Pencarian

Kamis, 28 Desember 2023

Membina Bayt Mengikuti Uswatun Hasanah

Allah telah mengutus Rasulullah SAW ke alam dunia untuk menjadi tauladan bagi seluruh umat manusia dalam beribadah kepada Allah. Hendaknya seluruh umat manusia mengikuti jejak langkah beliau SAW dengan membentuk akhlak al-karimah dalam melaksanakan ibadah kepada Allah. Dengan mengikuti Rasulullah SAW, seseorang akan menemukan jalan untuk kembali kepada Allah menjadi hamba yang didekatkan.

Rasulullah SAW adalah tauladan yang tertinggi bagi semesta alam, sebagai makhluk yang diberi kemampuan mengenal tajalliat Allah di ufuk yang tertinggi. Allah juga menurunkan tauladan itu agar umat manusia merasa mudah untuk mengikuti langkah-langkah yang ditempuh. Nabi Ibrahim a.s merupakan tauladan yang menjelaskan lebih terinci dan nyata arah langkah yang perlu dilakukan oleh setiap manusia di bumi dalam mengikuti langkah Rasulullah SAW menjadi hamba yang didekatkan. Para nabi yang lain juga memberikan rincian langkah yang perlu dilakukan untuk mengikuti Rasulullah SAW, hanya saja kedudukan nabi Ibrahim a.s lebih khusus, merupakan segel yang mengesahkan keselamatan seseorang yang menempuhnya. Seseorang yang telah mengikuti nabi Ibrahim a.s akan dikatakan telah mengikuti Rasulullah SAW. Sebaliknya bila seseorang mengikuti langkah nabi yang lain dan mengingkari atau melenceng dari millah nabi Ibrahim a.s, maka orang tersebut akan celaka.

Millah yang dijadikan tauladan utama millah nabi Ibrahim a.s adalah membina bayt untuk meninggikan dan mendzikirkan asma Allah.

﴾۶۳﴿فِي بُيُوتٍ أَذِنَ اللَّهُ أَن تُرْفَعَ وَيُذْكَرَ فِيهَا اسْمُهُ يُسَبِّحُ لَهُ فِيهَا بِالْغُدُوِّ وَالْآصَالِ
di dalam bayt-bayt yang telah diijinkan Allah untuk ditinggikan dan disebut asma-Nya di dalamnya, pada waktu pagi dan waktu petang (QS An-Nuur : 36)

Bayt demikian berbentuk keluarga yang menempuh langkah bersama dalam meninggikan dan mewujudkan asma Allah yang dikenalnya. Nabi Ibrahim a.s bersama siti Hajar r.a dan nabi Ismail a.s yang berupaya meninggikan dan mewujudkan kehendak Allah bagi seluruh makhluk merupakan bayt al-haram, dan bayt tersebut kemudian dibuatkan monumennya dalam bentuk baytullah al-haram yang dijadikan sebagai kiblat bagi seluruh orang beriman. Bukan monumen itu yang dijadikan representasi baytullah tetapi keluarga nabi Ibrahim a.s.

Sangat banyak kebaikan yang akan terbina di dalam diri manusia dan di alam semesta manakala seseorang mengikuti millah nabi Ibrahim a.s membina bayt. Pengenalan terhadap asma Allah, pengenalan seseorang terhadap nafs wahidah dirinya, rasa mahabbah kepada Allah dan sikap kasih sayang terhadap sesama makhluk, akhlak yang baik terhadap imam sebagai representasi akhlak terhadap Allah, akhlak yang baik terhadap umat, dan banyak hal lain berupa kebaikan-kebaikan akan terbentuk mengiringi terbentuknya bayt untuk meninggikan dan mendzikirkan asma Allah. Dapat dikatakan bahwa seluruh kebaikan baik berupa kebaikan bathiniah ataupun kebaikan yang dzahir akan terbentuk manakala seseorang benar-benar mengikuti millah nabi Ibrahim a.s membina bayt untuk meninggikan dan mendzikirkan asma Allah.

Sebaliknya dapat dikatakan bahwa seluruh keburukan akan muncul manakala millah nabi Ibrahim a.s dirusak. Ada pula banyak bentuk-bentuk keshalihan semu atau palsu yang dapat terbentuk tanpa mempunyai kaitan dengan pembinaan bayt, maka bentuk-bentuk keshalihan demikian tidak mendatangkan kebaikan sebenarnya, seringkali hanya sesuatu ilusi tanpa isi. Segala sesuatu terkait kehidupan manusia hendaknya dipikirkan dalam kerangka membentuk bayt untuk mendzikirkan dan meninggikan asma Allah. Millah nabi Ibrahim a.s merupakan keseluruhan arah kehidupan manusia, tidak ada hal lain yang perlu dipikirkan oleh seseorang di luar membina bayt. Hal-hal yang perlu dipikirkan manusia sebenarnya selalu terkait dengan bayt, dan hal yang di luar bayt hanya hal yang sia-sia. Ada hal-hal penting terkait kebaikan yang dipikirkan oleh manusia, tetapi sebenarnya merupakan cabang dari pembinaan bayt dan akan mudah diwujudkan manakala mengetahui kaitan masalahnya dengan pembinaan bait. Pengenalan diri misalnya, merupakan bagian dari membentuk bayt.

Pentingnya Tauladan Uswatun Hasanah

Pembinaan diri dapat diibaratkan membentuk kamera sebagai misykat cahaya, sedangkan pembinaan bayt dapat diibaratkan layaknya pembinaan rumah penyiaran bagi gambar yang terbentuk oleh kamera. Kamera itu berfungsi untuk membentuk mitsal bagi cahaya Allah, dan mitsal bagi cahaya Allah itu harus disiarkan melalui rumah penyiaran. Bila mitsal itu disiarkan dengan menunjukkan kamera pada setiap orang, akan sangat sedikit mitsal yang dapat dibentuk oleh kamera, dan sangat sedikit orang yang bisa melihat mitsal itu, dan bukan untuk hal demikian kamera itu diciptakan. Rumah penyiaran harus dibentuk untuk dapat memfasilitasi terselenggaranya pengambilan gambar dan penyiaran isi dari kamera itu dapat kepada umat mereka. Hanya dalam keadaan terpaksa maka suatu kamera harus dibawa ke setiap orang untuk menunjukkan mitsal cahaya Allah yang ada padanya. Dalam hal ini, rumah penyiaran itu hanya mempunyai hubungan khusus dengan satu kamera, tidak boleh digunakan untuk kamera yang lain. Bila suatu kamera asing bisa masuk, rumah penyiaran itu akan menimbulkan banyak bias informasi seperti pembajakan stasiun penyiaran.

Pembinaan bayt hendaknya mengikuti millah nabi Ibrahim a.s. Tata cara membentuk keluarga harus mengikuti tauladan nabi Ibrahim a.s dan nilai-nilai yang menjadi landasan dan yang tumbuh harus pula sesuai dengan tauladan nabi Ibrahim a.s berupa akhlak mulia. Tidak boleh ada kekejian masuk dalam suatu nilai di antara keluarga. Seorang suami membimbing keluarganya untuk melaksanakan perintah-perintah Allah, dan isteri memberikan baktinya bagi imam yang membimbingnya. Demikian pula anak-anak harus berusaha membantu pemimpin keluarga untuk terlaksananya perintah Allah. Seorang isteri tidak boleh mendahulukan urusan laki-laki lain mengalahkan urusan yang harus dikerjakan suaminya. Rasulullah SAW memerintahkan para perempuan untuk berbakti kepada kepada suaminya, tidak mengalahkannya dengan bakti kepada beliau SAW. Hal ini berlaku terhadap setiap mukminat. Bila menyangka bakti pada laki-laki tertentu lebih utama daripada kepada suaminya, rumah tangga itu telah menyimpang dari millah nabi Ibrahim a.s dan sunnah Rasulullah SAW.

Membina bayt untuk meninggikan dan mendzikirkan asma Allah merupakan amal yang menyentuh secara langsung setiap manusia sejak akal seseorang mencapai tahap akil baligh, kemudian menginjak masa pernikahan hingga terbentuknya suatu bayt yang memperoleh ijin Allah untuk mendzikirkan dan meninggikan asma-Nya. Sebelum itu, seseorang akan tumbuh dalam pengaruh suatu bayt orang tuanya atau orang lain yang mengasuhnya. Hampir setiap fase kehidupan manusia akan terkait pada suatu pembinaan bayt tertentu. Apabila rusak bayt itu, maka akan banyak hal dalam kehidupan dirinya yang terpengaruh kerusakannya.

Membentuk bayt harus dibina pada setiap orang sejak masa akil baligh. Pada fase awal, setiap orang yang menginjak usia akil baligh harus mengenal nilai kesetiaan sebagai lawan dari kekejian sebagai landasan membina bayt. Nilai kesetiaan itu akan menjadi landasan bagi pertumbuhan kebaikan yang lain. Bila seseorang terbina di atas akhlak keji, mudah tergoda pada hal-hal yang semu dan palsu, akhlak yang akan terbina di masyarakat akan sangat buruk. Pengkhianatan akan menjadi hal biasa yang terjadi di masyarakat. Sifat keji harus dijauhkan dari pertumbuhan. Pada fase berikutnya, setiap orang hendaknya dapat mengenali pertumbuhan dirinya melalui pengenalan terhadap pasangan hidup yang dipilih. Cara memilih pasangan akan mencerminkan pertumbuhan nafs seseorang dalam membina bayt, dan sebaliknya pertumbuhan nafs akan tercermin pada cara memilih pasangan. Pasangan yang dapat tumbuh hingga mencapai kualitas bayt terbaik dapat diperoleh bila seseorang dapat menemukan pasangan yang diciptakan dari nafs wahidah yang sama.

Setelah pernikahan terjadi, sepasang manusia akan mengarungi pelayaran mencari kehendak Allah yang diamanahkan bagi diri mereka. Nilai kesetiaan setiap orang dan pasangan terhadap kehendak Allah akan diuji. Seorang laki-laki yang membina dirinya akan merasakan hadirnya kehendak Allah melalui diri mereka, sedangkan isterinya pada dasarnya akan menghadirkan alam duniawi yang bermacam-macam dan dapat dipilih. Proses itu berjalan secara timbal balik karena interaksi pernikahan keduanya. Seorang isteri bisa menghadirkan semesta duniawi yang tepat dengan memahami suaminya, dan suami bisa mengenali kehendak Allah melalui isterinya. Bila proses memilih pasangan berantakan, interaksi ini akan terpengaruh. Kedua pihak harus dapat memahami pihak lainnya agar dapat memahami dan melaksanakan kehendak Allah. Bila mereka terseret untuk mengumpulkan harta benda sebanyak-banyaknya, maka tidak akan terbentuk bayt untuk meninggikan dan mendzikirkan asma Allah walaupun mungkin saja memperoleh pandangan demikian dari manusia. Setiap pasangan harus menentukan bentuk kehidupan terbaik bagi mereka untuk dapat melaksanakan kehendak Allah.

Setiap pasangan harus berusaha menjadi pakaian yang baik bagi pasangannya. Amal yang menjadi bahan ketakwaan akan muncul bagi mereka sebagai pasangan, dan masing-masing bisa mendapatkan ketakwaan melalui amal tersebut. Dalam setiap keadaan, setiap pihak dalam pernikahan harus berusaha menjadi pakaian yang baik bagi pasangannya. Isteri membawakan khazanah duniawi dan seorang suami membawakan perintah Allah yang harus mereka laksanakan sebagai pakaian ketakwaan bagi mereka semua. Bagian amal utamanya diperuntukkan bagi laki-laki sedangkan isterinya bisa memperoleh ketakwaannya dengan membantu memudahkan terlaksananya amal suaminya. Bila setiap pihak mengetahui amal itu dan mengerjakan dengan sebaik-baiknya, amal-amal itu akan menjadi pakaian ketakwaan bagi mereka. Sekalipun misalnya belum mengenali amal itu, setiap amal yang dilakukan dalam keberpasangan akan menjadi pakaian bagi mereka. Bila seseorang belum dapat melakukan dengan sebaik-baiknya, kekurangan itu hendaknya ditutupi oleh pasangannya. Apa yang kurang dari pasangannya hendaknya ditutup dengan baik oleh yang lain, tidak justru disebarluaskan. Sifat keberpakaian ini akan menguat bila terbina pernikahan yang baik, di mana setiap pihak akan tumbuh sifat menolong pihak lainnya.

Pembinaan diri melalui pernikahan dapat bersifat sangat intensif. Misalnya tuntutan menikah bagi seseorang kadangkala terjadi hingga dalam bentuk wajib ta’addud (poligami). Permasalahan dalam ta’addud akan menjadi sangat kompleks, dan kompleksitas dalam rumah tangga itu dijadikan Allah sebagai kekuatan dalam menyampaikan syiar agama kepada umatnya. Para isteri dituntut untuk dapat menerima madunya dengan baik. Hal ini adalah tuntutan besar yang membersihkan dan meningkatkan pertumbuhan nafs para isteri. Seorang suami tidak akan kalah sulit dalam mengatur diri dan rumah tangganya daripada isteri-isterinya. Ia harus benar-benar mengawasi keberadaan khianat dalam dirinya terhadap salah satu pihak dalam rumah tangganya, dan harus mengatur keadilan bagi setiap isterinya. Sekalipun ia telah berusaha adil dan jujur, belum tentu salah satu atau semua isterinya dapat menerima apa yang telah diusahakannya. Ia harus dapat menjaga seluruh rumah tangganya untuk dapat melaksanakan perintah Allah dengan sebaik-baiknya, dan hal itu akan menjadikan dirinya sebagai seseorang yang tumbuh akhlaknya dalam melaksanakan perintah Allah.

Kebersamaan dalam membentuk ketakwaan bersama tidak boleh dicederai oleh salah satu pihak. Seorang suami tidak boleh berkhianat pada salah satu pihak di antara mereka, dan seorang isteri tidak boleh membawakan khazanah dirinya kepada orang lain atau membuka celah masuk bagi musuh suaminya. Dalam hubungan ta’addud, satu isteri tidak boleh mengganggu rumah tangga isteri yang lain. Ia tidak boleh merusak sendiri atau mendatangkan orang lain untuk merusak hubungan suaminya dengan isteri yang lain. Kadangkala seorang isteri tanpa menyadari melibatkan pihak lain dalam hubungannya dengan suaminya, sedangkan pihak lain itu akan mendatangkan kerusakan terhadap hubungan suaminya dengan isteri yang lain. Hal demikian tidak dibolehkan, walaupun hal itu mungkin mendatangkan keuntungan. Kadangkala persangkaan keuntungan itu hanya merupakan ilusi, sedangkan keburukan yang akan diperoleh sangat banyak. Sekalipun misalnya hubungan suami dengan isteri yang lain rusak, belum tentu seorang isteri memperoleh keuntungan dari hal itu, justru lebih mungkin akan mendatangkan juga masalah hubungan dirinya dengan suaminya.

Perbedaan pendapat di antara dua laki-laki harus dianggap sebagai ancaman bersama oleh isterinya, tanpa harus memusuhi orang lain yang berbeda pendapat dengan suaminya. Ia tidak boleh membuka celah bagi orang lain itu membuka kelemahan atau keburukan suaminya. Bila melihat suaminya salah, hendaknya ia hanya memberikan nasihat kepada suaminya saja tidak mengumbar kesalahan itu kepada orang lain. Bila suaminya dalam kebenaran, ia harus memberikan dukungan yang dibutuhkan suaminya untuk menegakkannya tidak membantah atau mengekang langkah-langkahnya untuk mengikuti pihak lain. Hal demikian berlaku secara umum, tidak khusus hanya untuk kasus perselisihan. Bila salah satu pihak mencederai, ia sendiri akan memperoleh keburukan yang dilakukannya, atau setidaknya keluarganya akan tampak buruk dalam pandangan masyarakat. Perselisihan dalam hal ini lebih sering terjadi antara dirinya dengan suaminya.

Dengan semua adab yang telah dicontohkan dan diperintahkan kedua uswatun hasanah, seseorang dapat membina bayt untuk meninggikan dan mendzikirkan asma Allah. Pembinaan itu tidak boleh menyimpang dari tuntunan uswatun hasanah, karena hal itu membuka pintu bagi penyiaran ajaran syaitan. Akan sangat banyak madlarat yang terjadi bila sepasang manusia menyimpang dari tuntunan kedua uswatun hasanah tersebut. Walaupun misalnya terlihat baik, hal sebenarnya mungkin hanya dibantu oleh syaitan karena syaitan sangat berkepentingan. Kebaikan yang sebenarnya hanya ada pada bayt yang dibina mengikuti tuntunan kedua uswatun hasanah.

Menghindari Kerusakan

Syaitan akan berupaya keras untuk menghalangi atau menyimpangkan terbentuknya bayt. Seorang laki-laki dan perempuan yang telah saling mengenal nafs wahidah mereka bisa saja terhalang untuk bisa menyatukan diri dalam satu pernikahan karena syaitan, sedangkan mereka berkeinginan untuk bersama membentuk bayt. Bentuk-bentuk kerusakan bayt sangat bermacam-macam dan menjangkau seluruh jenjang langkah manusia. Sepasang remaja yang baru menginjak akil baligh dapat mengalami kerusakan besar dalam diri mereka manakala memperturutkan syahwat dan hawa nafsu, sedangkan pengetahuan tentang nafs wahidah dan keberpasangannya tidak terbangun dan justru rusak. Kasus lain, kerusakan dapat pula terjadi pada pasangan menikah yang telah melangkah jauh mengikuti millah nabi Ibrahim a.s untuk mendzikirkan dan meninggikan asma Allah. Seorang isteri yang shalihah bisa tiba-tiba menjadi kebingungan tentang status pernikahan dirinya. Akalnya menjadi bengkok, dimana ia menyangka telah menikah dengan orang yang salah dan merasa bahwa suaminya yang seharusnya adalah laki-laki lain yang dikenalnya. Hal ini dapat terjadi secara tiba-tiba ataupun melalui proses panjang. Demikian pula seorang laki-laki dapat kehilangan orientasi dalam pernikahannya, tidak mengenal batas-batas pernikahan yang seharusnya dipatuhinya. Hal ini merupakan kerusakan yang bisa terjadi karena perbuatan syaitan. Sangat banyak bentuk kerusakan yang dapat terjadi pada pembinaan suatu bayt.

Kerusakan suatu bayt tertentu dapat memberikan pengaruh buruk bagi orang lain. Seorang gadis mukminat bisa saja menjadi sulit memperoleh jodoh karena orang lain yang tidak benar dalam membina baytnya. Demikian pula orang-orang yang beriman mungkin tidak bisa menemukan jalan untuk mengenali urusan Rasulullah SAW untuk ruang dan jaman mereka, terkurung oleh waham yang dibuat syaitan memandang diri mereka sebagai orang-orang baik. Suatu masyarakat besar dapat menjadikan pengkhianat mereka sebagai pemimpin, sedangkan pemimpin mereka itu menjual potensi dan sumber daya milik mereka kepada pihak lain demi keuntungan para penguasa dan orang-orang yang bersekutu dengan mereka. Masyarakat hanya memperoleh gula-gula yang sedikit dengan jerat hutang yang besar dan pajak-pajak yang mencekik, sedangkan potensi dalam diri mereka tidak dapat digunakan untuk mensyukuri karunia yang diberikan Allah. Orang-orang jahat bisa berkuasa dengan leluasa, sedangkan orang-orang shalih terkurung dalam waham pandangan buruk masyarakat. Hal-hal demikian merupakan contoh dampak yang dapat timbul dari kerusakan yang terjadi pada suatu bayt. Manakala menyimpang, kerusakan yang ditimbulkan akan sangat besar. Fitnah terbesar bagi umat manusia akan timbul karena hal demikian, mengalahkan dampak-dampak bencana karena hal yang lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar