ilah bahkan meratapi apa yang akan diperbuat oleh umat terhadap beliau. Dengan larangan demikian, tetap saja umat yang mengikuti menjadikan beliau a.s sebagai ilah selain Allah.

﴾۶۱۱﴿وَإِذْ قَالَ اللَّهُ يَا عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ أَأَنتَ قُلْتَ لِلنَّاسِ اتَّخِذُونِي وَأُمِّيَ إِلٰهَيْنِ مِن دُونِ اللَّهِ قَالَ سُبْحَانَكَ مَا يَكُونُ لِي أَنْ أَقُولَ مَا لَيْسَ لِي بِحَقٍّ إِن كُنتُ قُلْتُهُ فَقَدْ عَلِمْتَهُ تَعْلَمُ مَا فِي نَفْسِي وَلَا أَعْلَمُ مَا فِي نَفْسِكَ إِنَّكَ أَنتَ عَلَّامُ الْغُيُوبِ
Dan (ingatlah) ketika Allah berfirman: "Hai Isa putera Maryam, adakah kamu mengatakan kepada manusia: "Jadikanlah aku dan ibuku dua orang tuhan selain Allah?". Isa menjawab: "Maha Suci Engkau, tidaklah patut bagiku mengatakan apa yang aku tidak mempunyai hak. Jika aku pernah mengatakan maka tentulah Engkau mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku tidak mengetahui apa yang ada pada diri Engkau. Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui perkara yang ghaib-ghaib". (QS Al-Maidah : 116)

Keajaiban-keajaiban itu akan mendatangkan urusan yang menjadi beban bagi nabi Isa a.s. Beliau akan ditanya tentang umat yang menjadikan beliau sebagai ilah selain Allah. Tentu beliau tidak mempunyai kesalahan dalam menyampaikan risalah kepada umatnya, tetapi pertanyaan Allah itu merupakan pertanyaan besar karena menyangkut dasar kehidupan setiap makhluk berupa tauhid. Pertanyaan demikian merupakan beban yang besar bagi seorang nabi, walaupun beliau a.s tidak mempunyai kesalahan.

Allah memperkarakan masalah demikian walaupun Dia Maha Mengetahui bahwa tidak ada suatu bersitan pun dalam hati nabi Isa a.s untuk berkata kepada umatnya agar umatnya menjadikan diri beliau sebagai ilah selain Allah, atau memancing yang demikian. Beliau benar-benar berusaha agar umat manusia beribadah kepada Allah tanpa ada keinginan sedikitpun untuk meninggikan diri beliau sendiri hingga mengarahkan manusia memandang beliau secara ambigu sebagai ilah. Bahkan beliau meratapi urusan yang akan menimpa diri beliau itu. Walaupun demikian, Allah tetap akan memperkarakan masalah itu karena besarnya urusan tauhid.

Setiap nabi dan rasul akan merasa sangat takut berurusan dengan melencengnya tauhid pada umat mereka. Demikian pula para shiddiqin dan syuhada serta orang-orang shalih. Mereka berhati-hati agar tidak mengangkat diri masing-masing secara berlebih hingga menjadikan umat mereka tersesat dalam bertauhid. Satu perbuatan atau bersitan hati yang menyebabkan umat melenceng dalam tauhid akan menjadi perkara besar di hadapan Allah kelak, dan Allah akan memperkarakan itu sebagaimana Dia bertanya perkara tersesatnya umat nabi Isa a.s. Tidak ada yang dapat menyembunyikan sesuatu di hadapan Allah, baik itu perbuatan yang nyata ataupun bersitan dalam hati, seluruhnya tidak ada yang terhalang dari pandangan Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala hal yang ghaib.

Sikap takut demikian akan menjadikan umat yang mengikuti mereka sebagai umat yang mempunyai akal kuat. Keajaiban-keajaiban pada dasarnya menyentuh hawa nafsu orang-orang yang lemah, sedangkan kebenaran akan menyentuh akal orang-orang yang kuat akalnya. Suatu kebenaran akan memperkuat akal orang-orang yang berakal, sedangkan terlalu banyak keajaiban akan menjadi stimulasi penguatan hawa nafsu dan menyebabkan kelemahan akal. Manakala terlalu banyak berinteraksi dengan keajaiban, suatu umat mungkin akan terlemahkan akal mereka layaknya sihir hingga tidak dapat memahami kebenaran. Boleh jadi banyak di antara umat nabi Isa a.s merupakan pencari kebenaran, akan tetapi sisi keajaiban nabi Isa a.s menyebabkan banyak di antara mereka sebagai orang yang menjadikan nabi Isa a.s sebagai ilah selain Allah.

Mencari Jalan Tengah

Umat manusia hendaknya bersungguh-sungguh berusaha mengetahui apa yang diinginkan oleh para nabi terhadap diri umat manakala mengikuti mereka. Para nabi dan rasul tidak ingin diangkat atau dipandang umat manusia secara berlebih dari kedudukan mereka sebagai orang yang menyeru manusia untuk beribadah kepada Allah. Bila setiap manusia menemukan jalan ibadah mereka yang sebenarnya kepada Allah, maka itulah keinginan yang sebenarnya dalam diri para nabi dan rasul. Manakala ada seseorang atau lebih menjadikan para nabi dan rasul itu lebih dari kedudukan yang ditentukan Allah, hal itu menjadi suatu perkara yang menakutkan bagi para nabi dan rasul. Mereka akan tertimpa perkara yang besar di hadapan Allah kelak.

Setiap orang hendaknya berusaha mengenal kehendak Allah terhadap diri mereka. Itu merupakan jalan ibadah yang ditentukan Allah bagi masing-masing manusia. Setiap manusia mempunyai urusan yang berbeda satu dengan yang lain, akan tetapi sebenarnya Allah menurunkan satu urusan bagi seluruh makhluknya yang hampir tidak terhingga. Satu urusan itu diturunkan kepada Rasulullah Muhammad SAW dan dijelaskan dalam Alquran, dan urusan itu terbagi-bagi kepada setiap makhluk hingga makhluk yang ada di bumi.

Setiap orang harus beribadah hanya kepada Allah SWT tidak mensekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Hal ini tidak berarti mencegah manusia untuk melakukan penghormatan atau perbuatan terhadap sesuatu yang lain layaknya gambaran sikap kepada Allah. Iblis mengambil makna berlebihan terhadap perintah untuk tidak mensekutukan Allah sedemikian hingga manakala diperintah Allah untuk bersujud kepada Adam, Iblis menolak perintah itu karena mengkontradiksikan perintah Allah dengan perintah-Nya yang lain, sedangkan pemikiran itu hanya menutupi kesombongan yang ada dalam diri Iblis sendiri.

Bagi kehidupan di bumi, Allah menurunkan suatu jalan bagi setiap manusia untuk kembali mendekat kepada-Nya. Kehidupan di bumi pada dasarnya terputus dari jalan kembali kepada Allah kecuali pada jalan-jalan yang diturunkan Allah. Manusia tidak dapat kembali mendekat kepada Allah kecuali melalui jalan-jalan yang diturunkan Allah, dan di jalan-jalan itu perintah-perintah Allah akan ditemukan oleh manusia. Manakala seseorang berada pada jalan itu, ia perlu belajar mensikapi segala sesuatu yang datang kepada dirinya sebagai turunan dari sikap terhadap Allah. Misalnya hendaknya seorang isteri taat kepada suaminya sebagai turunan ketaatannya kepada Allah. Ketaatan kepada suami adalah gambaran salinan ketaatan seorang perempuan kepada Allah, bilamana ketaatan itu tidak ada maka tidak ada ketaatan kepada Allah.

Salinan sikap itu paling tinggi dapat dilihat pada perintah Allah kepada para malaikat untuk bersujud kepada Adam. Perintah itu bukan merupakan perintah kesyirikan, karena perintah itu merupakan salinan sikap bersujud kepada Allah. Salinan-salinan sikap demikian diturunkan Allah hingga kehidupan di alam bumi, bukan hanya bagi para malaikat di langit yang tinggi. Setiap orang yang berharap kembali dekat kepada Allah hendaknya mencari bentuk-bentuk jalan ibadahnya di bumi dengan menghadapkan wajah kepada Allah dan tidak melupakan pagar yang ditentukan Allah bagi mereka. Hal ini dapat diketahui dengan akal. Dengan akal, seseorang dapat mengetahui perintah dan batas-batas yang dapat dilakukannya untuk melaksanakan perintah itu.

Salinan sikap kepada Allah itu menjadi bukti benarnya penghambaan seseorang. Misalnya tidak boleh seseorang mengaku sebagai hamba Allah bila ia menentang kitabullah Alquran dan sunnah Rasulullah SAW, karena keduanya merupakan wujud turunan utama dari kehendak Allah. Seseorang tidak bisa bersikeras melakukan penentangan hanya dengan landasan niat baiknya. Selain kedua tuntunan utama itu, ada banyak turunan berikutnya yang harus disikapi setiap orang sebagai turunan ketaatan kepada Allah. Dalam hal demikian, masih sangat mungkin ditemukan hal-hal yang bathil pada turunan-turunan itu kecuali kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW, karenanya setiap manusia hendaknya selalu menghadap dan bergantung kepada Allah dalam mensikapinya.

Akal dan Jalan Tengah

Ada orang-orang yang melakukan sikap-sikap salinan itu secara berlebihan tanpa menggunakan akalnya. Di antara mereka adalah orang-orang kafir yang mengambil hamba-hamba Allah sebagai wali bagi mereka selain Allah. Mereka tidak menggunakan akalnya untuk memahami kehendak Allah dan hanya menyalin sikap-sikap orang yang ingin kembali kepada Allah. Manakala seseorang tidak berusaha menggunakan akalnya untuk memahami kehendak Allah sedangkan mereka mengambil hamba-hamba Allah sebagai wali, mereka itu sangat mungkin termasuk dalam golongan orang-orang kafir yang menjadikan hamba-hamba Allah sebagai wali selain Allah. Manakala mendustakan ayat kitabullah atau sunnah Rasulullah SAW, itu adalah tanda kekufurannya. Setiap orang hendaknya berusaha menggunakan akal untuk memahami kehendak Allah hingga mereka dapat melihat jalan yang diturunkan Allah bagi mereka dengan akalnya. Tanpa hal ini, seseorang tidak akan bisa kembali dekat kepada Allah tanpa tersesat.

﴾۲۰۱﴿أَفَحَسِبَ الَّذِينَ كَفَرُوا أَن يَتَّخِذُوا عِبَادِي مِن دُونِي أَوْلِيَاءَ إِنَّا أَعْتَدْنَا جَهَنَّمَ لِلْكَافِرِينَ نُزُلًا
maka apakah orang-orang kafir menyangka bahwa mereka (dapat) mengambil hamba-hamba-Ku menjadi wali selain Aku? Sesungguhnya Kami telah menyediakan neraka Jahannam tempat tinggal bagi orang-orang kafir. (QS Al-Kahfi : 102)

Orang-orang demikian merupakan fragmen bagian dari orang-orang yang menjadikan nabi Isa a.s dan ibunda Maryam r.a sebagai ilah selain Allah. Seandainya mereka adalah para pengikut nabi Isa a.s, niscaya mereka termasuk golongan orang-orang yang menjadikan nabi Isa a.s dan Maryam r.a sebagai ilah selain Allah. Umat nabi Muhammad SAW tidak terlepas dari kedurhakaan sebagaimana umat nabi Isa a.s, sedemikian hingga Rasulullah SAW menangis karena kedurhakaan mereka. Bagi nabi Muhammad SAW, Allah memberikan janji bahwa Allah akan membuat Rasulullah SAW ridha dalam masalah umat beliau SAW dan Allah tidak akan menyakiti hati Rasulullah SAW. Sebagaimana umat nabi Ibrahim a.s, umat Rasulullah SAW hendaknya bersegera kembali mengikuti Rasulullah SAW mengikuti kitabullah Alquran dan sunnah beliau SAW.

عن عبداللَّه بن عَمْرو بن العاص رضي اللَّه عنهما: أَن النَّبِيَّ تَلا قَول اللَّه في إِبراهِيمَ : رَبِّ إِنَّهُنَّ أَضْلَلْنَ كَثِيرًا مِنَ النَّاسِ فَمَنْ تَبِعَنِي فَإِنَّهُ مِنِّي [إبراهيم:36] وَقَوْلَ عِيسَى عليه السلام: إِنْ تُعَذِّبْهُمْ فَإِنَّهُمْ عِبَادُكَ وَإِنْ تَغْفِرْ لَهُمْ فَإِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ [المائدة:118]، فَرَفَعَ يَدَيْه وَقالَ: اللَّهُمَّ أُمَّتِي أُمَّتِي وَبَكَى، فَقَالَ اللَّه: يَا جبريلُ، اذْهَبْ إِلى مُحَمَّدٍ -وَرَبُّكَ أَعْلَمُ- فسَلْهُ: مَا يُبْكِيهِ؟ فَأَتَاهُ جبرِيلُ، فَأَخْبَرَهُ رسولُ اللَّه ﷺ بِمَا قَالَ، وَهُو أَعْلَمُ، فَقَالَ اللَّهُ تَعَالَى: يَا جِبريلُ، اذهَبْ إِلى مُحَمَّدٍ فَقُلْ: إِنَّا سَنُرضِيكَ في أُمَّتِكَ وَلا نَسُوؤُكَ رواه مسلم.
Dari Abdullah bin Amr bin al-Ash r.a bahwa Nabi SAW membaca firman Allah tentang Ibrahim a.s : “Ya Tuhanku, sesungguhnya berhala-berhala itu telah menyesatkan kebanyakan manusia, maka barangsiapa yang mengikutiku, maka sesungguhnya orang itu termasuk golonganku, dan barangsiapa yang mendurhakai aku, maka sesungguhnya Engkau, Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Ibrahim: 36). Beliau SAW juga membaca ucapan Isa a.s: “Jika Engkau menyiksa mereka, maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba Engkau, dan jika Engkau mengampuni mereka, maka sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (al-Maidah: 118)
Kemudian beliau mengangkat kedua tangannya (berdoa): “ya Allah umatku, umatku!” dan beliau menangis. Maka Allah SWT berfirman, ‘Wahai Jibril, temui Muhammad,” dan Tuhanmu lebih mengetahui, ‘Tanyakan kepadanya, apa yang membuatnya menangis?’ Maka Jibril mendatanginya dan menanyakannya. Rasulullah SAW memberitahukan apa yang dia ucapkan. Maka Allah berfirman, ‘Wahai Jibril, temuilah Muhamad dan katakan, ‘Kami akan membuatmu ridha dalam masalah umatmu dan kami tidak akan menyakitimu.’’ (HR Muslim)

Di antara pokok masalah yang menimpa umat islam adalah penggunaan akal. Yang dimaksud akal adalah kekuatan untuk memahami kehendak Allah dan melaksanakannya. Akal harus dibina di dalam diri setiap insan, hingga setiap orang dalam suatu umat dapat memahami urusan Allah yang menjadi amanat bagi masing-masing. Akal berbeda dengan pikiran yang berada pada tataran jasmani, tetapi keduanya berjalan beriring. Akal tumbuh di atas landasan akhlak mulia dengan memahami kehendak Allah selaras tuntunan kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW. Suatu keinginan baik saja tidak cukup untuk menumbuhkan akal, harus disertai dengan mengikuti tuntunan kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW. Bila tidak bersama akal, pikiran akan berjalan ke segenap penjuru tanpa memahami kehendak Allah. Demikian pula bila tidak menggunakan pikiran untuk memahami kehendak Allah, akal sangat mungkin akan berjalan menyimpang tidak mengetahui batas-batas yang ditentukan Allah. Akal dan pikiran harus ditumbuhkan dalam diri setiap insan bersama-sama.

Kebersamaan akal dan pikiran ini dapat diibaratkan layaknya suami dan isteri, hanya saja terdapat dalam diri setiap satu orang. Keberpasangan dalam pernikahan merupakan perpanjangan dari bentuk keberpasangan akal dan pikiran dalam wujud yang nyata. Keberpasangan demikian sangat penting dalam pembinaan insan. Akal yang kuat bersama pikiran dengan orientasi berbeda akan menyebabkan seseorang lemah dalam melahirkan amal shalih. Pikiran yang kuat dengan akal yang lemah tidak akan dapat memahami kehendak Allah dan tidak dapat mewujudkan dalam bentuk amal shalih. Kedua aspek tersebut harus tumbuh bersama-sama dalam kehendak Allah.

Pembinaan ini akan memperoleh media yang baik bila ada pernikahan. Seorang laki-laki akan menemukan bahan bagi pikiran mereka melalui isteri-isteri mereka, dan ia dapat membina akal mereka dengan menghadapkan wajah kepada Allah. Seorang isteri akan menemukan kandungan bagi akal mereka dengan memahami suami mereka, dan keikutsertaan dalam mewujudkan amal shalih suami menguatkan pikiran mereka. Cara ini termasuk jalan yang haq untuk menemukan urusan Allah. Tanpa pernikahan, akal seorang perempuan akan selalu mengambang, dan pikiran seorang laki-laki tidak mempunyai bahan berpikir yang haq. Bila keduanya dapat berjalan beriring, mereka akan melahirkan amal shalih sebagai wujud ibadah mereka kepada Allah. Bila tidak dapat beriring, akan sulit bagi mereka untuk menempuh jalan meninggikan dan mendzikirkan asma Allah. Seorang laki-laki berakal tanpa isteri yang mentaatinya mungkin hanya akan dihinakan oleh umatnya manakala menyampaikan kebenaran, dan sebenarnya semesta mereka akan mengikuti sikap isterinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar