Pencarian

Senin, 25 Desember 2023

Mengikuti Perkataan Terbaik

Allah telah mengutus Rasulullah SAW ke alam dunia untuk menjadi tauladan bagi seluruh umat manusia dalam beribadah kepada Allah. Hendaknya seluruh umat manusia mengikuti jejak langkah beliau SAW dengan membentuk akhlak al-karimah dalam melaksanakan ibadah kepada Allah. Dengan mengikuti Rasulullah SAW, seseorang akan menemukan jalan untuk kembali kepada Allah menjadi hamba yang didekatkan.

Keikhlasan menjadi suatu syarat atas setiap hamba untuk menjadi hamba yang didekatkan. Keikhlasan adalah keinginan untuk mengenal Allah dengan benar agar dapat beribadah dengan amal yang sebersih-bersihnya tanpa suatu tindakan yang mencemari. Keikhlasan akan melahirkan keadaan berupa pemahaman yang benar terhadap kehendak Allah, dan pemahaman itu melahirkan akhlak yang mulia. Dengan keikhlasan, seseorang dapat melakukan amal ibadah yang bersih dari penyembahan kepada tuhan-tuhan selain Allah. Orang yang berusaha untuk mencapai keikhlasan disebut sebagai orang yang mukhlis.

Di antara syarat menjadi orang yang mukhlis adalah kemauan untuk mendengarkan perkataan-perkataan yang terbaik dan mengikutinya. Orang-orang yang memiliki keinginan untuk mendengarkan perkataan-perkataan yang baik dan mengikuti yang paling ihsan di antaranya termasuk sebagai golongan orang-orang yang diberi Allah petunjuk dan golongan ulul albab.

﴾۸۱﴿الَّذِينَ يَسْتَمِعُونَ الْقَوْلَ فَيَتَّبِعُونَ أَحْسَنَهُ أُولٰئِكَ الَّذِينَ هَدَاهُمُ اللَّهُ وَأُولٰئِكَ هُمْ أُولُوا الْأَلْبَابِ
yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal. (QS Az-Zumar : 18)

Di antara jalan yang dijadikan Allah sebagai sarana untuk menurunkan petunjuk adalah keinginan seseorang untuk mendengar perkataan yang baik dan mengikuti yang paling ihsan. Allah menurunkan petunjuk ke dalam hati setiap manusia agar setiap orang mengetahui kebenaran dan tujuan kehidupan mereka. Kesiapan hati seseorang untuk menerima petunjuk Allah dibentuk dari keinginan untuk mengetahui perkataan-perkataan yang baik dan mengikuti yang terbaik.

Sebagian kaum mungkin menganggap orang yang mencari petunjuk Allah dengan mendengarkan perkataan-perkataan yang baik dan mengikuti yang terbaik merupakan golongan orang-orang yang lemah dalam menerima petunjuk, sedangkan orang yang kuat dalam menerima petunjuk adalah orang-orang yang mengikuti petunjuk-petunjuk yang diperlihatkan secara langsung dalam hati mereka. Tidak sedikit masyarakat lebih suka mengikuti suatu perkataan orang yang memperoleh petunjuk dalam hatinya semacam mu’jizat walaupun mereka tidak mengetahui landasannya dengan jelas, sedangkan perkataan orang yang mendengar perkataan-perkataan yang baik dan mengikuti yang paling ihsan hanya dianggap kebenaran yang lemah. Hal demikian hanyalah penilaian berdasarkan hawa nafsu saja. Mendengarkan perkataan-perkataan yang baik dan mengikuti yang terbaik dapat menjadikan seseorang memperoleh petunjuk dalam hatinya secara jelas dan terarah, sama dengan atau lebih baik daripada orang yang hanya berharap petunjuk dengan hatinya saja.

Ulul Albab

Menerima petunjuk Allah dengan jalan mendengarkan perkataan-perkataan yang baik dan mengikuti yang terbaik merupakan jalan yang paling lembut dan selamat bagi setiap orang. Jalan demikian melibatkan setiap bagian diri manusia dari jasmani hingga akalnya. Karena komprehensifitas itu seseorang akan tumbuh dengan kokoh dan komprehensif dalam mencari kebenaran dengan keterlibatan setiap bagian dirinya. Telinga, mata, pkiran dan seluruh bagian badannya digunakan bersama dengan akal dan nafsnya untuk mengenali kebenaran, maka ia akan memperoleh petunjuk secara menyeluruh, lebih baik dari orang yang hanya berharap memperoleh petunjuk hanya dalam hatinya saja. Tidak jarang seseorang menempuh jalan demikian itu karena wujud rendah hati, ia tidak menempuh jalan singkat untuk memperoleh petunjuk secara langsung dan tidak ingin terlihat sebagai orang yang kuat dalam menerima petunjuk. Sikap rendah hati demikian tidak menunjukkan bahwa hatinya kurang dalam berharap petunjuk kepada Allah, bahkan boleh jadi ia lebih berharap kepada Allah dengan seluruh bagian dirinya.

Kebaikan orang yang menempuh jalan demikian terletak pada keinginan mengikuti apa yang paling ihsan dari yang diperolehnya. Keihsanan adalah pengetahuan seseorang terhadap Allah untuk dijadikan landasan beramal, dan hal ini terkait dengan penggunaan akal. Kebaikan dari mendengarkan perkataan-perkataan yang baik tidak berdiri sendiri, tetapi bersama dengan keinginan mengikuti yang paling ihsan. Setiap orang harus tegak dalam keinginan mengikuti perkataan yang paling dekat dengan kehendak Allah, tidak condong mengikuti pendapat orang lain manakala ia memahami suatu perkataan yang lebih dekat dengan kehendak Allah.

Allah akan memberikan petunjuk yang benar kepada orang-orang yang ingin mendengar perkataan-perkataan yang baik dan mengikuti yang paling ihsan, hingga orang-orang tersebut akan berubah menjadi ulul albab. Ini adalah keadaan yang sangat tinggi yang dapat diperoleh seseorang dengan mendengarkan perkataan-perkataan yang baik dan mengikuti yang paling ihsan, tidak boleh dianggap sebagai orang sepele dan remeh yang hanya memperoleh ilmu karena mengikuti perkataan orang lain. Allah menggolongkan mereka sebagai ulul albab, meskipun keunggulan itu mungkin tersembunyi bagi orang-orang bodoh yang mengharap mukjizat.

Setiap ulul albab selalu mendengarkan perkataan-perkataan yang baik, tidak tiba-tiba menjadi ulul albab tanpa peduli dengan perkataan yang baik. Allah mengubah mereka menjadi orang yang kuat akalnya dalam tingkatan ulul albab. Mengharapkan manifestasi kebenaran secara diskrit semacam mukjizat seringkali sebenarnya menunjukkan kelemahan akal seseorang. Sebaliknya, seringkali ulul albab yang menghadirkan kebenaran secara halus merupakan orang yang paling adil, mengetahui kekurangan dirinya dan orang lain yang perlu dan dapat diperbaiki dan mengetahui pula kebaikan yang tersembunyi pada hal-hal yang rendah, tanpa mengurangi kemampuannya mengetahui keajaiban di alam yang tinggi.

Sikap-sikap Yang Perlu Diperhatikan

Tidak sedikit orang yang terjebak dalam pandangan-pandangan ashabiyah dan hizbiyah dalam upaya mendengarkan perkataan-perkataan yang baik, maka keterjebakan itu merupakan perbuatan mengikuti hawa nafsu bukan menggunakan akal. Mereka kadang menjadi fanatik kepada suatu pendapat dari orang-orang tertentu dan kehilangan kemauan mempertimbangkan kebenaran perkataan yang paling dekat dengan kehendak Allah. Keihsanan harus diperoleh oleh setiap orang secara personal, tidak boleh hanya dengan mengikuti keihsanan orang lain. Boleh saja seseorang mengikuti orang lain dalam tataran perbuatan selama tidak melanggar ketentuan agama, tetapi keihsanan harus tetap dibangun secara personal pada diri setiap orang. Untuk itu hendaknya ia selalu memperhatikan dan mengikuti perkataan yang terbaik yang bisa diperolehnya.

Di sisi lain ada orang-orang yang lebih menekankan untuk berusaha menemukan keihsanaan dengan hatinya, dan di antara mereka melakukan metode itu dengan meninggalkan mendengarkan perkataan-perkataan yang baik. Hal itu tidak dapat dibenarkan. Meninggalkan sikap mendengarkan perkataan-perkataan yang baik sama sekali tidak boleh dilakukan. Suatu keihsanan harus dibangun hingga mempunyai akar di bumi, tidak boleh hanya dengan mencari petunjuk di langit dengan meninggalkan akar di bumi. Jasmani manusia harus ikut dibina untuk dapat memahami kebaikan dalam tuntunan Allah melalui kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW hingga suatu keihsanan tercerap oleh manusia secara utuh baik pada sisi nafs maupun jasmani diri mereka.

Pada tingkatan lanjut, perkataan yang baik dari orang lain bagi seseorang mungkin akan terdengar seperti perkataan yang biasa saja karena ia telah mengetahui kandungan dari perkataan itu. Bila hal itu tidak menambah keihsanan kepada Allah, ia hendaknya mendengarkan perkataan tersebut sebagai wujud kesabaran, atau ia berterus terang untuk menghindari percakapan yang panjang dan sia-sia. Tetapi setiap orang harus tetap berhati-hati bahwa sikap menghindar mendengar perkataan yang baik sangat dekat dengan pendustaan. Seringkali penjelasan orang lain pun sangat mungkin sebenarnya mengandung banyak hal yang dapat menambah keihsanan dirinya bila ia bisa bersabar mendengarnya. Bila pembicaraan orang lain bukan pembicaraan sia-sia, mungkin ia telah bersikap sombong. Bila terjatuh mendustakan kebenaran dari kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW karena sikap bosannya, sama saja ia terjatuh sebagai pendusta terhadap kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW. Keinginan setiap orang untuk mendengar perkataan-perkataan yang baik itu tidak boleh terkubur karena ilmu yang telah diperoleh.

Setiap orang harus menghindari sikap mengabaikan perkataan yang baik. Syaitan sangat mudah menyesatkan orang-orang demikian, karena salah satu prinsip untuk mendapatkan petunjuk adalah mendengarkan perkataan yang baik. Ada orang yang meninggalkan perkataan yang baik karena kejahatan dirinya, ada yang meninggalkan karena memandang dirinya tinggi, dan ada orang-orang yang meninggalkan karena mengikuti orang lain yang mereka pandang mempunyai kebenaran. Ketika seseorang meninggalkan sikap mendengarkan perkataan yang baik karena memandang dirinya tinggi, sebenarnya sifat syaitan berupa benih kesombongan telah tertanam dalam dirinya. Barangkali ia mempunyai benih merasa sebagai makhluk yang khusus atau terbaik di hadapan Allah hingga layak mengabaikan masukan dari makhluk yang lain berupa perkataan-perkataan yang baik dari mereka. Demikian pula para pengikut manusia yang mengabaikan perkataan yang baik sangat mudah untuk mengikuti langkah-langkah syaitan, maka mereka tidak akan memperoleh keihsanan. Hal ini tidak jarang ditandai dengan sikap bahwa mereka adalah orang-orang yang memperoleh petunjuk.

Fenomena demikian sebenarnya menunjukkan keadaan yang sebaliknya, dan keadaan itu sangatlah sulit. Dalam sebuah riwayat dari Ali bin Musa dituturkan bahwa Nabi Isa a.s pernah bersabda: “Sungguh aku telah mengobati orang-orang yang sakit, dan aku sembuhkan mereka dengan izin Allah. Aku sembuhkan orang buta dan orang berpenyakit lepra dengan izin Allah. Aku bangunkan orang-orang mati dan aku hidupkan kembali mereka dengan izin Allah. Lalu aku coba mengobati orang ahmaq (dungu) namun aku tidak mampu menyembuhkannya!” Maka beliau pun ditanya: “Wahai ruh Allah, siapakah orang dungu itu?” Beliau menjawab: “Yaitu orang yang kagum pada pendapatnya sendiri dan dirinya sendiri; yang memandang semua kebaikan ada padanya dan tidak melihat kekurangan pada dirinya; yang memastikan semua kebenaran untuk dirinya sendiri. Merekalah orang-orang dungu yang tidak ada jalan untuk mengobatinya.” (HR Al-Auzâ`i). Kaum yang mengikuti sifat demikian akan tertular dengan sifatnya.

Seringkali kekaguman terhadap kebenaran diri sendiri tidak tumbuh di atas sesuatu yang sama sekali salah. Ada suatu kebenaran yang menjadi landasan tumbuhnya kekaguman pada diri sendiri, dan kekaguman itu kemudian mengalahkan akal mereka dalam mempersepsi kebenaran yang lain. Boleh jadi perbuatan jasmaniah yang terlahir dari landasan itu berwujud perbuatan yang benar, tetapi sikap terhadap kebenaran yang lain secara keseluruhan yang tumbuh pada diri mereka keliru. Dengan kekaguman terhadap diri sendiri itu, mereka kemudian mengabaikan perkataan-perkataan yang baik dan kebenaran yang disampaikan oleh orang lain. Tidak sekadar mengabaikan perkataan sahabatnya, kadangkala mereka menuduh sahabatnya dengan pikiran buruk mereka sendiri, mengabaikan pula perkataan dari syaikh mereka atau bahkan dari firman Allah dalam kitabullah Alquran, mengikuti kebenaran mereka sendiri.

﴾۶۳﴿وَمَن يَعْشُ عَن ذِكْرِ الرَّحْمٰنِ نُقَيِّضْ لَهُ شَيْطَانًا فَهُوَ لَهُ قَرِينٌ
Barangsiapa yang berpaling dari pengajaran Ar-Rahmaan (Al Quran), kami adakan baginya syaitan maka syaitan itu menjadi teman dekat yang selalu menyertainya. (QS Az-Zukhruf : 36)

Ayat di atas merupakan firman Allah yang lebih ditujukan kepada orang-orang yang berusaha mengikuti kebenaran. Orang-orang kafir harus memperbaiki aqidah dalam diri mereka dahulu sebelum diperintahkan untuk memperhatikan pengajaran Ar-Rahman (Alquran) atau agar tidak berpaling darinya. Setiap orang yang berusaha mengikuti kebenaran hendaknya mengikuti kitabullah Alquran dan sunnah Rasulullah SAW, maka mereka akan tertuntun mengikuti jalan yang lurus. Apabila seseorang yang berusaha mengikuti kebenaran berpaling dari pengajaran Ar-Rahman (Alquran) karena mengikuti kekaguman terhadap kebenaran mereka sendiri, maka Allah akan mengadakan bagi mereka syaitan, maka syaitan itu akan menjadi qarin yang selalu menyertai mereka. Demikian efek kekaguman terhadap diri sendiri itu bisa mempengaruhi seseorang dalam melakukan ketaatan kepada Allah.

Perkara demikian bukan perbedaan akal dalam memahami perintah Allah, tetapi suatu kesalahan dalam memahami perintah Allah. Mereka mengikuti, atau setidaknya akan mengikuti langkah-langkah syaitan yang bertentangan dengan kehendak Allah. Seandainya yang mereka perbuat secara dzahir adalah baik, tetapi mereka menentang kehendak Allah yang paling utama dengan sebagian amal-amalnya yang mengikuti syaitan. Kekaguman terhadap diri sendiri atau kelompok menunjukkan tidak adanya suatu keihsanan. Suatu keihsanan akan diperoleh seseorang bila ia memperhatikan perkataan-perkataan yang baik dan ada kemauan untuk mengikuti perkataan yang paling ihsan sesuai dengan tuntunan kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW, tidak hanya mengikuti pendapat sendiri.

Alquran merupakan perkataan yang paling ihsan. Kitabullah harus dijadikan standar pokok bagi setiap orang untuk memperoleh perkataan yang paling ihsan. Setiap orang yang berusaha memperoleh pemahaman yang selaras dengan ayat dalam kitabullah merupakan orang yang mendengarkan perkataan yang baik dan mengikuti yang paling ihsan, dan sebaliknya orang yang menentang ayat dalam kitabullah merupakan orang yang tidak mendengarkan. Kondisi demikian itu tidak boleh dikacaukan. Seseorang atau kaum tidak boleh menuduh orang atau pihak lain sebagai orang yang mengagumi kebenaran sendiri karena membaca(kan) ayat Alquran secara jelas. Sebaliknya bila diingatkan dengan suatu ayat Alquran yang jelas, seseorang tidak boleh membantah dengan menuduh balik atau menyangka pemberi peringatan sebagai orang yang kurang pengetahuan. Kadang suatu tuduhan disampaikan dengan menganggap perkataan yang benar selaras Alquran hanya pemahaman yang mengada-ada. Hal demikian merupakan sikap menafikan ayat Alquran sebagai perkataan yang paling ihsan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar