Pencarian

Senin, 07 November 2022

Shilaturrahmi Dan Mahabbah

Allah menetapkan bagi setiap manusia untuk membina bentuk-bentuk hubungan tertentu bersama orang lain dalam bentuk hubungan yang Dia kehendaki. Orang-orang yang takut kepada Rabb-nya dan takut terhadap hisab yang buruk akan dapat meraba atau mengetahui bentuk-bentuk hubungan yang Allah kehendaki bagi dirinya, dan mereka akan berusaha untuk membentuk hubungan demikian agar perintah Allah tersebut terwujud dalam kehidupannya.


﴾۱۲﴿وَالَّذِينَ يَصِلُونَ مَا أَمَرَ اللَّهُ بِهِ أَن يُوصَلَ وَيَخْشَوْنَ رَبَّهُمْ وَيَخَافُونَ سُوءَ الْحِسَابِ
dan orang-orang yang menghubungkan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan, dan mereka takut kepada Tuhannya dan takut kepada hisab yang buruk. (QS Ar-Ra’du : 21)

Bentuk hubungan yang ditentukan Allah itu akan menjadikan manusia memahami kebenaran dari sisi Allah yang diturunkan kepada Rasulullah SAW. Mereka akan mempunyai kualitas kesaksian yang sungguh-sungguh terhadap kebenaran risalah Beliau SAW dan terhadap Allah. Mereka mempunyai pemahaman yang baik tentang segala sesuatu yang diturunkan Allah kepada Rasulullah SAW, tidak hanya mengatakan tanpa ada pemahaman terhadap pernyataannya.

Bentuk hubungan yang ditentukan Allah itu dikenal juga sebagai shilaturrahmi. Pada hakikatnya, bentuk hubungan itu bukan hanya untuk menghubungkan diri seseorang kepada makhluk lain, akan tetapi bentuk hubungan itu terutama adalah terbentuknya hubungan antara seseorang kepada Allah melalui manifestasi asma Allah yang dihadirkannya sebagai Ar-rahim yang berkedudukan melekat pada ‘Arsy. Membangun hubungan kepada Allah melalui Ar-rahim ini sebenarnya merupakan hal yang lebih utama bagi seseorang daripada bentuk hubungan antar manusia.

Bentuk shilaturrahmi transenden demikian tidak akan tersentuh oleh syaitan sedangkan bentuk shilaturrahmi horizontal dapat terganggu oleh makhluk yang lain. Syaitan ataupun orang lain dapat memotong-motong terbinanya hubungan horizontal yang diperintahkan Allah untuk dibina oleh seseorang, tetapi terpotong-potongnya shilaturrahmi horizontal demikian tidak memotong shilaturrahmi seseorang secara transenden. Akan terjadi ketidakseimbangan shilaturrahmi dalam diri seseorang manakala shilaturrahmi secara horizontal terpotong. Seseorang tetap dapat memahami kehendak-kehendak Allah manakala shilaturrahmi itu terpotong, akan tetapi bukti pemahamannya sulit untuk terlihat oleh orang lain. Bahkan barangkali seseorang tidak dapat melihat shilaturrahmi yang terbina dalam diri pasangannya kepada Arrahim manakala shilaturrahmi itu terpotong secara horizontal, yaitu bila terpotongnya shilaturrahmi itu mengenai pangkal dan landasan shilaturrahmi berupa pernikahan mereka.

Pernikahan merupakan pangkal shilaturrahmi dan landasan tumbuhnya shilaturrahmi dalam diri seseorang. Melalui pernikahan, pohon thayyibah seorang laki-laki akan memperoleh ladang tempat tumbuhnya. Pertumbuhan pohon thayyibah itu akan menumbuhkan banyak bentuk-bentuk hubungan shilaturrahmi yang diperintahkan Allah untuk ditumbuhkan sehingga seseorang akan dapat tumbuh secara sosial.

Pertumbuhan pohon thayyibah dan hubungan shilaturrahmi secara horizontal dalam diri seseorang akan mendatangkan rasa cinta mahabbah di antara suami, isteri dan seluruh keluarga, mendatangkan harta benda bagi mereka dan harta yang mendukung mereka untuk memberikan sumbangsih bagi masyarakat dan mewujudkan manifestasi kebaikan yang tersimpan dalam diri mereka. Pernikahan itu akan melahirkan kebaikan-kebaikan yang dapat dilihat dan dirasakan oleh masyarakat yang terhubung dengan mereka.

إِنَّ صِلَةَ الرَّحِمِ مَحَبَّةٌ فِى اْلأَهْلِ وَمَثرَاةٌ فِى الْمَالِ وَمَنْسَأَةٌ فِى اْلأَثَرِ
Sesungguhnya silaturrahim itu (menumbuhkan) mahabbah (cinta) di dalam keluarga, menambah harta benda, dan memperpanjang jejak (al-atsar).” HR. Ahmad dan at-Tirmidzi

Rasa cinta kasih (mahabbah) di antara suami dan isteri, bertambahnya harta benda dan terlahirnya jejak potensi seseorang bagi semesta mereka merupakan buah paling utama dari hubungan shiltaurrahmi horizontal yang terbina sesuai dengan kehendak Allah. Pasangan suami dan isteri mukminin hendaknya memperhatikan pertumbuhan pohon thayyibah dalam dirinya dan memperhatikan shilaturrahmi secara horizontal yang harus terbina agar memperoleh buah berupa rasa cinta (mahabbah), terhimpunnya harta dan terlahirnya amr Allah yang terkandung dalam diri mereka.

Mahabbah dan Tipuan Syaitan

Rasa cinta dalam kategori mahabbah merupakan bentuk cinta yang khusus, tumbuh pada nafs di atas sikap kasih sayang (rahim) yang ditandai dengan kepekaan hati seseorang terhadap pihak lainnya. Mahabbah merupakan bekal yang diperoleh manusia dari kehidupan di bumi untuk memperoleh kepekaan hati dalam memahami kehendak Allah. Sebagian manusia dapat memahami kehendak Allah dengan akalnya tetapi boleh jadi kepekaan terhadap ayat-ayat Allah lemah karena tidak terbangun mahabbah dalam dirinya. Orang yang terbangun dalam dirinya rasa mahabbah akan mempunyai kepekaan yang baik terhadap sesuatu yang dihadirkan Allah kepada mereka.

Mahabbah yang tumbuh pada nafs akan membuat terbinanya mahabbah secara transenden selain mahabbah horizontal. Mahabbah secara horizontal yang benar hanya terjadi pada kalangan terbatas terutama keluarga, tidak tumbuh secara acak atau sembarang. Seorang isteri yang terbina mahabbahnya terhadap laki-laki selain suaminya merupakan contoh mahabbah yang bathil. Hawa nafsu dapat meniru rasa mahabbah dalam batas tertentu secara temporer yang memunculkan kepekaannya terhadap yang dicintai. Hal ini dapat menjadi bekal membina mahabbah pada tingkatan nafs. Akan tetapi bila hawa nafsunya meniru mahabbah yang bathil, itu akan mencelakakannya maka hendaknya ia memadamkannya dan kembali kepada hawa nafsu yang lebih baik, atau ia berusaha mengenali kebenaran dengan nafsnya.

Syaitan dapat memunculkan tiruan rasa mahabbah dalam diri seseorang, baik tiruan mahabbah yang dilekatkan pada hawa nafsu dengan sihir mereka, atau tiruan mahabbah yang dilekatkan pada nafs dengan ilmu Harut dan Marut. Tiruan mahabbah yang dimunculkan syaitan mengandung banyak bahaya. Manusia akan kehilangan bagian akalnya manakala terkena hal ini. Misalnya seseorang yang tertimpa tiruan mahabbah pada tingkatan nafs berupa ilmu Harut dan Marut, ia dapat mempunyai kepekaan terhadap ayat-ayat Allah yang dihadirkan, akan tetapi ia tidak sepenuhnya mengerti kebenaran dan kesalahan yang tertangkap melalui kepekaan hatinya bahkan hingga abai terhadap syariat. Pada kedudukan yang tinggi, hal itu dapat menjadi ancaman bahaya yang besar. Hal lainnya, perempuan yang tertimpa tiruan mahabbah itu akan sulit untuk menumbuhkan secara aktif mahabbah yang benar bersama suaminya, karena tidak ada lagi entitas dalam dirinya yang lebih tinggi dari nafs untuk tempat tumbuhnya mahabbah sedangkan nafsnya telah terwarnai mahabbah yang bathil.

Membangun mahabbah dimulai dari shilaturrahmi secara horizontal. Shilaturrahmi secara horizontal dapat dipotong-potong oleh syaitan dari golongan jin dan manusia. Mereka yang memotong mendapatkan laknat Allah. Seseorang yang terpotong shilaturrahmi secara horizontal akan sulit memberikan manfaat dengan sebaik-baiknya bagi masyarakat, termasuk (manakala terpotong secara ekstrim) tidak dapat memberikan manfaat dengan baik bagi suami atau isteri mereka. Seorang suami mungkin tidak dapat memberikan apa yang dibutuhkan oleh isteri secara lahir dan bathin berupa harta dan mahabbah, dan seorang isteri sulit memahami suaminya. Hal demikian bukan karena keburukan pada suami atau isteri atau ketidakberjodohan, tetapi karena syaitan memperoleh jalan untuk memotong-motong hubungan yang harus terbina.

Jalan utama syaitan untuk memotong-motong shilaturrahmi adalah pernikahan. Manakala syaitan bisa memperoleh jalan melalui pernikahan, mereka akan memperhatikan jalan itu tanpa melepaskannya dan tidak akan mengambil jalan lain yang lebih diutamakan. Kadangkala syaitan mempersiapkan makar mereka sebelum sepasang manusia menikah. Mungkin dengan mempersiapkan keberadaan orang lain yang akan merusak pernikahan mereka atau membuat seseorang mendoakan sesuatu yang menghalangi kebaikan pernikahan mereka. Keberadaan seseorang demikian itu sangat membantu syaitan untuk membangun akses secara menyeluruh. Manakala menikah, pasangan itu dihantui syaitan melalui orang lain dengan berbagai hal yang dapat menjadikan hubungan pernikahan mereka terganggu hingga rusak, kuat diwarnai hembusan syaitan melalui penglihatan, pendengaran dan perasaan nafs masing-masing ataupun nafs mereka bersama, ataupun hembusan syaitan melalui interaksi fisik manusia, atau keduanya sekaligus.

Upaya syaitan demikian tidak perlu memperoleh perhatian secara khusus kecuali bila digunakan untuk memperhatikan kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW. Seseorang tidak akan dapat mengimbangi makar syaitan dengan kemampuan dirinya. Bila ia terlalu memperhatikan makar itu, syaitan dapat membuat dirinya kebingungan dengan keadaan dirinya. Hendaknya mereka memperhatikan dan memperbaiki kelemahan dalam diri mereka sendiri. Jalan yang lebih selamat dari makar demikian adalah dengan kembali kepada Allah dengan mengikuti kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW.

Kadangkala terpotongnya shilaturahmi secara horizontal itu tidak menghalangi tumbuhnya shilaturrahmi secara transenden. Seseorang tetap akan memperoleh jalan untuk terhubung kepada Ar-rahim dalam keadaan shilaturrahmi secara horizontal terpotong-potong oleh syaitan. Akan tetapi ia akan sulit menunjukkannya dalam tataran sosial bahkan hingga tidak dapat menunjukkan rasa mahabbah kepada pasangannya. Ia mungkin saja dapat memahami ayat-ayat Allah baik berupa ayat-ayat kitabullah maupun ayat-ayat kauniyah, mengetahui ayat-ayat Allah itu ada dalam dirinya sendiri, tetapi mungkin saja semua itu hanya dianggap halusinasi oleh orang lain.

Tetap ada ketidakseimbangan pada diri orang yang shilaturrahminya terpotong berupa kualitas yang tumbuh tidak sempurna. Rasa cinta kasih (mahabbah), kepemilikan harta benda dan jejak sumbangsihnya bagi masyarakat (al-atsar) akan terlihat kurang. Hal itu juga terjadi pada aspek transenden, dimana rasa mahabbah dalam hubungan transenden juga terasa kurang, sedangkan ia memperoleh banyak pengetahuan. Hal itu akan terasa tidak seimbang bagi yang mengalami, ia merasa memperoleh rahmat akan tetapi tidak tumbuh mahabbah dan kepekaan bathin dalam berbagai hal, walaupun ia dapat membagikan pengetahuan bagi orang lain.

Dalam interaksi suami dan isteri, rasa mahabbah berdasarkan hawa nafsu akan semakin berkurang. Manakala shilaturrahmi dalam urusan horizontal terpotong, rasa mahabbah pada nafs mungkin terhambat pertumbuhannya. Seringkali terjadi masalah di antara suami dan isteri yang merasa tidak saling dicintai, sedangkan mereka telah berusaha dengan sebaik-baiknya bagi pasangan masing-masing. Hal ini harus disikapi dengan bijak oleh masing-masing pihak dengan membangun pikiran baik bahwa sebenarnya pasangannya telah berusaha memberikan yang terbaik. Mereka tidak boleh terbawa perasaan negatif pada hawa nafsu masing-masing.

Sikap Terhadap Mahabbah

Tidak tumbuhnya rasa mahabbah di antara pasangan tidak selalu menunjukkan seseorang kehilangan rasa sayang pada pasangannya. Rasa mahabbah merupakan rasa cinta secara khusus yang seharusnya tumbuh di atas kasih sayang, mempunyai derajat lebih tinggi dari kasih sayang (rahim). Gagalnya pasangan dalam memperoleh mahabbah tidak selalu menunjukkan hilangnya rasa sayang di antara pasangan, tetapi hanya menunjukkan tidak tumbuhnya rasa cinta yang derajat kualitasnya lebih tinggi. Salah bila menyimpulkan untuk meminta perceraian karena kegagalan tumbuhnya mahabbah, karena sangat mungkin ada rasa sayang yang besar pada pasangan yang tidak berhasil menumbuhkan mahabbah.

Sebenarnya Allah memberikan jalan keluar manakala shilaturrahmi terpotong. Misalnya pada pasangan yang tertimpa tiruan mahabbah dari syaitan pada nafs berupa ilmu Harut Marut, kadang Allah berkehendak agar mereka menumbuhkan suatu hubungan baru. Hubungan baru itu akan memunculkan mahabbah yang tumbuh dalam nafs, memunculkan sumber kekayaan harta benda, dan terwujudnya jejak sumbangsih mereka bagi masyarakat. Sumber itu akan menjadi sumber bagi semua pihak, bukan hanya bagi pelaku hubungan baru itu. Mahabbah yang tumbuh pada seorang laki-laki sangat mungkin akan menjadi mahabbah bagi semua isteri hingga tumbuh mahabbah yang sebenarnya pada setiap nafs, menghapus jejak-jejak tiruan mahabbah Harut Marut pada nafs yang pernah terkena.

Hendaknya mereka memperhatikan bersama-sama tentang hubungan shilaturrahmi yang harus dibina sesuai dengan kehendak Allah, karena hal itulah yang akan menjadi sumber kehidupan bagi mereka semuanya. Setiap orang harus bertakwa dengan memperhatikan orang lain. Ketakwaan itu adalah dengan memperhatikan apa yang dikehendaki Allah. Bila tidak bertakwa, maka jalan keluar dari Allah tidak akan memberikan berkah bagi mereka, dan syaitan akan merasa senang dengan penderitaan yang membelit. mungkin suatu pihak akan menuduh pihak lain mengikuti keinginannya sendiri, sedangkan hal itu merupakan kehendak Allah yang diketahui pihak yang dituduh. Kehendak Allah itu diturunkan untuk kebahagiaan manusia, sedangkan syaitan menghendaki agar manusia terhimpit dengan rasa tidak bersyukur.

Allah melaknat orang yang memotong-motong shilaturrahmi. Itu bisa menjadi gambaran pentingnya terbinanya shilaturrahmi sebagaimana kehendak Allah. Hendaknya hal ini menjadi bahan pertimbangan bagi setiap orang. Barangkali hanya ada perbedaan tipis antara tidak bersedia merealisasikan hubungan yang diperintahkan Allah dan memotong hubungan yang diperintahkan Allah, yaitu dalam hal hasilnya berupa tidak terjadinya hubungan yang diperintahkan Allah untuk dihubungkan. Pilihan dalam hal ini bukan antara miskin atau berharta dan terpandang, tetapi merupakan pilihan apakah seseorang menginginkan menjadi hamba Allah atau tetap menghamba hawa nafsu.

Menghubungkan shilaturrahmi yang diperintahkan Allah merupakan langkah pokok yang harus ditunaikan untuk mengikuti sunnah Rasulullah SAW. Musyahadah terhadap risalah Rasulullah SAW akan diperoleh melalui jalan menghubungkan apa yang diperintahkan Allah untuk dihubungkan di atas asas kasih sayang. Hendaknya setiap orang memperhatikan shilaturrahmi ini sebagai dasar membina mahabbah, menambah harta dan melahirkan jejak sumbangsih bagi masyarakat. Bila perhatian seseorang terbalik lebih memperhatikan mahabbah, menambah harta dan melahirkan jejak sumbangsih bagi masyarakat dibandingkan membina hubungan yang diperintahkan Allah untuk dihubungkan di atas asas kasih sayang (shilaturrahmi), seseorang dapat tergelincir dalam langkah yang keliru untuk mencapai semua buah tersebut.

Sifat rahmah merupakan sifat Allah yang mencakup semua makhluk. Sifat inilah yang harus ditiru oleh manusia dalam rangka membina akhlak mulia dengan membina shilaturrahmi. Upaya yang penting dilakukan oleh orang-orang beriman adalah membina hubungan dengan Ar-rahiim (shilaturrahim) dengan memperhatikan segala hal yang diperintahkan Allah untuk dihubungkan yang dapat diketahuinya dari makhluk yang lain. Mahabbah merupakan rizki yang dilimpahkan Allah bagi hamba yang dikehendaki. Demikian pula harta bendawi dan jejak sumbangsih seseorang merupakan rizki Allah bagi hamba. Hal demikian itu hanya Allah yang menentukan apakah Dia akan memberi atau tidak memberi. Bentuk-bentuk rezeki tersebut dapat menimbulkan stimulasi yang kuat terhadap hawa nafsu, sedangkan membina hubungan kasih sayang akan lebih murni dalam memperkuat nafs untuk memahami kehendak Allah.

Bahkan dalam masalah mahabbah, syaitan menyediakan tiruannya untuk menipu manusia. Bila seseorang membina tiruan mahabbah ini, ia akan merasa mencintai Allah tetapi sangat mungkin Allah tidak mencintainya. Mahabbah yang dikehendaki Allah berbeda dengan mahabbah yang diikutinya. Allah akan mencintai makhluk yang meniru akhlak dan amal yang dikehendaki-Nya, sedangkan orang yang mengikuti tiruan mahabbah tidak mengerti apa yang dikehendaki-Nya atau bahkan merusak pokok-pokok kehendak-Nya. Gambaran demikian itu adalah seorang perempuan yang mencintai laki-laki berakhlak mulia, tetapi yang dicintai perempuan itu adalah kekayaannya. Hal demikian tidak membuat laki-laki itu bisa mencintai perempuan yang mencintainya. Seorang dengan akhlak mulia akan mencintai pasangan yang mengerti pula akhlak mulia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar