Pencarian

Kamis, 04 Mei 2023

Membina Keihsanan

Allah telah mengutus Rasulullah SAW ke alam dunia untuk menjadi tauladan bagi seluruh umat manusia dalam beribadah kepada Allah. Hendaknya seluruh umat manusia mengikuti jejak langkah beliau SAW dengan membentuk akhlak al-karimah dalam melaksanakan ibadah kepada Allah. Akhlak al-karimah akan diperoleh seseorang apabila ia membentuk akhlak al-quran dalam dirinya. Ia dapat mensikapi seluruh peristiwa yang terjadi di alam kauniyah sejalan dengan kitabullah Alquran. Akhlak Alquran yang paling sempurna adalah Rasulullah SAW.

Ketakwaan seorang hamba akan terbentuk dari akhlak mulia. Mereka membina hubungan yang baik dengan sesama makhluk berdasarkan pengetahuan terhadap kehendak Allah. Itu adalah keihsanan. Allah telah menuntun manusia agar mereka membina keihsanan dalam diri mereka. Di antara langkah-langkah membina keihsanan itu adalah sedikit tidur pada waktu malam, banyak memohon ampunan Allah pada waktu sahur atas dosa-dosa mereka, dan mengetahui bahwa pada harta mereka terdapat bagian harta bagi orang-orang yang meminta kepada mereka dan bagi orang-orang terhormat dalam agamanya. Dengan langkah-langkah tersebut, seseorang akan berproses menjadi golongan muhsinin.

Sedikit Tidur Pada Waktu Malam

Salah satu hal utama yang perlu dilakukan seseorang dalam membina keihsanan adalah sedikit tidur pada waktu malam. Sedikit tidur dalam hal ini adalah dalam rangka membina pengetahuan tentang kehendak Allah. Karena berharap mengenal kehendak Allah, maka seseorang yang ingin membina keihsanan menghindari banyak tidur pada waktu malam. Banyak manusia melakukan sedikit tidur pada waktu malam tetapi merupakan perbuatan bersenang-senang yang sia-sia, maka hal itu tidak termasuk dalam langkah membina keihsanan.

﴾۷۱﴿كَانُوا قَلِيلًا مِّنَ اللَّيْلِ مَا يَهْجَعُونَ
Keadaan mereka dahulu sedikit tidur di waktu malam (QS Adz-Dzariat : 17)

Ayat tersebut harus dikaitkan dengan keihsanan pada ayat sebelumnya, agar ruh dari sedikit tidur pada waktu malam tidak dilupakan. Keinginan untuk mengenal kehendak Allah menjadi pangkal keihsanan bagi setiap orang. Keinginan itu harus hidup subur dalam diri setiap manusia yang ingin menjadi muhsinin. Seringkali seseorang merasa sebagai orang baik sedangkan ia tidak berkeinginan mengenal Allah, maka perasaan itu boleh jadi bukan keadaan baik yang sebenarnya. Manusia hanya makhluk yang tinggal di alam yang rendah, maka perasaan baik itu seringkali hanya diukur berdasarkan keadaan di alam yang rendah.

Manusia diciptakan dari materi di alam yang rendah dan hendak dijadikan khalifatullah. Sangat banyak kecenderungan pada diri manusia yang mengarah pada hal-hal yang rendah, walaupun diberi potensi untuk menjadi makhluk yang paling tinggi kedudukannya. Sebenarnya potensi itu hanya akan tumbuh manakala seseorang berharap untuk mengenal Allah, tidak dapat tumbuh dengan sendirinya di atas wahana kegelapan penciptaan dirinya. Allah menjadi sumber segala kebaikan bagi semesta alam, sedangkan manusia sendiri pada dasarnya hanya mempunyai kemampuan tingkat yang rendah. Kemampuan dalam tingkat rendah itu sangat mungkin tercampuri dengan kesalahan. Dengan keadaan demikian, seorang bertakwa hanya terbentuk dari orang-orang yang memiliki keinginan untuk mengenal Allah.

Keinginan demikian hendaknya diwujudkan dengan melakukan tafakkur dan dzikir kepada Allah pada waktu malam dengan mengurangi waktu tidurnya. Banyak tuntunan rasulullah SAW bagi umat islam untuk dilakukan pada waktu malam, hendaknya umat islam mengikuti tuntunan-tuntunan tersebut agar tujuan keihsanan terpenuhi. Bila seseorang meninggalkan keinginannya mengenal Allah untuk banyak tidur, maka ia hanya akan memperoleh sedikit bagian dari keinginannya. Keinginan itu akan bermanfaat memberikan dasar-dasar pengenalan kepada Allah, akan tetapi tidak memperoleh kedudukan terpuji bila banyak tidur. Bila sedikit tidur itu dilakukan di atas keinginan memperoleh kedudukan terpuji tanpa keinginan mengenal Allah, ia mungkin akan memperoleh kedudukan itu tetapi akan banyak kesulitan yang menjadi beban baginya.

Memohon Ampun Pada Waktu Sahur

Sangat banyak celah dan cabang yang dapat menyebabkan seorang makhluk tersesat jalannya kembali kepada Allah, walaupun ia menginginkan kedudukan yang mulia di sisi Allah. Bagi hati manusia, sangat tipis selisih antara keinginan mengenal Allah dan keinginan kedudukan di sisi Allah, akan tetapi itu telah membuka potensi kesalahan yang sangat banyak. Kadangkala seseorang mengharapkan kedudukan di sisi Allah akan tetapi merasa ia mengharapkan Allah. Hal demikian sangat lumrah bagi manusia, akan tetapi harus disadari bahwa selisih itu membuka celah potensi kesalahan yang besar. Asal penciptaan manusia akan menambah banyaknya celah potensi kesesatan. Hendaknya setiap orang berhati-hati dalam menempuh perjalanan kembali menuju kedudukan yang dijanjikan kepadanya.

Allah sangat mengetahui setiap keadaan manusia, dan hendaknya manusia juga mengenali keadaan dirinya dengan baik. Allah tidak akan menyiksa manusia karena kesalahannya bila manusia menyadari keadaan dirinya dan meminta ampun. Bila seseorang mengenali keadaan dirinya dengan benar, maka ia akan mengetahui bahwa ia perlu banyak memohon ampunan kepada Allah. Materi penciptaan diri manusia sebenarnya tidak memungkinkan seseorang untuk tidak melakukan kesalahan dalam menempuh jalan kembali ke sisi-Nya. Manakala ia ingin mengikuti Alquran, ia mengetahui bahwa ia telah banyak berselisih dengan Alquran. Manusia bukan makhluk yang mampu menselaraskan diri dengan Alquran dengan kekuatannya sendiri. Bila menyadari hal demikian, seseorang pasti merasa perlu banyak memohon ampunan.

﴾۸۱﴿وَبِالْأَسْحَارِ هُمْ يَسْتَغْفِرُونَ
Dan memohon ampunan diwaktu sahur. (QS Adz-dzariyat : 18)

Menyadari keadaan diri merupakan salah satu landasan keihsanan. Hal ini akan menjadikannya menyadari bahwa Allah yang menunjukkan jalan kepada dirinya, bukan ia mempunyai kemampuan untuk menempuh jalan itu. Bila seseorang merasa mampu menempuh jalan itu dengan kekuatannya sendiri, mungkin ia telah tersesat dari jalan. Tanpa kesadaran ini, seseorang akan memandang baik dirinya dan syaitan pun membantunya. Memandang tinggi kedudukan diri merupakan turunan sifat syaitan. Sebenarnya seseorang yang tidak dapat menyadari keadaan dirinya, ia telah kehilangan salah satu landasan keihsanan.

Mengusahakan Harta Bagi Yang Membutuhkan dan Orang Yang Terhormat

Landasan keihsanan yang ketiga merupakan amal yang harus diwujudkan bagi orang lain. Manakala mencari harta, hendaknya seseorang melakukannya untuk disalurkan kepada orang yang membutuhkan dan untuk memuliakan agama bersama orang-orang terhormat dalam agamanya (al-mahrum), tidak mencari harta hanya untuk kesejahteraan diri sendiri dan keluarganya. Dengan tujuan demikian, mereka akan memperoleh pengetahuan tentang bagian harta yang diperuntukkan bagi orang-orang yang membutuhkan dan bagian bagi orang-orang yang terhormat dalam agamanya.

﴾۹۱﴿وَفِي أَمْوَالِهِمْ حَقٌّ لِّلسَّائِلِ وَالْمَحْرُومِ
Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang yang meminta dan orang-orang yang terhormat (QS Adz-Dzariyat : 19)

Al-mahrum adalah orang-orang yang memperoleh kehormatan dalam agama karena mereka memuliakan agama Allah. Mereka memperoleh washilah hingga terhubung kepada amr jami’ Rasullullah SAW, dan dengan melaksanakan amr tersebut mereka memuliakan agama Allah. Rasulullah SAW bersabda :

عن أنس بن مالك قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: «المحروم من حرم وصيته
Dari Anas ibn Malik r.a berkata, Rasulullah SAW bersabda : Al-mahrum adalah orang yang dihormati washiatnya (HR Ibnu Majah no. 2700 dalam sunan)

Orang yang kuat washiatnya berasal dari kalangan tertentu yang dekat kepada Allah, dan orang yang dekat kepada Allah berasal dari umat Rasulullah SAW yang bersama-sama dengan beliau SAW dalam amr jami’. Mereka berada di atas kebenaran bersama Rasulullah SAW, karenanya washiat mereka sangat kuat. Walaupun misalnya tidak dihormati orang kafir atau orang yang salah jalan, washiat dari orang-orang demikian tetaplah memiliki kehormatan dalam agama, tidak tergantung pada sikap orang lain.

Memperoleh seseorang yang terhormat dalam agamanya akan sangat membantu seseorang dalam membina keihsanan mereka. Setiap orang islam dapat menemukan orang-orang demikian dengan mengikuti sunnah Rasulullah SAW. Langkah mereka dalam melaksanakan agama akan memperoleh koreksi dari al-mahrom mereka. Bila seseorang merasa lembam untuk beramal, mahrom mereka akan memberikan semangat untuk beramal. Manakala langkah mereka melenceng, mahrom akan memberikan bayangan kesalahan mereka hingga mereka dapat kembali pada jalan yang paling dekat dengan shirat al-mustaqim yang layak sesuai keadaan mereka.

Al-mahrom yang dapat ditemukan pertama oleh seseorang untuk memuliakan agama adalah pasangan menikah. Suami atau isteri paling sering disebut al-mahrom karena kedudukan mereka dalam memuliakan agama bersama pasangannya. Pasangan merupakan media utama bagi seseorang untuk mengenal kehendak Allah. Kehendak Allah bagi seseorang akan tercermin melalui pasangannya. Perintah Allah, kesalahan diri, atau masalah umat yang menjadi tanggung jawab seseorang akan tercermin melalui diri pasangannya. Adab dalam memilih pasangan menikah akan mempengaruhi kualitas dan kekuatan cermin suatu keberpasangan. Bila seseorang dapat menemukan pasangan yang diciptakan dari satu nafs wahidah yang sama, maka kekuatan cermin ini akan sangat kuat.

Setiap orang hendaknya tidak memandang remeh apa yang ada pada pasangan menikahnya karena ia akan meremehkan urusan Allah. Sebagai mahrom, setiap orang beriman harus menghormati pasangannya. Suami dan isteri tidak harus selalu bersepakat dalam setiap urusan, tetapi harus selalu berusaha memahami satu dengan yang lain selaras/mengikuti kehendak Allah. Bersepakat dalam setiap urusan itu lebih baik. Memandang suatu urusan yang ada di pihak luar sebagai lebih baik daripada urusan bersama pasangannya merupakan godaan syaitan yang bisa merusak agama.

Mahrom tidak terbatas pada pasangan. Para washilah yang terhubung dengan benar kepada amr jami Rasulullah SAW juga merupakan mahrom. Mereka mempunyai fungsi yang serupa dengan pasangan yaitu sarana menghubungkan alam yang tinggi menuju alam dunia. Bila washilah terputus, maka seseorang belum menjadi mahrom. Syaitan sangat berusaha merusak tersambungnya urusan dari langit ke bumi.

Mahrom memperoleh hak atas bagian harta yang diperoleh oleh seseorang untuk memuliakan agama. Dengan kata lain hendaknya seseorang mengupayakan harta diantaranya untuk memberi infaq bagi mahromnya untuk memuliakan agama. Pada pasangan suami isteri, bagian ini di luar bagian harta untuk kebutuhan belanja. Bila seseorang mengupayakan harta untuk tujuan ini, maka upayanya akan mengantarkannya menjadi seorang muhsinin. Hal ini harus dihayati dengan seksama, bahwa pencari jalan-lah yang membutuhkan infaq kepada al-mahrum, sedangkan al-mahrum mengelola apa yang dititipkan kepada mereka untuk memuliakan agama. Hak al-mahrum terbatas pada harta yang hendak diberikan, bukan pada segenap kekayaan usaha. Kekayaan usaha mencari harta itu bukan milik al-mahrum walaupun almahrum mempunyai hak pada harta yang dihasilkan, dan yang mengusahakan harta-lah yang mengetahui bagian bagi al-mahrum. Hal ini tidak membatasi manakala al-mahrum merasa perlu mengajukan permintaan nilai infaq tertentu selama dapat disetujui pemilik harta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar