Pencarian

Rabu, 25 Januari 2023

Kitabullah Untuk Membina Akal

Allah menciptakan manusia untuk ditempatkan di bumi. Kehidupan di bumi merupakan kehidupan yang penuh hijab dari cahaya Allah, akan tetapi cahaya Allah tetap dapat diperoleh oleh orang-orang yang ingin kembali kepada-Nya. Manusia diuji dengan semua hijab-hijab itu, dan orang-orang yang diselamatkan Allah dalam perjalanan mereka kemudian menjadi makhluk yang dilebihkan daripada segenap makhluk yang lain. Ada suatu kelebihan manusia yang membuat mereka dilebihkan dari makhluk yang lain. Salah satu kelebihan itu adalah kekuatan akal dalam mencari cahaya Allah di antara kegelapan.

Dalam kegelapan kehidupan di bumi, manusia akan terperangkap pada banyak kesalahan dan dosa-dosa. Allah maha mengetahui hal demikian, dan sangat mudah bagi Allah untuk memberikan ampunan bagi setiap manusia yang bersalah dan berdosa selama mereka berkeinginan untuk kembali kepada Allah, atau setidaknya kembali mengikuti jalan yang benar. Suatu kesalahan besar akan diampuni Allah selama seseorang berkeinginan kembali, dan suatu kesalahan kecil akan menjadi api yang besar manakala seseorang mengikuti kebenaran keyakinannya sendiri yang menyalahi kitabullah, atau menggantungkan kebenaran pada orang yang salah. Dari satu sisi, bisa dikatakan bukan kesalahan dan dosa yang menjadi pangkal murka Allah, tetapi ketiadaan atau buruknya kualitas iktikad untuk kembali kepada Allah.

Iktikad seseorang untuk kembali akan menumbuhkan akal pada mereka, dan dengan akal itu maka kesalahan dan dosa dapat terlihat, dihindari atau akan berubah menjadi bekal untuk berbuat yang terbaik sesuai kehendak Allah. Pensucian diri (tazkiyatun nafs) menjadi media untuk menumbuhkan akal. Tetapi harus diingat bahwa tujuan pensucian diri bukanlah semata menjadi suci, akan tetapi harus menumbuhkan akal untuk dapat memahami dan berpegang pada tuntunan Allah dengan benar. Pensucian diri harus disertai dengan mengubah apa-apa yang ada bersama dengan nafs mereka dengan sesuatu yang lebih baik, maka seseorang akan tumbuh akalnya.

Hal itu harus mempunyai sandaran yang jelas pada kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW agar akal orang-orang yang mensucikan diri dapat tumbuh berdasarkan kitabullah. Kadangkala para murid harus berkembang akalnya pada tataran praktis kebumian, maka tingkatan praktis bidang itu hendaknya mempunyai landasan kitabullah. Landasan langkah perjalanan kembali harus dikuatkan terlebih dahulu hingga seseorang mengetahui kedudukan amal mereka dalam urusan Rasulullah SAW sebagai penguat pijakan dalam melangkah pada tataran praktis kebumian. Apa yang menjadi teman bagi nafs hanya akan menumbuhkan akal dengan baik dan benar bila sandaran itu kokoh. Bila hanya mengambang, maka akal orang-orang yang mengikuti hanya akan tumbuh secara mengambang pula.

﴾۱۱﴿لَهُ مُعَقِّبَاتٌ مِّن بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ يَحْفَظُونَهُ مِنْ أَمْرِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّىٰ يُغَيِّرُوا مَا بِأَنفُسِهِمْ وَإِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِقَوْمٍ سُوءًا فَلَا مَرَدَّ لَهُ وَمَا لَهُم مِّن دُونِهِ مِن وَالٍ
Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah apa yang ada pada nafs-nafs mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia. (QS Ar-Ra’du : 11)

Seorang syaikh akan sangat menekankan pentingnya penggunaan akal kepada murid-muridnya, dijadikan dasar utama bagi para murid melangkah. Kadangkala syaikh memberikan pandangan lebih lanjut bagi nafs para murid untuk menambah apa yang ada bersama nafs mereka, akan tetapi hal itu dilakukan setelah menekankan pentingnya menggunakan akal dengan benar. Misalnya kadangkala syaikh memberikan contoh-contoh fenomena kesucian jiwa berupa bashirah, pendengaran dan qalb orang yang menempuh jalan pensucian jiwa, atau menunjukkan amaliah praktis untuk jalan ibadah mereka. Akan tetapi semua hal itu dilakukan setelah melakukan penekanan terhadap ayat Alquran tentang segala sesuatu yang dilakukannya.

Ayat utama yang menjadi landasan bagi syaikh untuk segala sesuatu yang dibimbingkannya terhadap murid, untuk dijadikan dasar yang mengganti apa yang bersama nafs mereka, di antaranya adalah ayat penggunaan akal sebagai berikut :

﴾۹۷۱﴿وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِّنَ الْجِنِّ وَالْإِنسِ لَهُمْ قُلُوبٌ لَّا يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لَّا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آذَانٌ لَّا يَسْمَعُونَ بِهَا أُولٰئِكَ كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ أُولٰئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ
Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat, dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar. Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai. (QS Al-A’raaf : 179)

Segala fenomena yang dijelaskan sang syaikh tentang tanda-tanda yang terjadi pada orang yang menempuh jalan tazkiyatun nafs secara mendasar bertujuan agar para murid menggunakannya untuk memahami ayat-ayat Allah. Bukan fenomena tazkiyah itu yang menjadi tujuan utama, tetapi penggunaan akal mereka yang diutamakan. Bashirah yang muncul dalam nafs mereka, atau pendengaran nafs mereka, atau qalb yang tumbuh haruslah digunakan untuk menumbuhkan akal untuk memahami ayat-ayat Allah yang tertuang dalam kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW. Bila tidak digunakan untuk memahami ayat-ayat Allah, maka qalb, bashirah dan pendengaran itu justru akan menjadikan mereka masuk ke dalam neraka jahannam.

Kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW merupakan pokok yang harus dipahami oleh setiap orang yang menempuh jalan pensucian diri. Kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW merupakan penjelasan bagi seluruh semesta ciptaan Allah yang hendak diperkenalkan-Nya kepada makhluk. Pokok fenomena di alam semesta seluruhnya terjelaskan dalam Alquran bila manusia berjalan kembali kepada Allah. Bila seseorang bertaubat, maka ia akan menemukan ayat kauniyah semesta yang berjalan seiring dengan ayat dalam kitabullah, dan selaras dengan ayat berupa bisikan hatinya. Maka itu sangat mungkin merupakan ayat yang akan memperkuat akalnya. Seringkali syaikh memberikan ayat Allah yang seharusnya dijadikan teman bagi nafs muridnya, maka hal demikian juga merupakan ayat yang akan memperkuat akalnya.

Segala penjelasan yang diterima seorang syaikh dan dibagikan kepada para murid seluruhnya merupakan cabang yang berpokok pada kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW. Bila tidak demikian, ia bukanlah syaikh yang benar. Bila sang syaikh membagikan penjelasan yang diterima kepada murid, maka hendaknya sang murid mencari pokoknya dari kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW agar akal mereka tumbuh kokoh tidak mengambang. Kadangkala seorang syaikh mempunyai pokok kepada syaikh lain atau sebelumnya, dan seterusnya hingga berpokok pada kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW, maka sang murid hendaknya mencari pokoknya hingga memperoleh landasan pada kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW. Pokok inilah yang akan menjadi bekal pertumbuhan akalnya yang benar. Akal seseorang harus tumbuh sebagai cabang turunan yang bersambung hingga Rasulullah SAW. Kemuliaan seseorang ditentukan dengan ketakwaan mereka masing-masing, dan hal ini ditunjukkan dengan ketaatannya terhadap ayat dalam kitabullah.

Di jalan tazkiyatun nafs akan ditemukan fenomena penanda perjalanan seseorang yang dikenal sebagai warid. Warid merupakan penjelasan yang mungkin diturunkan Allah kepada orang-orang yang menempuh perjalanan kembali kepada Allah melalui jalan pensucian diri, baik berupa pendengaran, penglihatan ataupun fenomena qalbiyah. Seorang syaikh akan berusaha benar-benar mencegah muridnya untuk meminta suatu warid-pun manakala mereka memperoleh keterbukaan terhadap cahaya Allah dan keterbukaan terhadap rahasia-rahasia yang ada pada kitabullah. Pemahaman akal seseorang terhadap ayat-ayat kitabullah dan sunnah Rasulullah menjadi tujuan pokok yang lebih diutamakan daripada masalah warid. Hal ini tidak mencegah turunnya warid, boleh jadi Allah memberikan warid kepada orang yang memperoleh keterbukaan terhadap ayat Allah dan terhadap rahasia penciptaan. Permasalahan warid menuntut adab ketat yang harus ditaati oleh setiap murid terhadap syaikh. Agak berbeda dalam masalah kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW, setiap orang harus mengutamakan kitabullah dan sunnah daripada makhluk lain.

Ujian yang Berat

Pertumbuhan akal hanya benar bila seseorang berpegang teguh pada kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW. Puncak kesulitan fitnah yang mungkin menimpa seseorang datang dari Allah sendiri manakala seseorang tidak berpegang pada kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW. Boleh jadi Allah memberikan firman kepada seseorang yang memberikan petunjuk bertentangan dengan kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW, sedangkan firman itu dimaksudkan untuk menjerat mereka dalam rencana-Nya yang sangat teguh. Bila seseorang berpegang pada kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW dengan akalnya, maka ia akan dapat menimbang apakah firman-Nya itu suatu jeratan Allah atau selaras dengan kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW.

﴾۳۸۱﴿وَأُمْلِي لَهُمْ إِنَّ كَيْدِي مَتِينٌ
Dan Aku memberikan dikte kepada mereka. Sesungguhnya rencana-Ku amat teguh. (QS Al-A’raaf : 183)

Allah kadangkala mendikte kepada seorang manusia untuk menjeratnya dalam rencana-Nya yang sangat teguh untuk menampakkan iktikad mereka kembali kepada Allah. Mendikte (أُمْلِي ) dapat dipahami sebagai perbuatan memberikan perintah atau ketentuan yang perlu dilaksanakan tanpa membutuhkan pemahaman dan tidak mendatangkan pemahaman. Boleh jadi kalam itu sampai kepada makhluk melalui syaitan yang diijinkan untuk menyamar sebagai utusan, atau melalui malaikat yang mendatangkan ujian sebagai fitnah bagi seseorang, atau perkataaan ruh qudus yang membawa urusan-Nya, atau segala puncak hijab selain Allah yang mampu dipersepsi oleh indera makhluk-Nya tersebut. Manakala firman itu tidak mempunyai landasan kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW, apalagi bertentangan, hendaknya seseorang segera waspada bahwa boleh jadi Allah menjeratnya dalam rencana-Nya yang sangat teguh.

Kewaspadaaan ini bisa dilakukan bila manusia menggunakan akalnya untuk berpegang pada kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW. Pusaran jeratan ini seringkali sangat kuat yang bisa menyeret orang lain. Berpegang pada kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW harus dilakukan oleh setiap orang tanpa boleh mengendorkannya sedikitpun. Semua warid yang mungkin diperoleh tidak boleh melalaikan umat manusia dalam berpegang pada kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW, sekalipun misalnya warid itu berupa kalam Allah yang disampaikan kepada seorang makhluk. Justru warid demikian seringkali yang paling berbahaya manakala bertentangan dengan kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW, yang akan menyeret manusia pada jeratan rencana-Nya yang sangat teguh. Kadangkala kesalahan itu sangat samar sehingga tiba-tiba seseorang menyadari telah terjerumus ke neraka, dan kadang manusia mengetahui penjelasan kesalahan itu akan tetapi lebih meyakini kepercayaannya daripada kitabullah dan kemudian ia mendustakannya. Setiap orang harus menumbuhkan akalnya untuk berpegang pada kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW.

Manakala akal berkembang, seseorang seharusnya menemukan jalinan kebersamaan dengan orang-orang yang kembali kepada Allah, terutama orang-orang yang telah sampai atau mengetahui kedudukan dirinya dalam al-jamaah mengikuti Rasulullah SAW. Pertumbuhan akal secara munfarid, tidak mengerti jalinan kebersamaan dalam urusan Rasulullah SAW sangat mungkin merupakan tanda berbahaya yang harus diperhatikan setiap manusia dalam perjalanannya kembali kepada Allah. Hal ini harus diukur dari urusan Rasulullah, tidak berdasarkan kebersamaan dengan orang lain karena kebersamaan tersebut boleh jadi bersifat nisbi. Bila seseorang benar-benar memperhatikan kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW, sedikit atau banyak ia akan memperoleh pengetahuan tentang orang-orang yang bersama mereka dalam urusan Rasulullah SAW.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar