Pencarian

Selasa, 29 Maret 2022

Kewajiban Mengajarkan Kitabullah

Allah akan mengajarkan kandungan kitabullah kepada orang-orang yang bertaubat dengan ketakwaan. Kandungan kitabullah yang diberikan Allah kepada seseorang yang dikehendaki-Nya bermanfaat agar orang tersebut tumbuh lebih kuat dalam perjalanannya, dan agar ia dapat memberikan manfaat kepada orang lain. Seseorang yang memperoleh pengajaran dari kitabullah hendaknya menyadari bahwa apa yang diberikan Allah kepada mereka bukanlah hanya untuk diri mereka sendiri, tetapi hendaknya mereka juga memberikan pengajaran itu bagi orang lain agar mereka mengetahui jalan untuk kembali kepada Allah bersama dirinya sesuai dengan kitabullah.

Orang-orang yang menerima pengajaran kitabullah terikat pada sebuah perjanjian dengan Allah berupa kewajiban untuk menjelaskan kandungan kitabullah kepada manusia dan tidak menyembunyikannya dari manusia. Itu adalah kewajiban yang harus disampaikan oleh orang yang menerima pengajaran kitabullah.

﴾۷۸۱﴿وَإِذْ أَخَذَ اللَّهُ مِيثَاقَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ لَتُبَيِّنُنَّهُ لِلنَّاسِ وَلَا تَكْتُمُونَهُ فَنَبَذُوهُ وَرَاءَ ظُهُورِهِمْ وَاشْتَرَوْا بِهِ ثَمَنًا قَلِيلًا فَبِئْسَ مَا يَشْتَرُونَ
Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil janji dari orang-orang yang telah diberi kitab (yaitu): "Hendaklah kamu menerangkan isi kitab itu kepada manusia, dan jangan kamu menyembunyikannya," lalu mereka melemparkan janji itu ke belakang punggung mereka dan mereka menukarnya dengan harga yang sedikit. Amatlah buruknya tukaran yang mereka terima (QS Ali Imran : 187)

Kewajiban itu bukanlah hal yang ringan. Jalan untuk kembali kepada Allah akan terlihat dalam pandangan orang yang menerima pengajaran kitabullah, sekaligus terlihat pula keadaan berupa kesalahan dan keburukan di antara kaumnya yang perlu diperbaiki. Memperbaiki kesalahan dan keburukan merupakan tugas yang akan menimbulkan penentangan dari kaum yang diseru.

Seseorang yang harus mengajarkan kitabullah secara prinsip tidak boleh berdamai untuk menerima kesalahan dan keburukan yang terjadi pada masyarakat. Apa yang Allah berikan kepada mereka harus dijelaskan kepada manusia dengan jelas tanpa ada yang disembunyikan baik sebagian atau seluruhnya. Dalam prakteknya, pengajaran itu harus disampaikan dengan cara sebaik-baiknya menghindari timbulnya perbantahan-perbantahan di masyarakat. Sangat penting untuk menyampaikan penjelasan tentang jalan menuju tujuan sebagaimana seruan Rasulullah SAW, dan baru kemudian diikuti dengan menunjukkan kesalahan dan keburukan yang perlu diperbaiki. Mengumbar kesalahan dan keburukan sembarangan akan menimbulkan banyak perbantahan menyerupai orang-orang yang mengikuti kaum musyrikin.

Menunjukkan kesalahan dan keburukan merupakan pekerjaan yang berat. Penentangan terhadap hal ini pasti akan terjadi, walaupun bila telah dilakukan dengan cara sebaik mungkin. Selama tidak ada maksud untuk membuat masalah atau membuat perbantahan, seseorang harus menyampaikan bagian kitabullah yang harus disampaikan sekalipun seluruh manusia di kaumnya menentang. Menyampaikan kandungan kitabullah tanpa ada yang disembunyikan merupakan perjanjian seseorang yang menerima bagian kitabullah dengan Allah yang tidak dapat dibatalkan oleh siapapun.

Sebagian orang memilih berdamai dengan keadaan untuk memperoleh kenyamanan. Ini menyalahi perjanjian dengan Allah. Mereka menyembunyikan sebagian dari kitabullah tidak mengajarkannya kepada manusia, dan melemparkan sebagian kitabullah ke belakang punggung mereka. Lebih buruk lagi, sebagian dari mereka menukar pengajaran kitabullah dengan bayaran dari umat manusia. Amat buruklah penjualan yang mereka lakukan, dan buruk pula yang diterima masyarakat dari orang yang menjual kitabullah demikian.

Penyakit Bagi Pengajar

Seseorang yang menerima bagian kitabullah dan harus mengajarkannya harus memperhatikan keadaan dirinya agar selamat. Ada penyakit umum yang menghampiri orang-orang yang memberikan pengajaran kitabullah kepada orang lain. Kebanggaan dan pujian menjadi godaan bagi orang-orang yang mengajarkan kitabullah. Ada potensi kebanggaan tumbuh pada orang yang memperoleh pengajaran kitabullah dan mengajarkan kitabullah kepada orang lain. Hendaknya orang yang mengajarkan kitabullah menghindari perasaan berbangga terhadap apa-apa yang mereka ajarkan kepada orang lain. Setiap orang harus berusaha mengatasi keadaan demikian, bukan kemudian menghindari kewajiban menyampaikan kitabullah kepada kaumnya.

﴾۸۸۱﴿لَا تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ يَفْرَحُونَ بِمَا أَتَوا وَّيُحِبُّونَ أَن يُحْمَدُوا بِمَا لَمْ يَفْعَلُوا فَلَا تَحْسَبَنَّهُم بِمَفَازَةٍ مِّنَ الْعَذَابِ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
Janganlah sekali-kali kamu menyangka bahwa orang-orang yang berbangga dengan apa yang telah mereka berikan dan mereka suka supaya dipuji terhadap perbuatan yang belum mereka kerjakan, janganlah kamu menyangka bahwa mereka membawa keselamatan dari siksa, dan bagi mereka siksa yang pedih. (QS Ali Imran : 188)

Kebanggaan adalah perasaan lebih unggul dibandingkan dengan orang lain, dan perasaan itu berpotensi menutupi akalnya untuk mengetahui kebaikan yang ada pada orang lain. Hal ini merupakan kejadian umum pada orang-orang yang mengajarkan kitabullah karena kebenaran yang ada pada mereka. Hendaknya orang-orang yang mengajarkan kandungan kitabullah menghindari sikap bangga. Sifat bangga sebenarnya selalu mendatangi orang-orang yang mengajarkan kitabullah. Sebagian takjub dirinya memahami sesuatu, tetapi disertai sikap tidak memperhatikan keadaan umat untuk dapat memberikan hal yang sesuai bagi umatnya dan agar dapat berjamaah bersama lainnya. Sebagian melihat keburukan umatnya tanpa berusaha mengetahui jalan keluarnya dari kitabullah, sedangkan ia berbangga dengan baiknya keadaan dirinya.

Sikap bangga yang tumbuh pada seseorang yang mengajarkan kandungan kitabullah setidaknya akan menutup mereka untuk mengenal kedudukan diri dalam al-jamaah. Manakala seseorang merasa bangga, ia merasa bahwa setiap orang seharusnya mengikuti dirinya tanpa menyadari bahwa Allah pun sebenarnya memberikan fadhilah kepada orang lain dalam warna berbeda. Orang yang mengajarkan kitabullah harus berusaha mengajak orang lain mengikuti uswatun hasanah bersama dirinya, tidak menjadikan dirinya panutan secara mandiri tanpa bersandar pada kedua uswatun hasanah. Ia harus menyadari bahwa orang yang diajari akan memiliki kedudukan tertentu dalam jihad Rasulullah SAW, bisa jadi kedudukan setara dirinya sebagai sahabat, atau mungkin pula justru seharusnya menjadi imam bagi dirinya, atau memang ia harus mengikuti dirinya. Hal ini akan dapat mencegah kebanggaan, dan dapat diketahui manakala seseorang menghilangkan perasaan berbangga dan berusaha menemukan kedudukan diri dalam al-jamaah yang dipimpin Rasulullah SAW.

Alih-alih memperoleh rahmat Allah, sikap bangga dapat menjerumuskan seseorang pada keadaan yang menyebabkan dirinya ditimpa adzab Allah. Kadangkala seseorang merasa senang dengan pujian oleh orang lain karena apa yang diajarkannya. Kadangkala rasa senang itu tetap muncul walaupun ia mengetahui bahwa apa yang diajarkan belum mengubah keadaan dirinya sendiri. Seseorang dapat mendustakan kebenaran yang disampaikan orang lain karena kebanggaannya. Manakala seseorang mengajarkan kitabullah merasa senang dengan pujian orang lain sedangkan ia mengetahui keadaan dirinya belum sebagaimana yang diajarkannya, maka sebenarnya ia berada dalam ancaman adzab Allah. Mendustakan kebenaran dari orang lain karena kebanggaan merupakan keadaan yang lebih buruk dari keadaan senang demikian.

Setiap orang harus berusaha menyandarkan segala pujian dalam urusan demikian kepada Allah melalui Rasulullah SAW. Segenap pujian hanyalah bagi Allah, dan sifat-sifat terpuji itu dilimpahkan kepada Rasulullah SAW. Seseorang akan menerima sifat terpuji itu melalui Rasulullah SAW bila mengikuti beliau SAW, bukan sifat terpuji yang tumbuh dengan sendiri dalam dirinya. Sifat terpuji yang tumbuh sendiri tanpa mencari wasilah kepada Rasulullah SAW tidak akan membuat seseorang memperoleh pengajaran kitabullah kecuali hanya mengikuti kata-kata orang lain. Manakala seseorang menerima pujian karena mengajarkan kitabullah sedangkan ia belum dalam keadaan yang diajarkannya, hendaknya ia mengembalikan pujian itu kepada Allah melalui Rasulullah SAW. Ia harus menyadari bahwa apa-apa yang dipujikan itu sebenarnya hanya kembali melalui Rasulullah SAW tidak melalui dirinya.

Bilamana ia telah mengikuti sebagaimana apa yang diajarkannya, ia harus mengetahui bahwa ia hanya memperoleh bagian melalui Rasulullah SAW, bukan sifatnya sendiri. Kebanggaan seringkali tumbuh manakala seseorang tidak mengetahui sandaran pujian yang diberikan kepadanya. Kadangkala seseorang menyangka bahwa apa yang diberikan Allah kepada dirinya adalah karena seharusnya Allah berbuat demikian kepada dirinya. Ini merupakan kebodohan yang menunjukkan seseorang tidak mempunyai sandaran pujian. Banyak sikap lain yang menunjukkan seseorang tidak bersandar cukup kuat kepada sunnah Rasulullah SAW, baik sikap yang terlihat jelas maupun sikap yang terlihat halus.

Senang dipuji orang lain tanpa berusaha mencari sandaran pujian itu akan membuat seseorang celaka. Orang yang mempunyai sandaran pujian akan menunjukkan kepada orang lain dengan mudah dan tegas bahwa pujian itu bagi Allah melalui Rasulullah SAW. Ketika ia melakukan kesalahan, ia tetap menunjukkan dengan benar ke mana pujian itu harus diarahkan, tidak mengarahkan pujian kepada keburukan dirinya. Orang yang tidak mempunyai sandaran pujian, mungkin ia dapat menunjukkan orang lain sifat terpuji akan tetapi bercampur pula dengan upaya menampakkan kesalahan dirinya sebagai sesuatu yang terpuji. Manakala ia melakukan kesalahan, ia berupaya menjadikan kesalahannya sebagai sesuatu yang terpuji dalam pandangan manusia. Kadangkala seseorang merasa harus memberikan contoh suatu perbuatan yang akan menjadi tauladan, sedangkan perbuatan itu sebenarnya buruk. Hal itu merupakan kesalahan lebih lanjut dari senang pujian. Dengan keadaan demikian itu, pandangan manusia untuk mengikuti hal yang terpuji tercampur baur dengan keburukan. Hal ini akan membuat dirinya, dan manusia lainnya bisa celaka manakala mengikuti.

Kebanggaan dan suka pujian merupakan penyakit bagi orang yang diberi bagian dari kitabullah dan harus menyampaikannya. Batas penyakit itu adalah kebanggaan dan menyukai pujian. Lebih dari itu, mungkin seseorang mengalami kesesatan. Hal ini harus diperhatikan oleh setiap orang yang menerima bagian dari kitabullah dalam menyampaikan pengajaran kepada manusia. Seseorang yang menerima bagian dari kitabullah dan harus menyampaikan kepada orang lain tidak sepenuhnya mendapatkan jaminan keselamatan. Kebanggaan dan senang dipuji akan menghantui amal yang mesti dikerjakan, dan mereka harus berusaha memperoleh keselamatan dari penyakit itu.

Allah melarang manusia untuk menyangka bahwa seseorang yang mengajarkan kitabullah, - tetapi mempunyai kebanggaan dan kesenangan dipuji untuk keadaan yang tidak ada dalam dirinya-, sebagai orang yang selamat. Mereka tidak membawakan keselamatan bagi kaumnya dengan ajaran mereka, bahkan mereka akan diberi adzab yang pedih. Larangan persangkaan ini perlu diperhatikan agar setiap orang berusaha menemukan keselamatan bagi dirinya, tidak terjebak mengikuti orang yang mengajarkan kitabullah tanpa kehati-hatian dalam mengikuti sesuatu yang buruk. Orang yang mengajarkan kitabullah dalam keadaan berbangga dan senang dipuji sebenarnya mencampuradukkan hal yang terpuji dengan sesuatu yang tercela, kemudian menjadikan campuran itu sebagai hal yang terpuji. Banyak hal baik yang diberikan oleh orang yang mengajarkan kitabullah sekalipun dalam keadaan demikian, akan tetapi orang yang mencari pengajaran harus tetap berpegang pada kitabullah tidak sepenuhnya mengikuti semua pendapatnya tanpa menggunakan akal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar