Pencarian

Kamis, 11 Mei 2023

Membina Kethayiban Diri

Allah telah mengutus Rasulullah SAW ke alam dunia untuk menjadi tauladan bagi seluruh umat manusia dalam beribadah kepada Allah. Hendaknya seluruh umat manusia mengikuti jejak langkah beliau SAW dengan membentuk akhlak al-karimah dalam melaksanakan ibadah kepada Allah. Akhlak al-karimah akan diperoleh seseorang apabila ia membentuk akhlak al-quran dalam dirinya. Ia dapat mensikapi seluruh peristiwa yang terjadi di alam kauniyah sejalan dengan kitabullah Alquran. Akhlak Alquran yang paling sempurna adalah Rasulullah SAW.

Banyak orang tidak berkeinginan mengikuti seruan Rasulullah SAW, sedangkan Rasulullah SAW menyeru mereka untuk membentuk diri dalam akhlak mulia. Demikian pula banyak pengikut Rasulullah SAW menyeru mereka untuk membentuk akhlak mulia, tetapi mereka tidak bergeming mengikuti. Mereka itu adalah orang-orang kafir, dan mereka kelak akan digiring ke neraka karena akhlak buruk mereka.

﴾۱۷﴿وَسِيقَ الَّذِينَ كَفَرُوا إِلَىٰ جَهَنَّمَ زُمَرًا حَتَّىٰ إِذَا جَاؤُوهَا فُتِحَتْ أَبْوَابُهَا وَقَالَ لَهُمْ خَزَنَتُهَا أَلَمْ يَأْتِكُمْ رُسُلٌ مِّنكُمْ يَتْلُونَ عَلَيْكُمْ آيَاتِ رَبِّكُمْ وَيُنذِرُونَكُمْ لِقَاءَ يَوْمِكُمْ هٰذَا قَالُوا بَلَىٰ وَلٰكِنْ حَقَّتْ كَلِمَةُ الْعَذَابِ عَلَى الْكَافِرِينَ
Orang-orang kafir digiring ke neraka Jahannam berombong-rombongan. Sehingga apabila mereka sampai ke neraka itu dibukakanlah pintu-pintunya dan berkatalah kepada mereka penjaga-penjaganya: "Apakah belum pernah datang kepadamu rasul-rasul di antaramu yang membacakan kepadamu ayat-ayat Tuhanmu dan memperingatkan kepadamu akan pertemuan dengan hari ini?" Mereka menjawab: "Benar (telah datang)". Tetapi telah pasti berlaku ketetapan azab terhadap orang-orang yang kafir. (QS Az-Zumar : 71)

Mereka adalah orang-orang yang tidak dapat mengerti seruan kebenaran yang disampaikan oleh para rasul kepada mereka, maka mereka mengabaikan kebenaran itu. Bila seseorang mempunyai keinginan dan berusaha membina jiwanya dalam kebaikan, niscaya mereka dapat mendengar kebenaran sesuai dengan kebaikan yang terbina dalam dirinya. Orang-orang kafir tidak mempunyai keinginan untuk membina kebaikan dalam dirinya maka mereka tidak dapat mendengar kebenaran yang disampaikan oleh para rasul kepada mereka.

Kebaikan itu merupakan cikal bakal akhlak mulia yang harus terbina dalam diri setiap orang. Setiap kebaikan berkaitan dengan ayat Allah. Suatu kebaikan yang terbina dalam diri seseorang akan menjadikannya mempunyai perhatian terhadap ayat Allah yang terkait, dan sebaliknya suatu ayat akan menyuburkan pertumbuhan kebaikan yang telah ada pada diri seseorang. Manakala seorang rasul membacakan ayat Allah kepada umatnya, mereka berkeinginan untuk menyuburkan kebaikan pada umatnya tersebut, sehingga terbentuk umat yang mempunyai akhlak mulia. Bila seseorang selalu berusaha mengikuti kebenaran, maka ia akan mempunyai pohon akhlak mulia yang tumbuh sehat dan dapat menghindarkan dirinya dari siksa di alam berikutnya.

Setiap rasul mempunyai tantangan berupa kekufuran umatnya. Mereka menghadapi batasan bagi umatnya, bahwa setiap orang akan menemui batas waktu yang menentukan kedudukan dirinya sebagai orang beriman atau kafir. Manakala seseorang tidak dapat mendengar kebenaran ayat Allah hingga kematiannya, maka ia termasuk kafir tidak akan mempunyai benih keimanan yang dapat tumbuh di alam berikutnya. Bila seseorang dapat mendengar kebenaran yang disampaikan, maka ia akan memiliki benih keimanan dalam hatinya yang dapat tumbuh. Batas adanya benih itu dalam diri seseorang adalah kepercayaan yang tumbuh tentang ketentuan neraka atau surga sebagai tempat tinggal yang abadi bagi setiap manusia.

Iman tidak sepenuhnya sama dengan percaya. Iblis lebih percaya kepada Allah daripada kebanyakan manusia tetapi ia kufur. Keimanan dapat dilihat dari keinginan seseorang untuk mengikuti kehendak Allah dengan jalan membina kebaikan dirinya. Bila suatu pengetahuan tentang kebenaran tidak menumbuhkan keinginan mengikuti kehendak Allah, maka belum tentu pengetahuan itu merupakan keimanan, sekalipun ia percaya bahwa pengetahuan itu merupakan kebenaran. Ia hanya memiliki benih keimanan yang bisa tumbuh atau bisa membusuk. Bila suatu pengetahuan kebenaran menumbuhkan keinginan mengikuti kehendak Allah dalam kebaikan, maka boleh jadi itu merupakan keimanan. Mengingkari kebenaran merupakan bentuk kekufuran.

Kadangkala seseorang berkeinginan mengikuti kehendak Allah tetapi tidak mengetahui nilai kebaikan dalam amalnya, maka ia hanya berada di atas pijakan yang lemah. Hal ini menunjukkan belum terbentuk akhlak mulia seseorang dalam urusan tersebut. Akhlak mulia akan menjadikan seseorang mengetahui nilai-nilai kebaikan dalam amal shalih yang harus dilaksanakannya, tanpa dijadikan memandang baik amalnya. Mengikuti langkah Rasulullah SAW adalah dengan membentuk akhlak mulia. Bila seseorang berada dalam keadaan tidak mengetahui nilai amalnya dalam mengikuti amal Rasulullah SAW, ia belum benar-benar mengikuti langkah Rasulullah SAW. Ia berada di atas kebaikan, akan tetapi akan mudah goyah dan mudah tergelincir dari jalan, maka hendaknya ia membentuk akhlak mulia dalam dirinya dengan kitabullah.

Kufur dan Takabbur

Orang-orang kafir akan digiring menuju neraka secara berombongan. Rombongan pertama yang dibukakan kepada mereka pintu neraka adalah orang-orang yang tidak mempunyai benih kebaikan sama sekali, yang ditunjukkan kekufuran mereka kepada seruan para rasul yang membacakan ayat Allah dan memperingatkan akan pertemuan dengan hari pembukaan neraka bagi orang kafir. Mereka kufur sedangkan mereka memperoleh seruan kebenaran itu. Mereka akan tinggal di dalam neraka secara kekal tidak akan keluar dari neraka itu.

﴾۲۷﴿قِيلَ ادْخُلُوا أَبْوَابَ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا فَبِئْسَ مَثْوَى الْمُتَكَبِّرِينَ
Dikatakan (kepada mereka): "Masukilah pintu-pintu neraka Jahannam itu, sedang kamu kekal di dalamnya" Maka neraka Jahannam itulah seburuk-buruk tempat tinggal bagi orang-orang yang menyombongkan diri. (QSAz-Zumar : 72)

Rombongan-rombongan berikutnya adalah orang-orang yang mengikuti bentuk kekufuran mereka dalam tingkatan yang berbeda-beda. Setiap orang yang mengikuti bentuk kekufuran yang tidak terhapus hingga hari itu akan mengikuti rombongan menuju neraka. Sebagian mereka tinggal secara kekal di neraka dengan tingkatan siksa yang berbeda, atau mereka tinggal dalam tempo tertentu hingga kekufuran yang menyebabkan mereka memasuki neraka tanggal.

Hal utama dalam diri seseorang yang menutupinya dari kebenaran ayat-ayat Allah adalah kesombongan. Dalam ayat di atas, neraka jahannam disebut sebagai seburuk-buruk tempat tinggal bagi orang-orang yang menyombongkan diri. Hal itu menunjuk pada hal yang sama dengan penyebutan sebagai orang-orang kafir pada ayat sebelumnya, karena pada dasarnya kekufuran muncul disebabkan oleh kesombongan. Kesombongan adalah mengabaikan kebenaran dan meremehkan manusia. Setiap tindakan mengabaikan kebenaran dan meremehkan manusia adalah bentuk kesombongan, dan orang yang memelihara atau membiarkan keadaan ini dalam dirinya akan menjadi orang yang sombong. Pada akhirnya kesombongan itu akan menumbuhkan kekufuran.

Hendaknya sifat sombong dihindari oleh setiap orang. Pada orang beriman masih terdapat celah rentan terhadap kesombongan daripada terhadap kekufuran secara langsung. Sifat sombong itu dapat hinggap pada orang beriman tanpa ia menyadari dan justru memandang dirinya sebagai orang yang benar, sedangkan ia menganggap remeh kebenaran dan orang lain yang menyampaikannya. Kadang kesombongan itu dalam bentuk memandang kelompoknya benar hingga ia meremehkan orang yang menyampaikan kebenaran dan mengabaikan kebenarannya. Hal ini merupakan penyakit yang dapat menyeret pada sikap kufur. Kesombongan maupun kekufuran akan menyebabkan seseorang tersesat menuju neraka hingga justru memperoleh tempat tinggal di dalamnya, maka hendaknya setiap orang memperhatikan kebenaran dan tidak meremehkan manusia.

Setiap orang hendaknya membina akhlak mulia. Akhlak mulia merupakan suatu wewangian. Orang-orang yang membina akhlak mulia akan mengerti makna ayat-ayat Allah sebagai suatu keharuman bagi dirinya. Bila tidak mengerti keharuman ayat-ayat Allah, seseorang belum dikatakan memiliki akhlak mulia. Kadangkala manusia mempersepsi suatu urusan secara keliru hingga menganggap suatu kebaikan sebagai keburukan, atau suatu keburukan sebagai kebaikan. Hal demikian dapat diibaratkan layaknya seekor lalat yang mempersepsi kotoran sebagai keharuman, maka cara mempersepsi itu menunjukkan keadaan lalat tersebut. Seseorang berakhlak mulia akan merasa nyaman dengan sesuatu yang selaras dengan kitabullah, sedangkan akhlak buruk akan menjadikan seseorang menganggap hal yang buruk sebagai kebaikan. Seseorang yang belum cukup baik akhlaknya seringkali masih bertukar-tukar mempersepsi keharuman dan kebusukan.

Kesombongan merupakan penghalang bagi seseorang untuk membina akhlak mulia. Kesombongan menghalangi orang-orang untuk mengenal kebenaran dan dapat menyesatkan manusia dari kebenaran. Selain bisa menjadi kufur, ada hal lain yang dapat terjadi pada manusia dalam tingkat yang mungkin sama rumitnya karena kesombongan. Kadangkala terjadi kesesatan dalam membentuk akhlak mulia karena adanya kesombongan, atau kadang seseorang mengalami kebingungan arah dalam membina diri karena pengaruh kesombongan. Manakala dibacakan ayat-ayat Allah yang menunjukkan arah bagi mereka, mereka tidak dapat menimbang nilai kebenaran ayat-ayat Allah yang dibacakan. Bila tidak terpengaruh kesombongan, seseorang seharusnya mungkin merasakan keharuman atau kebusukan suatu perkara walaupun mungkin belum memahaminya. Misalnya mungkin seseorang tiba-tiba muntah tanpa sebab yang jelas karena terlibat suatu perkara buruk yang belum sepenuhnya dipahami, atau merasa senang dengan amal baik tanpa mengetahui sepenuhnya fundamen amalnya. Hal demikian kadangkala disebabkan karena merasakan kebusukan atau wanginya perkara yang dilakukannya walaupun tidak dipahami.

Merasakan keharuman demikian hendaknya digunakan oleh orang beriman untuk membina diri dengan memahami dan mengikuti ayat-ayat Allah, tidak digunakan untuk menghukumi orang lain. Suatu keharuman atau kebusukan yang dirasakan hendaknya diketahui kadar kebenarannya dari kitabullah dan ayat kauniyah hingga ia mengerti arti keharuman itu. Ia boleh memberikan manfaat berdasarkan perasaannnya bagi orang lain, akan tetapi hendaknya tidak menggunakannya secara gegabah untuk menghukumi orang lain. Seringkali apa yang dirasakannya bersifat parsial tidak menggambarkan keadaan seutuhnya, atau buruknya bahkan barangkali keadaan justru terbalik dalam urusan itu sebagaimana lalat menyukai aroma yang berkebalikan dengan manusia. Bila perlu menghukumi, hendaknya ia menggunakan ayat Allah yang harus diperolehnya, setidaknya keadaan kauniyah yang jelas, tidak menggunakan secara langsung keharuman atau kebusukan yang dirasakannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar