Pencarian

Selasa, 16 Mei 2023

Mengikuti Sunnah Rasulullah SAW

Allah telah mengutus Rasulullah SAW ke alam dunia untuk menjadi tauladan bagi seluruh umat manusia dalam beribadah kepada Allah. Hendaknya seluruh umat manusia mengikuti jejak langkah beliau SAW dengan membentuk akhlak al-karimah dalam melaksanakan ibadah kepada Allah. Akhlak al-karimah akan diperoleh seseorang apabila ia membentuk akhlak al-quran dalam dirinya. Ia dapat mensikapi seluruh peristiwa yang terjadi di alam kauniyah sejalan dengan kitabullah Alquran. Akhlak Alquran yang paling sempurna adalah Rasulullah SAW.

Orang-orang yang mengikuti langkah Rasulullah SAW dengan baik akan diberi ketakwaan mereka, dan dengan melaksanakan ketakwaan itu, mereka berbuat takwa dan mereka akan menjadi harum dengan ketakwaan yang ditunaikan. Di akhirat kelak, mereka akan dihantarkan menuju surga dan akan hidup kekal di dalamnya.

﴾۳۷﴿وَسِيقَ الَّذِينَ اتَّقَوْا رَبَّهُمْ إِلَى الْجَنَّةِ زُمَرًا حَتَّىٰ إِذَا جَاؤُوهَا وَفُتِحَتْ أَبْوَابُهَا وَقَالَ لَهُمْ خَزَنَتُهَا سَلَامٌ عَلَيْكُمْ طِبْتُمْ فَادْخُلُوهَا خَالِدِينَ
Dan orang-orang yang bertakwa kepada Tuhan dibawa ke dalam surga berombong-rombongan (pula). Sehingga apabila mereka sampai ke surga itu sedang pintu-pintunya telah terbuka dan berkatalah kepada mereka penjaga-penjaganya: "Kesejahteraan (dilimpahkan) atasmu, kalian telah menjadi thayyib! maka masukilah surga ini, sedang kamu kekal di dalamnya" (QS Az-Zumar : 73)

Orang bertakwa diantar menuju surga dengan berombongan-rombongan. Rombongan pertama yang sampai ke surga akan menemukan pintu surga telah terbuka bagi mereka, dan penjaga-penjaga surga itu akan mengucapkan salam kepada mereka, dan kemudian mereka diperintahkan untuk memasuki surga itu dan akan tinggal di surga itu secara kekal. Kelompok pertama itu adalah orang-orang yang menyatukan diri dalam jihad bersama-sama dengan Rasulullah SAW dengan penuh keimanan.

Bila seseorang mengenali kebenaran dan melangkah menempuh kehidupan sesuai dengan kehendak-Nya, seseorang dapat datang kepada Rasulullah SAW dengan dasar keimanan kepada ayat-ayat Allah. Bila seseorang datang kepada Rasulullah SAW dengan keadaan demikian, Rasulullah SAW akan menyambut mereka dengan kegembiraan, menyampaikan salam dan menyampaikan pesan Allah bagi mereka. Mereka yang memperoleh salam Rasulullah SAW dengan cara demikian merupakan kelompok pertama yang tiba di pintu surga. Salam beliau SAW mempunyai derajat lebih tinggi dari salam para penjaga surga. Salam beliau SAW secara khusus ditujukan diantaranya kepada orang-orang yang menginginkan penyatuan langkah bersama beliau SAW berdasarkan keimanan terhadap ayat-ayat Allah.

﴾۴۵﴿وَإِذَا جَاءَكَ الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِآيَاتِنَا فَقُلْ سَلَامٌ عَلَيْكُمْ كَتَبَ رَبُّكُمْ عَلَىٰ نَفْسِهِ الرَّحْمَةَ أَنَّهُ مَنْ عَمِلَ مِنكُمْ سُوءًا بِجَهَالَةٍ ثُمَّ تَابَ مِن بَعْدِهِ وَأَصْلَحَ فَأَنَّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
Apabila orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami itu datang kepadamu, maka katakanlah: "Salaamun ‘alaikum. Tuhanmu telah menetapkan atas diri-Nya rahmat, (yaitu) bahwasanya barang siapa yang berbuat kejahatan di antara kamu lantaran kejahilan, kemudian ia bertaubat setelah mengerjakannya dan mengadakan perbaikan, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.(QS Al-An’aam : 54)

Kaum muslimin hendaknya berusaha untuk menyatukan langkah pada jejak langkah Rasulullah SAW. Penyatuan langkah itu dilakukan dengan memahami arah kehidupan yang dicontohkan Rasulullah SAW dengan keimanan, dan kemudian menempuh langkah mengikuti. Tidak dikatakan mengikuti sunnah Rasulullah SAW orang-orang yang sibuk meniru syariat beliau SAW tanpa memperhatikan arah kehidupan yang dicontohkan beliau SAW, sedangkan mereka menimbulkan pertengkaran membanggakan polah mereka di antara saudara muslim mereka dan memecah-belah manusia dalam pertengkaran-pertengkaran.

Landasan untuk mengikuti langkah Rasulullah SAW adalah keimanan, dimana seseorang dapat mengenali kebenaran sesuai kehendak Allah dengan keimanannya tanpa ada hijab yang mempengaruhi akurasi pengenalan kebenaran itu, dan ia dapat berbuat sesuai kehendak-Nya dengan rasa syukur. Seandainya suatu kebenaran dikatakan oleh orang yang dipandang hina, seorang beriman harus mengenali kebenaran itu dengan keimanannya, dan bila suatu kekufuran dikatakan oleh para pembesar mereka, mereka harus mengenali kekufuran itu tidak membenarkannya. Itu adalah keimanan yang disyaratkan untuk dapat menyatukan langkah mereka pada jejak langkah Rasulullah SAW.

Millah Ibrahim a.s

Penyatuan langkah bersama Rasulullah SAW merupakan puncak perjalanan yang dapat ditempuh oleh setiap manusia. Sebelum itu, terdapat langkah pendahuluan yang menjadi persyaratan yang harus ditempuh, yaitu perjalanan hijrah menuju tanah yang dijanjikan sebagaimana dicontohkan oleh nabi Musa a.s hijrah bersama bani Israel menuju tanah yang dijanjikan, kemudian membina bayt untuk mendzikirkan dan meninggikan asma Allah sebagaimana millah nabi Ibrahim a.s membina bayt di tanah suci bersama keluarga beliau a.s. Bila seseorang telah menempuh langkah pendahuluan tersebut, maka ia dapat menyatukan langkah bersama Rasulullah SAW sebagaimana disebutkan ayat di atas.

Membina bayt merupakan millah nabi Ibrahim a.s bersama dengan keluarga beliau a.s. Sebenarnya berhijrah dan membina bayt merupakan millah Ibrahim a.s, sedangkan millah itu kemudian diperinci hingga tampak sebagai dua millah terperinci secara berbeda. Bani Israel mendzahirkan langkah millah berhijrah dengan perjalanan nabi Musa a.s memimpin bani Israel menuju tanah yang dijanjikan, sedangkan nabi Ismail a.s mendzahirkan langkah millah membina bayt setelah berhijrah ke tanah suci. Kedua rincian millah tersebut harus diikuti oleh setiap muslimin tanpa melupakan salah satunya. Membina bayt tidak dapat dilakukan tanpa berhijrah ke tanah yang dijanjikan, dan berhijrah ke tanah yang dijanjikan harus diikuti dengan membina bayt untuk mendzikirkan dan meninggikan asma Allah. Keduanya merupakan perincian dari satu millah yang sama yang tidak dapat dipisahkan.

Tanah yang dijanjikan adalah pengenalan terhadap jati diri penciptaan setiap orang. Setiap orang diciptakan dari suatu nafs wahidah tertentu yang mempunyai ketetapan amal-amal yang harus dilakukannya sebagai bentuk penghambaan dirinya (ibadahnya) kepada Allah. Amal tersebut bukan berupa syariat yang merupakan jalan yang diberikan Allah kepada hamba untuk memenuhi kebutuhannya kepada Allah, tetapi berupa amal yang ditetapkan bagi masing-masing untuk ditunaikan dalam kehidupannya bagi makhluk lain. Ketetapan amal itu akan diketahui seseorang manakala Allah memberikan kepadanya ketakwaan masing-masing. Orang yang berusaha bertakwa belum akan mengetahui ketetapan amal itu hingga Allah memberikan kepadanya ketakwaannya.

Setiap orang hendaknya berusaha berhijrah untuk menemukan tanah yang dijanjikan bagi masing-masing. Pengenalan terhadap penciptaan diri seseorang merupakan tanah yang dijanjikan yang menjadi tempatnya membina bayt. Tanpa berhijrah dan menemukan tanah itu, seseorang tidak mempunyai tempat yang tepat untuk membina bayt bagi dirinya untuk mendzikirkan dan meninggikan asma Allah.

Bayt merupakan sarana menghubungkan kehendak Allah di alam amr yang tinggi hingga terwujud di alam dunia yang rendah. Membina bayt merupakan penataan diri seseorang untuk melaksanakan peran sosial dirinya sesuai kehendak Allah. Peran sosial seseorang akan terbina bila rumah tangga tertata, dan rumah itu menjadi bayt manakala terbina sesuai dengan kehendak Allah. Seorang suami harus terbina nafsnya hingga tumbuh sebagai pohon thayibah yang berbuah hingga minyak di dalam misykatnya ternyalakan, dan isterinya mengikuti suaminya menunaikan amal yang menjadi amanah Allah. Seorang isteri berperan sebagai ibu yang melahirkan dan menumbuhkan segala aspek duniawi bagi suami dan dirinya, sebagaimana isteri nabi sebagai umul mu’minin. Kesatuan di antara suami dan isteri dalam amr Allah merupakan sarana penghubung kehendak Allah mengalir ke dunia.

Sebagian manusia menganggap baytullah adalah hati manusia. Hal ini menunjukkan hati sebagai syarat bayt. Tidak ada bayt tanpa ada seorang laki-laki yang mengasah misykat dirinya hingga Allah menyalakan ruh di dalamnya. Akan tetapi wujud hati demikian bukanlah bayt yang dijadikan kiblat bagi manusia menuju Allah. Manusia dengan kriteria hati demikian dikatakan sebagai rijal, sedangkan bayt merupakan bentuk perluasan diri seorang rijal hingga lingkungan sosial. Setiap manusia harus membina dirinya sebagai makhluk di alam dunia. Kecintaan dalam hati seseorang kepada Allah harus terwujud di alam dunia karena mereka diciptakan untuk menjadi khalifatullah di bumi, tidak sama dengan malaikat yang menjadi makhluk langit. Kiblat bayt bagi seorang manusia tidak hanya berbentuk malakutiyah, tetapi harus diperluas hingga wujud sosial diri mereka di alam dunia, dan itu adalah tatanan keluarga sesuai dengan kehendak Allah.

Kesatuan kehendak Allah dengan alam bumi tidak terwujud bila bayt terputus pada salah satu bagian. Bila seorang laki-laki mengenal diri kemudian memisahkan diri dari amr Allah, ia akan memutuskan keterhubungan amr Allah ke dunia. Demikian pula manakala seorang isteri tidak dapat bersepakat terhadap suaminya dalam urusan Allah, ia telah menjadi titik terputusnya keterhubungan amr Allah ke dunia. Hal demikian bukan hal yang mustahil terjadi. Seorang laki-laki dapat kembali kufur, atau terperosok pada kekufuran ketika ia tiba pada tanah haram mereka. Demikian pula seorang perempuan dapat memperoleh suatu amr yang sebenarnya amr itu terputus dari kehendak Allah.

Pengenalan diri seseorang akan disertai dengan terbitnya tanduk syaitan. Hal ini harus diperhatikan dengan baik. Bila seseorang menempuh perjalanan lanjutan setelah pengenalan diri dengan cara bertentangan dengan kitabullah, ia terjebak pada kekufuran setelah tiba di tanah haram. Keimanannya tidak sepenuhnya benar. Ia mempunyai keimanan terhadap hal bathil dan memiliki pula kekufuran terhadap nikmat Allah. Mungkin hal demikian berjalan bersama dengan keimanannya yang benar, tetapi seharusnya tidak terjadi di tanah haram. Setiap manusia berbuat kesalahan, akan tetapi kesalahan demikian itu terkait dengan perkara keimanan. Keimanan terhadap hal bathil seringkali mendatangkan hal yang sangat berbahaya.

Kebengkokan pada perempuan dapat terjadi dengan cara yang sedikit berbeda. Bila seorang perempuan memperoleh amr Allah dari laki-laki selain suaminya, ia sangat mungkin terpisah dari amr Allah yang benar. Amr Allah bagi seorang perempuan serupa dengan peristiwa Asiyah isteri Firaun dalam urusan menemukan bayi Musa. Seorang isteri seharusnya terlibat dalam urusan Allah yang sama dengan urusan suaminya, walaupun mungkin dengan arah tujuan yang berbeda. Bila seorang perempuan meninggalkan suaminya yang berusaha melaksanakan urusan Allah mengikuti laki-laki lain, ia tersesat dari jalan Allah.

Kedua kasus yang terjadi pada laki-laki dan perempuan demikian sebenarnya mempunyai keserupaan, yaitu terputus dan melencengnya mereka dari kiblat baitullah sebagai millah Ibrahim a.s dan tentu juga melenceng dari sunnah Rasulullah SAW. Setiap orang harus mengambil kiblat kehidupan ke bayt al-haram. Bayt al-aqsha hanyalah qiblat sementara yang harus segera dipindah ke bayt al-haram pada waktunya. Pengenalan diri hanyalah kiblat sementara yang menjadi milestone untuk dilalui, bukan sebagai tujuan tetap. Membentuk bayt untuk mendzikirkan dan meninggikan asma Allah harus dilakukan dengan cara mengikuti millah nabi Ibrahim a.s, membina bayt al-haram tidak menempuh cara yang bertentangan dengan tuntunan kitabullah.

Akan dijumpai banyak masalah dalam mengarahkan rumah tangga mengikuti millah Ibrahim a.s. Dalam beberapa kasus, seseorang dituntut untuk mengikuti dengan cara yang sangat mendekati bentuk bayt nabi Ibrahim a.s. Kadang sepasang suami isteri mengalami kemandulan amal shalih layaknya kesulitan siti Sarah untuk hamil hingga usia lanjut sebelum dapat melahirkan. Kadangkala seorang isteri mengalami penyanderaan oleh syaitan layaknya Firaun merebut siti Sarah dari nabi Ibrahim a.s sebagai isteri. Hal demikian tidak menunjukkan sifat tercela atau hal yang memalukan pada keluarga itu, tetapi ada urusan Allah yang harus diperhatikan. Akan banyak masalah yang diberikan agar mereka membina keluarga sesuai dengan kehendak Allah. Bila pasangan yang mengalami hal demikian melupakan kiblatnya untuk membentuk keluarga sesuai dengan kehendak Allah, mereka akan terus terpuruk dalam masalah mereka. Masalah yang menimpa terjadi karena boleh jadi mereka tidak menempuh jalan kembali kepada Allah dengan baik. Bentuk bayt sesuai dengan kehendak Allah itu menjadi jalan bagi mereka kembali kepada Allah, bukan sekadar jalan keluar dari masalah.

Orang-orang yang berhasil mengikuti millah Ibrahim a.s membentuk bayt sesuai dengan kehendak Allah merupakan orang-orang datang kepada Rasulullah SAW dengan keimanan. Rasulullah SAW akan menyampaikan salam kepada mereka, dan mereka itu merupakan rombongan pertama yang mencapai pintu surga.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar