Pencarian

Selasa, 20 Juni 2023

Memperhatikan Ajaran Alquran

Tujuan akhir perjalanan kehidupan setiap manusia adalah mengikuti Rasulullah SAW hingga menjadi hamba yang didekatkan kepada Allah. Tidak ada makhluk yang mengenal Allah dengan benar melalui jalan lain tanpa mengikuti tauladan Rasulullah SAW. Untuk menjadi hamba yang didekatkan, beliau SAW menegakkan dzikir dari bait yang diijinkan Allah untuk ditinggikan dan didzikirkan asma-Nya dalam rumah itu.

Mendzikirkan asma Allah merupakan bentuk ibadah yang dikehendaki Allah sebagai bentuk ibadah yang paling besar bagi setiap makhluk. Dzikir berarti menyatakan. Yang dimaksud dzikir adalah upaya seseorang merealisasikan pemahaman mereka tentang kehendak Allah bagi semesta mereka. Tidaklah manusia dan jin diciptakan Allah kecuali untuk beribadah, dan bentuk ibadah yang sebenarnya adalah berdzikir. Berdzikir dengan cara demikian hanya dapat dilakukan bila seseorang memahami kitabullah Alquran sedemikian hingga Alquran menceritakan kepada dirinya suatu bentuk amal yang harus dilakukannya.

Mengabaikan Pengajaran Alquran

Manakala seseorang memperoleh dzikir mereka, hendaknya orang lain memperhatikan dzikir tersebut agar mereka memahami kehendak Allah. Seringkali terjadi penolakan atau pengabaian oleh suatu kaum terhadap suatu dzikir yang diturunkan kepada seorang hamba Allah. Hal demikian itu sebenarnya akan mendatangkan suatu adzab kerendahan dan kehinaan bagi kaum tersebut. Alquran akan meninggikan derajat orang-orang yang mengikutinya, dan menghinakan dan merendahkan orang-orang yang menolaknya. Manakala suatu dzikir yang diturunkan Allah melalui Alquran dibacakan oleh seseorang bagi suatu kaum, hendaknya mereka memperhatikan dzikir tersebut agar mereka menjadi mulia karena Alquran, atau mereka akan direndahkan karena penolakan kepada Alquran.

﴾۴۳۱﴿وَلَوْ أَنَّا أَهْلَكْنَاهُم بِعَذَابٍ مِّن قَبْلِهِ لَقَالُوا رَبَّنَا لَوْلَا أَرْسَلْتَ إِلَيْنَا رَسُولًا فَنَتَّبِعَ آيَاتِكَ مِن قَبْلِ أَن نَّذِلَّ وَنَخْزَىٰ
Dan sekiranya Kami binasakan mereka dengan suatu azab sebelum Al Quran itu, tentulah mereka berkata: "Ya Tuhan kami, mengapa tidak Engkau utus seorang rasul kepada kami, lalu kami mengikuti ayat-ayat Engkau sebelum kami menjadi hina dan rendah?" (QS Thahaa : 134)

Penolakan terhadap suatu dzikir demikian akan mendatangkan kebinasaan yang membawa kehinaan dan kerendahan. Allah tidak mendatangkan adzab demikian kecuali Allah telah mendatangkan rasul yang membacakan ayat Alquran dan kaum tersebut menolaknya. Orang yang memperoleh pemahaman dari Alquran tentang bentuk dzikir mereka adalah orang-orang yang telah mencapai kebersamaan dengan Rasulullah SAW dalam al-jamaah. Mereka mengatakan apa yang mereka pahami, sedangkan pemahaman mereka sepenuhnya merupakan bagian dari pemahaman Rasulullah SAW. Bila mereka salah, kesalahan itu tidak merusak ajaran Rasulullah SAW. Manakala mereka membacakan ayat Allah, mereka sebenarnya menyampaikan kepada kaumnya bacaan Rasulullah SAW, walaupun terbatas dalam pemahaman dirinya.

Seandainya adzab tersebut diberikan sebelum dibacakan kepada mereka ayat Alquran, tentulah kaum itu akan bisa berkata : "Ya Tuhan kami, mengapa tidak Engkau utus seorang rasul kepada kami, lalu kami mengikuti ayat-ayat Engkau sebelum kami menjadi hina dan rendah?" Tetapi Allah telah menurunkan ayat Alquran, maka hendaknya dipikirkan mengapa terjadi peng-andaian. Perkataan demikian menggambarkan keadaan yang akan menimpa suatu kaum manakala mereka ditimpa adzab karena tidak mengikuti bacaan Alquran. Barangkali mereka menyangka bahwa Allah tidak mengutus kepada mereka rasul yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Alquran. Barangkali mereka kebingungan mengapa mereka tidak mengikuti saja ayat-ayat Allah. Barangkali mereka merasa kebingungan mengapa tiba-tiba mereka menjadi hina dan rendah.

Keseluruhan tanda tanya itu hanya ada dalam pikiran mereka. Kenyataan yang sebenarnya, Allah telah mengutus rasul untuk membacakan kepada mereka ayat-ayat Alquran sedangkan mereka tidak mengikuti bacaan Alquran itu sehingga mereka ditimpa adzab yang menjadikan hina dan rendah. Adzab yang diancamkan itu diperuntukkan bagi umat manusia setelah Alquran diturunkan. Manakala adzab itu terjadi, Allah sebenarnya telah mengutus rasul membacakan ayat Alquran kepada mereka. Bila mereka bersikap tidak benar pada pembacaan ayat Alquran, maka Allah akan memberikan adzab demikian sedangkan mereka mengira Allah tidak mengutus rasul untuk membacakan kepada mereka ayat Alquran. Allah telah mengutus rasul membacakan kepada mereka Alquran sedangkan mereka tidak memperhatikan bacaan itu. Mereka lebih meyakini pemahaman mereka daripada bacaan rasul terhadap ayat Allah.

Ketika mereka mengira Allah tidak mengutus rasul membacakan ayat Allah, barangkali mereka terkena fitnah atau mereka tidak menggunakan akal mereka. Fitnah dapat menjadikan seseorang berpikir tentang sesuatu secara tidak semestinya atau bahkan berkebalikan. Demikian pula kelemahan akal akan menjadikan seseorang sulit untuk memberikan nilai secara benar terhadap suatu kebenaran atau kesesatan. Bila kedua hal tersebut terjadi, maka suatu kaum tidak akan menyadari manakala suatu ayat Alquran dibacakan kepada mereka oleh seseorang yang perkataan mereka sesuai dengan perkataan Rasulullah SAW, sebagai kalimat dalam tingkatan dzikir yang sebenarnya.

Apabila kaum itu terkena fitnah dalam kejadian demikian, fitnah itu sebenarnya terjadi karena perbuatan kaum itu sendiri, bukan karena perbuatan orang yang membacakan ayat Allah kepada mereka. Orang yang membacakan ayat Allah berdasar dzikir tidak mempunyai tanggung jawab terhadap fitnah yang menimpa kecuali dalam lingkup yang sangat terbatas. Bila kaum itu tetap membiarkan perbuatan mereka yang menimbulkan fitnah, mereka akan tertimpa fitnah mereka sendiri. Kadangkala keadaan lebih buruk, mereka boleh jadi mengagungkan sumber-sumber fitnah yang dilakukan di antara mereka atau menghalangi orang-orang yang berusaha menutup fitnah di antara mereka karena tipuan syaitan.

Demikian pula kelemahan dalam menggunakan akal akan menghalangi mereka memahami pembacaan ayat Alquran dengan pemahaman secara semestinya. Mereka bisa menganggap suatu kebenaran sebagai kesesatan dan menganggap kesesatan sebagai kebenaran. Itu merupakan kotoran yang ditimpakan Allah kepada orang yang tidak menggunakan akalnya. Setiap orang hendaknya berusaha menggunakan akalnya untuk memahami ayat-ayat Allah, tidak hanya mengikuti perkataan panutan mereka. Bila pemahamannya benar, akalnya akan menguat untuk memahami kehendak Allah. Bila ia keliru, sama saja bobot dosanya baik kekeliruan itu dari pemahamannya sendiri ataupun ketika ia mengikuti pemahaman orang lain. Selama ia berusaha berpikir dan memahami dengan benar sesuai batas kemampuan akalnya, ia tidak akan terbebani dosa yang berat. Bila pemahamannya salah, setidaknya ia tidak ditimpa Allah dengan kotoran akal, sedangkan bila ia hanya mengikuti perkataan orang lain tanpa memahami ia mungkin akan keliru dan tertimpa kotoran pada akalnya.

Setiap orang harus memperhatikan ayat-ayat Allah. Berusaha memahami ayat Allah merupakan pokok yang harus diupayakan. Untuk memahami ayat Allah, ia bisa mengikuti orang lain yang dapat membimbingnya, akan tetapi hendaknya ia tidak melupakan tujuannya untuk memahami ayat Allah dengan akalnya. Bila seseorang berusaha sendiri untuk memahami, ia mungkin akan menyusun pemahaman secara sembarangan dan tidak akan mengetahui kesalahan dalam menyusun pemahamannya. Seorang guru yang benar akan sangat membantu menyusun pemahaman yang benar. Ada adab murid yang harus dipenuhi dalam urusan ini, akan tetapi hendaknya adab itu tidak menjadikan seseorang murid boleh melanggar kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW. Guru yang benar akan mengajarkan tazkiyatun nafs sebagai landasan memahami ayat Allah.

Bila seseorang melanggar kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW dalam upaya memahami, atau mereka kacau dalam menyusun pemahaman, barangkali ia akan menjadi kaum yang bertanya mengapa tidak diutus kepada mereka rasul hingga mereka dapat mengikuti ayat Allah. Boleh jadi ia salah dalam memahami pengajaran gurunya, atau ia menutup mata dalam menyusun pemahaman yang benar tentang ayat Allah. Hal demikian tidak boleh terjadi. Setiap orang hendaknya menggunakan akalnya untuk memahami ayat-ayat Allah dan sunnah Rasulullah SAW dengan benar. Bila seseorang menjadi fanatik tidak melihat tuntunan ayat kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW, mereka dapat menjadi kelompok orang yang ditimpa adzab yang menjadikan mereka rendah dan hina.

Penantian Bukti Kebenaran

Kelompok demikian akan menjadi penentang bagi penyampai ayat Allah, baik secara terang-terangan maupun hanya pada sikap dan pendirian mereka. Dalam pertentangan demikian, setiap pihak sebenarnya menantikan suatu peristiwa terbuktinya kebenaran pemahaman masing-masing. Penentang itu mengharapkan munculnya bukti kesalahan orang-orang yang mengikuti ayat Allah dan sunnah Rasulullah SAW, sedangkan orang yang mengikuti kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW mengharapkan para penentang memahami dan mengikuti kebenaran sesuai kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW. Masing-masing merasa benar dan menantikan bukti kebenaran dimunculkan.

﴾۵۳۱﴿قُلْ كُلٌّ مُّتَرَبِّصٌ فَتَرَبَّصُوا فَسَتَعْلَمُونَ مَنْ أَصْحَابُ الصِّرَاطِ السَّوِيِّ وَمَنِ اهْتَدَىٰ
Katakanlah: "Masing-masing (kita) menanti, maka nantikanlah oleh kamu sekalian! Maka kamu kelak akan mengetahui, siapa yang menempuh jalan yang lurus dan siapa yang telah mendapat petunjuk". (QS Thahaa : 135)

Masing-masing pihak merasa sebagai kelompok yang menempuh jalan yang lurus dan mendapat petunjuk, hanya saja ada perbedaan sikap di antara mereka. Salah satu pihak benar-benar menginginkan berusaha mengikuti ayat Allah dan sunnah Rasulullah SAW, sedangkan pihak lain merasa sebagai pihak yang benar dan mendapat petunjuk. Pihak yang berusaha mengikuti ayat Allah dan sunnah Rasulullah SAW berusaha mengetahui kebenaran dan kesalahan untuk membantu pemahaman penentangnya, sedangkan para penentang ingin melihat bukti kesalahan dari pihak lain. Masing-masing menanti, dan kelak akan mengetahui siapa yang menempuh jalan yang lurus dan mendapat petunjuk.

Bagi para pengikut Alquran dan sunnah Rasulullah SAW, perbedaan seringkali tidak dapat diabaikan layaknya perbedaan pendapat manusia secara umum. Mereka mengetahui dan berkeinginan menunjukkan kepada kaumnya jalan untuk dekat kepada Allah. Itu merupakan hal yang sangat berharga yang ingin diberikan kepada kaumnya. Pada kasus lain, seringkali mereka mengetahui betapa berbahaya kesalahan yang dilakukan oleh para penentang mereka. Bila tidak diperingatkan, akan timbul bahaya yang sangat besar menimpa mereka. Mereka tidak akan mendekati perbantahan selama tidak ada hal yang berbahaya bagi kaumnya, dan akan berusaha menyelamatkan kaumnya manakala melihat bahaya. Hal-hal demikian akan membuat mereka tidak dapat tenang membiarkan perbedaan yang terjadi.

Demikian pula seringkali para penentang tidak dapat menerima penjelasan dari penyeru kepada ayat Allah dan sunnah Rasulullah SAW. Manakala terjadi hal demikian, para penyeru akan berpegang pada prinsip dan mengatakan : "Masing-masing (kita) menanti, maka nantikanlah oleh kamu sekalian! Maka kamu kelak akan mengetahui, siapa yang menempuh jalan yang lurus dan siapa yang telah mendapat petunjuk". Ujung akhir dari penantian itu akan terjadi manakala terjadi adzab. Perbedaan itu tidak selalu mencapai ujung akhir manakala para penentang bertaubat kembali berusaha memahami ayat Allah dan sunnah Rasulullah SAW, tidak memaksakan pemahaman mereka sebagai kebenaran. Selama pemahaman kebenaran mereka dipaksakan tanpa berlandaskan ayat Allah dan sunnah Rasulullah SAW, akan terjadi penantian dari masing-masing pihak hingga adzab Allah diturunkan di antara mereka.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar