Pencarian

Rabu, 07 Juni 2023

Dzikir Sebagai Ibadah Terbesar

Tujuan akhir perjalanan kehidupan setiap manusia adalah mengikuti Rasulullah SAW hingga menjadi hamba yang didekatkan kepada Allah. Perjalanan menuju kemuliaan itu hanya dapat dilakukan dengan mengikuti tahapan millah Ibrahim a.s. Tahap awal perjalanan kembali adalah berhijrah ke tanah yang dijanjikan berupa pengenalan diri sendiri, kemudian tahap berikutnya membentuk bayt untuk mendzikirkan dan meninggikan asma Allah. Dengan bayt yang terbentuk, seseorang dapat memberikan layanan kepada umatnya untuk kembali kepada Allah dan untuk memakmurkan bumi. Dengan langkah-langkah tersebut, seseorang dapat datang untuk mengikuti Rasulullah SAW hingga menjadi hamba yang didekatkan kepada Allah.

Mendzikirkan asma Allah merupakan tugas yang ditetapkan bagi setiap manusia. Yang dimaksud dzikir adalah upaya seseorang merealisasikan pemahaman mereka tentang kehendak Allah bagi semesta mereka. Allah telah menentukan kewajiban mendzikirkan asma Allah sebelum nabi Adam a.s dan Hawa diturunkan ke bumi. Tidaklah manusia dan jin diciptakan Allah kecuali untuk beribadah, maka mendzikirkan asma Allah merupakan bentuk ibadah yang dikehendaki Allah sebagai bentuk ibadah yang paling besar bagi setiap makhluk.

﴾۵۴﴿اتْلُ مَا أُوحِيَ إِلَيْكَ مِنَ الْكِتَابِ وَأَقِمِ الصَّلَاةَ إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنكَرِ وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ
Bacakanlah apa yang telah diwahyukan kepadamu bagian dari Al Kitab (Al Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya berdzikir kepada Allah adalah lebih besar (dari yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS Al-Ankabut : 45)

Berdzikir kepada Allah adalah ibadah yang paling besar, puncak ibadah yang seharusnya dicapai oleh setiap orang yang mencari jalan ibadahnya. Terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan oleh setiap hamba Allah agar mereka dapat mendzikirkan asma Allah dengan sebaik-baiknya. Hal pertama yang harus diperhatikan adalah bacaan bagian dari kitabullah Alquran yang sesuai dengan pembacaan Rasulullah SAW, dan hal kedua adalah mendirikan shalat hingga shalat mereka mencegah mereka dari perbuatan keji dan kebodohan. Kedua hal ini adalah kondisi yang dipersyaratkan agar seseorang dapat berdzikir dengan sebenar-benarnya kepada Allah. Hendaknya kalimat ini tidak menjadi bahan perdebatan membandingkan kedudukan shalat terhadap dzikir atau perdebatan lainnya.

Bacaan Kitabullah Oleh Rasulullah SAW

Rasulullah SAW diperintahkan untuk membacakan bagian dari kitabullah Alquran kepada umatnya. Bacaan Rasulullah SAW itulah bacaan Alquran yang dapat dijadikan umatnya sebagai materi dzikir merealisasikan kehendak Allah. Bacaan itu merupakan penjelasan amr jami’ untuk setiap jaman yang menjadikan seseorang masuk dalam golongan al-jamaah. Banyak orang beriman yang mengetahui bagian dari kitabullah bagi mereka yang merupakan bacaan Rasulullah SAW, walaupun mereka terpisah dari masa Rasulullah SAW. Pemahaman bacaan itu diturunkan Allah ke dalam dada mereka sebagai adz-dzikra, maka kitabullah Alquran menjadi mukjizat Rasulullah SAW yang muncul kepada mereka dan menakjubkan mereka. Setiap orang yang memahami bacaan demikian sangat mungkin memahami dari sudut pandang yang berbeda-beda, akan tetapi menyatu pada urusan Rasulullah SAW untuk jaman mereka.

Mengikuti pengajaran kitabullah yang sesuai dengan pembacaan Rasulullah SAW akan membuat seseorang bisa menemukan materi dzikir mereka. Pengajaran demikian akan membuat seseorang melihat kesatuan ayat Allah, yaitu ayat Allah dalam kitabullah, ayat Allah dalam wujud kauniyah, dan ayat Allah dalam hati. Orang yang memahami bacaan Rasulullah SAW dikatakan sebagai orang yang mengetahui urusan zamannya, yaitu urusan yang dikandung dalam pembacaan ayat Allah oleh Rasulullah SAW.

Banyak pembacaan ayat Allah yang tingkatannya berada di bawah pembacaan oleh Rasulullah SAW, maka semuanya mempunyai manfaat yang sangat banyak, akan tetapi materi dzikir ada pada bacaan Rasulullah SAW. Pengajaran yang benar tidak akan berselisih atau bertentangan sedikitpun dari seluruh ayat Allah dan sunnah Rasulullah SAW, bahkan berjalan selaras saling menjelaskan. Detail dan turunan dalam pengajaran mereka dapat ditemukan dari firman Allah dan sunnah Rasulullah SAW sekalipun mungkin mereka tidak mengetahui sebelumnya kecuali hanya menemukan penjelasan ayat Allah yang berkaitan. Bila umat menemukan dan mengikuti pembacaan bagian kitabullah sesuai pembacaan Rasulullah SAW, mereka dapat menemukan materi dzikir yang harus mereka realisasikan.

Boleh jadi ada suatu kesalahan kecil dalam bacaan seseorang dari kitabullah, maka kesalahan itu berasal dari orang tersebut dan yang benar adalah firman Allah dan sunnah Rasulullah SAW. Selama tidak bertentangan dengan firman Allah dan sunnah Rasulullah SAW, atau tidak mengubah fondasi agama maka suatu kesalahan tidak perlu dijadikan bahan perbantahan. Hal ini berbeda dengan kesalahan yang muncul dari syaitan. Bila suatu kesalahan berasal dari syaitan, ada hal fundamental yang akan berubah dalam agama seseorang, maka hendaknya setiap orang memeriksa pemahaman mereka. Kadangkala suatu kesalahan itu terlihat kecil di mata manusia, tetapi mempunyai dampak yang sangat besar bagi umat seluruhnya. Kesalahan demikian dapat dilihat dari pertentangannya dengan firman Allah atau sunnah Rasulullah SAW, tidak dinilai dengan pemahaman sendiri.

Shalat Sebagai Landasan Dzikir

Landasan kedua yang akan memperkuat dzikir seseorang adalah mendirikan shalat. Shalat merupakan sarana keterhubungan seorang hamba kepada Allah. Seorang hamba akan ditarik Allah menuju tempat yang terpuji berupa kedekatan kepada Allah bila mereka menegakkan shalat dengan sebaik-baiknya. Mereka akan memperoleh kedudukan yang kuat untuk melaksanakan amal-amal yang mereka pahami dari kitabullah. Tanpa shalat yang tegak, seseorang hanya dapat berusaha dengan kekuatan sendiri berdasarkan pemahaman diri mereka.

Salah satu landasan tegaknya shalat seseorang adalah kiblat yang benar. Kiblat merupakan arah yang diturunkan Allah bagi para hamba untuk mendekat kepada Allah. Dengan kiblat yang benar, seseorang akan memperoleh arah melangkah yang tepat agar menjadi dekat kepada Allah pada kedudukan masing-masing. Allah berkedudukan Maha Tinggi yang tidak dapat dijangkau atau dikenali oleh makhluk, akan tetapi Dia menurunkan arah perjalanan yang dapat ditempuh oleh manusia agar bisa berjalan mendekat kepada Allah. Arah itu berupa kiblat. Kiblat dibuat bertingkat-tingkat dan integral, mulai kiblat di sisi-Nya hingga kiblat yang menyentuh diri seorang manusia. Setiap orang harus berjalan mengikuti kiblat secara integral tidak terpisah-pisah dalam keping-keping kiblat.

Kiblat fisik yang dikenali oleh manusia adalah bait al-haram. Sebenarnya terdapat beberapa kiblat lain yang masing-masing mempunyai makna bagi setiap manusia. Bait al-quds merupakan kiblat yang ditentukan bagi manusia sebelum bait al-haram. Bait Al-quds merupakan representasi tanah yang dijanjikan. Menghadap kepada bait alquds bermakna perintah bagi manusia untuk menemukan jati diri masing-masing sebagai tanah yang dijanjikan baginya. Bait al-haram merupakan kiblat yang permanen sebagai representasi dari bait yang diijinkan untuk meninggikan dan mendzikirkan asma Allah. Perintah menghadap bait al haram bermakna perintah untuk membina fungsi sosial diri mereka bersama keluarga memberikan layanan kepada umat mereka untuk kembali kepada Allah atau untuk memakmurkan bumi. Bait al-haram merupakan kiblat lanjutan bagi seseorang yang telah mencapai tanah yang dijanjikan berupa pengenalan diri.

Bagi perempuan, secara tersirat kiblat tersebut diturunkan lebih panjang lagi berupa suaminya, hingga dikatakan bahwa tidaklah seorang perempuan menunaikan hak Allah hingga ia menunaikan hak-hak suaminya. Hal ini merupakan gambaran yang paling jelas tentang jalan menuju Allah. Tidaklah seseorang kembali kepada Allah hingga ia menempuh perjalanan menuju kiblat-kiblat terdekat yang ditentukan baginya. Seorang isteri harus menunaikan hak suaminya dalam rangka ketaatan kepada Allah. Setiap laki-laki harus berhijrah menemukan jati diri penciptaan mereka agar dapat menunaikan ibadah kepada Allah dengan sebenarnya. Setiap laki-laki yang mengenal jati diri hendaknya membina keluarganya membentuk bayt untuk meninggikan dan mendzikirkan asma Allah, maka ia akan memperoleh jalan untuk menjadi hamba yang didekatkan kepada Allah. Demikian itu merupakan gambaran jalan menuju Allah yang diturunkan dalam wujud kiblat-kiblat bagi manusia.

Setiap orang hendaknya mengikuti kiblat pada setiap tingkat kehidupannya tanpa melepaskan konteksnya dengan keinginan bertemu Allah mengikuti langkah Rasulullah SAW. Membina bayt sebagaimana nabi Ibrahim a.s dan mi’raj ke hadirat Allah sebagaimana nabi Muhammad SAW hanya dapat dilakukan bila seseorang menemukan tanah yang dijanjikan berupa pengenalan jati diri penciptaan mereka dan membina bait untuk meninggikan dan mendzikirkan asma Allah. Kiblat-kiblat tersebut merupakan kesatuan kiblat yang tidak dapat dipisahkan, satu kiblat menjadi syarat bagi kiblat yang lain. Tanpa kiblat yang benar, seseorang dapat tersesat ketika menghadap Allah. Bilamana ia diijinkan menghadap Allah, ia tidak akan mengetahui wajah Allah yang diperkenalkan baginya saat itu, apakah wajah yang Dia kehendaki diperkenalkan padanya atau wajah-Nya yang hendak memberikan makar.

Bayt dalam bentuk keluarga menjadi basis kiblat menuju Allah. Banyak pengajaran diperoleh seseorang untuk menuju Allah melalui pernikahan. Dalam pernikahan, terdapat prinsip yang memperkenalkan manusia dasar-dasar membangun hubungan kepada rabb mereka, diantaranya yang paling penting berupa pencegahan terhadap perbuatan keji dan kemunkaran. Mereka menerima pernikahan dengan suatu akad yang mengikat hingga akhir hayat. Akad itu merupakan gambaran akad yang harus dibina dalam hati seseorang terhadap Allah. Bagi isteri, itu adalah penerimaan pengabdian terhadap wakil Allah yang ditetapkan bagi dirinya berupa suaminya. Manakala ia tidak menepati akad tersebut, ia telah tergelincir pada perbuatan keji. Seorang laki-laki memperoleh suatu tempat berdiam dan media yang menjadi jalan untuk kembali kepada Allah berupa isterirnya. Hal itu akan membuka pengetahuan yang sangat banyak tentang kehendak Allah. Perbuatan keji dan kebodohan akan terlihat jelas hingga hal-hal yang halus bagi setiap orang melalui pernikahan sehingga mereka dapat tercegah dari keduanya.

Dengan berkiblat pada bayt al-haram, sepasang manusia yang menikah akan tercegah dari perbuatan keji dan kebodohan. Bila tidak berkiblat pada bayt al-haram, seseorang mungkin akan terombang-ambing dalam kegelapan fitnah perbuatan keji dan kebodohan. Tiap-tiap kiblat itu mempunyai kriteria yang harus dipenuhi sebagai kriteria turunan dari bayt al-haram, tidak dibuat oleh masing-masing. Seorang isteri tidak boleh durhaka atau merendahkan suaminya selama terikat dalam pernikahan, atau ia sebenarnya tidak memenuhi kriteria pada salah satu kiblatnya. Bagi seorang laki-laki, hendaknya ia memilih isteri dari perempuan yang bisa dan mau menghormatinya karena pertanggungjawabannya akan berat manakala seorang perempuan tidak mentaati suaminya. Bila hanya memilih berdasar syahwat dan hawa nafsu, mungkin ia akan kesulitan memenuhi kriteria yang dibutuhkan. Bila seseorang tidak mempunyai kiblat yang benar, seringkali seorang menyangka melakukan perbuatan shalih sedangkan dalam ukuran kitabullah ia melakukan perbuatan keji dan kemunkaran.

Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Hal itu dapat dicapai dengan menghadapkan wajah pada kiblat yang benar. Bila mengabaikan ke arah mana wajah menghadap, seseorang tidak akan terjaga dari perbuatan keji dan munkar. Shalat akan mengingatkan setiap orang pada setiap waktunya untuk kembali menghadapkan wajah mereka kepada Allah dan meluruskan kembai kiblat-kiblatnya hingga menjadi lurus kepada Allah, dari kiblat yang terdekat dalam diri mereka sendiri hingga pada kiblat di hadirat Allah semampu yang dapat dicapai. Dengan demikian maka mereka akan tercegah dari perbuatan keji dan kemunkaran.

Dzikir merupakan ibadah terbesar yang dapat dilakukan seorang hamba, yaitu dzikir dalam bentuk merealisasikan kehendak Allah di atas landasan pemahaman terhadap ayat-ayat Allah baik ayat kitabullah dan ayat kauniyah secara integral, dan mereka terhubung kepada Allah melalui shalat mereka tanpa terdapat kekejian atau kemunkaran dalam diri mereka. Seseorang yang berhasil membina bait sesuai dengan kehendak Allah, maka bayt itu akan menjadi bayt yang diijinkan Allah untuk berdzikir dan meninggikan asma Allah di dalamnya. Dzikir tidak benar-benar dapat dilakukan oleh seseorang bila ia tidak memahami ayat-ayat Allah dan terdapat kekejian dan kemunkaran dalam diri mereka. Dzikir yang sebenarnya akan dapat dilakukan seseorang bila ia mengikuti pembacaan kitabullah sesuai dengan pembacaan Rasulullah Saw, dan ia mendirikan shalat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar