Pencarian

Minggu, 11 Juni 2023

Peran Perempuan dalam Pembinaan Umat

Rasulullah SAW dan orang-orang yang bersama beliau senantiasa menyeru manusia untuk kembali kepada Allah. Allah telah menurunkan suatu tauladan yang baik dalam diri Rasulullah SAW dan Ibrahim a.s. Beliau menjadi panutan bagi manusia untuk menempuh perjalanan kembali kepada Allah. Nabi Ibrahim a.s telah melakukan perjalanan kembali kepada Allah hingga Allah berkenan memperkenalkan suatu tajalli diri-Nya kepada beliau a.s, sedangkan Rasulullah SAW dimi’rajkan untuk bertemu dengan tajalli Allah dalam derajat yang paling tinggi di semesta alam. Perjalanan beliau untuk bertemu dan mengenal tajalli Allah dijadikan sebagai tauladan bagi umat manusia yang berharap untuk mengenal Allah dan berharap kehidupan akhirat.

Allah berkedudukan Maha Tinggi yang tidak dapat dijangkau atau dikenali oleh makhluk, akan tetapi Dia menurunkan arah perjalanan yang dapat ditempuh oleh manusia agar bisa berjalan mendekat kepada Allah. Arah itu berupa kiblat. Kiblat paling utama bagi orang yang bertaubat adalah bayt al-haram di makkah. Bayt tersebut merupakan representasi dari keluarga nabi Ibrahim a.s bersama siti Hajar dan Ismail. Setiap orang hendaknya mengambil arah kehidupan di bumi meniru kehidupan beliau dengan membentuk rumah untuk meninggikan asma Allah dan mendzikirkannya.

Menumbuhkan Kasih Sayang Umat Manusia

Salah satu fungsi terbentuknya bayt untuk meninggikan asma Allah dan mendzikirkannya adalah terwujudnya rasa mawaddah dalam diri seseorang terhadap umat mereka bahkan hingga terhadap orang-orang yang pernah dimusuhi. Ada suatu fungsi keumatan yang melekat pada perempuan dan menjadi jalan bagi suaminya untuk menumbuhkan rasa mawaddah terhadap umat mereka. Mawaddah yang demikian itu mungkin terbentuk selama tidak terjadi pengusiran atau peperangan terhadap orang beriman, dan orang beriman berusaha mengikuti uswatun hasanah kembali kepada Allah dengan mengikuti kiblat membentuk bait untuk meninggikan dan mendzikirkan asma Allah.

﴾۷﴿ عَسَى اللَّهُ أَن يَجْعَلَ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَ الَّذِينَ عَادَيْتُم مِّنْهُم مَّوَدَّةً وَاللَّهُ قَدِيرٌ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
Mudah-mudahan Allah menimbulkan kasih sayang antaramu dengan orang-orang yang kamu musuhi di antara mereka. Dan Allah adalah Maha Kuasa. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS Al-Mumtahanah : 7)

Permusuhan terjadi di antara manusia karena perbedaan, baik arah langkah kehidupan maupun adanya perbedaan ragam di antara manusia. Bila suatu bangsa mempunyai kelompok-kelompok yang mempunyai arah kehidupan berbeda, mereka akan terpecah belah dan sulit disatukan. Demikian pula perbedaan ragam bisa menyebabkan suatu bangsa bertengkar dan bermusuhan, tetapi akan bisa disatukan manakala mengetahui arah yang sama di antara mereka. Menyatukan hal demikian membutuhkan pedoman berupa pengetahuan mengikuti uswatun hasanah di antaranya dalam membentuk bayt.

Bayt merupakan representasi pencapaian kesempurnaan manusia sebagai makhluk langit dan bumi. seorang laki-laki merupakan makhluk dengan akal yang kuat dan seorang perempuan merupakan makhluk yang membawa khazanah kebumian. Laki-laki shalih akan memperoleh akses ke khazanah bumi bila menikah bersama perempuan shalihah. Tanpa pernikahan, seorang laki-laki hamba Allah akan berstatus sebagai orang asing bagi alam bumi, seperti Musa yang lemah sangkut paut identitasnya dengan sumur madyan dan umatnya. Bila menikah dengan perempuan shalihah, seorang laki-laki hamba Allah memperoleh pintu masuk menuju sumber air pengetahuan dan memberikan airnya kepada umat. Ada identitas terkait dengan umat dan sumber pengetahuan mereka yang akan melekat pada laki-laki itu karena pernikahannya. Jiwa perempuan membutuhkan seorang suami yang shalih agar dapat memberikan minuman kepada gembalaannya, dan dirinya adalah pintu bagi suaminya agar memiliki identitas terhadap sumber pengetahuan bagi umatnya.

Dengan pernikahan untuk menempuh jalan kembali kepada Allah, seorang beriman dapat membina rasa mawaddah terhadap umat mereka bahkan hingga orang-orang yang mereka musuhi. Setiap perempuan mempunyai peran sangat besar dalam membentuk suasana keumatan yang baik di antara masyarakat karena suami mereka hanya akan mempunyai akses terhadap suasana keumatan manakala mereka menempatkan suami mereka sebaik-baiknya. Bila para perempuan suatu negeri rusak, maka negeri itu akan rusak tidak akan dapat membina kebersamaan dalam masyarakat. Misalnya para laki-laki di antara mereka shalih, mereka tidak akan mempunyai kemampuan membina masyarakat mereka karena tidak mempunyai akses kepada masyarakat. Perempuan mempunyai peran kunci dalam membentuk masyarakat, bila mereka baik maka akan baik pula masyarakat suatu negeri, dan bila mereka rusak maka akan rusak pula keadaan masyarakat di suatu negeri.

Orang-orang musyrik akan sangat mudah menceraiberaikan umat islam manakala tidak memperhatikan kiblat mereka. Umat islam akan mudah dibuat berselisih dengan sesama muslim. Sebagian muslim menjadi kacung bagi propaganda musyrikin terhadap muslim yang lain, sebagian muslim dikelola untuk membuat rumusan teori agama yang melemahkan akal umat, sebagian dibuat mennghalangi sahabatnya, sebagian melawan propaganda tanpa mengetahui jalan keluar dari masalahnya, dan hanya sedikit orang yang menempuh jalan lurus mengikuti kiblat untuk memperoleh jalan keluar bagi umat islam.

Perempuan Sebagai Makmum

Dalam urusan meninggikan dan mendzikirkan asma Allah, perempuan harus menjadi pengikut bagi laki-aki yang beriman. Ada batas yang tidak dapat dilewati perempuan dalam hubungan mereka kepada Allah. Setiap laki-laki pun sebenarnya mempunyai batas yang tidak dapat mereka lewati kecuali Allah memberikan jalan bagi mereka untuk mendekat, tetapi sifatnya kurang terlihat umum sebagaimana perempuan. Jalan bagi laki-laki adalah mengenal nafs diri mereka, sedangkan bagi perempuan adalah suami mereka. Dalam urusan ini, setiap perempuan harus berusaha mengikuti laki-laki beriman. Setiap perempuan yang ingin serta dalam meninggikan dan mendzikirkan asma Allah hendaknya datang kepada kaum laki-laki beriman.

﴾۰۱﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا جَاءَكُمُ الْمُؤْمِنَاتُ مُهَاجِرَاتٍ فَامْتَحِنُوهُنَّ اللَّهُ أَعْلَمُ بِإِيمَانِهِنَّ فَإِنْ عَلِمْتُمُوهُنَّ مُؤْمِنَاتٍ فَلَا تَرْجِعُوهُنَّ إِلَى الْكُفَّارِ لَا هُنَّ حِلٌّ لَّهُمْ وَلَا هُمْ يَحِلُّونَ لَهُنَّ وَآتُوهُم مَّا أَنفَقُوا وَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ أَن تَنكِحُوهُنَّ إِذَا آتَيْتُمُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ وَلَا تُمْسِكُوا بِعِصَمِ الْكَوَافِرِ وَاسْأَلُوا مَا أَنفَقْتُمْ وَلْيَسْأَلُوا مَا أَنفَقُوا ذٰلِكُمْ حُكْمُ اللَّهِ يَحْكُمُ بَيْنَكُمْ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu perempuan-perempuan yang beriman, maka hendaklah kamu uji mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka; maka jika kamu telah mengetahui bahwa mereka beriman maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada orang-orang kafir. Mereka tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka. Dan berikanlah kepada (suami suami) mereka, mahar yang telah mereka bayar. Dan tiada dosa atasmu mengawini mereka apabila kamu bayar kepada mereka maharnya. Dan janganlah kamu tetap berpegang pada tali (perkawinan) dengan perempuan-perempuan kafir; dan hendaklah kamu minta mahar yang telah kamu bayar; dan hendaklah mereka meminta mahar yang telah mereka bayar. Demikianlah hukum Allah yang ditetapkan-Nya di antara kamu. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS Al-Mumtahanah : 10)

Ayat ini terkait kaum wanita yang berhijrah kepada kaum beriman karena keimanan, dan mewajibkan orang beriman melindungi mereka dengan seksama. Orang-orang beriman hendaknya menguji para perempuan yang hijrah menuju keimanan yang datang kepada mereka. Banyak latar belakang yang menjadi dasar seseorang berhijrah kepada kaum beriman, dan boleh jadi mereka datang bukan karena keimanan. Sebagian orang hijrah karena menginginkan harta, sebagian menginginkan laki-laki yang diinginkan, dan ada orang yang menginginkan kedudukan. Sangat banyak motivasi yang menjadi latar berhijrahnya perempuan.

Menguji keimanan itu bertujuan agar kaum laki-laki beriman mengetahui bahwa iktikad para perempuan yang berhijrah tersebut di atas landasan keimanan. Allah telah dan lebih mengetahui keimanan mereka, akan tetapi kaum laki-laki beriman perlu mengetahui keimanan dari kaum perempuan itu secara langsung dengan mengujinya. Manakala telah jelas bagi orang beriman bahwa para perempuan itu hijrah karena keimanan dalam diri mereka, orang beriman terikat pada suatu perintah Allah. Bilamana suami mereka adalah orang-orang kafir yang memerangi atau mengusir orang beriman, mereka tidak boleh dikembalikan kepada suami mereka. Mereka tidak halal bagi orang-orang kafir yang memerangi orang beriman, dan orang-orang kafir itu tidak halal bagi perempuan-perempuan beriman. Hukum demikian bersifat timbal balik. Kaum laki-laki beriman hendaknya tidak mempertahankan isteri-isteri mereka yang kafir dan memusuhi orang beriman.

Tujuan utama menguji para perempuan yang berhijrah adalah agar orang beriman tidak mengembalikan mereka kepada orang-orang kafir, sedangkan mereka menginginkan hijrah bersama orang-orang beriman menjauh dari orang-orang kafir yang memerangi atau mengusir orang beriman. Banyak parameter yang dapat diperoleh orang beriman dari menguji para perempuan yang berhijrah. Parameter utama yang hendaknya orang beriman lihat adalah keimanan yang ada pada mereka yang melatarbelakangi hijrah mereka. Bila ada parameter lain, tingkatan parameter itu ada di bawah keimanan sebagai motivasi hijrah itu. Parameter yang lain itu barangkali dapat digunakan untuk mengambil tindakan yang paling tepat, tetapi hendaknya dilakukan setelah melihat keimanan dalam motivasi hijrah mereka.

Demikian hukum yang berlaku dalam langkah mengikuti uswatun hasanah nabi Ibrahim a.s terkait para perempuan yang berhijrah. Kaum perempuan demikian itu merupakan pelaku utama membangun mawaddah di antara masyarakat. Sulit diharapkan kebaikan pada masyarakat bila tidak ada perempuan yang berhijrah mengikuti keimanan. Kesalahan dalam mensikapi keinginan perempuan berhijrah akan membuat suasana bermasyarakat mudah berselisih dan tidak nyaman. Para laki-laki beriman hendaknya menikah dengan perempuan beriman dan perempuan beriman hendaknya menikah dengan laki-laki beriman. Setiap akal yang terhubung dengan pengetahuan ilahiah hendaknya dihubungkan hingga bumi mereka, dan setiap keinginan untuk terhubung kepada Allah hendaknya dihubungkan tidak diputuskan. Tidak halal memutuskan keinginan untuk terhubung kepada Allah dengan memutuskan sarana yang mungkin dapat menghubungkan mereka. Dalam hal perempuan, media untuk menghubungkan kepada Allah adalah suaminya. Akan tetapi hendaknya keinginan dari alam jasmaniah diperiksa dengan benar agar diperoleh langkah yang paling baik.

 

Menguji Perempuan Berhijrah

Pada dasarnya hanya perlu langkah sederhana bagi perempuan untuk membuktikan bahwa iktikad hijrah mereka berdasar keimanan, akan tetapi tidak tertutup kemungkinan terjadi salah paham terhadap orang yang menguji mereka. Pada pokoknya, orang beriman yang menguji para perempuan itu harus melihat keimanan yang ada dalam hati para perempuan yang berhijrah tersebut, maka kemudian ia berkewajiban melindungi para perempuan itu. Mungkin saja ada keimanan perempuan tersebut dalam pandangan Allah tetapi tidak terlihat oleh manusia, karenanya orang beriman yang menguji berhukum pada apa yang dipersepsinya. Hendaknya para perempuan yang berhijrah menunjukkan keimanan dan motivasi hijrah mereka dengan baik, tidak membuat persepsi yang keliru bagi kaum laki-laki beriman.

Hendaknya para perempuan yang berhijrah menghindari segala sesuatu yang menunjukkan kesan fanatik pada sesuatu yang mungkin akan menghalangi mereka untuk melangkah pada jalan yang baru. Hal itu terkait dengan keimanan yang ada pada diri mereka. Bila ada kesan demikian, tidak ada kewajiban bagi orang beriman untuk mempertahankan mereka bersama orang beriman. Dalam beberapa kasus, orang beriman boleh jadi mempunyai sentimen tertentu terkait perlakuan orang-orang yang memusuhi sehingga mempengaruhi sikapnya terhadap para perempuan yang diuji. Bila demikian, sangat mungkin seorang yang menguji salah dalam mengambil kesimpulan. Hendaknya perempuan yang diuji memperhatikan hal demikian. Banyak hal yang hendaknya dipertimbangkan seorang perempuan dalam pengujian itu untuk menunjukkan keimanan sebagai landasan hijrahnya.

Hijrah para perempuan dari kaum kafir menuju kaum beriman adalah hijrah terbesar mereka. Banyak tingkatan hijrah kaum perempuan menuju keadaan yang lebih baik yang tidak sampai menjadikan mereka boleh diceraikan dari suami mereka, tetapi mungkin masih perlu tindakan yang bersifat diceraikan dari keadaan lama. Hijrahnya perempuan menuju keadaan yang lebih mengikuti millah nabi Ibrahim a.s akan membawa kebaikan bermasyarakat. Terbukanya kemampuan perempuan memahami suami merupakan contoh hijrah dalam jenis ini, sedangkan fanatisme yang merusak kemampuan memahami merupakan contoh buruknya. Kadangkala untuk suatu kebaikan, perempuan yang berhijrah perlu dipisahkan dari alamnya yang terdahulu agar ia memperoleh jalan menuju keimanannya, maka hendaknya para perempuan mempersiapkan keadaannya untuk dipisahkan dari keadaan lama menuju keadaan baru.

Suatu perceraian hendaknya diikuti dengan pernikahan, tidak semata diceraikan dari arah kehidupan mereka. Setiap perempuan yang berhijrah hendaknya bersegera mengikuti kiblat baru kehidupan mereka, tidak dibiarkan mengambang hidup tanpa arah. Manakala seorang yang tidak bersuami menemukan jodohnya, hendaknya mereka ditolong untuk memperoleh keadaan barunya. Hijrah mereka akan mendatangkan kebaikan pada masyarakat berupa mawaddah pada masyarakat tersebut dan berkurangnya permusuhan yang mungkin timbul pada masyarakat. Bila dibiarkan menyendiri, masyarakat di sekitar mereka akan mudah tersulut fitnah yang mengacaukan keadaan masyarakat.

Dalam kasus perempuan beriman yang sendirian, seringkali fitnah bukan berasal dari perempuan itu, tetapi dari sikap masyarakat yang mengundang fitnah melalui mereka. Masalah berat yang melanda masyarakat muslim modern dalam perkara demikian bukan pilihan kufur atau iman, tetapi bercampurnya kebathilan terhadap yang haq. Para perempuan akan kesulitan berhijrah menuju keimanan karena akal mereka tidak dapat membedakan yang hak dan bathil, maka masyarakat akan mudah dilanda fitnah yang membuat kehidupan mereka bergoyang. Pembinaan para perempuan membutuhkan laki-laki yang mampu berjuang membela yang haq. Menceraikan merupakan tugas orang beriman yang mengetahui keimanan perempuan yang berhijrah. Perempuan yang berhijrah tidak dapat mengukur keadaan diri mereka sendiri bila mereka meminta perceraian, apakah mereka menuju keimanan atau mereka berkhianat kepada suami mereka.

Para perempuan menentukan keadaan masyarakat dan bangsa. Perselisihan, permusuhan dan konflik di masyarakat akan berkurang bila para perempuan mereka berhijrah menuju keimanan yang lebih baik. Keimanan dalam hal ini diukur mengikuti kiblat sesuai tahapan langkah uswatun hasanah, bukan selera masing-masing. Bahkan akan dapat terbentuk rasa mawaddah di antara masyarakat pada suatu negeri sekalipun asalnya bermusuhan bilamana para perempuan mereka berhijrah menuju keimanan. Masyarakat boleh jadi akan dapat melihat dan berusaha menggapai suatu tujuan bersama tanpa saling mempermasalahkan perbedaan yang ada pada mereka. Bila tidak ada perempuan berhijrah, umat manusia akan mudah dikacaukan oleh kejahatan yang mengambil keuntungan dari perselisihan yang mereka buat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar