Pencarian

Senin, 14 Agustus 2023

Kitabullah dan Pertumbuhan Nafs

Allah telah mengutus Rasulullah SAW ke alam dunia untuk menjadi tauladan bagi seluruh umat manusia dalam beribadah kepada Allah. Hendaknya seluruh umat manusia mengikuti jejak langkah beliau SAW dengan membentuk akhlak al-karimah dalam melaksanakan ibadah kepada Allah dengan mengikuti tuntunan kitabullah Alquran. Dengan mengikuti Rasulullah SAW, seseorang akan menemukan jalan untuk kembali kepada Allah menjadi hamba yang didekatkan.

Akhlak al-karimah merupakan akhlak yang terbentuk karena tumbuhnya kalimah Allah dalam diri seseorang. Kesempurnaan kemuliaan akhlak menunjukkan terbentuknya nafs yang mampu bersikap di atas pemahaman yang benar terhadap firman-firman Allah dalam Alquran, dan mengarahkan bentuk kehidupannya untuk berjalan di atas petunjuk firman Allah. Allah telah membuat perumpamaan kalimah thayyibah sebagai pohon yang baik, yang akarnya teguh ke bumi dan cabangnya menjulang ke langit. Itu adalah perumpamaan firman Allah yang tumbuh dalam qalb manusia hingga qalb itu dapat memberikan buahnya pada setiap musim.

﴾۴۲﴿أَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ أَصْلُهَا ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا فِي السَّمَاءِ
Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit, (QS Ibrahim : 24)

Setiap orang beriman harus menemukan firman Allah yang dapat menumbuhkan akar dalam hatinya hingga tumbuh menjadi pohon yang akarnya teguh ke bumi dan cabangnya menjulang ke langit. Alquran dapat menumbuhkan qalb manusia hingga menjulang ke langit, akan tetapi qalb manusia mempunyai batasan dan kendala. Karena batasan dan kendala pada qalb itu, seringkali tidak semua firman Allah dapat dipahami dan tumbuh dengan baik di qalb. Beberapa firman Allah seringkali dapat tumbuh lebih kuat dalam hati seseorang dibandingkan ayat yang lain, maka hendaknya firman itu dapat menumbuhkan benih yang tumbuh dalam hati mereka. Hendaknya qalb mereka tumbuh hingga mereka dapat melihat makna dari firman-firman Allah yang lain.

Pertumbuhan firman Allah dalam diri manusia dapat dilihat dari pertumbuhan fikiran, akal dan akhlak. Pikiran merupakan kecerdasan manusia di tingkat jasmani, sedangkan akal merupakan kecerdasan di tingkat nafs. Pikiran berguna untuk memahami hal-hal yang bersifat dzahir, sedangkan akal berguna untuk memahami kehendak Allah. Landasan pertumbuhan pikiran dan akal yang benar adalah keinginan untuk memiliki akhlak yang mulia. Akal hanya akan terbentuk di atas akhlak mulia. Setiap orang harus menggunakan pikiran dengan benar untuk membina akal hingga dapat memahami kehendak Allah bagi mereka, dan dengan pemahaman itu mereka hendaknya membentuk akhlak al-karimah. Tanda seseorang memahami dengan benar kehendak Allah adalah terbentuknya kesatuan pemahaman yang benar terhadap ayat Allah dalam bentuk ayat kauniyah maupun ayat dalam kitabullah. Itu adalah tanda tumbuhnya firman Allah dalam diri seseorang.

Akal dan Pikiran untuk Memahami

Sebagian manusia tidak menggunakan pikiran mereka untuk memahami firman Allah. Ada yang tidak menggunakan pikiran itu karena mereka mempunyai tujuan kehidupan yang kufur dan pikiran mereka hanya digunakan untuk mencari apa yang menjadi keinginan mereka. Manakala tidak terbersit suatu kebaikan dalam hati seseorang, mereka akan berubah menjadi orang-orang yang kufur. Seringkali orang-orang kufur itu kemudian menjadi orang-orang yang memusuhi kebenaran karena kuatnya keinginan mereka terhadap hal-hal yang bathil tanpa pernah memikirkan kebaikan yang sebenarnya.

Sebagian orang tidak menggunakan pikiran dengan benar karena akal mereka yang lemah. Mereka memilih menggunakan pikiran untuk mengikuti pendapat mereka sendiri atau pendapat kelompok mereka daripada memahami kehendak Allah. Manakala suatu ayat Allah dibacakan kepada mereka, pikiran mereka mungkin dapat memahami kebenaran ayat-ayat yang dibacakan, akan tetapi mereka tidak mau mengetahui kedudukan kebenaran itu di sisi Allah. Walaupun pikiran mereka mengenali kebenaran, akan tetapi akal mereka terlalu lemah untuk mengenali kehendak Allah yang disampaikan kepada mereka. Mereka memilih untuk mengikuti kebenaran yang ada dalam waham mereka daripada keinginan untuk menjadi hamba Allah.

Orang yang bersikap demikian termasuk dalam golongan orang-orang yang tidak menggunakan akalnya, dan mereka tidak dapat tumbuh menjadi orang-orang yang baik akhlaknya. Mereka mungkin mempunyai hati tapi tidak digunakan untuk memahami, memiliki mata tetapi tidak digunakan untuk melihat dan mempunyai pendengaran tetapi tidak digunakan untuk mendengar. Kadang mereka malah terjerumus lebih buruk sebagai orang yang tidak menggunakan pikiran untuk mengenali kebenaran. Orang yang berakhlak mulia terlahir dari orang-orang yang mampu memahami dan mengikuti kehendak Allah, sedangkan tanpa menggunakan akal manusia hanya akan mengalir mengikuti arus perkataan manusia. Kebaikan-kebaikan yang muncul dari diri mereka terlahir dari waham kebaikan dalam pikiran, tidak terlahir dari suatu keikhlasan untuk bersaksi terhadap Allah dan Rasulullah SAW. Bilamana Allah menghendaki, mereka akan tersapu layaknya buih yang mengambang di permukaan air. Manakala mengikuti kesesatan, mereka tidak akan mengetahui bahwa langkah mereka tersesat.

Setiap orang hendaknya menggunakan pikiran dan akal mereka untuk mengenali kehendak Allah atas diri mereka dengan berpedoman pada firman Allah. Firman Allah itu hendaknya dipahami berdasarkan ayat kauniyah yang digelar Allah pada semesta mereka. Melihat hubungan kedua ayat itu akan sangat memudahkan manusia untuk memahami kehendak Allah. Seringkali melihat ayat kitabullah terlebih dahulu daripada ayat kauniyah lebih memudahkan untuk memahami daripada melihat ayat kauniyah secara langsung, karena ayat kitabullah itu akan membentuk cara pandang tertentu terhadap ayat kauniyah yang harus diperhatikan.

Keberadaan seseorang yang dapat menjelaskan hubungan ayat kitabullah terhadap ayat kauniyah akan sangat membantu umat dalam melihat ayat yang menjadi pangkal pertumbuhan nafs mereka. Orang yang dapat membantu menjelaskan hubungan tersebut adalah orang yang mengenal urusan jaman mereka. Mereka mengetahui kesatuan ayat kitabullah dan ayat kauniyah bagi diri mereka, dan dengan hal itu ia bisa menjelaskan contoh kesatuan ayat kitabullah dengan ayat kauniyah hingga orang lain dapat berusaha mencari atau menemukan kesatuan ayat kitabullah dan ayat kauniyah bagi masing-masing. Sebagian orang demikian merupakan orang yang bertugas untuk mendidik manusia untuk dapat membaca kitabullah bagi mereka, maka mereka itu yang bertanggung jawab mendidik manusia. Para pendidik itu tidak hanya membacakan ayat Allah, tetapi mengajarkan manusia cara membaca kitabullah. Setiap orang yang mengetahui urusan jaman mereka akan mengetahui kesatuan ayat kitabullah dengan ayat kauniyah yang dapat dijadikan contoh cara menemukan firman Allah yang dapat tumbuh dalam qalb masing-masing, tetapi mereka tidak diberi amanat untuk mendidik cara membaca kitabullah.

Tazkiyatun Nafs sebagai Landasan Menumbuhkan Kalimah

Dalam mengajarkan manusia membaca kitabullah, ada prinsip yang selalu menjadi pedoman yaitu mengajarkan para pengikutnya untuk menjadi orang-orang yang disucikan. Para pengajar kitabullah adalah orang-orang yang mendidik manusia untuk melakukan tazkiyatun-nafs dengan metode yang diajarkan Allah kepada para pendidik tersebut.

﴾۹۷﴿لَّا يَمَسُّهُ إِلَّا الْمُطَهَّرُونَ
tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan. (QS Al-Waqi’ah : 79)

Proses tazkiyatun-nafs dapat diibaratkan sebagai mempersiapkan ladang berupa qalb manusia agar siap untuk menjadi wahana pertumbuhan benih firman Allah yang ada dalam hati masing-masing. Tazkiyatun nafs bukan bertujuan untuk kesucian jiwa itu saja, tetapi harus dapat menumbuhkan benih kalimah thayyibah menjadi pohon thayyibah yang memberikan buahnya pada setiap musim. Tanpa menumbuhkan pohon thayyibah, pensucian jiwa itu tidak menghasilkan manfaat yang dikehendaki Allah. Para pendidik akan membantu setiap muridnya untuk menumbuhkan benih dalam hati mereka dan menunjukkan dan mengobati penyakit yang mungkin tumbuh mengganggu pertumbuhan benih itu, hingga masing-masing murid mengenali buah yang harus dihasilkan.

Pada dasarnya benih itu telah ada di setiap qalb manusia, sedangkan ayat-ayat kitabullah itu menampakkan bentuk benih masing-masing hingga masing-masing manusia dapat merawat pertumbuhan firman Allah tersebut. Ayat demikian itulah yang harus diperjuangkan oleh setiap manusia. Ayat-ayat kitabullah yang akan menyentuh hati seorang manusia mungkin berbeda dengan orang lainnya, dan hanya orang-orang yang disucikan lah yang akan menyentuh ayat kitabullah. Bila tidak melakukan tazkiyatun-nafs, firman Allah tidak menyentuh hati manusia dengan baik. Mungkin akan ada suatu tutupan yang bisa menimbulkan cacat dan cela. Sekalipun misalnya tersentuh dengan ayat yang sama, satu orang bisa mempunyai pemahaman yang berbeda karena benih yang dicahayai kitabullah mempunyai perbedaan, akan tetapi tidak akan menyimpang dari ayat kitabullah.

Para pendidik akan mengarahkan agar para murid mengenali benih kalimah thayyibah dalam diri mereka setelah melakukan tazkiyatun nafs. Ada banyak hal yang dapat membantu para murid untuk mengenali benih dalam diri mereka. Selain tentang diri, pengenalan tentang urusan jaman sebagai amr jami’ Rasulullah SAW akan membantu seseorang melihat kedudukan diri yang dapat mereka sumbangkan bagi amr tersebut. Setiap orang hendaknya tumbuh ghirah mereka untuk mengenali kehendak Allah melalui ayat-ayat dalam kitabullah, yaitu ayat yang menyentuh hati mereka dan terhubung dengan kauniyah yang merupakan bagian dari urusan jaman. Hal-hal demikian akan mengarahkan cahaya kitabullah untuk menerangi benih yang ada dalam diri mereka. Dengan cahaya itu pikiran, akal dan akhlak umat manusia akan tumbuh menjadi pohon thayibah.

Seseorang tumbuh dengan benar manakala akal dan pikiran mereka tumbuh menyatu. Dalam kehidupan kebanyakan manusia, pikiran tumbuh sendiri tanpa disertai dengan akal. Hal demikian akan ditandai dengan buramnya visi kehidupan. Walaupun mungkin tampak baik, tanpa tumbuhnya akal tidak ada isi hakikat yang menjadi bobot kehidupan manusia. Orang beriman hendaknya menumbuhkan akal mereka untuk mengenal kehendak Allah, dan menjadikan pikiran mereka makmum yang mengikuti akal. Tanpa menggunakan pikiran dan akal, seseorang tidak akan dapat menumbuhkan benih diri mereka menjadi pohon thayyibah, sedangkan syaitan akan mendorong mereka pada pohon khuldi. Tazkiyatun-nafs harus dilaksanakan dengan memperhatikan terbentuknya akhlak mulia dengan dituntun Alquran mengikuti millah Ibrahim a.s dan sunnah Rasulullah SAW dengan benar. Firman Allah harus menjadi bentuk benih yang ditumbuhkan dalam diri setiap manusia.

Dalam format terbaik, akal dan pikiran dapat diibaratkan dengan pernikahan. Akal adalah suami dan pikiran sebagai isteri. Pada dasarnya, setiap manusia mempunyai pikiran yang membutuhkan imam berupa akal. Tanpa akal, pikiran dapat bergerak bebas tanpa arah yang benar. Bila akal masing-masing berkembang, mereka akan menyadari kebutuhan mereka terhadap imam mereka. Hal itu tergambar pula pada jasmani, di mana para perempuan membutuhkan imam yang menghubungkan mereka kepada Allah berupa suaminya. Sebenarnya para laki-laki pun membutuhkan imam bagi dirinya yang menghubungkan diri mereka pada amr Allah, dan pada puncaknya seseorang mengetahui bahwa pemimpin tertinggi yang menghubungkan diri mereka kepada Allah adalah Rasulullah SAW.

Sebaliknya format pernikahan hendaknya dibentuk layaknya hubungan akal dan pikiran. Seorang suami akan kuat dalam berusaha memahami kehendak Allah dengan akalnya, dan isteri mempunyai kekuatan menyediakan pijakan yang kuat di alam duniawi mereka. Kebanyakan laki-laki tidak berusaha menumbuhkan akal dan berusaha hanya dengan pikiran, sedangkan para perempuan lebih cenderung suka mengikuti hawa nafsu daripada berjuang menggunakan pikiran mereka untuk membantu langkah suaminya. Buruknya lagi, sebagian manusia tidak menggunakan pikiran bahkan untuk memahami kehendak Allah atau mengusahakan untuk agamanya.

Pernikahan dapat menjadi gambaran bagi landasan lurusnya pertumbuhan manusia. Akal dan pikiran hendaknya menyatu untuk beribadah kepada Allah, tidak untuk bersenang-senang memuaskan hasrat. Tanpa suatu pernikahan, kebersamaan laki-laki dan perempuan dalam suatu mawaddah pada dasarnya hanya mengikuti hasrat dan syaitan-lah yang memperoleh tempat berpijak pada mereka. Tanpa iktikad beribadah kepada Allah dan menempuh jalan yang ditentukan Allah, mawaddah yang mungkin tumbuh bersifat palsu. Mawaddah palsu itu bisa menjadi kanker yang dapat mematikan mawaddah yang bermanfaat dalam ibadah dengan benar kepada Allah. Kadangkala syaitan memperoleh jalan untuk menebarkan kanker demikian kepada manusia melalui pemujaan-pemujaan yang bathil. Dalam keadaan demikian, hendaknya manusia berpegang pada tuntunan kitabullah, setidaknya agar mempunyai daya tahan hingga kanker tersebut tidak mematikan seluruhnya. Setiap rasa mawaddah hendaknya tumbuh dalam iktikad ibadah kepada Allah dan ditumbuhkan dengan melalui jalan yang ditentukan Allah. Demikian warna akal dan pikiran yang harus tumbuh pada diri setiap manusia hendaknya ditumbuhkan dalam iktikad ibadah kepada Allah dan ditumbuhkan dengan jalan yang ditentukan Allah. Alquran harus menjadi penuntun pertumbuhan akal dan pikiran setiap diri manusia.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar