Pencarian

Selasa, 13 Juni 2023

Dzikir Sebagai Jalan Taubat

Manusia diciptakan sebagai khalifatullah di bumi yang memperoleh amanah untuk memakmurkan bumi mereka. Walaupun demikian, manusia bukan sepenuhnya makhluk bumi. Mereka adalah makhluk yang diciptakan di surga yang dilengkapi dengan jasmani dari bumi. Sebenarnya jati diri penciptaan manusia adalah nafs wahidah yang ada dalam diri mereka sebagai entitas yang layak tinggal di surga, dan jasmani mereka merupakan kelengkapan yang dipakaikan kepada mereka untuk kehidupan di bumi dan di akhirat kelak.

Manusia akan ditarik oleh kehidupan jasmani mereka hingga mereka hidup layaknya makhluk bumi sepenuhnya atau lebih buruk lagi. Hal itu merupakan penurunan dari keadaan yang tinggi, dan telah dialami oleh manusia sejak penciptaan Adam dan Hawa di surga. Hampir setiap manusia akan mengalami penurunan derajat dari makhluk langit menuju makhluk bumi kecuali beberapa insan yang dikehendaki Allah. Akan tetapi Allah menghendaki manusia menjadi pemakmur bumi mereka. Hal ini hanya akan dapat dilakukan bila manusia menempuh jalan kembali kepada Allah hingga mereka mengetahui jati diri penciptaan diri mereka.

﴾۳۲۱﴿قَالَ اهْبِطَا مِنْهَا جَمِيعًا بَعْضُكُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ فَإِمَّا يَأْتِيَنَّكُم مِّنِّي هُدًى فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلَا يَضِلُّ وَلَا يَشْقَىٰ
Allah berfirman: "Turunlah kamu berdua dari surga bersama-sama, sebagian kamu menjadi musuh bagi sebagian yang lain. Maka jika datang kepadamu petunjuk daripada-Ku, lalu barangsiapa yang mengikut petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka. (QS Thahaa : 123)

Ayat di atas menjelaskan peristiwa pengusiran Adam dan Hawa dari surga menuju bumi. Adam dan Hawa merupakan gambaran tentang kesatuan diri manusia dengan bagian dirinya. Adam lebih menunjukkan jati diri manusia sebagai nafs wahidah yang mempunyai akal kuat untuk memahami kehendak Allah, sedangkan Hawa lebih menunjukkan aspek manusia pada sisi jasmaniah yang membawa khazanah duniawi bagi suami mereka. Penyatuan kedua entitas itu akan membawa pemakmuran bagi alam bumi mereka karena terlahirnya pemahaman seseorang terhadap kehendak Allah ke alam bumi. Akan tetapi dalam kehidupan di bumi, kedua entitas dalam diri setiap manusia akan diturunkan derajat mereka ke alam bumi karena pengaruh aspek jasmaniah dan tipu daya syaitan.

Turunnya manusia dari keadaan mereka menjadi serupa dengan makhluk bumi akan menjadikan mereka bermusuh-musuhan satu dengan yang lain. Akal mereka menjadi lemah dan hawa nafsu menguat hingga timbul permusuhan satu dengan yang lain. Permusuhan itu muncul dalam diri setiap manusia karena tumbuhnya hawa nafsu. Bila akal menguat hingga dapat memahami kehendak Allah, manusia akan mempunyai jalan untuk mengurangi dorongan permusuhan dalam diri mereka. Bila tidak ada akal yang kuat manusia akan cenderung selalu bermusuh-musuhan satu dengan yang lain.

Kekuatan akal ditunjukkan dengan kemampuan untuk memahami dan melaksanakan kehendak Allah yang diturunkan melalui petunjuk-petunjuk-Nya. Orang yang memahami dan melaksanakan petunjuk-petunjuk yang diturunkan Allah kepada mereka merupakan orang-orang yang mengikuti petunjuk-Nya. Sebagian orang tidak menerima petunjuk, sebagian menerima petunjuk tetapi tidak memahami, sebagian memahami tetapi tidak mempunyai keberanian melaksanakan, atau tidak mempunyai kemampuan melaksanakan hingga menunda pelaksanaannya atau tidak melaksanakannya, dan sebagian orang memahami dan melaksanakan. Orang yang memahami dan berusaha melaksanakan petunjuk Allah itulah orang yang mengikuti petunjuk Allah. Mereka itulah orang-orang yang tidak tersesat dan tidak akan celaka.

Petunjuk Allah adalah petunjuk yang diturunkan Allah kepada hamba-Nya. Sangat banyak petunjuk yang mungkin diterima oleh seorang manusia, dan sebagian di antara petunjuk itu adalah petunjuk Allah. Selain Allah, banyak makhluk dapat memberikan petunjuk kepada manusia, di antaranya syaitan selalu memberikan hembusan-hembusan ke dada-dada setiap manusia agar manusia mengikuti kehendak syaitan. Hendaknya setiap orang tidak bermudah-mudah menyangka bahwa petunjuk kepada dirinya adalah petunjuk Allah. Ia harus menguji dengan benar petunjuk yang diterima dirinya.

Petunjuk dan Dzikir

Petunjuk Allah diberikan kepada hamba-Nya yang ingin berdzikir kepada Allah. Dzikir kepada Allah adalah keinginan mewujudkan kehendak Allah yang menjadi amanah bagi dirinya dalam kehidupan di alam dunia. Berdzikir merupakan jalan ibadah yang paling besar bagi setiap hamba Allah. Manakala petunjuk-petunjuk yang diterima oleh seorang manusia tidak terkait dengan suatu keinginan untuk berdzikir kepada Allah, petunjuk itu belum tentu merupakan petunjuk Allah. Seseorang yang tidak mempunyai bersit keinginan mengetahui kehendak Allah atas dirinya sebagai jalan penghambaan dirinya tidak akan menerima petunjuk Allah, walaupun sangat mungkin ia menerima banyak petunjuk dari yang lain.

﴾۴۲۱﴿وَمَنْ أَعْرَضَ عَن ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَىٰ
Dan barangsiapa berpaling dari dzikir kepada-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta". (QS Thahaa: 124)

Wujud petunjuk Allah akan tumbuh dalam diri setiap hamba Allah selaras dengan langkah uswatun hasanah dalam berdzikir kepada Allah. Petunjuk-petunjuk Allah akan mengarahkan seseorang untuk mengenal jati diri penciptaannya dan mengenali kebersamaan dengan pasangannya dan dapat mendzikirkan dan meninggikan asma Allah melalui kebersamaan itu. Barangkali pada awalnya seseorang tidak mengerti makna petunjuk yang diberikan kepada diri mereka. Petunjuk itu akan tumbuh pemahamannya bila digunakan untuk memahami kitabullah dan ayat-ayat kauniyah dirinya dengan hati yang hanif dan berharap memahami kehendak Allah atas dirinya.

Dengan cara demikian, seseorang akan menuju dan melewati tahapan tiba di tanah haram yang dijanjikan bagi dirinya, kemudian menuju tahapan membentuk bayt di tanah haramnya tersebut bersama isterinya hingga memperoleh izin Allah untuk meninggikan dan mendzikirkan asma Allah di dalam bait mereka. Bila suatu petunjuk tidak menjadikan seseorang melewati tahapan-tahapan itu, boleh jadi petunjuk itu bukan petunjuk Allah atau sebenarnya ia tidak mengikuti petunjuk Allah. Atau tidak ada keinginan berdzikir kepada Allah.

Tahapan itu hendaknya dijadikan alat untuk mengevaluasi langkah dzikir mereka kepada Allah. Tahapan itu bersifat integral dan saling membantu. Mencari bentuk dzikir, mengelola pernikahan dan mencari pengenalan diri harus dilakukan secara sinergis bersama karena saling menentukan keberhasilan. Berusaha mengenali bentuk dzikir akan mengantarkan seseorang untuk mengenali jati dirinya. Demikian pula pernikahan yang baik akan memudahkan seseorang mengenal penciptaan dirinya. Jati diri seseorang sebenarnya menyatu dengan jati diri isteri sehingga profil jati diri dapat dilihat secara lebih komplit melalui pernikahan. Pengenalan terhadap diri dan terhadap isteri akan menjadi bekal seseorang membentuk bayt untuk mendzikirkan dan meninggikan asma Allah. Bila seseorang melupakan salah satunya, ia akan kehilangan salah satu alat kontrol dan evaluasi. Misalnya bila tidak menyadari bahwa keberhasilan mereka diperoleh melalui proses kebersamaan dalam pernikahan, ia atau mereka akan mudah didorong syaitan pada suatu kekejian dan kemunkaran tanpa kendali evaluasi. Mereka bisa saja kemudian kehilangan media berdzikir berbentuk bayt untuk berdzikir dan meninggikan asma Allah.

Setiap orang hendaknya memperhatikan proses setiap tahapan dengan sebaik-baiknya karena akan mempengaruhi kualitas tahap berikutnya. Setiap akhir tahapan menuju tahap baru hendaknya diperhatikan dengan sebaik-baiknya hingga tahapan berikutnya dapat ditempuh dengan baik. Manakala seseorang mengalami keterbukaan pengenalan jati diri penciptaannya, hendaknya ia memeriksa semua pengetahuannya dengan kitabullah dan menimbang manfaat pengetahuannya. Tanpa hal ini, syaitan akan mudah menyesatkan. Syaitan telah menunggu setiap manusia pada masa terbit dan tenggelamnya ruh. Barangsiapa berpaling dari dzikir kepada Allah maka bagi mereka kehidupan yang sempit dan kelak akan dikumpulkan dalam keadaan buta.

Setiap orang hendaknya mengikuti petunjuk Allah. Seringkali petunjuk Allah itu berat bagi hawa nafsu, tetapi mengikutinya akan menyelamatkan langkah mereka dari kesesatan dan kesengsaraan. Petunjuk itu akan mengarahkan manusia pada jalan menuju Allah melalui dzikir kepada-Nya. Dzikir seseorang kepada Allah akan mendatangkan banyak rezeki bagi dirinya baik rezeki jasmaniah maupun rezeki bagi bathin mereka, karenanya mereka akan terhindar dari kesengsaraan dengan mengikuti petunjuk Allah. Itu merupakan nikmat Allah. Kufur kepada nikmat Allah akan mendatangkan adzab yang menyengsarakan.

Menolak petunjuk akan mendatangkan kesengsaraan karena adzab Allah, yaitu bila petunjuk itu terkait dengan jalan berdzikir kepada Allah. Suatu petunjuk terkait dengan pernikahan merupakan petunjuk yang sangat besar karena terkait bayt untuk meninggikan dan mendzikirkan asma Allah. Petunjuk pernikahan terkait pula dengan jati diri nafs wahidah. Di tahapan apapun, petunjuk pernikahan merupakan petunjuk yang bernilai besar. Manakala berat bagi hawa nafsu, petunjuk itu sangat mungkin merupakan petunjuk yang benar, sedangkan bila menyenangkan bagi hawa nafsu maka sulit untuk mengukur bobot kebenaran petunjuk itu. Setiap orang hendaknya berusaha mengikuti petunjuk tidak menolaknya. Bila belum diberi kemampuan atau kesempatan, ia mungkin boleh menunda pelaksanaan petunjuk itu tetapi tidak menolaknya. Bila ia menolak petunjuk, ia akan sangat mudah atau telah tersesat karena memilih jalan kehidupan berdasarkan hawa nafsu, dan akan menghadapi kehidupan yang menyengsarakan.

Kitabullah dan Sunnah Sebagai Petunjuk

Banyak orang merasa mengikuti petunjuk tetapi tidak mengerti keterkaitannya dengan dzikir dan jalan berdzikir mereka kepada Allah. Petunjuk-petunjuk bagi mereka barangkali akan banyak bermunculan tetapi sebenarnya tidak benar-benar menjadi petunjuk karena tidak berkaitan dengan dzikir kepada Allah. Sebagian manusia tidak membina sarana untuk berdzikir dengan petunjuk karena tidak mempunyai keinginan berdzikir tetapi hanya berkeinginan terhadap petunjuk. Kadangkala mereka membina sarana berdzikir berdasarkan petunjuk sembarangan atau petunjuk yang salah tidak menimbang dengan berdasar kebutuhan untuk berdzikir yang terbebas dari kekejian dan kemunkaran. Kelak mereka boleh jadi akan dibangkitkan di akhirat dalam keadaan buta meskipun memperoleh banyak petunjuk-petunjuk selama kehidupan di dunia.

Berdzikir kepada Allah hanya dapat dilakukan bila seseorang memahami kehendak Allah berdasarkan kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW. Manusia tidak dapat memahami dengan akurat kehendak Allah tanpa berpegang pada kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW. Setiap orang harus berusaha menselaraskan pemahaman mereka dengan kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW hingga masalah-masalah detail yang terkait diri mereka. Membina pemahaman demikian itu kelak akan menjadi syafaat bagi mereka di hadapan Allah, hingga mungkin Allah akan memberikan izin kepada orang-orang yang diridhai perkataan mereka untuk memberikan syafaat setelah Rasulullah SAW, yaitu orang yang mempunyai perkataan selaras dengan kitabullah Alquran dan sunnah Rasulullah SAW.

﴾۹۰۱﴿يَوْمَئِذٍ لَّا تَنفَعُ الشَّفَاعَةُ إِلَّا مَنْ أَذِنَ لَهُ الرَّحْمٰنُ وَرَضِيَ لَهُ قَوْلًا
Pada hari itu tidak berguna syafa'at, kecuali (syafa'at) orang yang Ar-Rahman telah memberi izin kepadanya, dan Dia telah meridhai perkataannya. (QS Thahaa : 109)

Mengikuti kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW bersifat wajib bagi setiap orang yang berusaha kembali kepada Allah dengan mendzikirkan asma Allah. Seseorang tidak bisa mengandalkan dirinya sendiri untuk kembali kepada Allah, tetapi harus berpegang pada kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW. Sebelum Rasulullah SAW diutus, Iblis masih sangat merindukan Rabb yang dahulu mengusirnya dari surga dan ingin kembali kepada-Nya tetapi ia memilih jalannya sendiri untuk kembali kepada-Nya, tidak mau menerima jalan yang ditentukan Allah. Seberapapun besar kerinduannya pada Rabb-nya tidak dapat menjadikannya dekat kepada Allah. Demikian pula manusia, ia harus mencari jalan yang ditentukan Allah dalam kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW tidak mengandalkan dirinya sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar