Pencarian

Minggu, 28 Mei 2023

Berdzikir Kepada Allah

Manusia diciptakan sebagai khalifatullah di bumi yang harus menjadi pemakmur bumi. Pemakmuran di bumi akan dapat dilakukan manusia bila mereka mendzikirkan asma Allah. Pemakmuran dunia tidak dapat dicapai hanya dengan memakmurkan dunia saja, tetapi juga menyangkut hal-hal bathiniah yang ada, terutama terkait dengan manusia. Pencapaian duniawi saja secara semu dapat dilakukan dengan kerja keras atau bahkan dengan melakukan kedzaliman, tetapi hal itu bertentangan dengan prinsip keimanan. Pemakmuran dunia yang sesungguhnya hanya dapat dilakukan dengan memakmurkan jiwa dan raga yang ada di bumi, dan hal itu harus dilakukan di atas keimanan. Produktifitas seseorang pada puncaknya dihasilkan dari mengalirkan ke bumi rezeki dan segala sesuatu yang dijanjikan baginya di langit.

Bila manusia melupakan tugas mendzikirkan asma Allah, maka mereka akan tertimpa kehidupan yang sempit dan kelak mereka akan dikumpulkan pada hari kiamat dalam keadaan buta.

﴾۴۲۱﴿وَمَنْ أَعْرَضَ عَن ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَىٰ
Dan barangsiapa berpaling dari mendzikirkan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta".(QS Thaahaa : 124)

Dzikir adalah upaya mewujudkan pemahaman yang ada dalam diri seseorang bagi semesta mereka. Kadangkala seseorang berdzikir dengan menghapal asma Allah dan menyebutkan asma tersebut dengan lisan mereka. Itu adalah berdzikir tingkat awal. Dzikir yang sebenarnya adalah upaya seseorang merealisasikan pemahaman mereka tentang kehendak Allah di semesta mereka. Ada dua hal yang harus dilakukan dalam dzikir, yaitu (1) memperoleh pemahaman terhadap obyek dzikir berupa ayat-ayat Allah dan (2) mewujudkan pemahaman yang diperoleh itu pada semesta mereka. Banyak manusia berupaya memakmurkan bumi, tetapi hanya sedikit yang merupakan dzikir kepada Allah. Suatu upaya pemakmuran tanpa memahami dengan benar ayat Allah yang sedang digelar tidak akan mendatangkan manfaat yang signifikan. Mendzikirkan asma Allah dalam kehidupan di bumi merupakan amanah yang dititipkan kepada setiap manusia sejak sebelum diciptakan di bumi.

Pemahaman tentang kehendak Allah adalah petunjuk yang diturunkan Allah kepada manusia. Manusia tidak dapat benar-benar memahami kehendak Allah dengan akalnya sendiri, tetapi Allah yang menurunkan petunjuk hingga sesorang memahami. Walaupun demikian, setiap orang harus menata pikirannya dengan benar mengikuti tuntunan kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW sebagai sarana agar hatinya dapat berharap dan dapat menerima petunjuk, karena hanya orang yang berharap petunjuk yang akan memperolehnya. Bila seseorang memperoleh petunjuk, maka ia memperoleh jalan untuk memahami kehendak Allah. Banyak manusia memperoleh petunjuk tanpa mencari landasan dan arah dari Alquran dan sunnah Rasulullah SAW, maka mereka pada akhirnya membangun ghirah agama berdasar hawa nafsu. Tidak ada hasil pemakmuran yang signifikan dari upaya demikian.

Mendzikirkan asma Allah merupakan tugas yang ditetapkan bagi setiap manusia. Allah telah menentukan kewajiban mendzikirkan asma Allah sebelum nabi Adam a.s dan Hawa diturunkan ke bumi, dan suatu peringatan difirmankan Allah ketika keduanya diturunkan ke bumi yaitu: “Dan barangsiapa berpaling dari mendzikirkan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta". Maka itulah ketentuan yang harus selalu diingat oleh setiap diri manusia dalam kehidupan mereka di bumi. Merealisasikan pemahaman tentang kehendak Allah merupakan bentuk ibadah setiap manusia. Tidaklah manusia dan jin diciptakan Allah kecuali untuk beribadah, maka mendzikirkan asma Allah merupakan bentuk ibadah yang dikehendaki Allah.

Mendzikirkan-Nya merupakan amanah yang harus diemban oleh pasangan manusia. Peringatan itu disampaikan kepada pasangan manusia. Setiap pasang manusia baik laki-laki atau perempuan mengemban amanah yang sama bagi mereka, dan menyatu bagi pasangan manusia, bukan amanah perorangan saja. Untuk mendzikirkan asma Allah, mereka harus berusaha menemukan amanah bersama bagi mereka dan menunaikannya. Bila salah seorang di antara mereka berpaling dari amanah mendzikirkan-Nya, maka mereka akan memperoleh kehidupan yang sempit terutama bagi orang yang berpaling, dan ia akan dikumpulkan pada hari kiamat dalam keadaan buta.

Pada puncaknya, media yang dapat diperoleh manusia dalam mendzikirkan asma Allah adalah terbentuknya bayt untuk mendzikirkan dan meninggikan asma Allah. Hal demikian terbentuk bila pasangan suami isteri mengikuti millah Ibrahim a.s berhijrah menuju tanah yang dijanjikan dan membina bayt untuk mendzikirkan dan meninggikan asma Allah. Bayt demikian terbentuk dari kedua pihak suami isteri yang berpasangan, tidak dapat dilakukan perorangan. Setiap pihak harus memahami dengan benar kehendak Allah dan berupaya mewujudkan pemahaman mereka secara sinergis. Bila salah satu di antaranya tidak lurus, tidak akan terbentuk bayt demikian. Nabi Nuh a.s atau Asiyah isteri firaun tidak berhasil membentuk bayt walaupun keduanya orang-orang yang shalih.

Membentuk bayt demikian merupakan kiblat yang seharusnya dijadikan arah kehidupan setiap orang beriman mengikuti millah Ibrahim a.s. Dengan bayt yang baik, seseorang dapat mendzikirkan dan meninggikan asma Allah dengan baik. Bila sepasang manusia belum mencapai tanah suci yang dijanjikan bagi mereka berupa pengenalan diri, dengan kiblat yang benar niscaya upaya mereka dalam beribadah kepada Allah akan menghasilkan manfaat bagi masyarakat mereka walaupun barangkali masih dalam wujud ragawi saja belum dalam bentuk terbaik. Tanpa bayt yang baik, sepasang manusia yang menikah akah kesulitan memberikan manfaat bagi semesta mereka bahkan bilamana mereka menjadi nabi yang berkedudukan sangat tinggi sebagaimana nabi Nuh a.s. Sebagian orang tidak menikah karena tidak mengetahui kiblat bagi ghirah mereka kembali kepada Allah.

Membentuk bayt hendaknya selalu berpegang pada millah Ibrahim a.s, agar terhubung dengan sunnah Rasulullah SAW. Tujuan akhir perjalanan kehidupan setiap manusia adalah mengikuti Rasulullah SAW hingga menjadi hamba yang didekatkan kepada Allah, dan perjalanan itu hanya dapat dilakukan dengan mengikuti tahapan millah Ibrahim a.s. Tahap awal perjalanan kembali adalah berhijrah ke tanah yang dijanjikan berupa pengenalan diri sendiri, kemudian tahap berikutnya membentuk bayt untuk mendzikirkan dan meninggikan asma Allah. Dengan langkah-langkah tersebut, seseorang dapat datang mengikuti Rasulullah SAW. Banyak detail dalam menempuh langkah-angkah mengikuti uswatun hasanah, maka hendaknya setiap orang memperhatikan tauladan uswatun hasanah.

Dalam beberapa kasus ditemukan rumah tangga yang salah bentuk, maka amal shalih mereka menghasilkan efek yang tidak dapat diduga arahnya. Sesuatu yang dimaksudkan untuk kebaikan belum tentu menghasilkan kebaikan atau pada beberapa bagian yang signifikan justru mendatangkan kerusakan. Bayt demikian bisa berkebalikan fungsinya dengan fungsi bayt yang seharusnya, dimana sepasang suami isteri dimudahkan untuk menemukan pijakan dan merumuskan langkah berdzikir, serta memperoleh koreksi kesalahan karena bayt yang terbentuk. Bila demikian keadaannya hendaknya mereka lebih bersungguh-sungguh memperhatikan ayat Allah baik berupa Alquran maupun alam kauniyah, tidak bermudah-mudah menjadikan baytnya untuk meninggikan asma Allah sebagaimana bayt yang berhasil. Dorongan penolakan terhadap ayat kitabullah berdasar petunjuk dalam diri harus dihindari karena akan menimbulkan kerusakan yang besar. Demikian pula dorongan memperdebatkan fakta kauniyah harus diredam. Keberadaan sahabat yang benar akan sangat membantu untuk berjalan dengan lurus sesuai kehendak Allah.

Berpaling dari Dzikrullah

Banyak manusia berpaling dari mendzikirkan asma Allah, maka mereka akan memperoleh kehidupan yang sempit dan kelak mereka akan dikumpulkan pada hari kiamat dalam keadaan buta. Sebagian manusia tidak berkeinginan mengenal Allah karena perhatian mereka tertuju pada pemenuhan keinginan hawa nafsu dan syahwat. Tidak terbatas pada hal demikian, sebagian orang memperoleh petunjuk akan tetapi mereka tidak berusaha mewujudkan pemahaman mereka bagi umatnya sebagai sarana menjadi hamba Allah karena berpaling kepada hal yang lain, maka mereka kelak akan termasuk pada orang yang berpaling dari mendzikirkan Allah. Mereka akan dikumpulkan pada hari kiamat dalam keadaan buta.

﴾۵۲۱﴿قَالَ رَبِّ لِمَ حَشَرْتَنِي أَعْمَىٰ وَقَدْ كُنتُ بَصِيرًا
Berkatalah ia: "Ya Tuhanku, mengapa Engkau menghimpunkan aku dalam keadaan buta, padahal aku dahulunya adalah seorang yang melihat?" (QS Thaahaa : 125)

Orang-orang demikian bukan orang yang dibiarkan dalam istidraj. Mereka orang yang mengalami kehidupan yang sempit dalam kehidupan dunia, dan dikumpulkan pada hari kiamat dalam keadaan buta. Kesempitan kehidupan mereka di dunia disebabkan karena mereka tidak menunaikan pemahaman mereka tentang kehendak Allah. Sebagian orang memandang petunjuk yang mereka terima tidak mempunyai nilai yang baik maka mereka kelak akan dibangkitkan dalam keadaan buta karena tidak dapat melihat nilai dari petunjuk yang diberikan kepada mereka. Tipisnya keimanan akan menjadikan mereka mengharap kehidupan yang baik di dunia dengan meninggalkan petunjuk, tetapi justru hal itu mengarah pada kehidupan yang sulit secara lahir dan bathin.

Setiap orang harus berusaha untuk mendzikirkan Allah dengan memohon petunjuk yang benar. Petunjuk yang benar adalah petunjuk yang mempunyai landasan dari kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW. Sebagian orang tidak peduli dengan petunjuk Allah. Sebagian orang memohon petunjuk Allah dan diberikan kepada mereka petunjuk. Ada orang yang kemudian memperoleh landasan yang baik dari kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW, serta menjelaskan ayat kauniyah yang ada pada semesta mereka, maka mereka itu adalah orang-orang yang memperoleh petunjuk yang benar. Sebagian orang menerima petunjuk tanpa mencari landasannya dari kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW, maka petunjuk itu boleh jadi benar atau boleh jadi tidak benar. Sulit bagi seseorang untuk berdzikir dengan keadaan demikian karena tidak mengenal ayat-ayat Allah dengan baik. Sebagian orang menerima petunjuk yang bertentangan dengan kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW maka sebagian dari mereka mengabaikan petunjuk itu, dan sebagian mengikuti petunjuk itu maka mereka akan menuju celaka.

Pencarian landasan dari kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW menunjukkan iktikad seseorang dalam memohon petunjuk. Bila seseorang ikhlas dalam memohon petunjuk Allah, maka mereka akan mencari landasan itu dengan sungguh-sungguh. Bila bercampur dengan hawa nafsu, mereka akan mudah mengikuti petunjuk yang mereka terima apapun bentuk petunjuk itu. Bila terlalu banyak hawa nafsu mempengaruhi upaya mereka mencari petunjuk, sebenarnya mereka tidak bersungguh-sungguh berharap petunjuk, karenanya mereka mungkin akan kembali buta. Orang yang terlalu banyak campuran hawa nafsu dalam mengharap petunjuk tidak akan dapat mendzikirkan asma Allah dengan media petunjuk-petunjuk yang mereka terima. Mungkin petunjuk itu berguna bagi duniawi mereka, tetapi mendzikirkan asma Allah hanya dapat dilakukan dengan mengenal ayat-ayat Allah yang dijelaskan pada hati mereka melalui petunjuk.

Proses kebutaan di hari kiamat kelak dapat terjadi melalui beberapa hal, yang disahkan dengan tanda perbuatan berpaling dari ayat-ayat Allah manakala dibacakan kepada mereka. Di antara proses kebutaan itu terjadi karena terlalu banyak campuran hawa nafsu dalam mengharapkan petunjuk, maka mereka berpaling dari ayat Allah. Atau seseorang tidak memanfaatkan petunjuk untuk mendzikirkan asma Allah. Terlalu banyak campuran hawa nafsu menghalangi manusia untuk mengenal dengan benar ayat-ayat Allah maka ia tidak memperoleh petunjuk yang berguna untuk berdzikir. Ada orang yang memilih beramal dengan amal yang lain setelah petunjuk yang diturunkan pada hatinya karena lebih memberi harapan duniawi, maka ia juga berpaling dari mendzikirkan Allah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar